Pembimbing:
dr. M. Mahfudz, Sp.PD., FINASIM
Disusun oleh:
Firliana Nur Alini
202210401011105
Kelompok E39
PENDAHULUAN
Penyakit autoimun merupakan istilah yang digunakan saat sistem imunitas pada tubuh
seseorang menyerang tubuh orang itu sendiri. Pada kasus SLE, sistem kekebalan tubuh akan
menyerang sel, jaringan, dan organ yang sehat. Sistem kekebalan tubuh pada pasien penyakit
SLE akan mengalami kehilangan kemampuan untuk melihat perbedaan antara substansi asing
(non-self) dan jaringan tubuh sendiri (self). Inflamasi akibat lupus dapat menyerang berbagai
bagian tubuh, misalnya kulit, sendi, sel darah, paru-paru dan jantung. Penyakit SLE sampai
saat ini dikatakan belum jelas penyebabnya namun ada beberapa faktor resiko yang dikatakan
berperan penting pada pasien LES. Beberapa faktor resiko tersebut antara laina adalah faktor
genetik, faktor lingkungan seperti infeksi, stres, makanan dan antibiotik serta faktor hormonal
(Jhorge,dkk. 2020)
Baik manifestasi klinis maupun komplikasi penyakit LES memiliki potensi dalam
menurunkan derajat kesehatan odapus, dan dapat berakibat fatal hingga menyebabkan
kematian. Gejala lupus yang muncul sewaktu-waktu sangat berpotensi untuk mengganggu
aktivitas sehari-hari dan menimbulkan banyak 2 masalah lain. Agar dapat mencapai status
kesehatan yang optimal dan kualitas hidup yang tinggi maka odapus harus bersikap proaktif
dalam pengelolaan penyakitnya. Salah satu caranya adalah dengan berperilaku sehat dan
mengelola penyakit lupus secara mandiri melalui tindakan pencegahan paparan faktor
pencetus.Untuk itu diperlukan pengetahuan yang memadai dan sikap yang positif Hubungan
antara faktor pencetus gejala dan perilaku pencegahan paparannya pada penderita lupus perlu
diteliti lebih lanjut.Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara faktor pencetus
gejala lupus dan perilaku pencegahan paparannya (Syah, Ali. 2018)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa literatur menyatakan adanya faktor- faktor endogen sebagai predisposisi terjadinya
SLE, diantaranya adalah :
1. Faktor Genetik
2. Faktor stres
Stress yang berlebihan merupakan pemicu aktifnya lupus. Odapus akan
merasa dalam lingkaran, karena stress dan lupus merupakan penyakit kronik yang
menyebabkan seseorang akan lebih rentan untuk merasa rendah diri, terbatas
aktifitasnnya, dan jauh dari pergaulan. Hal ini dapat bisa membuat Odapus stress dan
3
membuat daya tahan tubuh menurun sehingga menimbulkan infeksi. Demam akan
memperparah Lupus karena seorang yang membawa "gen" lupus bisa memicu proses
melalui virus dan bakteri yang berkembang karena daya tahan tubuh menurun.
Stress adalah kondisi dinamis tubuh dalam menghadapi berbagai stressor atau
tekanan, baik tekanan psikologis, fisis, biologis, lingkungan, ataupun sosial yang
dapat mempengaruhi sistem saraf atau sistem neuroendokrin yang mempengaruhi
sistem imun. Gangguan mental seperti stress dapat mempengaruhi sistem imun dan
dikaitkan dalam mekanisme imunulogis seperti penurunan respon dari limfosit,
munculnya respon limfosit T-sitotoksik, peningkatan aktivitas dari sel natural killer
(NK), dan juga terhambatnya hipersensitivitas. Pada pasien yang menderita penyakit
autoimun seperti lupus eritematosus sistemik, stress dan trauma bisa menyebabkan
lupus menjadi kambuh atau mengalami peningkatan gejala. Hal ini karena orang
dengan penyakit autoimun beberapa diantaranya memiliki CRH (Corticotropin
Releasing Hormone) yang dihasilkan di hipotalamus otak yang tidak sempurna, yang
dapat menyebabkan peradangan ketika dalam kondisi stress. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa hal tersebut terjadi karena interaksi antara hypothalamic-
pituitary-adrenal axis¸ sistem saraf otomik, dan juga sitokin.
