Anda di halaman 1dari 8

Luka Akut

Luka akut adalah luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan dan
biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria luka akut
adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang
diperkirakan.
Contohnya adalah luka sayat, luka bakar, luka tusuk.

Luka Kronik
Luka kronik adalah luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren)
atau terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh
masalah multi faktor dari penderita. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu
yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul
kembali.
Contohnya adalah ulkus tungkai, ulkus vena, ulkus arteri (iskemi), penyakit vaskular
perifer ulkus dekubitus, neuropati perifer ulkus dekubitus (Bryant, 2007).

Ulkus atau ulcer adalah nama lain dari luka. Ulkus gaster adalah ulkus yang terbentuk
pada lambung atau bagian atas usus kecil, yang disebut dengan duodenum. Ulkus
gaster atau ulkus duodenum sangat umum terjadi.

Penyebab ulkus
penyebab utama adalah infeksi bakteri H. pylori, penggunaan non-steroidal anti-
inflammatory drugs (NSAIDs) atau obat anti inflamasi jangka panjang, penggunaan obat
steroids, mengalami stress yang tak terkendali, seseorang dengan usia diatas 70 tahun,
konsumsi alcohol berlebihan, merokok, kafein, diet tinggi garam dan konsumsi
makanan-makanan pedas.

Tindakan perawatan terhadap luka dibagi menjadi 2, yaitu:


1. Perawatan Luka Bersih: Prosedur perawatan yang dilakukan pada luka bersih
(tanpa ada pus dan necrose), termasuk didalamnya mengganti balutan.
2. Perawatan Luka Kotor: Perawatan pada luka yang terjadi karena tekanan terus
menerus pada bagian tubuh tertentu sehingga sirkulasi darah ke daerah tersebut
terganggu.
Faktor faktor yang mempengaruhi Penyembuhan Luka penyembuhan luka merupakan
suatu proses yang kompleks dan dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler
dan biokimia yang terjadi saling berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak
hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun
dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik
1. Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam
proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan
perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, 7M,
erthereosklerosis).
2. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat
berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan, radiasi,
stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan

Komplikasi Penyembuhan Luka


Menurut Potter & Perry 2006 komplikasi penyembuhan luka terdiri dari:
1. Infeksi : Invasi bakteri pada luka dapat terjadipada saat trauma, selama
pembedahan atausetelah pembedahan.
2. Dehisen adalah terpisahnya lapisan luka secaraparsial atau total. Dehisen
sering terjadi padaluka pembedahan abdomen dan terjadi setelah regangan
mendadak, misalnya batuk, muntahatau duduk tegak di tempat tidur.

#Komplikasi dan penyembuhan luka: timbul dalam manifestasi yang berbeda


beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat,
keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya reepitalisasi dan
juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi. 'Dibeberapa komplikasi
yang mungkin terjadi adalah : hematoma, nekrosis jaringan lunak, dehisdene,
keloids, formasi hipertropik sar dan juga infeksi luka

Penyembuhan luka pada tepi kulit yang tidak dapat menyatu dengan cara
pengisian jaringan granulasi dan kontraksi. Pada penyembuhan ini, terdapat
kehilangan jaringan yang cukup luas, menghasilkan scar lebih luas, dan memiliki
resiko terjadi infeksi. Misalnya pada leg ulcers, multiple trauma, ulkus diabetik,
dan lainnya

KLASIFIKASI PENYEMBUHAN LUKA :


a. Penyembuhan primer
Penyembuhan luka dengan alat bantu seperti jaritan, klip atau tape. Pada
penyembuhan primer ini, kehilangan jaringan minimal dan pinggiran luka
ditutup dengan alat bantu. Menghasilkan skar yang minimal. Misalnya; luka
operasi, laserasi dan lainnya.
b. Penyembuhan sekunder
Penyembuhan luka pada tepi kulit yang tidak dapat menyatu dengan cara
pengisian jaringan granulasi dan kontraksi. Pada penyembuhan ini, terdapat
kehilangan jaringan yang cukup luas, menghasilkan scar lebih luas, dan
memiliki resiko terjadi infeksi. Misalnya pada leg ulcers, multiple trauma, ulkus
diabetik, dan lainnya

kalau menurut pendapat saya, dari kasus tersebut di atas adalah pasien
Halusinasi
Halusinasi adalah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, Akemat, 2010).

