Anda di halaman 1dari 19

Indah Sari 1710711001

Windu Syawalina 1710711008

Pengertian dan Klasifikasi Lupus eritematosus sistemik (SLE)

Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit autoimun multisystem di mana


organ, jaringan, dan sel mengalami kerusakan yang dimediasi oleh autoantibodi pengikat
jaringan dan kompleks imun. Gambaran klinis SLE dapat berubah, baik dalam hal aktivitas
penyakit maupun keterlibatan organ. Imunopatogenesis SLE kompleks dan sejalan dengan
gejala klinis yang beragam. Tidak ada mekanisme aksi tunggal yang dapat menjelaskan
seluruh kasus, dan kejadian awalyangmemicunyamasihbelumdiketahui

Sistemik Lupus Eritematous (SLE) merupakan suatu penyakit autoimun yang


menyebabkan inflamasi kronis. Penyakit ini terjadi dalam tubuh akibat sistem kekebalan
tubuh salah menyerang jaringan sehat. Penyakit ini juga merupakan penyakit multi-sistem
dimana banyak manifestasi klinis yang didapat penderita, sehingga setiap penderita akan
mengalami gejala yang berbeda dengan penderita lainnya tergantung dari organ apa yang
diserang oleh antibody tubuhnya sendiri. Manifestasi klinis yang paling sering dijumpai
adalah skin rash, arthritis, dan lemah. Pada kasus yang lebih berat, SLE bisa menyebabkan
nefritis, masalah neurologi, anemia, dan trombositopenia

Ada empat tipe lupus yang berbeda. Pelajari lebih lanjut tentang setiap jenis Lupus di bawah
ini.
Lupus Erythematosus sistemik

Lupus sistemik adalah bentuk lupus yang paling umum-inilah yang kebanyakan orang
maksudkan saat mereka merujuk pada “lupus.” Lupus sistemik bisa ringan atau parah.
Berikut adalah deskripsi singkat beberapa komplikasi yang lebih serius yang melibatkan
sistem organ utama.

 Peradangan pada ginjal – yang disebut lupus nephritis – dapat mempengaruhi


kemampuan tubuh untuk menyaring limbah dari darah. Hal ini bisa sangat merusak
sehingga diperlukan transplantasi dialisis atau ginjal.
 Peradangan pada sistem saraf dan otak dapat menyebabkan masalah memori,
kebingungan, sakit kepala, dan stroke.
 Peradangan di pembuluh darah otak bisa menyebabkan demam tinggi, kejang, dan
perubahan perilaku.
 Pengerasan arteri atau penyakit arteri koroner – penumpukan endapan pada dinding arteri
koroner – dapat menyebabkan serangan jantung.
Cutaneous Lupus Erythematosus

Bentuk lupus ini terbatas pada kulit. Meskipun lupus kutaneous dapat menyebabkan banyak
jenis ruam dan lesi (luka), ruam diskoid yang paling sering disebut-diangkat, bersisik dan
merah, tapi tidak gatal. Area ruam tampak seperti cakram, atau lingkaran.

Contoh umum lain dari lupus kulit adalah ruam di pipi dan di seberang jembatan hidung,
yang dikenal sebagai ruam kupu-kupu. Ruam atau luka lain mungkin muncul di wajah,
leher, atau kulit kepala (area kulit yang terkena sinar matahari atau cahaya neon), atau di
mulut, hidung, atau vagina. Rambut rontok dan perubahan pigmen, atau warna kulit juga
merupakan gejala lupus kutaneous.

Kira-kira 10 persen orang yang menderita lupus kulit akan mengalami lupus sistemik.
Namun, kemungkinan orang-orang ini sudah mengalami lupus sistemik, dengan ruam kulit
sebagai gejala utama mereka.

Obat yang diinduksi Lupus Erythematosus

Lupus yang diinduksi obat adalah penyakit mirip lupus yang disebabkan oleh obat resep
tertentu. Gejala lupus akibat obat sama dengan sistem lupus sistemik, tapi jarang menyerang
organ utama.