3. Faktor Endokrin
Faktor hormonal seks mempunyai peran penting dalam perkembangan dan
penelitian klinis pada SLE. Pada perempuan Odapus yang sedang dalam masa
hamil ditemukan adanya remisi maupun kekambuhan dengan meningkatnya kadar
ekstogen. Diketahui pula pada saat periode menstruasi perempuan akan memiliki
gejala SLE yang lebih buruk. Dari 90% Odapus yang berada diantara usia 15-45 tahun
adalah perempuan.
Pada laki-laki yang terkena SLE, ditemukan tingkat hormon androgen dan
testosteron yang lebih rendah dibandingkan pria normal. Tetapi tidak ditemukan
perbedaan pada keduanya dalam hal aktifitas seks, potensi, dan kesuburan.
4. Antibodi dan Kompleks Imun
Autoantibodi adalah penanda lupus yang sering kali menghasilkan sesuatu
yang tidak memiliki kepentingan klinis maupun patologis dan penyerang sel tubuh
dan jaringannya sendiri. Autoantibodi yang dalam lupus dapat digolongan menjadi
empat yaitu antibodi yang terbentuk nucleus, seperti ANA, Anti-DNA, dan Anti-sm.,
antibodi yang terbentuk pada sitoplasma seperti , antibodi pada sel-sel yang berbeda
4
jenis dan antibodi yang terbentuk pada antigen. Biasanya untuk dapat mengetahui
antibodi ini dilakukan tes darah. Antibodi yang dtemukqp pada Odapus diantaranya:
Limfosit sel darah putih yang bertanggung jawab untuk peradangan kronik berubah-
ubah dalam lupus. Sel t helper menjadi lebih aktif dan tubuh menjadi kurang responsif
terhadap sel T penekan. Sel T mengalami perubahan struktur maupun fungsinya,
reseptor yang telah berubah di permukaan sel T dapat menyalahartikan perintah dari
sel T. Sel B yang memproduksi imonoglobulin dan autoantibodi untuk tubuh.
Imunoglobulin yang terlalu banyak dan imun kompleks yang menumpuk dalam
jaringan sel dapat menimbulkan peradangan dan kerusakan jaringan.
Kompleks imun yang sebagian besar terdiri dari asam nukleat dan sejumlah
antibodi kebanyakan terlihat pada jaringan yang rusak di pasien SLE. Kompleks ini
menyebabkan reaksi imun sehingga mengaktifkan komplemen dan menarik makrofag
dan neutrofil yang dapat terjadi peradangan vaskular, fibrosis, dan kerusakan jaringan.
Adanya peningkatan sirkulasi kompleks imun, menunjukkan tingkat keparahan pada
ginjal.
Pada SLE, pembersihan kompleks imun melalui limpa kecil pembersihannya
tidak melalui secara sempurna karena berbagai respon reseptop tidak lagi memiliki
kemampuan mengikat dan kompleks tersebut terlalu besar atau sangat kecil dan
banya. Selain itu pada SLE kemampuan tubuh untuk mengendalikan inflamasi
terhambat karena terjadi perubahan sistem toleransi tubuh.
5
Dalam Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau lupus, antibodi memainkan
peran penting dalam patogenesis (penyebab dan perkembangan) penyakit ini. SLE
adalah penyakit autoimun di mana sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan dan
organ tubuh sendiri. Peran antibodi dalam lupus melibatkan produksi antibodi yang
ditargetkan terhadap komponen inti sel (DNA dan RNA) dan komponen sel darah
merah (sel darah merah, trombosit) serta jaringan tubuh lainnya. Berikut peran
penting antibodi dalam lupus:
1. Antibodi Autoimun: Pada SLE, sistem kekebalan tubuh menghasilkan
sejumlah besar antibodi yang dianggap sebagai "autoantibodi" atau antibodi yang
menyerang jaringan tubuh sendiri. Ini termasuk antibodi terhadap nukleoprotein,
seperti antibodi anti-DNA dan anti-RNA. Keberadaan autoantibodi ini adalah ciri
khas SLE.
2. Pembentukan Kompleks Immune: Autoantibodi yang dihasilkan pada SLE
dapat berikatan dengan antigen yang ada dalam inti sel, seperti DNA dan RNA yang
terpapar. Ketika ini terjadi, kompleks antibodi-antigen terbentuk. Kompleks ini dapat
menumpuk di berbagai jaringan dan organ tubuh, memicu peradangan dan merusak
jaringan.