Halusinasi ini merupakan suatu gejala gangguan jiwa yang seseorang


mengalami perubahan sensori presepsi, serta merupakan sensasi palsu
berupa suara, pengelihatan, perabaan dan penciuman. Seseorang
merasakan stimulasi yang sebetulnya tidak ada. ( Yusuf, Rizki & Hanik, 2015)

Jenis - Jenis Halusinasi

1. Halusinasi Pendengaran
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara-suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

2. Halusinasi Penglihatan
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan/atau panorama yang luas
dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.

3. halusinasi Penghidu
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadang - kadang terhidu bau
harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.

4. Halusinasi Peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.

5. Halusinasi Pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses

6. Halusinasi Kenestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

wa'alaikumussalam bu,
Cedera Kepala adalah salah satu penyebab kematian dan kecacatan ugtama
pada kelpmpok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
(Mansjoer,A.2011)

Penanganan pertama pada head injury atau cedera kepala yaitu mempertahankan
perfusi cerebral dan mencegah terjadinya ishemia.
Amankan jalan nafas dan memberikan oksigenasi adekuat, nasal kanul atau non
rebreathing mask. Otak tidak toleran terhadap hipoksia, sehingga oksigenasi adekuat
penting dilakukan jika pasien mengalami koma, oksigen bisa juga diberikan melalui
endotracheal. Hal ini untuk mencegah aspirasi karena pasien cedera kepala mudah
mengalami muntah.

Prinsip penanganan pada kasus head injuri :


Do not further harm ( jangan membuat cedera semakin parah ) Dengan
penatalaksanaan yang cepat dan tepat:
1. Primery survey : airway, breating , Circulation, disability ( gcs )
2. Secondary survey : SAMPLE

Pengkajian pada pasien head injury

survei primer
a. Airway
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas
2) Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk mencegah
penekanan / bendungan pada vena jugularis
3) Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut.

b. Breathing
1) Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
2) Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen

c. Circulation
1) Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill, sianosis pada kuku,
bibir)
2) Monitoring tanda- tanda vital 
3) Pemberian cairan dan elektrolit
4) Monitoring intake dan output

d. Disability
1) skala koma glasgow
2) pupil : ukuran, bentuk, dan reflek cahaya
3) pemeriksaan neurologi cepat : hemiparesis, refleks patologis
4) luka-luka
5) anamnesa : AMPLE (Allergies, Past Illnesses, Last Meal, Event/Environment related
to the injury)

B, PENGKAJIAN SEKUNDER

1. Lakukan Anamnese ( SAMPLE)


2. Lakukan TTV
3. Lakukan Pemeriksaan Fisik ( Head To Toe)
Catat keutuhan batok kepala, termasuk adanya Rhinorhea (perdarahan hidung) dan
Otorhea (perdarahan telinga)
4. Kaji Adanya kemungkinan tanda-tanda fraktur servikal

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan (spesifik serebral) b.d aliran arteri dan atauvena
terputus,
b. Nyeri akut b.d dengan agen injuri fisik,
c. Defisit self care b.d dengan kelelahan, nyeri

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan (spesifik serebral) b.d aliran arteri dan atauvena
terputus,
klien mampu mencapai :
Status sirkulasi dengan indikator:
- Tekanan darah sis-tolik dan diastolic dalam rentang yang diharapkan.
- Tidak ada ortostatik hipotensi
- Tidak ada tanda tanda PTIK
NIC :
Monitor Tekanan Intra Kranial
1. Catat perubahan respon klien terhadap stimulus / rangsangan
2. Monitor TIK klien dan respon neurologis terhadap aktivitas
3. Monitor intake dan output
4. Pasang restrain, jika perlu
5. Monitor suhu dan angka leukosit
6. Kaji adanya kaku kuduk
7. Kelola pemberian antibiotic
8. Berikan posisi dengan kepala elevasi 30-40 dengan leher dalam posisi netral
9. Minimalkan stimulus dari lingkungan
10. Beri jarak antar tindakan keperawatan untuk meminimalkan peningkatan TIK
11. Kelola obat obat untuk mempertahankan TIK dalam batas spesifik

