STUDI KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN RETENSIO
PLASENTA DI RSUD KOTA MATARAM
Oleh :
Mengesahkan :
Ketua Jurusan Kebidanan
Tim Penguji
1. St Halimatussyadiah, SST.,M.Kes ( )
Ketua Penguji
Tanggal lulus :
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Mengetahui
Pembimbing I Pembimbing II
KATA PENGANTAR
iii
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Tugas Akhir ini dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin
dengan Retensio Plasenta” Di Wilayah Kerja RSUD Kota Mataram Tahun
2021”, dapat terselesaikan tepat pada waktunya sebagai salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan tugas akhir di Poltekkes Kemenkes
Mataram Jurusan Kebidanan.
iv
10. Seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan proposal Tugas Akhir
ini.
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................iii
KATA PENGANTAR....................................................................................iv
DAFTAR ISI.................................................................................................vi
DAFTAR TABEL........................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................4
C. Tujuan.................................................................................................. 4
D. Manfaat................................................................................................5
A. Konsep Teori......................................................................................11
1. Persalinan......................................................................................................11
2. Retensio Plasenta.......................................................................................25
3. Patofisologi....................................................................................................35
1. Pengertian.....................................................................................................36
3. Data obyektif.................................................................................................40
vi
4. Langkah II : Interpretasi Data...................................................................45
6. Langkah IV :Antisipasi................................................................................46
8. Langkah VI :Pelaksanaan.........................................................................47
10.Kerangka Berfikir........................................................................................48
A. Rancangan..........................................................................................49
C. Subjek................................................................................................. 49
D. Jenis Data...........................................................................................49
F. Analisa Data........................................................................................51
G. Masalah Etika......................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................52
vii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Keaslian Laporan Kasus…………………….…...………………6
2. Tabel 2 Lamanya Persalinan Pada Primigravida dan
Multigravida………………………………………………………………..19
viii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1 Patofisiologi…………………………………………………..35
2. Gambar 2 Kerangka Berfikir….………………………………………….48
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2019 angka kematian ibu di dunia yaitu 216 per
100.000 kelahiran hidup atau sekitar 303.000 kematian ibu,
kebanyakan terjadi di negara berkembang yaitu 302.000 kematian ibu.
Angka itu merupakan jumlah angka kematian 20 kali lebih tinggi
dibandingkan di negara maju yaitu sebesar 239 per 100.000 kelahiran
hidup, sedangkan di negara maju hanya 12 per 100.000 kelahiran hidup
(WHO (2019).
1
usia<20 tahun sebanyak 7,07%. Dari 99 kasus kematian pada tahun
2018, 29 kasus disebabkan oleh hipertensi dalam kehamilan, 23 kasus
oleh karena perdarahan, 11 kasus disebabkan karena gangguan sistem
peredaran darah (jantung, stroke dll), 9 kasus disebabkan karena infeksi,
3 kasus gangguan metabolik (Diabetes Mellitus dll). Sedangkan kasus
kematian bayi Provinsi NTB mencatat berdasarkan laporan, tahun 2018
jumlah kasus kematian bayi adalah 866 kasus dari jumlah tersebut
terdapat jumlah kematian anak balita 42 kasus dan 676 kasus (78,06%)
terjadi pada masa neonatal. Dari data tersebut terdapat penurunan
kematian bayi dibandingkan tahun 2017 yaitu 953 kasus. Penyebab
kematian neonatal terbesar disebabkan oleh BBLR dan Asfiksia. (Profil
Kesehatan NTB, 2018).
2
responden masih ada yang mengalami retensio plasenta pada umur
yang tidak beresiko sebesar 13 (16,7%) kemungkinan penyebab dari
faktor pendukung lainya seperti riwayat ibu terdahulu yang melakukan
persalinan secara sesar cesario. Riwayat kehamilan dan persalinan
yang di alami oleh seorang ibu juga merupakan resiko tinggi dalam
terjadinya perdarahan yang menyebabkan retensio plasenta di
karenakan perlekatan plasenta yang abnormal apabila pembentuknya
desidua terganggu keadaan tersebut mencakup implantasi di segmen
bawah uterus di atas jaringan perut seksio sesaria atau insisi uterus,
hamper seluruh plasenta pada wanita dengan riwayat sesar
memperlihatkan serat-serat myometrium secara mikropis (Ananda,
2019).
3
selanjutnya, ibu bersalin dengan paritas ≥ 2 berpeluang mengalami
retensio plasenta sebesar 78,4% dari pada ibu bersalin dengan paritas
1. Kejadian retensio plasenta sering terjadi pada ibu multipara dan
grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta
ashesiva, plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta.
Retensio plasenta akan mengganggu kontraksi otot rahim dan akan
menimbulkan perdarahan. Semakin meingkat paritas semakin
meningkat pula kelainan pada tempan impantasi plasenta. Dengan
kemailan yang berulang, otot rahim digantikan oleh jaringan fibrosa,
dengan penurunan kontraktif rahim akhirnya dapat menyebabkan
atonia uteri (Kusumastuti , 2018)
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan kebidanan komprehensif pada ibu bersalin
dengan retensio plasenta.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukkan asuhan kebidanan persalinan pada ibu dengan
Retensio Plasenta.
4
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian data dasar pada ibu bersalin
dengan retensio plasenta
b. Dapat menginterpretasi data data dasar pada ibu bersalin
dengan retensio plasenta
c. Dapat mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial pada
ibu bersalin dengan retensio plasenta
d. Dapat mengidentifikasikan dan menetapkan penanganan
segera pada ibu bersalin dengan retensio plasenta
e. Dapat merencanakan asuhan yang menyuluruh pada ibu
bersalin dengan retensio plasenta
f. Dapat melaksanakan asuhan yang telah direncanakan pada ibu
bersalin dengan retensio plasenta
g. Dapat mengevaluasi hasilasuhan yang telah dilaksnakan pada
ibu bersalin dengan retensio plasenta.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan kasus komprehensif ini dapat dijadikan sebagai
referensi bagi ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan
dengan ibu bersalin dengan retensio plasenta.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Lahan Praktek Laporan tugas akhir ini dapat dijadikan
gambaran informasi serta bahan untuk meningkatkan
manajemen kebidanan yang diterapkan oleh lahan praktek
mengenai asuhan ibu bersalin dengan kasus retensio
plasenta.
b. Bagi Institusi Pendidikan Poltekes Kemenkes Mataram
Sebagai sarana belajar, bahan referensi dan untuk
pengembangan bagi mahasiswa untuk menambah
pengetahuan dan wawasan melalui asuhan kebidanan pada
ibu bersalin dengan retensio plasenta.
5
c. Bagi Profesi kebidanan Menjadi informasi dalam upaya
meningkatkan pelayanan kebidanan pada ibu bersalin,
terutama dalam memberikan pengetahuan, pengawasan dan
pelayanan dengan kasus retensio plasenta.
d. Bagi Ibu/Klien Dapat menambah informasi tentang ibu
bersalin dengan retensio plasenta.
6
terjadi komplikasi seperti
perdarahan pasca
persalinanyang di akinatkan
retensio plasenta. Oleh karena
itu pertimbangan usia dalam
kehamilan atau persalinan
menjadi salah satu hal yang
harus diperhatikan.
7
jaringan perut seksio sesaria
atau insisi uterus, hamper
seluruh plasenta pada wanita
dengan riwayat sesar
memperlihatkan serat-serat
myometrium secara mikropis.