3. Peradangan : Ketika kompleks antibodi-antigen menumpuk di berbagai
bagian tubuh, sistem kekebalan tubuh akan merespons dengan merilis zat peradangan,
seperti sitokin dan mediator peradangan lainnya. Ini mengarah pada peradangan yang
merusak jaringan, yang dapat terjadi di mana saja dalam tubuh, termasuk kulit, sendi,
ginjal, jantung, paru-paru, dan otak.
4. Gejala Klinis : Peradangan yang diinduksi oleh antibodi autoimun dapat
menyebabkan gejala klinis yang beragam, seperti ruam kulit, nyeri sendi, kerusakan
ginjal, kerusakan sistem saraf, dan gangguan organ lainnya, sesuai dengan di mana
peradangan terjadi.
5. SLE Flare-Up : Peningkatan produksi antibodi autoimun dan aktivasi sistem
kekebalan tubuh dapat menyebabkan flare-up SLE, di mana gejala dan tanda penyakit
menjadi lebih buruk.
6. Diagnosa : Deteksi antibodi autoimun seperti antibodi anti-DNA atau anti-
Sm dalam darah sering digunakan dalam proses diagnosa SLE.
6
7. Pemantauan Penyakit : Antibodi autoimun dan perubahan dalam profil
antibodi dapat digunakan untuk memantau aktivitas penyakit dan respons terhadap
pengobatan. Pemantauan ini membantu dokter dalam mengelola SLE.
7
Sinar matahari dapat memiliki pengaruh signifikan pada penderita Systemic
Lupus Erythematosus (SLE), karena sebagian besar penderita SLE memiliki
sensitivitas terhadap sinar matahari. Fenomena ini dikenal sebagai "fotosensitivitas"
atau "fotosensitivitas kulit." Pengaruh sinar matahari terhadap penderita SLE dapat
memicu atau memperburuk gejala penyakit ini. Berikut adalah beberapa dampak sinar
matahari pada penderita SLE:
1. Ruam Kulit : Paparan sinar matahari dapat menyebabkan ruam kulit yang
khas pada penderita SLE, yang disebut "ruam kupu-kupu" atau "malar rash." Ruam
ini muncul di atas pipi dan terkadang melibatkan area hidung dan dahi, membentuk
pola yang mirip dengan sayap kupu-kupu
2. Ruam Fotosensitif : Penderita SLE dapat mengalami ruam kulit lainnya
setelah terpapar sinar matahari. Ruam ini dapat muncul di area tubuh yang terpapar
sinar matahari, seperti tangan, lengan, leher, dan kaki.
3. Exacerbation (Pengemburan) Gejala : Sinar matahari dapat memicu flare-up
atau pengemburan gejala SLE, termasuk nyeri sendi, kelelahan, dan gangguan
sistemik lainnya. Ini karena paparan sinar matahari dapat merangsang sistem
kekebalan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik pada penderita SLE.
4. Peradangan Organ : Paparan sinar matahari juga dapat memicu peradangan
pada organ-organ tertentu, seperti ginjal, kulit, atau sendi, yang dapat menyebabkan
kerusakan organ.
5. Kerusakan Kulit : Jika fotosensitivitas tidak dihindari, paparan sinar
matahari berlebihan dapat menyebabkan kerusakan kulit jangka panjang, termasuk
penuaan dini dan risiko peningkatan kanker kulit.
2. Infeksi Virus
Partikel Ribonucleat Acid (RNA) virus telah ditemukan pada jaringan ikat Odapus
yang membuat reaksi respon imun abnormal. " Virus-virus yang terlibat dalam
penyebab SLE diantaranya myxoviruz, reovirus, measle, parainfluenza, mump,
Epstein-Barr, dan onco atau retroviruz jenis C.s Hal ini bisa diketahui dari adanya
partikel-partikel virus dalam jaringan lupus, dan dari beberapa catatatan yang
menunjukan bahwa mikroba bisa menyerupai zat-zat asing atau antigen yang
menyebabkan autoimun.