Obat yang paling sering dikaitkan dengan drug-induced lupus meliputi:

 Hydralazine-Pengobatan untuk tekanan darah tinggi atau hipertensi


 Procainamide-Pengobatan irama jantung tidak teratur
 Isoniazid-Pengobatan untuk tuberkulosis
Lupus yang diinduksi obat lebih sering terjadi pada pria karena mereka sering menggunakan
obat ini; Namun, tidak semua orang yang mengkonsumsi obat ini akan mengembangkan
drug-induced lupus. Gejala seperti Lupus biasanya hilang dalam waktu enam bulan setelah
obat ini dihentikan.

Lupus neonatal

Neonatal lupus bukanlah bentuk lupus sejati. Ini adalah kondisi langka yang mempengaruhi
bayi perempuan yang menderita lupus dan disebabkan oleh antibodi dari ibu yang bekerja
pada bayi di dalam rahim. Saat lahir, bayi mungkin mengalami ruam kulit, masalah hati,
atau jumlah sel darah rendah namun gejala ini hilang sama sekali setelah beberapa bulan
tanpa efek yang langgeng. Beberapa bayi dengan lupus neonatal juga bisa mengalami defek
jantung yang serius. Dengan pengujian yang tepat, dokter sekarang dapat mengidentifikasi
ibu yang paling berisiko, dan bayi dapat diobati pada atau sebelum kelahiran.
Sebagian besar bayi dengan lupus sepenuhnya sehat

Etiologi dan Faktor Predisposisi

Indah Burdah Sari 1710711072


Tiara Fadjriyaty 1710711081

SLE disebabkan oleh interaksi antara kerentanan gen (termasuk alel HLA-
DRB1,IRF5, STAT4, HLA-A1, DR3, dan B8), pengaruh hormonal, dan faktor
lingkungan. Interaksi ketiga faktor ini akan menyebabkan terjadinya respon imunyang
abnormal.

1. Faktor Genetik
SLE merupakan penyakit multigen. Gen yang terlibat termasuk alel HLA-
DRB1,IRF5, STAT4, HLA-A1, DR3, dan B8. Interaksi antara kerentanan gen, pengaruh
hormonal, dan faktor lingkungan, menghasilkan respons imun abnormal. Responsimun
mencakup hiperreaktivitas dan hipersensitivitas limfosit T dan B dan regulasi antigen dan
respons antibodi yang tidak efektif. Hiperreaktivitas sel T dan B ditandai dengan
peningkatan ekspresi molekul permukaan seperti HLA-D danCD40L, menunjukkan
bahwa sel mudah teraktivasi oleh antigen yang menginduksi sinyal aktivasi pertama dan
oleh molekul yang mengarahkan sel ke aktivasi penuh melalui sinyal kedua. Hasil akhir
anomali ini adalah produksi autoantibodi patogen dan pembentukan kompleks imun yang
mengikat jaringan target, menghasilkan (1)sekuestrasi dan destruksi Ig-coated circulating
cells; (2) fiksasi dan cleaving protein komplemen, dan (3) pelepasan kemotaksin, peptida
vasoaktif, dan enzim destruktif ke jaringan. Banyak autoantibodi pada orang dengan SLE yang
ditujukan pada kompleks DNA/protein atau RNA/protein seperti nukleosom, beberapa
jenis RNA nukleus, dan RNA spliceosomal. Selama apoptosis antigen bermigrasi ke
permukaandan fosfolipid membran berubah orientasi sehingga bagian antigen menjadi
dekat dengan permukaan. Molekul intrasel yang meningkat selama aktivasi atau
kerusakan sel bermigrasi ke permukaan sel. Antigen yang dekat dengan atau terdapat di
permukaan sel ini dapat mengaktivasi sistem imun untuk menghasilkan autoantibodi.
Pada individu dengan SLE, fagositosis dan penghancuran sel apoptotik dan kompleks
imun tidak mumpuni.
Jadi, pada SLE, antigen tetap tersedia; dipresentasikan dilokasi yang dikenali
oleh sistem imun; dan antigen, autoantibodi, dan kompleks imun bertahan dalam
jangka waktuyanglebihlama, memungkinkankerusakanjaringanterakumulasi pada titik
kritis.

