Anda di halaman 1dari 22

i

A. Konsep Medis
1. Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh vírus (genus Flavivirus, famili Flaviviridae). Virus ini
masuk ke system peredaran darah melalui gigitan vector. Vektor yang
paling sering sebagai perantara virus ini adalah nyamuk Aedes aegypti
atau Aedes albopticus. Demam berdarah dengue dapat menyerang semua
kelompok umur dan dapat terjadi sepanjang tahun terutama saat musim
penghujan. Karena cepatnya penyebaran penyakit, DBD sering
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) terutama di daerah tropis seperti
Indonesia (Indriyani & Gustawan, 2020).
Penyakit DHF merupakan penyakit yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus
yang dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh
kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan, iklim,
mobilisasi yang tinggi, kepadatan penduduk, perluasan perumahan dan
perilaku masyarakat (Hidayati, 2020).
Penyakit demam berdarah adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti, yang
ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang
jelas lemas dan lesu, nyeri ulu hati disertai perdarahan di bawah kulit
berupa bintik perdarahan lebam atau ruam kadang-kadang ada epistaksis,
muntah darah, serta kesadaran menurun atau kejahatan (shock). Depkes RI
2000 dalam (Amiruddin, 2019).

1
2. Etiologi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) disebabkan oleh salah satu dari
empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Penyebab
penyakit DHF adalah virus Dengue. Di Indonesia, virus tersebut sampai
saat ini telah diisolasi menjadi 4 serotipe virus Dengue yang termasuk
dalam Grup B artharopediborne viruses arboviruses, yaitu DEN1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Virus ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia dengan
perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis
nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia WHO 2014
dalam (Hidayati, 2020).
Dengue Virus memiliki sifat yang hampir sama dengan genus
Flavivirus lainnya. Genom virus dengue terdiri dari (Ribo-Nucleat-Acid)
RNA dengan rantai tunggal, RNA dikelilingi dengan nukleokapsid
ikosahedral dan ditutup envelope dengan komposisi lemak. Virus ini
berbentuk batang, bersifat thermolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh
dietileter dan natrium dioksikolat, dan stabil pada suhu 70 OC. Diameter
virus berkisar 50nm. Genom flavivirus berukuran panjang 11 (kilobase),
tersusun oleh tiga protein struktural yang bertugas melakukan enkripsi
kode nukleokapsid atau protein inti (core C), protein membran (membrane
M), dan protein amplop (envelope E), dan tujuh tambahan gen protein non
struktural (NS) (Indriyani & Gustawan, 2020

2
3. Klasifikasi
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma,
2015) :
a. Derajat I : Yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia,
himokonsentrasi.
b. Derajat II : Yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan
pada kulit atau perdarahan di tempat lain.
c. Derajat III : Yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh
nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang)
atau hipotensi disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan
lembab dan anak tampak gelisah.
d. Derajat IV : Yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah
tidak teratur.
4. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu
di hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin,
trombin, histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia
menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang
menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat dari
penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus
(Hidayati, 2020).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik
kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini
mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan
mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan
perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa
virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke
dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama tama yang

3
terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam,
sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau
bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang
mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau
hepatomegali (Hidayati, 2020).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks
virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen.
Akibat aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang
berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai
faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang
mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler.
Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia
serta efusi dan renjatan atau syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan
hematokrit >20% menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran
atau perembesan sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan
pemberian cairan intravena (Hidayati, 2020)

4
5. Penyimpangan KDM

Arbovirus (aedes Berdarah dalam aliran Infeksi virus dengue


aegypty) darah (viremia)