3. Makanan dan Minuman
Makanan dan minuman dalam kemasan, terutama minuman berjenis isotonik
yang mengandung zat pengawet, seperti Natrium Benzoat, dan Kalium Sorbet serta
8
yang mengandung kafein menyebabkan gelasa SLE. Sedangkan makanan dapat
memicu lupus adalah yang mengandung L-cavanine dan biasa terjadi pada jenis
prolong prolongan, selain itu juga makanan yang mengandung pemanis buatan
(aspartam), serta sayuran yang yang mengandungb kasiatnya
4. Obat-obatan
Obat obat dari jenis Obat-obatan dari klirozinamid, metildopa, isoniazid,
dilantin, penisilamin, kindine, hydralazine (obat hipertensi) dan procainamide ( untuk
mengobati jantung yang tidak teratur. Jika terus dikonsumsi akan membentuk antibodi
penyebab lupus.
9
BAB 3
LAPORAN KASUS
10
Data diagnosis SLE pasien :
Hasil lab Darah Lengkap
11
Tes Konfirmasi ANA positif (dsDNA)
12
Hasil Evaluasi Cairan Efusi Pleura
13
Kepala
Kepala : Bentuk normal, rambut hitam sedikit beruban
Mata : Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), PBI 3mm/3mm, RC +/+ . oedem
palpebra
Hidung: Deviasi septum nasi (-), sekret (-), darah (-), dyspneu (-)
Mulut : Mukosa kering, sianosis (-), stomatitis (-), gusi berdarah (-), faring normal,
tonsil normal
Telinga: Massa (-), sekret (-), darah (-), nyeri tarik auricula (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP flat
Thorax
Pulmo
- Inspeksi: Bentuk normochest, pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-),
jejas (-), ICS dbn
- Palpasi : Ekspansi dinding dada simetris, nyeri tekan (-), krepitasi (-), massa
(-), stem fremitus normal
- Perkusi: Sonor Sonor
SonorRhonciSonor
-
Sonor -
Sonor
- Auskultasi : - -
Vesikuler - -
Wheezing
+ + - -
+ + - -
+ + - -
Cor
- Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
- Perkusi:
Batas jantung kanan ICS 4 parasternal line Dextra
Batas jantung kiri ICS 5 midclavicular line sinistra
Batas jantung atas ICS 3 midsternal line
Pinggang jantung 3 cm dari midsternal line
- Auskultasi : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
14
Abdomen
- Inspeksi : Flat, distended (-), massa (-), jejas (-)
- Auskultasi : BU (+) normal
- Perkusi : Timpani, shifting dullness (+), nyeri ketok CVA (-)
Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
- Palpasi : Soefl, massa (-), nyeri tekan epigastrium(+), hepar lien tidak teraba
Ekstremitas
- AHKM, CRT < 2 detik
- Oedema +|+
1.3 Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap
(07/09/23)
15
(15/09/23)
16
Urine Lengkap
17
(08/09/23)
18
(14/09/23)
19
Radiologi
1.4 Diagnosis
SLE + Anemia + Acites
1.5 Planning
a. Diagnosis
- SI
- TIBC
- Serum Feritin
- Hitung eGFR
- Foto polos abdomen
b. Terapi
- MRS
- Infus PZ 1500 cc/24 jam
- Trf PRC 1 kolf/hari (2 bag)
- Inj Lasix 3x1
- Inj Ranitidin 2x1
- Inj Ondansentron 2x1
20
- Inj Metilprednisolon 3x125
- Asam folat 1x1
- Ramipril 1x2,5
c. Monitoring
- GCS
- Vital sign
- Keluhan pasien
- DL
- Edeme
- Urin output
d. Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita saat ini adalah anemia
dan lupus nefritis akibat SLE
- Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita disebabkan oleh
banyak sekali faktor, bisa genetik.
- Menjelaskan kepada pasien untuk diet rendah purin.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa jika tidak memulai mengubah gaya hidup,
penyakit ini akan dapat menyebabkan terjadinya komplikasi.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa komplikasi dari penyakit ini dapat berupa batu
ginjal dan meningkatkan risiko penyakit degeneratif.