Sejak hampir 50 tahun yang lalu telah dikenali suatu antibodi yang melawan
konstituen sel normal. Antibodi ini dapat ditemukan dalam serum pasien dengan
lupus. Serum pasien dengan lupus dapat dikenali dari keberadaan antibodi di
serum terhadap antigen nukleus (antinuclearantibodies, atau ANA).
Selain ANA, masih terdapat autoantibodi lain yang dapat dapat ditemukan pada
pasien dengan SLE, misalnya anti-dsDNA, anti-Sm, anti-Ro, dan lain-lain. Daftar
berbagai autoantibodi yang dapat ditemukan pada pasien dengan SLE, prevalensi,
antigen target, dan kegunaan klinisnya dapat dilihat pada table berikut.
Pada kasus ini ditemukan tes antinuclearantibodies, atau ANA yang positif.

1. Faktor Lingkungan

Di antara pencetus aktivitas penyakit lupus, sinar ultraviolet merupakan faktor


yang paling dikenal. Mekanisme aksinya dapat mencakup induksi epitop antigen didermis
atau epidermis, pelepasan materi inti oleh sel kulit yang dirusak oleh cahaya, atau
disregulasi sel imun kulit. Berbagai faktor lingkungan lain juga terlibat dalam
lupus. Pengobatan seperti prokainamid, hidralazin, dan minosiklin dapat
menyebabkan lupus eritematosus yang diinduksi obat, penyakit yang mirip
dengan SLE. Mungkin yang paling menarik adalah beberapa obat antirematik
dapat menginduksi penyakit yang tampilan klinis dan serologisnya mirip SLE.

Bahan kimia, khususnya senyawa amino aromatik, dikenal sebagai penyebab


lupus-like syndromes. Sindrom ini lebih mirip dengan lupus yang diinduksi
obatdaripada SLE dan menghilang setelah pajanan berakhir. Laporan mengenai
pengaruh geografis pada lupus masih belum mengkonfirmasi faktor lingkungan ini.

Asam amino esensial L-canavanine dicurigai sebagai penyebab lupus. Pajanan


terhadap asam amino ini menyebabkan manifestasi singkat autoimun pada
manusia,seperti juga telah terbukti pada kera. Keberadaan fitoestrogen diajukan
sebagai penjelasan untuk peningkatan kejadian SLE selama 30 tahun terakhir.
Agen infeksius dapat berperan dalam aktivasi penyakit. Jika pasien mengidap SLE,
infeksi yang umum terjadi pada saluran napas atau saluran kemih seringkali diikuti
dengan cetusan aktivitas penyakit. Studi pada hewan menunjukkan bahwa
retrovirus dapat menginduksi fenomena autoimun mirip SLE. Kasus SLE
meningkat sejalan dengan pajanan kimiawi, kecelakaan, atau trauma fisik dan
psikologis. Belum ada pola yang jelas dalam kemunculan SLE, dan kausalitas
hubungan ini masih spekulatif.
Pada kasus ini, sinar ultraviolet merupakan faktor pencetus yang jelas karena
menurut anamnesis, pasien mengeluh ruam atau kemerahan pada mukanya menjadi
berat dengan paparan pada sinar matahari. Pada pasien ini juga terjadi infeksi yaitu
pneumonia. Sesuai dengan teori, antara infeksi yang sering terjadi adalah infeksi
yang melibatkan salur pernafasan, yaitu pneumonia.

2.Pengaruh Hormonal
Observasi klinis menunjukkan peran hormon seks steroid sebagai penyebab SLE.
Observasi ini mencakup kejadian yang lebih tinggi pada wanita usia produktif,
peningkatan aktivitas SLE selama kehamilan, dan risiko yang sedikit lebih tinggi
pada wanita pascamenopause yang menggunakan suplementasi estrogen.
Walaupun hormon seks steroid dipercaya sebagai penyebab SLE, namun studi yang
dilakukan oleh Petri dkk menunjukkan bahwa pemberian kontrasepsi hormonal oral
tidak meningkatkan risiko terjadinya peningkatan aktivitas penyakit pada wanita
penderita SLE yang penyakitnya stabil.