2. Nyeri akut b.d dengan agen injuri fisik


klien dapat Mengontrol nyeri, dengan indicator :
- Mengenal faktor-faktor penyebab
- Mengenal onset nyeri
- Tindakan pertolongan non farmakologi
- Menggunakan analgetik
- Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim kesehatan.
- Nyeri terkontrol
NIC :
Manajemen nyeri
1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan
beratnya nyeri.
2. Observasi respon ketidaknyamanan secara verbal dan non verbal.
3. Pastikan klien menerima perawatanan algetik dengan tepat.
4. Gunakan strategi komunikasi yang efektif untuk mengetahui respon
penerimaan klien terhadap nyeri.
5. Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol nyeri
6. Monitoring perubahan nyeri baik actual maupun potensial. Sediakan
lingkungan yang nyaman.
7. Kurangi factor - faktor yang dapat menambah ungkapan nyeri.
8. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi sebelum atau sesudah nyeri
berlangsung.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memilih tindakan selain obat
untuk meringankan nyeri.
10. Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk meringankan nyeri.

Tes virologis dengan PCR


Tes virologis dilakukan dengan metode polymerase chain reaction (PCR). 
- HIV DNA kualitatif (EID)
Tes HIV DNA kualitatif dari darah lengkap atau Dried Blood Spot (DBS). Tes HIV
ini mendeteksi keberadaan virus dan tidak bergantung pada keberadaan antibodi
HIV. Tes ini digunakan untuk diagnosis pada bayi.

- HIV RNA kuantitatif Tes ini untuk memeriksa jumlah virus di dalam darah, dan
dapat digunakan untuk pemantauan terapi ARV pada dewasa dan diagnosis
pada bayi jika HIV DNA tidak tersedia.

Tes HIV antibodi-antigen


Tes HIV Ab-Ag mendeteksi antibodi yang ditujukan terhadap HIV-1 atau HIV-2,
serta protein yang disebut p24, yang merupakan bagian dari inti virus (antigen
dari virus). Hal ini penting karena memerlukan waktu berminggu-minggu agar
antibodi terbentuk setelah infeksi awal, walaupun virus (dan protein p24) ada
dalam darah

Pengkajian Primer
Survey primer atau primary survey adalah pemeriksaan secara cepat fungsi vital pada
penderita trauma dengan prioritas pada ABCD, sebagai berikut:
1. A (Airway) adalah mempertahankan jalan nafas dan menjaga stabilitas tulang leher
(cervical control).
2. B (Breathing) adalah pernapasan yang disertai ventilasi.
3. C (Circulation) adalah mempertahankan sirkulasi bersama dengan tindakan untuk
menghentikan perdarahan (control of hemorrhage)
4. D (Disability) adalah pemeriksaan untuk menilai gangguan kesadaran dan neurologis.
5. E (Environment atau Exposure) adalah pemeriksaan pada seluruh tubuh penderita dengan
melepas semua pakaian dan cegah hipotermi.
PermalinkShow parentReply

In reply to Ns. Naziyah, S.Kep.,M.Kep. .


Re: Asuhan keperawatan pada kasus Cedera Kepala

by PRATIWI SEPTIANI . - Friday, 11 October 2019, 2:59 PM


Pengkajian Sekunder
Prinsip pada survey sekunder adalah memeriksa ulang seluruh tubuh dengan lebih teliti mulai
dari ujung rambut sampai jari kaki (head to toe), baik pada tubuh bagian depan maupun
belakang. Dimulai dengan anamnesa singkat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan dapat
dilakukan pada fase ini diantaranya pemeriksaan BNO-IVP, foto abdomen datar, CT-Scan
atau MRI.
PermalinkShow parentReply