3. Hardiana 2019 Hubungan umur Penelitian ini Berdasarkan hasil penelitian
ibu dengan menggunakan mayoritas ibu retensio plasenta
kejadian metode survey yang beresiko sebanyak 16
retensio analitik dengan orang (20%), mayorita ibu tidan
plasenta di menggunakan data retensio plasenta yang beresiko
RSUD raden sekunder. sebanya 64 orang (80%).
mattaher jambi Menurut asumsi peneliti,
2019 kejadian retensio plasenta di
RSUD Raden mattaher Jambi
dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain umur,
kelahiran premature, riwayat
retensio plasenta terdahulu,
karna his kurang kuat
( penyebab terpenting ), ukuran
plasenta yang sangat kecil dan
faktor implantasi plasenta.
8
Setelah dilakukan analisis
regresi logistic diketahui bahwa
ibu bersalin dengan paritas ≥ 2
memiliki resiko 1,870 kali dari
pada ibu bersalin dengan usia
yang lebih muda dan p value
sebesar 0,038, selanjutnya, ibu
bersalin dengan paritas ≥ 2
berpeluang mengalami retensio
plasenta sebesar 78,4% dari
pada ibu bersalin dengan
paritas 1. Kejadian retensio
plasenta sering terjadi pada ibu
multipara dan grandemultipara
dengan implantasi plasenta
dalam bentuk plasenta
ashesiva, plasenta akreta,
plasenta inkreta, dan plasenta
perkreta. Retensio plasenta
akan mengganggu kontraksi
otot rahim dan akan
menimbulkan perdarahan.
Semakin meingkat paritas
semakin meningkat pula
kelainan pada tempan
impantasi plasenta. Dengan
kemailan yang berulang, otot
rahim digantikan oleh jaringan
fibrosa, dengan penurunan
kontraktif rahim akhirnya dapat
menyebabkan atonia uteri.
9
5 Okta Vitriani, Faktor faktor Penelitian ini Hasil penelitian didapatkan hasil
Lailiyana, dan yang menggunakan bahwa sebagian besar ibu
Aulya Citra berhubungan metode dengan retensio plasenta
Sartono Putri dengan care control adalah 26,4% ibu dengan usia
2017 kejadian retrospektif dengan resiko rendah, 30,2% ibu
retensio populasi seluruh ibu dengan paritas >3 san 60,0%
plasenta di bersalin. ibu memiliki riwayat operasi
RSUD Arifin sesar.
Achmad
Pekanbaru
tahun 2017
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori
1. Persalinan
a. Pengertian
Persalinan adalah proses membuka dan menipis nya serviks
dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran
normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi bai ibu maupun
janin. ( World Health Organization ).
Beberapa pengertian lain dari persalinan spontan dengan
tenaga ibu,persalinan buatan dengan bantuan, persalinan anjuran
bila persalinan terjadi tidak dengan sendirinya tetapi melalui
pacuan. persalinan dikatakan normal bila tidak ada penyulit
( Hidayat, 2017).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput
ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika
prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37
minggu) tanpa disertai adanya penyulit (JNPK-KR, 2017).
Pengertian asuhan persalinan normal (APN) adalah asuhan
yang bersih dan aman dari setiap tahapan persalinan yaitu mulai
dari kala I sampai dengan kala IV dan upaya pencegahan
komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermi serta
asfiksia pada bayi baru lahir (JNPK-KR,2017).
b. Etiologi
Perlu diketahui bahwa selama persalinan, dalam tubuh
wanita terdapat dua hormone yang dominan. Estrogen, berfungsi
untuk meningkatkan sensitifitas otot rahim serta memudahkan
penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin,
prostaglandin dan mekanis. Progesterone, berfungsi untuk
menurunkan sensitivitas otot rahim, menghambat rangsang dari
11
luar seperti rangsang oksitosin, prostaglandin dan mekanis serta
menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi.
Estrogen dan progesterone harus dalam posisi yang
seimbang, sehingga kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan
keseimbangan antara estrogen dan progesterone memicu
oksitosin dikeluarkan oleh hipofisis posterior, hal tersebut
menyebabkan kontraksi yang disebut dengan Braxton Hicks.
Kontraksi Braxton Hicks akan menjadi kekuatan yang
dominan saat mulainya proses persalinan sesungguhnya, oleh
karena itu makin matang usia kehamilan maka frekuensi kontraksi
ini akan semakin sering.
Adapun teori-teori penyebab persalinan adalah sebagai berikut:
1) Teori Penurunan Hormon
Saat 1-2 minggu sebelum proses melahirkan dimulai, terjadi
penurunan kadar estrogen dan progesterone. Progesterone
bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim, jika kadar
progesterone turun akan menyebabkan tegangnya pembuluh
darah dan menimbulkan his.
2) Teori Plasenta Menjadi Tua
Seiring matangnya usia kehamilan, villi Chorialis dalam
plasenta mengalami beberapa perubahan, hal ini menyebabkan
turunnya kadar estrogen dan progesterone yang
mengakibatkan tegangnya pembuluh darah sehingga akan
menimbulkan kontraksi uterus.
3) Teori Distensi Rahim
a) Otot rahim memiliki kemampuan meregang dalam batas
tertentu.
b) Setelah melewati batas tersebut, akhirnya terjadi kontraksi
sehingga persalinan dapat dimulai.
c) Contohnya pada kehamilan gemeli, sering terjadi kontraksi
karena uterus teregang oleh ukuran janin ganda, sehingga
12
kadang kehamilan gemeli mengalami persalinan yang lebih
dini.
4) Teori Iritasi Mekanis
Di belakang serviks terletak ganglion servikalis (fleksus
frankenhauser), bila ganglion ini digeser dan ditekan (misalnya
oleh kepala janin), maka akan timbul kontraksi uterus.
5) Teori Oksitosin
a) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior.
b) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat
mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi
kontraksi Braxton Hicks.
c) Menurunnya konsentrasi progesterone karena matangnya
usia kehamilan menyebabkan oksitosin meningkatkan
aktivitasnya dalam merangsang otot rahim untuk
berkontraksi, dan akhirnya persalinan dimulai.
6) Teori Hipotalamus-pituitari dan Glandula Suprarenalis
a) Glandula suprarenalis merupakan pemicu terjadinya
persalinan.
b) Teori ini menunjukkan, pada kehamilan dengan bayi
anensefalus sering terjadi keterlambatan persalinan karena
tidak terbentuknya hipotalamus.
7) Teori Prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan di desidua disangka sebagai
salah satu permulaan persalinan. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa prostaglandin F2 atau E2 yang diberikan
secara intravena menimbulkan kontraksi miometrium pada
setiap usia kehamilan. Hal ini juga disokong dengan adanya
kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun
darah perifer pada ibu hamil sebelum melahirkan atau selama
proses persalinan.
8) Induksi persalinan
13
Persalinan dapat juga ditimbulkan dengan jalan sebagai
berikut:
Gagang laminaria : Dengan cara laminaria
dimasukkan ke dalam kanalis
servikalis dengan tujuan
merangsang fleksus
frankenhauser.
Amniotomi : Pemecahan ketuban.
Oksitosin drip : Pemberian oksitosin menurut
tetesan perinfuse.
c. Fisiologis persalinan
Sebab-sebab terjadinya persalinan masih merupakan teori
yang komplek. Perubahan-perubahan dalam biokimia dan biofisika
telah banyak mengungkapkan mulai dari berlangsungnya partus
antara lain penurunan kadar hormon progesterone dan estrogen.