Mutia Infanka 1710711010

Fijri Reskyi 1710711093

Tari Gustika 1710711094


PATOFISIOLOGI SLE

Faktor Lingkungan Fatktor Genetik

Sinar UV, Merokok,Obat- Gen yang rentan


obatan (Hidralazin,
Prokalnamid)

Sel yang rusak

Apoptosis

Antigen nuklear banyak


yang beredar bebas di
tubuh

Respon imun

Sel B (Antibodi)

Antibodi (Antinuklear)

Mengikat antigen nuklear

Terbentuk antigen antibodi kompleks

SLE

Masuk,melayang,menempel,mengendao
dipembuluh darahdissemua jaringan atau organ

Reaksi peradangan
REAKSI PERADANGAN

saraf Hati Ginjal integumen muskuloskeletal cardiac respirasi respirasi

Gangguan Proses Nefron rusak kemerahan Pembengkaakan perikarditis pleuritis Kegagalan


pada sprektum metabolisme (nefritis) sendi
sumsum
meluas menurun
Adanya lesi akut tulang
Penumpukan Penumpukan
pada kulit,(ruam Artalgia, belakang
proteinuria cairan efusi di cairan dipleura
kupu-kupu artritis(sinovitis), nyeri membentuk
Proses BB↓ perikardium
dipangkal tekan, keterbatasan sel darah
neurologis
terganggu hidung,pipi gerak Efusi pleura
Ketidakseimba Penebalan
ngan nutrisi perikardium
Pusing,sakit kurang dari ke Ekspansi dada
kepala, depresi butuhan Kerusakan Pasien merasa tidak adekuat
tubuh integritas kulit malu dengan Kontraksi
keadaan nya jantung↓
ansietas Pola napas
tidak efektif
Gangguan citra Penurunan
tubuh curah jantung

Nyeri akut Intoleransi Eritrosit↓ Leukosit ↓ Trombosit↓


aktivitas

Eritema Resiko Resiko


infeksi perdarahan
1. Sanaya Azizah Puteri 1710711079
2. Riska Hidayattullah 1710711044

Manifestasi Klinis SLE

SLE dapat dibedakan dengan adanya glomerulonephritis, fotosensitivitas, ruam kulit,


penyakit SSP, dan berbagai sitopenia seperti uji Coombs positif anemia hemolitik, leukopenia, dan
trombositopenia. Pasien biasanya mengeluh demam, keletihan, malaise, sendi membengkak, hingga
tekanan psikologik karena lesi kulit. Lesi kulit yang dimaksud adalah berupa ruam kupu-kupu
(butterfly rash) pada hidung dan dahi, lesi eritematosus discoid yang dapat menimbulkan luka parut
permanen pada kulit kepala, telinga, wajah atau leher, hilangnya rambut untuk sementara, sariawan
tanpa nyeri, dan lesi vascular kulit.

Uji paling spesifik untuk LES adalah antibodi DS-DNA dan antibodi Sm dan protein P
ribosom,yang secara eksklusif terdapat pada LES. Kadar CRP terkadang digunakan untuk
membedakan qnatara perjangkitan lupus dan infeksi. Biasanga normal pada flare-up namun
meningkat pada infeksi

Uji paling sensitif untuk LES afalah flurosens relatif nonspesifik antinuclear antibodi assay
(ANA). Hampir semua klirn LES memiliki ANA,namun mereka juga terdapat dalam berbagai situasi
seperti infeksi,lansia,serta RA dan dengan beberapa terapi obat. Komplemen C3, CA dan CD50
merupakan pengukuran yang berguna untuk aktivitas penyakit
Nadia Syaripah H 1710711027

Chaerani 1710711096

Penatalaksanaan Medis

Farmakologi

1. NSAID
NSAID digunakan untuk mengurangi gejala muskuloskeletal ,serositis ringan dan
demam.
Hati-hati ketika menggunakan NSID untuk klien dengan LES. NSID menghambat
sintesis prostaglandin dalam ginjal dan mengganggu aliran darah di ginjal. Klien dengan
lupus nephritis sangat bergantung pada prostaglandin dalam menjaga fungsi ginjal yang
terganggu oleh inflamasi glomerulus. Tanyakan penggunaan NSID yang tidak di resepkan.
Gangguan ginjal oleh NSID biasanya bersifat reversible.