21
1.6 Monitoring Kondisi Pasien Selama di RS
Pmx Fisik :
Kepala :
a/i/c/d +/-/-/-
Oedem palpebra
Leher : tidak ada pembesaran KGB, JVP flat
Thorax :
simetris, vesikuler +/+, rhonci -/-, wheezing -/-, S1S2
tunggal, mur-mur (-), gallop (-)
Abdomen: soepel, BU (+), Slight distended, shifting
dullness(+), Ekstremitas: ahkm, edema +/+, CRT
<2dtk
Hasil lab:
Hb 7,7
L 3,67
Hct 23,7
MCV 99,6
MCH 32,4
Plt 103
SK 2,32
Ur 64,5
OT/PT 17/10
Na 131
K 5,54
23
Hasil Lab UL :
pH 5,5
Protein (+) 4
Leukosit (+) 1
Eritrosit (+) 2
Sabtu Badan bengkak, GCS 456 SLE Venflon
09/09/23 mual berkurang, TD 110/80 Ascites Inj lasix 3x1
pusing berkurang N 80x/menit Anemia Ranitidin 2x1
S 36,6 Ondan 2x1
RR 20 Inj mp 3x125
Calos 1x1
Pmx Fisik : As folat 1x1
Kepala : Prc 1 (+)
a/i/c/d +/-/-/- ramipril 1x2,5
Oedem palpebra
Leher : tidak ada pembesaran KGB, JVP flat
Thorax :
simetris, vesikuler +/+, rhonci -/-, wheezing -/-, S1S2
tunggal, mur-mur (-), gallop (-)
Abdomen: soepel, BU (+), Slight distended, shifting
dullness(+), Ekstremitas: ahkm, edema +/+, CRT
<2dtk
24
pusing kepala N 80x/menit Anemia Ranitidin 2x1
S 36,3 Ondan 2x1
RR 20 Inj mp 3x125
Calos 1x1
Pmx Fisik : As folat 1x1
Kepala : Prc 1 (+) sudah masuk
a/i/c/d +/-/-/- ramipril 1x2,5
Oedem palpebra
Leher : tidak ada pembesaran KGB, JVP flat
Thorax :
simetris, vesikuler +/+, rhonci -/-, wheezing -/-, S1S2
tunggal, mur-mur (-), gallop (-)
Abdomen: soepel, BU (+), Slight distended, shifting
dullness(+), Ekstremitas: ahkm, edema +/+, CRT
<2dtk
25
Leher : tidak ada pembesaran KGB, JVP flat methyl prednison 1x1
Thorax :
simetris, vesikuler +/+, rhonci -/-, wheezing -/-, S1S2 NB. tranfusi albumin
tunggal, mur-mur (-), gallop (-)
Abdomen: soepel, BU (+), Slight distended, shifting
dullness(+), Ekstremitas: ahkm, edema +/-, CRT
<2dtk
26
dullness(+), Ekstremitas: ahkm, edema +/-, CRT
<2dtk
27
po :
Pmx Fisik : Calos 1x1
Kepala : As folat 1x1
a/i/c/d -/-/-/- Ramipril 1x2,5
Oedem palpebra prorenal 3x2 n
Leher : tidak ada pembesaran KGB, JVP flat abic 3x1
Thorax :
simetris, vesikuler +/+, rhonci -/-, wheezing -/-, S1S2
tunggal, mur-mur (-), gallop (-)
Abdomen: soepel, BU (+), Slight distended, shifting
dullness(-),
Ekstremitas: ahkm, edema +/-, CRT <2dtk
Hasil lab UL :
pH 6,0
Protein (+) 4
Eritrosit (+) 3
Jumat Bengkak wajah GCS 456 SLE Venflon
15/09/23 berkurang, mual – TD 110/70 Ascites Inj pantoprazole 1x1
muntah - N 86x/menit Anemia Inj. Ondan 3x1
S 36,5 Hipo Albumin inj mp 1x1
RR 20 inj lasix 1x1
po :
28
Pmx Fisik : Calos 1x1
Kepala : As folat 1x1
a/i/c/d -/-/-/- Ramipril 1x2,5
Oedem palpebra prorenal 3x2 nabic 3x1
Leher : tidak ada pembesaran KGB, JVP flat
Thorax : Tx krs:
simetris, vesikuler +/+, rhonci -/-, wheezing -/-, S1S2 prorenal 3x2
tunggal, mur-mur (-), gallop (-) nabic 3x1
Abdomen: soepel, BU (+), Shifting dullness(-), ondan 3x1
Ekstremitas: ahkm, edema +/-, CRT <2dtk ranitidin 2x1
Hasil Lab :
Hb 8,5
L 10,69
Hct 24,7
MCV 93,2
MCH 32,1
Plt 121
29
Daftar Pustaka