PGE2 Hipothalamus Membentuk & Mengaktifkan sistem


melepaskan zat C3a, C5a komplemen

Hipertermi Peningkatan reabsorbsi Na+ Permeabilitas


dan H2O membran meningkat

Agresi trombosit Kerusakan endotel Risiko syok


pembuluh darah

Trombositopeni Merangsang & mengaktivasi Renjatan


faktor pembekuan hipovolemik dan
hipotensi

DIC Kebocoran plasma

Perdarahan

Perfusi jaringan tidak


efektif

Asidosis metabolik
Hipoksia jaringan

Risiko syok Ke extravaskuler

Paru-paru Hepar abdomen

Efusi pleura Hepatomegali Acites

Ketidakefektifan Tekanan intrabdomen Mual muntah


pola nafas

Nyeri Defisit nutrisi

5
6. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif &
Kusuma, 2015) :
a. Demam dengue Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari,
ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Nyeri kepala
2) Nyeri retro-orbital
3) Myalgia atau arthralgia
4) Ruam kulit
5) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
6) Leukopenia
7) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD
yang sudah di konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
b. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO 2016 dalam Demam berdarah dengue
(DBD) diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal dibawah ini
dipenuhi:
1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat
bifastik
2) Manifestasi perdarahan yang berupa :
a) Uji tourniquet positif
b) Petekie, ekimosis, atau purpura
c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran
cerna, tempat bekas suntikan
d) Hematemesis atau melena
3) Trombositopenia <100.00/ul
4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan
a) Peningkatan nilai hematocrit >20% dari nilai baku sesuai umur
dan jenis kelamin
b) Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan
yang adekuat

6
5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi
pleura
c. Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi
yaitu:
1) Penurunan kesadaran, gelisah
2) Nadi cepat, lemah
3) Hipotensi
4) Tekanan darah turun < 20 mmHg
5) Perfusi perifer menurun
6) Kulit dingin lembab
7. Komplikasi
Menurut (Hidayati, 2020) komplikasi DBD adalah sebagai berikut:
a. Komplikasi susunan syaraf pusat
Komplikasi pada sususnan syaraf pusat dapat berbentuk konfulsi,
kaku kuduk, perubahan kesadaran dan paresis
b. Ensefalopati
Komplikasi neurologic ini terjadi akibat pemberian cairan
hipotonik yang berlebihan
c. Infeksi
Pneumonia, sepsis atau flebitis akibat pencemaran bakteri
Gramnegatif pada alat-alat yang digunakan pada waktu pengobatan,
misalnya pada waktu tranfusi atau pemberian infus cairan.
d. Kerusakan hati
e. Kerusakan otak
f. Renjatan (syok)
Syok biasa dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu
kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan dan jari kaki serta
sianosis disekitar mulut.

7
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF
antara lain adalah (Hidayati, 2020):
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai
hematokrit yang selalu dijumpai pada DHF merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma.
1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari
ketiga.
2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan
hemokonsentrasi.
3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia,
SGPT, SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi
didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah
infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan
pada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu
primer, sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap
awal yang dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang
mana tidak dapat dilihat dan berlangsung sangat cepat, visualisasi
biasanya dilakukan dengan memberi label antibody atau antigen
dengan flouresens, radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder
merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat
dilihat secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi.
Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain
yang bermanifestasi dengan gejala klinik..
c. Uji hambatan
Hemaglutinasi Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer
IgM dan IgG berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang

8
dapat menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue
yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).
d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Menggunakan metode plague reduction neutralization test.
(PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas
yang jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena
infeksi.
e. Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination
Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip
dari metode ini adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di
dalam serum penderita.
f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan
sebagian besar grade II) di dapatkan efusi pleura.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksaan DBD menurut (Indriyani & Gustawan, 2020) sebagai
berikut:
a. Tatalaksana Rawat Jalan Demam Dengue
Pasien demam dengue (DD) yang tidak memiliki komorbiditas dan
indikasi sosial dapat diperlakukan sebagai pasien rawat jalan. Pasien
diberikan pengobatan simptomatik berupa anitpiretik seperti
parasetamol dengan dosis 10-15 mg/kg/BB/dosis, diulang 4-6 jam bila
demam. Pasien juga dapat melakukan kompres hangat untuk
membantu menurunkan demam. Pasien dianjurkan untuk cukup
minum, boleh air putih atau teh, namun lebih baik jika pasien
mengkonsumsi minuman yang mengandung elektrolit seperti jus buah
atau oralit.
Tanda kecukupan cairan dapat dilihat melalui dieresis diulang
emapat hingga enam jam. Penderita DBD rawat jalan diwajibkan untuk
kontrol setiap hari, orang tua diberikan penjelasan mengenai