2. Glukokortikoid
Glukokortikoid diperlukan untuk mengendalikan komplikasi serius seperti
trombositopenia, purpura, anemia hemolitik, pericarditis, kejang dan nefritis. Prednison
biasanya diberikan secara oral dalam dosis yang rendah (hingga 15mg/hari) menengah (16
hingga 40mg/hari) atau dosis tinggi (lebih dari 120mg/hari). Dosis terpisah biasanya
diberikan untuk memastikan aksi antiinflamasi dan penekanan Lupus yang lebih kuat
dibandingkan jika obat diberikan dalam dosis tunggal di pagi hari
Setelah penyakit mampu dikontrol penurunan dosis bertahap penting dilakukan
klien dengan dosis majemuk harus diubah ke dosis tunggal pagi hari sebelum benar-benar
mengurangi dosis obat sebenarnya.Durasi klien mengkonsumsi obat berdampak pada durasi
tapering. Banyak metode yang digunakan, metode yang paling umum adalah mengurangi
dosis 10 mg tiap minggunya.

3. Imunosupresan Lain
Penggunaan agen imunosupresan secara perlahan dapat diterima untuk pengobatan
LES. Dosis rendah metoreksat (7,5-15mg/minggu) berguna dalam menangani arthritis, ruam
kulit, serositis dan gejala klinis lainnya. Pengobatan termasuk azathioprine atau
siklofosfamid mampu menghambat perkembangan glomerulonefritis atau secara nyata
mengurangi kerusakan ginjal. Azathioprine, siklofosfamid intravena dan HCQ dapat juga
diberikan.

4. Agen Lain
Danazol diketahui berguna dalam mengatasi trombositopenia LES. Mekanismenya
tidak diketahui namun diduga melibatkan pengaruh endoktrin seperti supresi pituitary folicle
stimulating hormone dan LH pada fungsi imun atau retikuloendotelia.
Imunoglobulin intravena diketahui berguna dalam mengatasi trombositopenia LES.
Hitung trombosit meningkat cepat dalam beberapa jam pemberian biasanya memuncak
dengan jumlah yang luar biasa pada saat kejadian trombolitik menjadi perhatian klinis.
Dapsone agen mikroba digunakan untuk pengobatan leprosy telah digunakan untuk
mengatasi gejala kutaneus pada Lupus termasuk diskoid, lupus kutaneus subakut,bulosa dan
lesi lupus profundus. Efek samping hematologis biasanya terjadi dan membutuhkan
pemantauan seksama.
Terdapat beberapa obat pada uji klinis untuk pengobatan lupus nephritis termasuk
mikofenolat mofetil dan telerogen yang menghentikan produksi antibodi dsDNA. Uji
terkontrol plasebo menunjukkan manfaat penggunaan dehidropiandrosteron pada klien
dengan aktivitas lupus sedang dan ringan. Transplantasi sel induk juga tengah gencar dikaji.
Rambut rontok ringan dan sedang dapat terjadi ketika penyakit aktif. Lesi vaskuler dapat
menginduksi petekie, purpura dan fenomena raynaud

Tsania ramadhanty 1710711097

Fiqih Nur 1710711033

Pemeriksaan penunjang

1 Pemeriksaan Darah Rutin

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penyakit Lupus Eritematosus


Sistemik ( LES ) adalah pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan urin. Hasil
pemeriksaan darah pada penderita LES menunjukkan adanya anemia hemolitik,
trombositopenia, limfopenia, atau leukopenia; erytrocytesedimentation rate
(ESR) meningkat selama penyakit aktif, Coombs test mungkin positif, level IgG
mungkin tinggi, ratio albumin-globulin terbalik, dan serum globulin meningkat.
Hitung darah lengkap  hitung jenis yang mungkin memperlihatkan anemia dan penurunan jumlah
sel darah putih
 Jumlah trombosit yang dapat menurun
 Laju endap darah yang sering meninggi
 Elektroforesis serum yang dapat memperlihatkan hipergomaglobunemia

2. Uji paling sensitif  Flurosens relatif nonspesifik antinuclear antibodi assay (ANA )
Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis SLE adalah tes ANA generik. Tes
ANA dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan tanda dan gejala mengarah pada LES. Pada
penderita LES ditemukan tes ANA yang positif sebesar 95-100%, akan tetapi hasil tes ANA dapat
positif pada beberapa penyakit lain yang mempunyai gambaran klinis menyerupai LES misalnya
infeksi kronis (tuberkulosis), penyakit autoimun (misalnya Mixed connective tissue disease (MCTD),
artritis reumatoid, tiroiditis autoimun), keganasan atau pada orang normal

3. Pemeriksaan komplemen serum  Memperlihatkan penurunan kadar komplemen ( CD3


dan CD4 ); tetapi pada lupus kutaneus normal. Penurunan kadar kompemen berhubungan
dengan derajat beratnya SLE terutama adanya komplikasi ginjal.