Progesteron merupakan penenang bagi otot-otot uterus.
Menurunnya kadar hormon ini terjadi 1-2 minggu sebelum
persalinan. Kadar prostaglandin meningkat menimbulkan kontraksi
myometrium. Keadaan uterus yang membesar menjadi tegang
mengakibatkan iskemi otot-otot uterus yang mengganggu sirkulasi
uteroplasenter sehingga plasenta berdegenerasi. Tekanan pada
ganglion servikale dari fleksus frankenhauser di belakang servik
menyebabkan uterus berkontraksi (Prawirohardjo, 2014).
d. Tahap-Tahap Persalinan
Berlangsungnya persalinan dibagi dalam 4 kala yaitu:
1) Kala I
Kala I persalinan di mulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan
pembukaan serviks, hingga mencapai pembukaan lengkap (10
cm).Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah
karena serviks mulai membuka dan mendatar.Darah berasal
dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis
karena pergeseran-pergeseran, ketika serviks mendatar dan
14
membuka. Sebelum onset persalinan, serviks mempersiakan
kelahiran dengan berubah menjadi lembut. Saat persalinan
mendekat, serviks mulai menipis dan membuka. Tanda dan
gejala kala I :
a) His sudah teratur, frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit
b) Penipisan dan pembukaan serviks
c) Keluar cairan dari vagina dalam bentuk lendir bercampur
darah.
Gambaran prosesnya adalah sebagai berikut:
a) Penipisan serviks (effacement)
Berhubungan dengan kemajuan pemendekan dan penipisan
serviks. Seiring dengan bertambah efektifnya kontraksi,
serviks mengalami perubahan bentuk menjadi lebih tipis. Hal
ini disebabkan oleh kontraksi uterus yang bersifat fundal
dominan sehingga seolah-olah serviks tertarik ke atas dan
lama-kelamaan menjadi tipis. Batas antara segmen atas dan
bawah rahim mengikuti arah tarikan ke atas, sehingga
seolah-olah batas ini letaknya bergeser ke atas.
Panjang serviks pada akhir kehamilan normal berubah-ubah.
Dengan dimulainya persalinan, panjang serviks berkurang
secara teratur sampai menjadi sangat pendek. Serviks yang
sangat tipis ini disebut dengan “menipis penuh”.
b) Dilatasi
Proses ini merupakan kelanjutan dari effacement. Setelah
serviks dalam kondisi menipis penuh, maka tahapan
berikutnya adalah pembukaan. Serviks membuka
disebabkan daya tarikan otot uterus ke atas secara terus-
menerus saat uterus berkontraksi. Dilatasi dan diameter
serviks dapat diketahui melalui pemeriksaan intravagina.
Berdasarkan diameter pembukaan serviks, proses ini terbagi
menjadi dua fase:
15
1) Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung
lambat dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan
penipisan dan pembukaan secara bertahap sampai
pembukaan 3 cm, berlangsung dalam 7-8 jam.
2) Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung
selama 6 jam dan dibagi dalam 3 subfase.
(a) Periode akselerasi : berlangsung selama 2 Jam,
pembukaan menjadi 4 cm.
(b) Periode dilatasi maksimal : berlangsung selama 2
jam,
pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm.
(c)Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam 2 jam
pembukaan jadi 10 cm atau lengkap.
Pemantauan kala 1 fase aktif persalinan dengan
menggunakan partograf. Partograf adalah alat bantu yang
digunakan selama fase aktif persalinan. Tujuan utama dari
penggunaan partograf adalah untuk :
2) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan
dengan menilai pembukaan serviks melalui
pemeriksaan dalam.
3) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara
normal. Dengan demikian, juga dapat melakukan
deteksi secara dini setiap kemungkinan terjadinya
partus lama.
Halaman depan partograf untuk mencatat atau
memantau :
(a) Kesejahteraan janin
Denyut jantung janin (setiap ½ jam), warna air ketuban
(setiap pemeriksaan dalam), penyusupan sutura (setiap
pemeriksaan dalam).
(b) Kemajuan persalinan
16
Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus (setiap ½ jam),
pembukaan serviks (setiap 4 jam), penurunan kepala
(setiap 4 jam).
4) Kesejahteraan ibu
Nadi (setiap ½ jam), tekanan darah (setiap 4 jam) dan
temperatur tubuh, produksi urin , aseton dan protein
(setiap 2 sampai 4 jam), makan dan minum.
2) Kala II (Kala Pengeluaran)
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah
lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Wanita
merasa hendak buang air besar karena tekanan pada rektum.
Perineum menonjol dan menjadi besar karena anus membuka.
Labia menjadi membuka dan tidak lama kemudian kepala janin
tampak pada vulva pada waktu his.Pada primigravida kala II
berlangsung 1,5-2 jam, pada multigravida 0,5-1 jam.
Tanda dan gejala kala II :
a) Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya
kontraksi.
b) Perineum terlihat menonjol.
c) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum
dan atau vaginanya.
d) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum
dan atau vaginanya.
e) Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka.
f) Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.
3) Kala III (Kala Uri)
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan
berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban
(Prawirohardjo, 2009). Seluruh proses biasanya berlangsung 5-
30 menit setelah bayi lahir. Permulaan proses pemisahan diri
dari dinding uterus atau pelepasan plasenta:
a) Menurut Duncan.
17
Plasenta lepas mulai dari bagian pinggir (marginal) disertai
dengan adanya tanda darah yang keluar dari vagina apabila
plasenta mulai terlepas.
b) Menurut Schultze
Plasenta lepas mulai dari bagian tengah (central) dengan
tanda adanya pemanjangan tali pusat yang terlihat di vagina.
c) Terjadi serempak atau kombinasi dari keduanya.
Sebagian dari pembuluh-pembuluh darah yang kecil akan
robek pada saat plasenta terlepas. Situs plasenta akan
berdarah terus sampai uterus seluruhnya berkontraksi.
Setelah plasenta lahir, seluruh dinding uterus akan
berkontraksi menekan pembuluh darah yang akhirnya akan
menghentikan perdarahan dari situs plasenta tersebut.
Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan
memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut:
a) Perubahan bentuk uterus dari discoid menjadi globular
(bulat)
b) Semburan darah.
c) Pemanjangan tali pusat.
Manajemen aktif kala III bertujuan untuk menghasilkan
kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat
memperpendek waktu kala III dan mengurangi kehilangan
darah dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis, serta
mencegah terjadinya retensio plasenta.Tiga langkah
menejemen aktif kala III, yaitu:
a) Berikan oksitosin 10 IU
dalam waktu satu menit setelah bayi lahir, dansetelah
dipastikan kehamilan tunggal.
b) Lakukan penegangan tali
pusat terkendali.
c) Segera lakukan massage
pada fundus uteri setelah plasenta lahir.
18
4) Kala IV (2 jam post partum)
Setelah plasenta lahir, kontraksi rahim tetap kuat dengan
amplitudo 60 sampai 80 mmHg, kekuatan kontraksi ini tidak
diikuti oleh interval pembuluh darah tertutup rapat dan terjadi
kesempatan membentuk trombus. Melalui kontraksi yang kuat
dan pembentukan trombus terjadi penghentian pengeluaran
darah post partum. Kekuatan his dapat dirasakan ibu saat
menyusui bayinya karena pengeluaran oksitosin oleh kelenjar
hipofise posterior.