9
tatalaksana pasien dirumah sesuai dengan Tabel 1, selain itu orang tua
juga harus mampu untuk memonitoring kondisi anak utamanya tanda-
tanda bahaya pada anak dengan diagnosis DBD.
b. Tatalaksana Rawat Inap Demam Berdarah Dengue
Tatalaksana demam berdarah dengue (DBD) bersifat sesuai gejala
(simptomatis) dan suportif. Penanganan suportif dapat diberikan cairan
penggangti yang merupakan tatalaksana umum pasien dengan DBD.
Hal ini dikarenakan, apabila terjadi kondisi kebocoran plasma yang
cukup berat dapat terjadi syok hipovolemi. Penggantian cairan
ditujukan untuk mencegah timbulnya syok. Kebocoran plasma pada
pasien DBD hanya bersifat sementara, oleh karena itu pemberian
cairan dalam jumlah banyak dan dengan jangka waktu lama dapat
membahayakan. Obat-obatan simtomatis diberikan sesuai dengan
kenyamanan pasien, seperti pemberian antipiretik saat demam dan
istirahat. Berikut ini merupakan langkah-langkah tatalaksana pasien
DBD rawat inap :
1) Jika pasien tidak dapat minum atau terus muntah dapat di rawat
inap dan dipasang infus jumlah dan jenis sesuai kebutuhan.
2) Periksa Hb, Ht setiap 6 jam dan trombosit setiap 12 jam.
3) Pantau gejala klinis dan laboratorium. Jika Ht naik atau Trombosit
turun ganti infus dengan RL/RA/NS dengan ketentuan BB40 kg
berikan 3-4 ml/kgBB/ jam.
4) Jika terdapat perbaikan yang dapat dilihat dari tidak gelisah, nadi
kuat, tekanan darah stabil, dieresis cukup (>1 ml/kgBB/jam), ht
turun. Tetesan dapat dikurangi dan pemberian infus dapat
dihentikan setelah 24-48 jam bila tanda vital/ht stabil dan dieresis
cukup.
5) Perburukan dengan tanda gelisah, dister pernafasan, frekuensi nadi
naik, hipotensi/ tekanan nadi 2 detik dan Ht tetap tinggi maka
masuk ke protokol syok

10
6) Berikan infus kristaloid dan atau koloid 20ml/ kgBB secepatnya
beserta oksigen 2-4 liter/ menit. Dievaluasi hematokrit dan
trombosit tiap 4-6 jam.
7) Jika syok teratasi, cairan dikurangi menjadi 10ml/kgBB/jam dan
perlahan lahan diturunkan menjadi 5ml/kgBB/jam hingga
diturunkan ke 3ml/kgBB/jam. Pemberian cairan dapat dihentikan
24-48 jam setelah syok teratasi dan tanda vital/ht stabil beserta
dieresis cukup.
8) Jika syok belum teratasi, cairan dapat dilanjutkan. Terus dilakukan
observasi tanda vital, dieresis, Hb, Ht, trombosit, leukosit,
elektrolit keseimbangan asam basa.
9) Jika berikutnya masih belum teratasi dan kadar hematokrit
menurun dapat diberikan tranfusi PRC 10ml/kgBB
10) Apabila syok belum teratasi dapat dipertimbangkan pemakaian
inotropik dan koloid
10. Prognosis
Prognosis tergantung dari seberapa cepat penyakit DBD ini deketahui
dan penanganan yang tepat sesuai penentuan derajat DBD pada saat
diketahui. Lebih dini penyakit DBD diketahui serta penanganan yang
cepat, tepat dan adekuat memberikan prognosis yang baik (Indriyani &
Gustawan, 2020).