4. Uji paling spesifik Antobodi anti-dsDNA dan antibodi Sm dan protein P ribosom

Tes C-Reaktif Protein (CRP) adalah tes darah yang mengukur jumlah protein (yang disebut protein C-
reaktif) dalam darah. Protein C-reaktif mengukur keseluruhan kadar peradangan dalam tubuh.
Kadar CRP yang tinggi disebabkan oleh infeksi dan berbagai penyakit jangka panjang lain. Akan tetapi
tes CRP tidak dapat menunjukkan lokasi terjadinya peradangan atau penyebabnya. Tes lain
dibutuhkan untuk mengetahui penyebab dan lokasi peradangan.

5. Rontgen toraks  menunjukan pleuritis atau pneumonitis lupus


6. Elektrokardiografi  memperlihatkan defek hantaran dengan gangguan jantung atau perikarditis
7. Biopsi ginjal  menentukan stadium penyakit dan luas lesi pada ginjal
8. Pemeriksaan urine  hasil pemeriksaan urin pada penderita LES menunjukkan adanya
proteinuria, hematuria, peningkatan kreatinin, dan memperlihatkan keberadaan sel darah merah
serta sel darah putih, dan kehilangan protein yang khas
( > 0,5 g/24 jam )
9. Tes antikogulan lupus  mungkin positif pada sebagian pasien ( biasanya pasien dengan
kecenderungan menderita sindrom antifosfolipid pada keadaan trombosis, abortus, dan
trombositopenia )

Parida Pebruanti (1710711042)


Nada Naflah (1710711058)
Zahrotul Mutingah (1710711088)

KOMPLIKASI SLE (Systemik Lupus Erithematosus)

1. Komplikasi pada Ginjal


 Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)
 Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)
 Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin)

2. Komplikasi pada Jantung dan Paru


 Pleuritis
 Pericarditis
 Efusi pleura
 Efusi pericard
 Radang otot jantung atau Miocarditis
 Gagal jantung
 Perdarahan paru (batuk darah) .

3. Komplikasi pada Sistem Saraf


a. Sistem saraf pusat
 Cognitive dysfunction
 Sakit kepala pada lupus
 Sindrom anti-phospholipid
 Sindrom otak
 Fibromyalgia.
b. Sistem saraf tepi
 Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kaki
c. Sistem saraf otonom
Gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak, dapat
menyebabkan kematian sel-sel otak dan kerusakan otak yang sifatnya permanen
(stroke). Stroke dapat menimbulkan pengaruh sistem saraf otonom
4. Komplikasi pada Kulit
 Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena langsung cahaya disebut lesi
diskoid
 Ciri-ciri lesi spesifik ditemukan oleh Sonthiemer dan Gilliam pada akhir 70-an :
– Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat sensitif terhadap
sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kult subakut/cutaneus lupus subacute.
Kadang menyerupai luka psoriasis atau lesi tidak berparut berbentuk koin.
– Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat mencakup area yang
luas di bagian tubuh
 Lesi non spesifik
– Rambut rontok (alopecia)
– Vaskullitis : berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku dan ujung jari.
Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang dapat menjadi borok (7).
– Fotosensitivitas : pipi menjadi kemerahan jika terkena matahari dan kadang di sertai
pusing.