Tanda dan gejala kala IV ialah bayi dan plasenta telah
lahir, tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat. Selama 2 jam
pertama pascapersalinan pantau tekanan darah, nadi, tinggi
fundus, kandung kemih dan perdarahan yang terjadi setiap 15
menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam satu
jam kedua kala IV. Jika ada temuan yang tidak normal, lakukan
observasi dan penilaian secara lebih sering.
Tabel 2 Lamanya persalinan pada primigravida dan
multigravida: (Rukiyah,2009)
Primigravida Multigravida
KALA 1 10-12 jam 6-8 jam
KALA II 1-1,5 jam 0,5-1 jam
KALA III 10 menit 10 menit
KALA IV 2 jam Jam
Jumlah (tanpa 12-14 jam 8-10 jam
memasukkan IV
yang bersifat
observasi)
19
(kepribadian): dalam menghadapi persalinan
dan sanggup berpartisipasi
selama proses persalinan.
Provider (penolong) Dokter atau bidan yang
: merupakan tenaga terlatih
dalam bidang kesehatan.
(Prawirohardjo, 2014)
f. Mekanisme persalinan
Mekanisme persalinan adalah proses pengeluaran bayi
dengan mengandalkan posisi, bentuk panggul, serta presentasi
jalan lahir. Bagian terendah janin akan menyesuaikan diri terhadap
panggul ibu pada saat turun melalui jalan lahir. Kepala akan
melewati rongga panggul dengan ukuran yang menyesuaikan
dengan ukuran panggul(Wulanda, 2011).
Gerakan-gerakan utama dari mekanisme persalinan adalah
sebagai berikut:
1) Engagemen
t (fiksasi) = masuk
Ialah masuknya kepala dengan lingkaran terbesar (diameter
Biparietal) melalui PAP. Pada primigravida kepala janin mulai
turun pada umur kehamilan kira-kira 36 minggu, sedangkan pada
multigravida pada kira-kira 38 minggu, kadang-kadang baru pada
permulaan partus. (Prawirohardjo, 2009). Engagement lengkap
terjadi bila kepala sudah mencapai Hodge III. Bila engagement
sudah terjadi maka kepala tidak dapat berubah posisi lagi,
sehingga posisinya seolah-olah terfixer di dalam panggul, oleh
karena itu engagement sering juga disebut fiksasi. Pada kepala
masuk PAP, maka kepala dalam posisi melintang dengan sutura
sagitalis melintang sesuai dengan bentuk yang bulat lonjong..
Seharusnya pada waktu kepala masuk PAP, sutura sagitalis
akan tetap berada di tengah yang disebut Synclitismus. Tetapi
kenyataannya, sutura sagitalis dapat bergeser kedepan atau
kebelakang disebut Asynclitismus.
20
Asynclitismus dibagi 2 jenis :
a) Asynclitismus posterior: bila sutura sagitalis mendekati
simfisis danos parietal belakang lebih rendah dari os parietal
depan.
b) Asynclitismus anterior: bila sutura sagitalis mendekati
promontorium sehingga os parietal depan lebih rendah dari os
parietal belakang.
2) Descensus = penurunan
Ialah penurunan kepala lebih lanjut kedalam panggul. Faktor-
faktor yng mempengaruhi descensus ialah tekanan air ketuban,
dorongan langsung fundus uteri padabokong janin, kontraksi
otot-otot abdomen, ekstensi badan janin.
Turunnya kepala kedalam panggul disebabkan oleh hal- hal
sebagai berikut:
a) Tekanan air ketuban
b) Tekanan langsung fundus uteri pada bokong
c) Kekuatan mengejan
d) Melurusnya badan fetus.
3) Fleksi Kepala
Pada awal persalinan kepala bayi dalam keadaan fleksi ringan.
Dengan majunya kepala biasanya fleksi juga bertambah. Pada
pergerakan ini dagu dibawa lebih dekat kearah dada janin
sehingga ubun- ubun kecil lebih rendah dari ibun- ubun besar.
Dengan adanya fleksi, diameter suboksipito frontalis (11 cm)
digantikan oleh diameter suboksipito bregmatika (9,5 cm).
4) Putaran paksi dalam (internal rotation)
Ialah berputarnya oksiput ke arah depan, sehingga ubun -ubun
kecil berada di bawah symphisis (HIII). Faktor-faktor yang
mempengaruhi ialah perubahan arah bidang PAP dan PBP,
bentuk jalan lahir yang melengkung, kepala yang bulatdan
lonjong.
5) Defleksi
21
Ialah mekanisme lahirnya kepala lewat perineum. Faktor yang
menyebabkan terjadinya hal ini ialah lengkungan panggul
sebelah depan lebih pendek dari pada yang belakang. Pada
waktu defleksi, maka kepala akan berputar ke atas dengan
suboksiput sebagai titik putar (hypomochlion) dibawah symphisis
sehingga berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, muka dan
akhirnya dagu.
6) Putaran paksi luar (external rotation)
Ialah berputarnya kepala menyesuaikankembali dengan sumbu
badan (arahnya sesuai dengan punggung bayi).
7) Expulsi adalah lahirnya seluruh badan bayi
(Cunningham, 2005)
g. Asuhan dalam persalinan
Tujuan asuhan persalinan normal ialah untuk menjaga
kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi
bagi ibu dan bayinya, melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap
serta intervensi seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan
kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal
(Asuhan persalinan normal, 2014).
1) Kala I
a) Memberikan dorongan emosional
Anjurkan suami dan anggota keluarga yang lain untuk
mendampingi ibu selama proses persalinan
b) Mempersiapkan ruangan untuk persalinan dan kelahiran
bayi
c) Persiapan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan
yang diperlukan.
d) Memberikan Asuhan Sayang Ibu
1. Memberikan dorongan emosional
2. Anjurkan suami dan anggota keluarga yang lain untuk
mendampingi ibu selama proses persalinan
3. Membantu pengaturan posisi
22
Anjurkan suami dan pendamping lainnya untuk membantu
ibu berganti posisi. Ibu boleh berdiri, berjalan-jalan, duduk,
jongkok, berbaring miring, merangkak dapat membantu
turunnya kepala bayi dan sering juga mempersingkat
waktu persalinan
4. Memberikan cairan/ nutrisi
Makanan ringan dan cairan yang cukup selama persalinan
memberikan lebih banyak energi dan mencegah dehidrasi.
Apabila dehidrasi terjadi dapat memperlambat atau
membuat kontraksi menjadi tidak teratur dan kurang
efektif.
5. Keleluasaan ke kamar mandi secara teratur
Ibu harus berkemih paling sedikit setiap 2 jam atau lebih
sering jika ibu ingin berkemih. Jika kandung kemih penuh
dapat mengakibatkan :
(a) Memperlambat penurunan
bagian terendah janin dan mungkin menyebabkan
partus macet
(b) Menyebabkan ibu merasa
tidak nyaman
(c) Meningkatkan resiko
perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh
atonia uteri
(d) Mengganggu
penatalaksanaan distosia bahu
(e) Meningkatkan resiko infeksi
saluran kemih pasca persalinan
6. Pencegahan infeksi
Pencegahan infeksi sangat penting dalam penurunan
kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Upaya
dan keterampilan menjelaskan prosedur pencegahan
23
infeksi yang baik melindungi penolong persalinan
terhadap resiko infeksi.