11
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar
utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali
masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit
(Widyorini, Shafrin, Wahyuningsih, Muwani, & Suhartono, 2017).
a. Identitas pasien Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang
anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat,
pendidikan, pekerjaan
b. Keluhan utama Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF
untuk datang kerumah sakit adalah panas tinggi dan lemah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dan saat demam kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi
antara hari ke-3 dan ke-7 dan semakin lemah. Kadang-kadang disertai
keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau
konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan
pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi
perdarahan pada kulit, gusi (grade III. IV), melena atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita.
e. Riwayat Imunisasi
f. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang atau gantungan baju
dikamar)
g. Pola Kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, nafsu makan berkurang
dan menurun.
2) Eliminasi (buang air besar): diare atau konstipasi. Sementara DHF
pada grade IV sering terjadi hematuria.

12
3) Tidur dan istirahat: sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas
dan kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.
4) Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan
tempat sarang nyamuk Aedes aegypty.
5) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya
untuk menjaga kesehatan.
h. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DHF,
keadaan adalah sebagai berikut :
1) Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah,
tanda-tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.
4) Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak
teraba, tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur,
ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru
i. Sistem Integumen
1) Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul
keringat dingin, dan lembab
2) Kuku sianosis atau tidak
3) Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan
karena demam, mata anemis, hidung kadang mengalami
perdarahan atau epitaksis pada grade II,III,IV. Pada mulut
didapatkan bahwa mukosa mulut kering , terjadi perdarahan gusi,
dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia
pharing dan terjadi perdarahan ditelinga (pada grade II,III,IV).

13
4) Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada poto
thorak terdapat cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan
(efusi pleura), rales +, ronchi +, yang biasanya terdapat pada grade
III dan IV.
5) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau
hepatomegaly dan asites
6) Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
j. Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan
dijumpai :
1) HB dan PVC meningkat (≥20%)
2) Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)
3) Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)
4) Ig. D dengue positif
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia
6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
7) Asidosis metabolic : PCO2
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF yaitu
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
suhu tubuh diatas nilai normal
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai
dengan pasien mengeluh nyeri
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan
untuk makan)
e. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan
f. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri/ vena ditandai dengan nyeri ekstremitas

14
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Kriteria hasil Intervensi Rasional


(Tim Pokja (Tim Pokja SLKI (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2019)
SDKI DPP DPP
PPNI, PPNI, 2019)
2017)
Pola napas Setelah diberikan Tindakan Manajemen jalan napas
tidak keperawatan maka tingkat Observasi
efektif pola napas membaik 1. Monitor pola nafas (frekuensi, 1. Kecepatan biasanya mencapai kedalam
dengan kriteria hasil : kedalaman, usaha nafas) pernapasan bervariasi tergantung
a. Kapasitas vital derajat gagal napas. Ekspansi dada
meningkat terbatas yang berhubungan dengan
b. Ventilasi semenit atelaksis dan atau nyeri dada.
meningat 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. 2. Ronkhi dan wheezing menyertai
c. Dispnea menurun Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi obstruksi jalan napas/kegagalan
d. Penggunaan otot bantu kering) pernapasan.
napas 3. Monitor sputum (jumlah, warna, 3. Untuk mengetahui apakah terjadi
e. Frekuensi nafas aroma) infeksi, terdapat bakteri dalam sputum
membaik Teraupetik
f. Kedalaman nafas 4. Pertahankan kepatenan jalan nafas 4. Untuk memungkinkan ekspansi paru
membaik dengan head-tilt dan chin-lift (jaw- dan mempermudah pernapasan.
thrust) jika curiga trauma servikal)
5. Posisikan semi-fowler atau fowler 5. meningkankan ekspansi paru dan
memudahkan pernapasan.
6. Berikan minum hangat 6. Melarutkan dahak sehingga tidak
menyumbat tenggorokan dan saluran
Edukasi nafas
7. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari 7. ketika batuk tenggorokan terasa sakit,