5. Komplikasi pada Sendi dan Otot


– Radang sendi pada lupus
– Radang otot pada lupus

6. Komplikasi pada Darah


 Anemia
 Trombositopenia
 Gangguan pembekuan
 Limfositopenia

Daftar Pustaka:
Kneale, Julia D. 2011. Keperawatan Ortopedik & Trauma/ editor Julia D Kneale, Ptere S.
Davis; alih bahasa, Egi Komara Yudha …[et al]; editor edisi bahasa Indonesia, Tuti
Hadiningsih, Sari Isnaeni, Ni Putu Indri Mahayuni. Edisi 2. Jakarta : EGC

Mutiara Tobing 1710711085


Anna Fauziah 1710711141
Salma Nur S 1710711142

ASUHAN KEPERAWATAN SLE


1. Pengkajian

Data subyektif :
1. Pasien mengeluh terdapat ruam-ruam merah pada wajah yang menyerupai
2. bentuk kupu-kupu.
3. Pasien mengeluh rambut rontok.
4. Pasien mengeluh lemas
5. Pasien mengeluh bengkak dan nyeri pada sendi.
6. Pasien mengeluh sendi merasa kaku pada pagi hari.
7. Pasien mengeluh nyeri

Data obyektif :
1. Terdapat ruam – ruam merah pada wajah yang menyerupai bentuk kupu-kupu.
2. Nyeri tekan pada sendi.
3. Rambut pasien terlihat rontok.
4. Terdapat luka pada langit-langit mulut pasien.
5. Pembengkakan pada sendi.
6. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya antibodi antinuclear.

2. Masalah Keperawatan

1. Nyeri akut
2. Fatigue
3. Risiko infeksi
4. Gangguan citra tubuh
5. Risiko injuri
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnose NOC NIC