7. Pantau kesejahteraan ibu dan janin serta kemajuan
persalinan sesuai partograf.
2) Kala II
a) Berikan terus dukungan pada ibu
b) Menjaga kebersihan ibu
c) Memberikan dukungan mental untuk mengurangi
kecemasan atau ketakutan ibu
d) Mengatur posisi ibu
e) Menjaga kandung kemih tetap kosong, anjurkan ibu untuk
berkemih
f) Berikan cukup minum terutama minuman yang manis
g) Ibu dibimbing mengedan selama his dan anjurkan ibu
untuk mengambil nafas diantara kontraksi
h) Periksa DJJ setiap selesai kontraksi
i) Minta ibu mengedan saat kepala bayi nampak di vulva
j) Letakkan satu tangan dikepala bayi agar defleksi tidak
terlalu cepat
k) Tahan perineum dengan satu tangan yang lain
l) Jika kepala telah lahir usap kepala bayi dengan kain
m) Periksa adanya lilitan tali pusat
n) Biarkan kepala bayi mengadakan putaran paksi luar
dengan sendirinya
o) Tempatkan kedua tangan pada posisi biperietal bayi
p) Lakukan tarikan lembut kepala bayi kebawah untuk
melahirkan bahu anterior lalu keatas untuk melahirkan bahu
posterior.
q) Sangga kepala dan leher bayi dengan satu tangan
kemudian dengan tangan yang lain menyusuri badan bayi
sampai seluruhnya lahir.
24
r) Letakkan bayi diatas perut ibu, keringkan sambil nilai
pernafasannya (Score APGAR) dalam menit pertama
s) Lakukan pemotongan tali pusat
t) Pastikan bayi tetap hangat
3) Kala III
a) Pastikan tidak ada bayi yang kedua
b) Berikan oksitosin 10 IU dalam 2 menit pertama segera
setelah bayi lahir.
c) Lalukan penegangan tali pusat terkendali, tangan kanan
menegangkan tali pusat sementara tangan kiri dengan arah
dorsokranial mencengkram uterus.
d) Jika plasenta telah lepas dari insersinya, tangan kanan
menarik tali pusat kebawah lalu keatas sesuai dengan kurve
jalan lahir sampai plasenta nampak divulva lalu tangan
kanan menerima plasenta kemudian memutar kesatu arah
dengan hati-hati sehingga tidak ada selaput plasenta yang
tertinggal dalam jalan lahir
e) Segera setelah plasenta lahir tangan kiri melakukan
massase fundus uteri untuk menimbulkan kontraksi
f) Lakukan pemeriksaan plasenta, pastikan kelengkapannya
g) Periksa jalan lahir dengan seksama, mulai dari servik,
vagina hingga perineum. Lakukan perbaikan/ penjahitan jika
diperlukan.
4) Kala IV
a. Bersihkan ibu sampai ibu merasa nyaman
b. Anjurkan ibu untuk makan dan minum untuk mencegah
dehidrasi
c. Berikan bayinya pada ibu untuk disusui
d. Periksa kontraksi uterus dan tanda vital ibu setiap 15
menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam
kedua.
e. Ajarkan ibu dan keluarganya tentang :
25
(1) Bagaimana memeriksa fundus uteri dan menimbulkan
kontraksi
(2) Tanda bahaya bagi ibu dan bayi.
f. Pastikan ibu sudah buang air kecil dalam 3 jam pertama
2. Retensio Plasenta
a. Definisi
26
tidak mungkin lepas sendiri. Perlu dilakukan plasenta
manual, tetapi tidak akan lengkap dan harus diikuti
(kuretase tajam dan dalam, histeroktomi).
27
berlangsung kontinyu, niometrium menebal secara progresif,
dan kavum uteri mengecil.
28
c) Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi
belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk
melahirkan atau karena salah penanganan kala III,
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah
uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserio
plasenta). (Sumarah, 2009 ).
29
chorialis menembus desidua sampai miometrium bahkan
sampai dibawah peritonium (Plasenta akreta – perkreta),
plasenta yang sudah keluar, disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau salah dalam
penanganan kala III sehingga terjadi lingkaran kontriksi
pada bagian bawah uterus. (Sumarah, 2009 ).
b) Tanda / gejala klinik retensio plasenta.
1) Plasenta tidak lahir setelah 30 menit.
2) Perdarahan segera.
3) Kontraksi uterus : lemah
Tanda dan gejala kadang – kadang timbul : tali pusat
putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan,
perdarahan lanjut. (Rukiyah, A. Y. 2010 ).
c) Pencegahan retensio plasenta
Pencegahan retensio plasenta dengan cara pemberian
oksitosin segera setelah pelahiran bahu anterior,
mengklem tali pusat segera setelah pelahiran bayi dan
menggunakan traksi tali pusat terkendali untuk pelahiran
plasenta. (Varney, H., 2007 ).
Upaya pencegahan yang dilakukan oleh bidan adalah
dengan promosi untuk meningkatkan penerimaan
keluarga berencana, sehingga memperkecil terjadi
retensio plasenta, meningkatkan penerimaan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih pada
waktu melakukan masase dengan tujuan mempercepat
proses persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat
waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan
mengganggu pelepasan plasenta, (Rukiyah, A.Y. 2010 ).
d) Penanganan retensio plasenta.
Penanganan secara umum : jika plasenta terlihat dalam
vagina, mintalah ibu untuk mengedan, jika anda dapat
merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta
30
tersebut, pastikan kandung kemihs sudah kosong. Jika
diperlukan lakukan keteterisasi kandung kemih, jika
plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit IM. Jika
belum dilakukan pada penanganan aktif kala III. Jangan
berikan ergometrin karena dapat menyebabkan kontraksi
uterus yang tonik, yang bisa memperlambat pengeluaran
plasenta.
Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit
pemberian oksitosin dan uterus teras berkontraksi,
lakukan penarikan tali pusat terkendali, jika traksi pusat
terkendali belum berhasil, cobalah untuk melakukan
pengeluaran plasenta secara manual :
1) Pasang sarung tangan DTT.
31
6) Buka tangan obstetri menjadi seperti memberi salam
(ibu jari merapat kepangkal jari telunjuk).
7) Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta
yang paling bawah.
a) Bila berada dibelakang, tali pusat tetap disebelah
atas. Bila bagian depan, pindahkan tangan kebagan
depan tali pusat dengan punggung tangan
menghadap keatas.
b) Bila plasenta dibagian belakang, lepaskan plasenta
dari tempat implantasinya dengan jalan menyelipkan
ujung jari diatas plasenta dan dinding uterus, dengan
punggung tangan menghadap kedinding dalam
uterus.
c) Bila plasenta dibagian depan, lakukan hal yang
sama (punggung tangan pada dinding kavum uteri)
tetapi tali pusat berada dibawah telapak tangan
kanan.
8) Kemudian gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan
sambil bergeser ke kranial sehingga semua permukaan
maternal plasenta dapat dilepaskan.
9) Catatan : sambil melakukan tindakan, perhatikan
keadaan ibu (pasien), lakukan penanganan yang
sesuai jika terjadi penyulit.