15
jika tidak kontraindikasi akibat adanya dahak. Harus diberi
pengencer dahak
8. Anjurkan teknik batuk efektif 8. agar dahak mudah dikeluarkan.
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian bronkodilator, 9. Untuk melebarkan bronkus (saluran
ekspektoran, mukolitik, jika perlu. pernapasan) dan merelaksasi otot-otot
pada saluran pernapasan
Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
intervensi keperawatan Observasi
selama 2x24 jam 1. Identifikasi penyebab hipetermia 1. Menghindari penyebab hipertermia
diharapkan Termoregulasi 2. Monitor suhu tubuh 2. Mengecek kondisi hipertermia
membaik dengan kriteria Teraupetik
hasil: 3. Sediakan lingkungan yang dingin 3. Membantu kenyamanan
1. Menggigil membaik 4. Berikan cairan oral 4. Mencegah terjadinya dehidrasi
2. Kulit merah membaik Edukasi
5. Anjurkan tirah baring 5. Membantu proses pemulihan
Kalaborasi
6. Kalaborasi pemberian cairan dan 6. Membantu dalam proses menurunkan
elektrolit intravena, jika perlu hipertermi
Nyeri akut Setelah diberikan Tindakan Manajemen nyeri
keperawatan maka tingkat Observasi
nyeri menurun dengan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. untuk mempermudah perawat dalam
kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas, intensitas untuk memberikan intervensi yang
a. Keluhan nyeri menurun nyeri coco dan dapat dievaluasi secara cepat
b. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri 2. untuk mengukur tingkatan nyeri
c. Gelisah menurun 3. Identifikasi faktor yang memperberat 3. untuk mngetahui apakh bisa
d. Kesulitan tidur dan memperingan nyeri memperburuk ataupun mengurangi
menurun rasa nyeri

16
e. Frekuensi nadi Terapeutik
membaik 4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk 4. untuk meminimalkan terjadinya efek
f. Pola napas membaik mengurangi rasa nyeri samping yang merugikan manusia
g. Tekanan darah 5. Kontrol lingkungan yang 5. rangsangan yang berlebihan dari
membaik memperberat rasa nyeri lingkungan akan memperberat nyeri
h. Nafsu makan membaik Edukasi
i. Pola napas membaik 6. Jelaskan penyebab, periode, dan 6. agar pasieen mengetahui faktor
pemicu nyeri penyebab, periode dan pemicu nyeri.
7. Jelaskan strategi meredakan nyeri 7. agar pasien mampu melakukan
Kolaborasi meredakan nyeri secara mandiri.
8. Kolaborasi pemberian analgetik, jika 8. Meredakan nyeri sesegera mungkin
perlu.

Defisit Setelah diberikan Tindakan Manajemen nutrisi


nutrisi keperawatan maka tingkat Observasi
status nutrisi membaik 1. Identifikasi status nutrisi 1. Membantu dalam mengidentifikasi
dengan kriteria hasil : defisiensi dan kebutuhan diet.
a. Porsi makan yang
dihabiskan meningkat 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis 2. Membantu dalam mengidentifikasi
b. Keluhan otot nutrien defisiensi dan kebutuhan diet.
pengunyah meningkat 3. Monitor asupan makanan 3. Untuk menetapkan asupan makanan
c. Kekuatan otot berikutnya.
menelan meningkat 4. Monitor berat badan 4. Mengetahui kekurangan berat badan
d. Perasaan cepat pasien.
kenyang menurun Teraupetik
e. Nyeri abdomen 5. Berikan makanan tinggi kalori dan 5. Meminimalkan anoreksia dan mual
menurun tinggi protein yang berkaitan dengan kondisi uremia
f. Diare menurun dan penurunan peristaltis.