Nyeri akut Pain control Pain management


Factor yang berhubungan: Indicator Aktivitas
Agen injuri fisik - Mengenali onset nyeri - Melakukan pengkajian
Menjelaskan factor nyeri termasuk lokasi,
penyebab karateristik, onset/durasi,
- Melaporkan perubahan frekuensi, kualitas atau
nyeri keparahan nyeri, dan
- Melaporkan gejala yang factor pencetus nyeri
tidak terkontrol - Observasi tanda nonverbal
- Menggunakan sumber daya dari ketidaknyamanan,
yang tersedia untuk terutama pada pasien yang
mengurangi nyeri tidak bisa berkomunikasi
- Mengenali gejala nyeri secara efektif
yang - Gunakan strategi
berhubungan dengan komunikasi terapeutik
penyakit untuk mengetahui
- Melaporkan nyeri pengalama nyeri pasien
terkontrol dan respon pasien terhadap
nyeri
- Kaji pengetahuan dan
kepercayaan pasien
tentang nyeri
Tentukan dampak dari
nyeri terhadap kualitas
hidup (tidur, selera makan,
aktivitas, dll)
- Evaluasi keefektifan
manajemen nyeri yang
pernah diberikan
sebelumnya
- Control factor lingkungan
yang dapat mempengaruhi
ketidaknyamanan pasien
- Kolaborasi dengan pasien,
anggota keluarga, dan
tenaga kesehatan lain
untuk implementasi
manajemen nyeri
nonfarmakologi
- Dukung pasien untuk
menggunakan pengobatan
nyeri yang adekuat
Fatigue Fatigue level Energy Management
Karakteristik : Indicator Aktivitas:
Factor yang berhubungan : - Kelelahan - Kaji status fisik pasien
anemia - Kualitas tidur untuk kelelahan dengan
- Kualitas istirahat memperhatikan umur dan
- Hematocrit perkembangan
- Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan
tentang keterbatasan
- Gunakan instrument yang
valid untuk mengukur
kelelahan
- Tentukan aktivitas yang
boleh dilakukan dan
seberapa berat aktivitasnya
- Monitor asupan nutrisi
untuk mendukung sumber
energy yang adekuat
- Konsultasi dengan ahli gizi
tentang peningkatan asupan
energy
- Bantu pasien untuk
beristirahat sesuai jadwal
- Dorong pasien untuk tidur
siang
- Bantu pasien melakukan
aktivitas fisik reguler
Risiko infeksi Infection severity Infection Control
Factor risiko : Indicator : Aktivitas:
Imunosupresi - Demam - Pertahankan teknik isolasi
- Nyeri jika diperlukan
- Limpadenopati - Batasi jumlah pengunjung
- Penurunan jumlah sel darah - Ajarkan kepada tenaga
putih kesehatan untuk
meningkatkan cuci tangan
- Ajarkan pasien dan
pengunjung untuk cuci
tangan
- Cuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan
perawatan kepada pasien
- Lakukan perawatan aseptic
pada IV line
- Tingkatkan asupan nutrisi
yang adekuat
- Dorong pasien untuk
istirahat
- Ajarkan pada pasien dan
keluarga cara untuk
mencegah infeksi
Gangguan citra tubuh Body image Body image enhancement
Karakteristik: Indicator: Aktivitas:
- Perilaku menghindari - Gambaran internal diri - Tentukan harapan pasien
salah satu bagian tubuh - Keserasian anatara realitas tentang citra tubuhnya
- Respon nonverbal terhadap tubuh, ideal tubuh, dan berdasarkan tingkat
perubahan pada penampilan tubuh perkembangan
tubuh - Kepuasan terhadap - Bantu pasien
penampilan tubuh mendiskusikan penyebab
- Perilaku menggunakan penyakit dan penyebab
strategi untuk meningkatkan terjadinya perubahan pada
fungsi tubuh tubuh
- Bantu pasien menetapkan
batasan perubahan actual
pada tubuhnya
- Gunakan anticipatori
guidance untuk
menyiapkan pasien untuk
perubahan yang dapat
diprediksi pada tubuhnya
Bantu pasien menentukan
pengaruh dari kelompok
sebaya dalam
mempresentasikan citra
tubuh
- Bantu pasien
mendiskusikan perubahan
yang disebabkan karena
masa pubertas
- Identifikasi kelompok
dukungan unutk pasien
- Monitor frekuensi
pernyataan pasien tentang
kritik terhadap dirinya
- Gunakan latihan pengakuan
diri dengan kelompok
sebaya
Risiko Injuri Risk control Risk identification
Factor Risiko: Indicator: Aktivitas:
Disfungsi autoimun - Mencari informasi tentang - Review riwayat kesehatan
risiko pada kesehatannya pasien
- Identifikasi factor risiko - Review data yang berasal
- Mengakuir factor risiko dari pengkajian risiko
personal - Tentukan sumber daya yang
- Monitor factor tersedia seperti
tingkat pendidikan,
psikologis, finansial, dan
dukungan keluarga
- Identifikasi sumber-sumber
ynag dapat meningkatkan
risiko - Identifikasi factor
risiko
biologis, lingkungan, dan
perilaku serta hubungan
antara factor risiko
- Tentukan rencana untuk
mengurangi risiko
- Diskusikan dan rencanakan
aktivitas mengurangi risiko
dengan berkolaborasi
dengan pasein dan keluarga
- Implementasikan rencana
aktivitas mengurangi risiko
Ketidakseimbangan a. Nutritional status: Kaji adanya alergi
nutrisi kurang dari Adequacy makanan
kebutuhan tubuh of nutrient Kolaborasi dengan ahli
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : food gizi
Ketidakmampuan untuk and untuk menentukan jumlah
memasukkan atau Fluid Intake kalori dan nutrisi yang
mencerna nutrisi oleh c. Weight Control dibutuhkan pasien
karena faktor biologis, Setelah dilakukan tindakan Yakinkan diet yang
psikologis atau ekonomi. keperawatan selama….nutrisi dimakan
kurang teratasi dengan mengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Ajarkan pasien
bagaimana membuat catatan
makanan
harian.
DS: indikator: Monitor adanya
- Nyeri abdomen Albumin serum penurunan
- Muntah Pre albumin serum BB dan gula darah
- Kejang perut Hematokrit Monitor lingkungan
- Rasa penuh tiba-tiba Hemoglobin selama
setelah makan Total iron binding makan
DO: capacity Jadwalkan pengobatan
- Diare Jumlah limfosit dan
- Rontok rambut yang tindakan tidak selama jam
berlebih makan
- Kurang nafsu makan Monitor turgor kulit
- Bising usus berlebih Monitor kekeringan,
- Konjungtiva pucat rambut
- Denyut nadi lemah kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
Monitor mual dan
muntah
Monitor pucat,
kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien
dan keluarga tentang manfaat
Nutrisi
Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler
atau
fowler tinggi selama makan
Kelola pemberan anti
emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV
line
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval

DAFTAR PUSTAKA
Bulechek G.M., Howard B.K, Dochterman J.M. (2008). Nursing Interventions Classifivation
(NIC) fifth edition. St. Louis: Mosby Elseiver

Anda mungkin juga menyukai