32
13) Letakkan plasenta kedalam tempat yang telah
disediakan.
f. Komplikasi
Menurut Manuaba (2010), plasenta harus dikeluarkan
karena dapat menimbulkan bahaya diantaranya:
a. Perdarahan
b. Infeksi
33
Dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi pada
ostium baik sehingga plasenta tertahan dalamuterus.
d. Terjadi polipplasenta
34
3. Patofisologi
Menghalangi Kontraksi Uterus sehingga uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif
Faktor Predisposisi :
Grandemultipara
Kehamilan gand Faktor Etiologi :
Kasus infertilitas His kurang kuat
Plasenta previa Plasenta sukar terlepas
Bekas operasiuterus
Gambar 1.Patofisiologi
4. Nifas
b. Pengertian
35
Masa puerperium atau masa nifas mulai setelah partus
selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi,
seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada
kehamilan dalam waktu 3 bulan (Wiknjosastro, 2014).
c. Etiologi
Lahirnya hasil konsepsiyang berada didalam rahim
(Huliana, 2003).
d. Fisiologi
Setelah plasenta dilahirkan, tinggi fundus uteri kira-kira
setinggi pusat, segera setelah plasenta lahir, tinggi fundus
uteri kira-kira ± 2 jari di bawah pusat. Uterus menyerupai
suatu buah advokat gepeng berukuran panjang ± 15 cm,
lebar ± 12 cm, dan tebal ± 10 cm. Sedangkan pada bekas
implantasi plasenta lebih tipis dari bagian lain. Korpus uteri
sekarang sebagian besar merupakan miometrium yang
dibungkus serosa dan dilapisi desidua. Dinding anterior dan
posterior menempel dengan tebal masing-masing 4-5 cm.
Oleh karena adanya kontraksi rahim, pembuluh darah
tertekan sehingga terjadi ischemia. Selama 2 hari berikut
uterus tetap dalam ukuran yang sama baru 2 minggu
kemudian turun kerongga panggul dan tidak dapat diraba
lagi diatas symfisis dan mencapai ukuran normal dalam
waktu 4 minggu.
36
a) Uterus (Rahim)
Setelah persalinan uterus seberat ± 1 kg,
karena involusio 1 minggu kemudian beratnya
sekitar 500 gram, dan pada akhir minggu kedua
menjadi 300 gram dan segera sesudah minggu
kedua menjadi 100 gram. Jumlah sel-sel otot tidak
berkurang banyak hanya saja ukuran selnya yang
berubah.
c) Vagina
Vagina yang bengkak serta lipatan (rugae)
yang hilang akan kembali seperti semula setelah 3-4
minggu.
d) Abdomen
Perut akan menjadi lembek dan kendor. Proses
involusio pada perut sebaiknya diikuti olahraga atau
senam penguatan otot-otot perut. Jika ada garis-
garis biru (striae) tidak akan hilang, kemudian
perlahan-lahan akan berubah warna menjadi
keputihan.
37
e) Payudara
Payudara yang membesar selama hamil dan
menyusui akan kembali normal setelah masa
menyusui berakhir. Untuk menjaga bentuknya
dibutuhkan perawatan yang baik.
f) Kulit
Setelah melahirkan, pigmentasi akan
berkurang, sehingga hiperpigmentasi pada muka,
leher, payudara dan lainnya akan menghilang secara
perlahan-lahan.
a) Lochea Rubra
Sesuai dengan namanya yang muncul pada hari
pertama post partum sampai hari keempat.
Warnanya merah yang mengandung darah dan
robekan/luka pada tempat perlekatan plasenta serta
serabut desidua dan korion.
b) Lochea Serosa
Berwarna kecoklatan, mengandung lebih sedikit
darah, banyak serum, juga leukosit. Muncul pada
hari kelima sampai hari kesembilan.
c) Lochea Alba
38
Warnanya lebih pucat, putih kekuning-kuningan dan
mengandung leukosit, selaput lendir servik serta
jaringan yang mati. Timbulnya setelah hari
kesembilan.
b) Hemokonsentrasi
39
Volume darah yang meningkat saat hamil akan
kembali normal dengan adanya mekanisme
kompensasi yang menimbulkan hemokonsentrasi,
umumnya terjadi pada hari ketiga dan kelima.
f. Aspek Psikologis Post Partum
40
1) Fase Honeymoon
Fase honeymoon adalah fase setelah anak lahir
dimana terjadi kontak yang lama antara ibu, ayah dan
anak pada fase ini.
41
1) Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai
dengan 3 hari setelah persalinan.
2) Kunjungan nifas ke dua dalam waktu hari ke-4 sampai
dengan hari ke-28 setelah persalinan.
3) Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu hari ke-29 sampai
dengan hari ke-42 setelah persalinan.
(Depkes RI, Panduan PWS KIA 2009)
1) Menjaga
kesehatan ibu maupun bayinya, baik fisik maupun
psikologis.
2) Melaksanakan
skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu
maupun bayinya.
3) Memberikan
pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian
imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
4) Memberikan
pelayanan keluarga berencana.
1) Kebersihan diri
a) Anjurkan ibu bagaimana membersihkan daerah
kelamin dengan air dan sabun didaerah vulva
terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru
kemudian membersihkan daerah anus. Dibersihkan
setiap kali setelah selesai buang air kecil dan buang
air besar.
42
b) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut setidaknya 2
kali sehari
c) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun
dengan air mengalir sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kemaluan.
d) Jika ibu mempunyai luka operasi atau laserasi, tidak
diperkenankan untuk menyentuh daerah luka.
2) Istirahat
a) Anjurkan kepada ibu untuk beristirahat dengan cukup
guna mencegah kelelahan yang berlebihan. Ibu tidur
pada saat bayinya juga tidur.
b) Sarankan ibu kembali ke kegiatan rumah tangga
biasa secara bertahap.
3) Latihan
a) Diskusikan pentingnya mengembalikan otot-otot perut
dan panggul, kembali seperti keadaan sebelum
hamil.
b) Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit
setiap hari akan sangat membantu, seperti misalnya
latihan kegel.
4) Gizi
a) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari
b) Makan dengan diet seimbang untuk mendapatkan
protein, mineral dan vitamin yang cukup
c) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu
minum setiap kali setelah selesai menyusui)
d) Tablet tambah darah harus di minum untuk
menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca
persalinan
e) Minum kapsul vitamin A (200.000 IU)
43
5) Perawatan payudara
a) Menjaga payudara tetap bersih
b) Menggunakan bra yang menyokong payudara
c) Rawat payudara bila bengkak atau lecet
d) Hubungan intim (suami istri): Begitu darah merah
sudah tidak lagi keluar, dan ibu tidak merasa ada
ketidaknyamanan, maka hubungan intim sudah
dapat dimulai atau sesuai dengan kepercayaan yang
dianut ibu.(Saifuddin, 2014)
h. Prognosa dan Komplikasi
1) Prognosis
Masa nifas normal, jika involusio uterus, pengeluaran lochea,
pengeluaran ASI dan perubahan sistem tubuh, termasuk
keadaan psikologis ibu normal (Saifuddin, 2014).