17
g. Berat badan membaik
h. Indeks massa tubuh 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu 6. Membantu pemenuhan jika dari
membaik Edukasi sumber makanan masih kurang
i. Frekuensi makan 7. Ajarkan diet yang diprogramkan 7. Memberikan tindakan pengendalian
membaik kepada klien dalam batasan diet
j. Nafsu makan makanan dari rumah dapat
membaik Kalaborasi meningkatkan selera makan.
8. Kalaborasi dengan ahli gizi untuk 8. Menentukan kebutuhan kalori dan
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien individual dalam batasan dan
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu mengidentifikasi rute serta produk
yang paling efektif
Risiko Pencegahan Syok
Syok Observasi
1. Monitor status kardiopulmonal 1. untuk mengeahui/memantau
(frekuensi dan kekuatan nadi, kondisi pasien
frekuensi nafas , tekanan darah)
2. Monitor status oksigenasi 2. berujuan unuk memasikan kadar
oksigen pasien masih baik
3. Monitor status cairan masukan dan 3. untuk mengeteahui pemasukan dan
haluaran engeluaran pasien
4. Monitor tingkat kesadaran dan respon 4. untuk mengetahui tingkat kesadaran
pupil berikan oksigen untuk klien
mempertahankan saluran oksigen
lebih 94%
5. Lakukan skin test untuk mencegah 5. untuk mengetahui obat yang diberikan
reaksi alergi cocok atau tidak untuk pasien.
Edukasi
6. Jelaskan penyebab atau faktor resiko 6. agar pasien dan keluarga pasien

18
syok mengeahui penyebab resiko syok
7. Jelaskan tanda dan gejala awal 7. agar pasien memahami tanda dan
gejala syok
8. Anjurkan memperbanyak asupan 8. agar pasien tidak mengalami dehidrasi
cairan oral
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian transfusi darah 9. untuk mempertahankan daya tahan
tubuh pasien terhadap infeksi.
10. Kolaborasi pemberian anti inflamasi 10. untuk anti peradangan dan meredakan
nyeri.
Perfusi Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
perifer keperawatan selama 2x24 Observasi
tidak jam, maka perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi perifer 1. Menentukan intervensi yang tepat
efektif meningkat dengan kriteria Teraupetik
hasil : 2. Hindari pemasangan infus atau 2. Menghindari keparahan
1. Denyut nadi perifer pengambilan darah di area keterbasan
menigkat perfusi
2. Penyembuhan luka 3. Hindari penekanan dan pemasangan 3. Untuk menghindari cedera yang lebih
meningkat torniquet pada area yang cedera parah
3. Warna kulit pucat Edukasi
menurun 4. Anjurkan menggunakan obat penurun 4. Membantu dalam pemulihan
4. Nyeri ekstremitas tekanan darah, antikoagulan, dan
menurun penurun kolestrol, jika perlu

19
4. Implementasi
Implementasi atau tidakan adalah mengelolaaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Ariga,
2020)
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap yang menetukan apakah tujuan dapat
tercapai sesuai yang ditetapkan dalam tujuan dan rencana keperawatan
(Ariga, 2020).

20
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, R. (2019). Kebijakan Dan Respons Epidemik Penyakit Menular.


Bogor: IBS Press.
Ariga, R. A. (2020). Implementasi Manajemen Pelayanan Kesehatan dalam
Keperawatan. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Hidayati, R. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak Dengan Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) Yang Dirawat Di Rumah Sakit. Repository
Poltekkes Kaltim. Retrieved from http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/id/eprint/1075
Indriyani, D. P. R., & Gustawan, I. W. (2020). Manifestasi klinis dan penanganan
demam berdarah dengue grade 1: sebuah tinjauan pustaka. Intisari Sains
Medis, 11(3), 694. https://doi.org/10.15562/ism.v11i3.847
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Widyorini, P., Shafrin, K. A., Wahyuningsih, N. E., Muwani, R., & Suhartono.
(2018). Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Cases in Semarang City are
Related to Air Temperature, Humidity, and Rainfall. Volume 23,.
https://doi.org/10.1166/asl.2017.9166

21

Anda mungkin juga menyukai