10507010011107
Faktor lingkungan tidak hanya berperan dalam onset penyakit ini, tapi juga
menginisiasi terjadinya Flare. Faktor yang paling penting adalah sinar UV.
Dimana sinar UV akan meningkatkan terjadinya apoptosis atau bisa terjadi
perubahan DNA/ protein tubuh menjadi antigenic pada sel-sel kulit. Self-antigen
pada apoptotic cells akan direspon oleh sistem imun tubuh pada penyakit SLE.
Pasien SLE harus lebih mengontrol alergi obat, khususnya antibiotik sulfonamide,
Echinacea, serta obat-obat lainnya yang bisa menginisiasi terjadinya Flare.
Beberapa infeksi seperti Epstein Bar Virus mampu menginduksi sistem
imun untuk mengenali self-antigen, regulasi yang buruk dan produksi dari
autoantibodi. Serta masih banyak lagi faktor resiko yang diduga menginduksi SLE
seperti merokok, dan paparan Silica. Hormon juga diduga kuat menjadi faktor
resiko SLE, dimana dapat menjelaskan mengapa prevalensi SLE wanita jauh lebih
banyak dari pada pria. Estradiol mengikat reseptor di sel T dan sel B, yang akan
meningkatkan aktivasi dan survival dan sel ini dan akan memperpanjang respon
imun. Selain itu, pada kromosom X terdapat gen yang mempengaruhi SLE
(TREX-1) mungkin berperan dalam predisposisi gender
Adanya kelainan genetik pada penderita SLE akan menyebabkan
hilangnya immunotolerance dalam tubuh. Sehingga antigen tubuh sendiri akan
dikenali sebagai antigen asing. Selain itu, juga terjadi kelainan-kelainan genetik,
seperti klirens dari imun kompleks dan apoptotic cells yang turun, defisit
komplemen, peningkatan apoptosis dari sel, dan kerusakan antigen reseptor.
c.Fotosensitif
d. Oral Ulcer
f. Vasculitis
2. Musculoskelatal
(Arthritis,
Arthralgia,
Myalgia,
Myositis,
Osteonecrosis, Osteoporosis)
3. Pernafasan (Pleuritis, Effusi pleura, Pneumonitis, dll)
4. Jantung (Pericarditis, endocarditis, myocarditis, hypertension, dll)
5. Ginjal (Lupus Nefritis)
6. Neuropsychiatric (Seizure, memory impairment, psychosis, dll)
7. Hematologi (Anemia, Leukopenia, Lymphopenia, trombositopenia)
Banyaknya manifestasi yang mungkin muncul pada penderita SLE
menjadikan sebuah kesulitan dalam mendiagnosisnya. Seringkali lupus salah
didiagnosis dengan penyakit lain karena gejala dan tanda yang ditemukan sangat
mirip dengan penyakit yang lainnya. Maka penyakit SLE ini sering disebut The
Great Immitator atau Penyakit Seribu Wajah.
perjalanan penyakit SLE yang diderita oleh pasien. Test yang biasanya digunakan
untuk mendiagnosis SLE adalah tes serologi ANA test, Anti-dsDNA, Anti-Sm,
Anti-Ro, Anti-La, Anti-Cardiolipin, dsb. Test ANA merupakan test yang sangat
sensitif pada pasien SLE. ANA test sangat cocok digunakan untuk screening
pasien yang dicurigai SLE. Hampir 100% pasien SLE memiliki hasil ANA test
positif. Selain itu juga diperlukan test darah lengkap, urinalysis untuk diagnosis
SLE. Dengan adanya test darah lengkap dan urin lengkap kita juga bisa melihat
adanya gejala hematologi (anemia, Leukopenia, lymphopenia, trombositopenia)
maupun gejala nefrologi pada pasien (proteinuria, silinder eritrosit) pada pasien
SLE untuk penegakan diagnosis.