Ada 6 Jenis Halusinasi:

1.Halusinasi pendengaran (audio)


Ini adalah jenis halusinasi yang menunjukkan persepsi yang salah dari bunyi, musik,
kebisingan, atau suara. Mendengar suara-suara ketika tidak ada stimulus pendengaran adalah
jenis yang paling umum dari halusinasi audio pada penderita gangguan mental. Suara dapat
didengar baik di dalam atau di luar kepala seseorang, dan umumnya dianggap lebih parah
ketika hal itu datang dari luar kepala. Suara bisa berupa suara wanita atau pria, yang akrab
atau tidak akrab, dan yang berupa kritikan atau pujian. Dalam gangguan mental seperti
skizofrenia, suara biasanya negatif dan tidak menyenangkan.

Pada penderita skizofrenia, gejala umum adalah mendengar suara orang yang bercakap-cakap
dan berkomentar. Ketika ia mendengar suara-suara berbicara, biasanya itu adalah suara dua
orang atau lebih yang berbicara pada satu sama lain. Ia mendengar kritikan atau komentar
tentang dirinya, perilakunya, atau pikirannya, dan ia biasanya menjadi orang ketiga (seperti,
“tidak, dia bodoh”). Di lain waktu, suara dapat memberitahunya untuk melakukan sesuatu
(hal ini sering disebut sebagai perintah halusinasi).

2. Halusinasi pengecapan (gustatorius)


Ini adalah sebuah persepsi yang salah mengenai rasa. Biasanya, pengalaman ini tidak
menyenangkan. Misalnya, seorang individu mungkin mengeluh telah mengecap rasa logam
secara terus-menerus. Jenis halusinasi ini sering terlihat di beberapa gangguan medis (seperti
epilepsi), dibandingkan dengan penderita gangguan mental.

3. Halusinasi penciuman (olfaktori)


Halusinasi ini melibatkan berbagai bau yang tidak ada. Bau ini biasanya tidak
menyenangkan, seperti bau muntah, urin, feses, asap, atau daging yang membusuk. Kondisi
ini juga sering disebut sebagai phantosmia dan dapat diakibatkan oleh adanya kerusakan saraf
di bagian indra penciuman. Kerusakan mungkin disebabkan oleh virus, trauma, tumor otak,
atau paparan zat-zat beracun atau obat-obatan. Phantosmia ini juga dapat disebabkan oleh
epilepsi

4. Halusinasi atau sentuhan (taktil)


Ini adalah sebuah persepsi atau sensasi palsu terhadap sentuhan atau sesuatu yang terjadi di
dalam atau pada tubuh. Halusinasi sentuhan ini umumnya merasa seperti ada sesuatu yang
merangkak di bawah atau pada kulit (ini juga dikenal sebagai formikasi). Contoh lain
termasuk perasaan tersetrum pada tubuh, atau merasa disentuh orang lain tetapi sebenarnya
tidak ada orang di sekitarnya. Sensasi fisik yang berasal dari gangguan medis dan
hypochondriacal preoccupations dengan sensasi fisik normal tidak termasuk sebagai
halusinasi somatik.
5. Halusinasi penglihatan (visual)
Ini adalah sebuah persepsi yang salah pada pandangan. Isi dari halusinasi dapat berupa apa
saja (seperti bentuk, warna, dan hilatan cahaya), tetapi biasanya orang atau tokoh-tokoh
seperti manusia. Misalnya, seseorang merasa ada orang berdiri di belakangnya meskipun
tidak ada siapa-siapa. Terkadang seseorang mungkin mengalami persepsi yang salah dari
salah satu tokoh yang berkaitan dengan agama (seperti setan).

6. Halusinasi somatik
Ini mengacu pada saat seseorang mengalami perasaan tubuh mereka merasakan nyeri yang
parah, misalnya akibat mutilasi atau pergeseran sendi. Pasien juga melaporkan bahwa ia
mengalami penyerangan oleh hewan pada tubuh mereka, seperti ular merayap ke dalam perut.

Anda mungkin juga menyukai