2) Komplikasi
Komplikasi pada masa nifas yang biasa terjadi adalah :
a) Infeksi nifas
b) Kelainan atau gangguan pada mammae
(1) Mastitis
(2) Bendungan ASI
(3) Kelainan puting susu
c) Sub involusio
d) Perdarahan nifas sekunder
e) Tromboflebitis
i. Bendungan ASI
a. Pengertian
Bendungan ASI adalah pembendungan air
susu karena penyempitan duktus laktiferi atau
kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna
atau karena kelainan pada puting susu. Bendungan
air susu adalah terjadinya pembengkakan pada
44
payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe
sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa
nyeri disertai kenaikan suhu badan. (Sarwono, 2014)
b. Etiologi
Bendungan air susu dapat terjadi pada hari
kedua atau ketiga ketika payudara telah memproduksi
air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air
susu yang tidak lancar, karena bayi tidak cukup
sering menyusu, produksi meningkat, terlambat
menyusukan, hubungan dengan bayi (bonding)
kurang baik dan dapat pula karena adanya
pembatasan waktu menyusui. (Sarwono, 2014)
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan
bendungan ASI yaitu:
1) Pengosong
an mammae yang tidak sempurna
Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi
ASI pada ibu yang berlebihan. Apabila bayi
sudah kenyang dan selesai menyusu dan
payudara tidak dikosongkan, maka terdapat sisa
ASI pada payudara.
2) Faktor
hisapan bayi yang tidak aktif
Pada masa laktasi, bila ibu tidak menyusukan
bayinya sesering mungkin atau jika bayinya tidak
aktif menghisap.
3) Faktor
posisi menyusui bayi yang tidak benar
Teknik yang salah dalam menyusui dapat
mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan
45
menimbulkan rasa nyeri saat menyusu. Akhirnya
ibu tidak mau menyusui bayinya.
4) Puting susu
terbenam
Puting susu yang terbenam akan menyulitkan
bayi untuk menyusu karena bayi tidak dapat
menghisap puting dan areola, bayi tidak mau
menyusu.
5) Puting susu
terlalu panjang
Puting susu terlalu panjang menimbulkan
kesulitan pada saat menyusu karena bayi tidak
dapat menghisap areola dan merangsang sinus
laktiferus untuk mengeluarkan ASI.
Terapi dan pengobatan menurut Prawirohardjo
(2014) adalah :
46
1) Tempatkan kedua telapak tangan diantara kedua
payudara kemudian urut ke atas, terus ke
samping, ke bawah, dan melintang hingga
tangan menyangga payudara kemudian
lepaskan tangan dari payudara.
2) Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan
jari-jari tangan saling dirapatkan, kemudian sisi
kelingking tangan kanan mengurut payudara dari
pangkal ke arah puting, demikian pula payudara
kanan.
3) Telapak tangan menopang payudara pada cara
kedua kemudian jari tangan kanan dikepalkan
kemudian buku buku jari tangan kanan mengurut
dari pangkal ke arah puting, demikian pula
payudara kanan.(Depkes RI. 1993)
j. Puting Susu Lecet
a. Pengertian
Puting susu terasa nyeri karena lecet bahkan sampai
mengeluarkan darah dan terasa nyeri. ( Ambarwati dan
Wulandari, 2008)
b. Penyebab puting susu lecet
Menurut Suherni dkk (2009), beberapa penyebab yang
menjadikan puting susu lecet adalah sebagai berikut :
1) Bayi tidak menyusu sampai ke kalang payudara,
karena kesalahan dalam teknik menyusui.
2) Puting susu terpapar (ada sisa) bahan-bahan seperti
sabun, krim, alkohol, karena mencuci puting susu
menggunakan bahan-bahan tersebut.
3) Penyakit moniliasis pada puting susu yang berasal
dari moniliasis pada mulut bayi yang menular ke
puting susu.
47
4) Frenulum lidah bayi pendek, sehingga bayi susah
menghisap sampai kalangan payudara, karenanya
hisapan hanya sampai ke puting susu.
5) Teknik ibu menghentikan bayi menyusui kurang tepat.
1. Pengertian
1) Nama
48
Nama jelas dan lengkap bila perlu nama panggilan sehari-hari
agar tidak keliru dalam memberikan pelayanan.
2) Umur
c. Keluhan utama
d. Riwayat menstruasi
49
teratur atau tidak, sifat darah (cair atau ada bekuan, warnanya),
adanya dismenorhoe (Rohani dkk, 2011).
e. Riwayat perkawinan
50
bulan atauprematur.
2) Kapan bayi lahir (menurut taksiran ibu) merupakan data
dasar untuk menentukan usia kehamilan menurut taksiran
atau perkiraanibu.
3) Tafsiran persalinan.
4) Keluhan pada waktu trimester I, II, danIII.
5) Apakah ibu pernah memeriksakan kehamilannya dan dimana
ibu memeriksakan kehamilannya. Hal ini diperlukan untuk
mengidentifikasi masalah potensial yang dapat terjadi pada
persalinan kaliini.
6) Imunisasi TT.
Sudah pernah diimunisasi TT atau belum, berapa kali,
dimana, teratur atau tidak (Winkjosastro,2008).
h. Riwayat keluarga berencana
Jenis kontrasepsi yang pernah dipakai, efek samping, alasan
berhentinya penggunaan alat kontrasepsi, dan lama penggunaan
alat kontrasepsi (Rohani dkk,2011).
i. Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang
Untuk mendeteksi adanya komplikasi pada persalinan dan
kehamilan, dengan menanyakan apakah ibu mengalami sakit
kepala hebat, pandangan berkunang-kunang, atau nyeri
epigastrium, sehingga dapat mempersiapkan bila terjadi
kegawatan dalam persalinan (Rohani dkk, 2011)
51
3) Riwayat penyakit keluarga dan keturunan kembar
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang
menderita penyakit menular, penyakit keturunan ataupun
keturunan kembar (Rohani dkk,2011).
6. Data obyektif
Data obyektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur oleh
tenaga kesehatan (Nursalam, 2009).
a. Keadaan umum
Keadaan umum ini meliputi : Baik, sedang, atau jelek. Pada
pasien retensio plasenta keadaan umumnya sedang (Manuaba,
2010).
52
b. Kesadaran
Kesadaran adalah kemampuan individu mengadakan
hubungan dengan lingkungannya, serta dengan dirinya sendiri
melalui panca indranya dan mengadakan pembatasan terhadap
lingkungannya serta terhadap dirinya sendiri melalui perhatian
(Ambarwati, 2008). Menurut Ambarwati, (2008), tingkatan
menurunnya kesadaran dibedakan menjadi 6 diantaranya:
1) Composmentis, suatu bentuk kesadaran normal yang
ditandai individu sadar tentang diri dan lingkunganya
sehingga ingat, perhatian dan orientasinya mencakup ruang,
waktu, dan dalam keadaan baik.
2) Amnesia, menurunnya kesadaran ditandai dengan hilangnya
ingatan atau lupa tentang suatu kejadian tertentu.
3) Apatis, menurunnya kesadaran ditandai dengan acuh tak
acuh terhadap stimulus yang masuk (mulai mengantuk).
4) Samnolensi, menurunnya kesadaran ditandai dengan
mengantuk (rasa malas dan ingin tidur).
5) Spoor, menurunnya kesadaran ditandai dengan hilangnya
ingatan, orientasi, dan pertimbangan. Sub koma dan koma,
menurunnya kesadaran ditandai dengan tidak ada respon
terhadap rangsangan yang keras. Perdarahan postpartum
yang hebat menyebabkan kehilangan kesadaran sampai
dengan kematian (Rohani dkk, 2011).
c. Pemeriksaan fisik
Untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi serta tingkat
kenyamanan fisik ibu bersalin serta mendeteksi dini adanya
komplikasi, informasi dari hasil pemeriksaan fisik dan
anamnesa digunakan dalam menentukan diagnosa,
mengembangkan rencana, dan pemberian asuhan yang sesuai
(Hidayat dan Sujiyatini, 2010). Tanda-tanda vital:
1) Tekanan darah
Pada pasien dengan perdarahan postpartum karena retensio
53
plasenta terjadi hipotensi (Saifuddin, 2010).
2) Suhu
Suhu badan wanita inpartu tidak melebihi 37,2 0C umumnya
sesudah partus dapat naik + 0,5 0C dari keadaan normal,
pasien dengan retensio plasenta suhu tubuh meningkat tidak
melebihi 380C, sedangkan suhu normal adalah 36-370C
(Marmi dkk, 2011).
3) Nadi
Pasien dengan retensio plasenta bisa terjadi bradikardi bila
banyak kehilangan darah (Saifuddin,2010).
4) Tinggi badan
Untuk mengetahui tinggi badan ibu.Tinggi badan yang
kurang dari 145 cm tergolong resiko tinggi karena
kemungkinan besar persalinan berlangsung kurang lancar
(Rohani dkk, 2011).
5) Berat badan
Pada perdarahan lanjut dapat menurunkan berat badan
sampai cachexia (Manuaba,2010).
6) Lila
Untuk mengetahui status gizi (Varney,2008).
7) Inspeksi
Menurut Nursalam (2009), inspeksi adalah proses observasi
secara sistematis yang dilakukan dengan menggunakan
indra penglihatan, pendengaran, dan penciuman sebagai
alat menggumpulkan data untuk menentukan ukuran tubuh,
bentuk tubuh, warna kulit, dan kesimetrisan posisi:
a) Kepala
Untuk mengetahui kebersihan rambut, rontok atau tidak.
b) Muka
Untuk mengetahui tampak pucat atau tidak.Pada pasien
54
dengan retensio plasenta, muka pasien terlihat pucat
karena perdarahan yang dialaminya.
c) Mata
Untuk mengetahui conjungtiva pucat atau tidak.Sklera
ikterik atau tidak.Pada pasien dengan retensio plasenta,
konjungtiva terlihat pucat karena perdarahan yang
dialaminya.
d) Mulut dangigi
Untuk mengetahui ada karies gigi atau tidak, lidah bersih
atau kotor, ada stomatitis atau tidak.
e) Kelenjar tyroid
Untuk mengetahui ada pembesaran kelenjar tyroid atau
tidak
55
perubahan panjang tali pusat atau tidak.
k) Anus
Untuk mengetahui ada haemoroid atau tidak.
l) Ekstremitas
Untuk mengetahui ada oedema atau tidak, ada varices
atau tidak, hofmansign atau mengetahui tanda trombo
flebitis.
d. Palpasi
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indra
peraba untuk mengumpulkan data tentang suhu, turgor, bentuk,
kelembapan, variasi, dan ukuran (Nursalam, 2009).
1) Leher
Untuk mengetahui adanya pembengkakan pada kelenjar
getah bening atau tidak.
2) Dada
Untuk mengetahui bentuk dan ukuran payudara, puting susu
menonjol atau tidak, adanya retraksi, masa dan pembesaran
pembuluh limfe (Marmi dkk, 2011).
3) Perut
Untuk mengetahui ukuran, bentuk uterus, dan TFU.Pada
pasien retensio plasenta dengan uterus yang kenyal pada
plasenta inkreta parsial, uterus yang keras pada plasenta
Inkarserata dan uterus yang cukup pada plasenta akreta
(Rohani dkk,2011).
e. Auskultasi
Auskultasi merupakan teknik pemeriksaan dengan
menggunakan stetoskop untuk mendengarkan bunyi yang
dihasilkan oleh tubuh meliputi auskultasi jantung dan napas,
apakah ada bunyi rales, ronchi, wheezing, dan
pleuralfrictionrub (Nursalam,2009).
f. Perkusi
56
plasenta dilakukan pemeriksaan perkusi dengan cara
Strassman yaitu dengan menegangkan tali pusat kemudian
ketok pada fundus, untuk mengetahui plasenta sudah lepas
atau belum (Rohani dkk,2011).
g. Data pemeriksaan laboratorium
57
Kebutuhan yang muncul pada ibu dengan perdarahan
postpartum (Varney, 2008) adalah :
a) Informasi tentang keadaanibu.
b) Informasi tentang tindakan yang akan dilakukan oleh
bidan.
c) Dorongan moril dari keluarga dan tenagakesehatan.
d) Pemenuhan kebutuhancairan.
9. Langkah IV :Antisipasi
Tindakan yang dilakukan berdasarkan data baru yang diperoleh
secara terus-menerus dan dievaluasi supaya bidan dapat
melakukan tindakan segera dengan tujuan agar dapat
mengatisipasi masalah yang mungkin muncul sehubungan
dengan keadaan yang dialami ibu (Varney, 2008).
Dalam kasus perdarahan postpartum karena retensio plasenta,
antisipasi yang dilakukan adalah pemeriksaan keadaan umum ibu,
tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu),
kontraksi uterus, dan perdarahan, kemudian dilakukan pemberian
dalam 500cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes permenit pemberian
antibiotik profilaksis (ampicilin 2 gram IV/oral + metronidazol 1
58
gram per oral) serta dilakukan manual plasenta (Rohani
dkk.,2011).
59
6) Kontraksi uterus kuat.
7) Ibu merasa nyaman
G. Kerangka Berfikir
B. Persalinan
Normal Patologis
Retensio PLasenta
Gambar 2
Sumber : https://repository.poltekkesbdg.info/items/show/905
60
BAB III
METODE
A. Rancangan
2. Waktu
Studi kasus di laksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2021.
Kegiatan pengumpulan data dilakukan dari tanggal 30 Maret 2021
dan Kf 1 dilakukan tanggal 31 Maret 2020, kf 2 dilakukan tanggal 26
April 2021 dan kf 3 dilakukan tanggal 10 Mei 2021.
I. Subjek
Subyek penelitian dalam study kasus asuhan ini adalah Ny .., usia ...
tahun G.P.A. dengan asuhan kebidanan persalinan dengan retensio
plasenta
61
J. Jenis Data
62
2) Data Sekunder penulis peroleh dari buku KIA klien, status
kehamilan klien di Puskesmas dan RS, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang.
L. Analisa Data
M. Masalah Etika
63
dikumpulkan dari responden dijaga kerahasiaannya
olehpeneliti.
64
DAFTAR PUSTAKA
Ainurrafiq, Risnah, & Azhar, M. U. (2019). Open access Open access. Faktor Presdiposisi
Ibu Usia Remaja Terhadap Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi Di Kecamatan
Luahagundre Maniamolo Kabupaten Nias Selatan, 2(2), 192–199.
Hardiana, H. (2019). Hubungan Umur Ibu Dengan Kejadian Retensio Plasenta Di Rsud
Raden Mattaher Jambi Tahun 2019. Scientia Journal, 8(1), 169–174.
https://doi.org/10.35141/scj.v8i1.434
Kusumastuti, S., Sarjana, P., Kebidanan, T., Kebidanan, J., Kesehatan, P., & Kesehatan, K.
(2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Retensio Plasenta Di Rsud
Kota Yogyakarta Tahun 2013-2017 Retensio Plasenta Di Rsud Kota Yogyakarta.
Perilaku, D., & Dismenorea, P. (2019). Jurnal Ibu dan Anak. Volume 7, Nomor 2,
November 2019 131. 7(November), 131–135.
65