Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Penyakit Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit sistemik evolutif

yang mengenai satu atau beberapa organ tubuh, seperti ginjal, kulit, sel darah dan sistem

saraf, ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik

diselingi oleh periode remisi, dan karakteristik adanya autoantibodi, khusus-nya antibodi

antinuklear dan aktivasi komplemen.1-2

Penyebab terjadinya LES belum diketahui pasti. Interaksi antara faktor genetik, faktor

yang didapat dan faktor lingkungan dianggap berperan penting dalam disregulasi sistem

imun. Hasil akhirnya adalah gangguan imunitas yang ditandai oleh persistensi limfosit B dan

T yang bersifat autoreaktif. Autoantibodi yang terbentuk akan berikatan dengan autoantigen

membentuk kompleks imun yang mengendap berupa depot dalam jaringan. Akibatnya akan

terjadi aktivasi komplemen sehingga terjadi reaksi inflamasi yang menimbulkan lesi di

tempat tersebut.3

Manifestasi klinis LES sangat bervariasi dengan perjalanan penyakit yang sulit diduga

dan sering berakhir dengan kematian. Oleh karena itu LES harus dipertimbangkan sebagai

diagnosis banding bila anak mengalami demam yang tidak diketahui penyebabnya, artralgia,

anemia, nefritis, psikosis, dan fatigue. Gejala sistemik meliputi lemah, anoreksia, demam,

fatigue, dan menurunnya berat badan. Gejala di kulit dan mukosa bisa berupa ruam malar

(butterfly rash), fotosensitivitas, purpura, bercak diskoid, alopesia, fenomena Raynaud, dan

atau ulkus di mukosa. Gejala sendi sering ditemukan, bersifat simetris dan tidak

menyebabkan deformitas sendi. Poliserositis mungkin muncul dalam bentuk pleuritis dengan

efusi, peritonitis, dan atau perikarditis.3

Menegakkan diagnosis LES memerlukan konsensus hingga kini, berbagai kriteria

diagnosis klinis penyakit lupus telah diajukan akan tetapi yang paling banyak dianut adalah
kriteria menurut American College of Rheumatology (ACR). Klasifikasi LES mengacu pada

klasifikasi yang dibuat oleh American College of Rheumatology (ACR) pada tahun 1982 dan

dimodifikasi pada tahun 1997. Kriteria diagnosis pada anak berdasarkan kriteria tersebut

mempunyai sensitivitas 96% dan spesifisitas 100%. Diagnosis LES ditegakkan bila terdapat
1,3-7
paling sedikit 4 dari 11 kriteria ACR tersebut. Peningkatan nilai ANA (anti nuclear

antibody) pada pemeriksaan laboratorium mempunyai sensitivitas 95% dan spesifisitas 50%

untuk menegakkan diagnosis LES dan merupakan tes skrining yang terbaik. Sementara

pemeriksaan anti-double stranded DNA mempunyai nilai diagnostik lebih dari 75% dan

menunjukkan derajat aktivitas penyakit.3,8

Prevalensi anak LES di seluruh dunia yaitu 1,89-25,7 per 100.000 dengan insidensi

0,36-2,5 per 100.000 per tahun.4 LES lebih banyak ditemui di Eropa, Amerika, dan Asia

dibandingkan Australia dan Afrika.5 Prevalensi LES di Amerika diperkirakan 1,5 juta orang

dengan 1,8-7,6 kasus per 100.000 orang per tahun. Prevalensi LES di Indonesia belum dapat

dipastikan secara tepat karena sistem pelaporan masih berupa laporan kasus dan belum

terdapat data epidemiologi LES yang mencakup semua wilayah Indonesia.3,6

Insidens LES pada anak secara umum mengalami peningkatan, sekitar 15-17%.

Penyakit ini jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun, perempuan lebih sering terkena

dibandingkan laki-laki dan rasio tersebut juga meningkat seiring dengan pertambahan usia.

Onset LES paling sering didapatkan pada anak perempuan usia antara 9 sampai 15 tahun.

Rasio perempuan dan laki-laki adalah 2:1 sebelum pubertas dan setelah pubertas menjadi 9:1.

Insidens LES tidak diketahui secara pasti tapi bervariasi tergantung etnis dan lokasi.

Prevalensi LES antara 2,9-400/100.000.3

Tata laksana LES tergantung sistem organ yang terlibat dan beratnya penyakit serta

toksisitas diusahakan seminimal mungkin. Penatalaksanaan LES tergantung dari berat

ringannya penyakit, dan melibatkan banyak ahli (multidisipliner). Alat pemantau pengobatan
pasien LES adalah evaluasi klinis dan laboratoris yang sering untuk menyesuaikan obat dan

mengenali serta menangani aktivitas penyakit. LES adalah penyakit seumur hidup, karenanya

pemantauan harus dilakukan selamanya. Banyak obat digunakan untuk mengobati LES.

Tujuan pengobatan adalah mengontrol manifestasi penyakit, sehingga anak dapat memiliki

kualitas hidup yang baik tanpa eksaserbasi berat, sekaligus mencegah kerusakan organ serius

yang dapat menyebabkan kematian.9-10

Angka harapan hidup 5 tahun kini lebih dari 90% sedangkan angka harapan hidup 10 tahun

sekitar 85%. Penyebab kematian utama pada LES antara lain adalah infeksi, nefritis, penyakit

SSP, perdarahan paru, dan infark jantung. Infark jantung disebabkan oleh pemakaian

kortikosteroid kronis.5 Lupus eritematosus neonatal jarang berlanjut kearah LES anak.

Congenital heart block yang permanent sering membutuhkan alat pacu jantung.

Kardiomiopati kadang-kadang memerlukan transplantasi jantung.5,9

DEFINISI

Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan

adanya inflamasi tersebar luas, mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh.

Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun, sehingga

mengakibatan kerusakan jaringan.1

Lupus erythematosus (LE) terdiri dari Systemic Lupus Erythematosus (SLE)dan

Discoid Lupus Erythematosus (DLE). Berbeda dengan DLE yang hanya akan menunjukkan

manifestasi pada kulit, SLE merupakan tipe LE yang juga dapat menunjukkan manifestasi

pada organ tertentu selain pada kulit.13 Menurut para ahli reumatologi Indonesia, SLE adalah

penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen,

pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem imun, sehingga terjadi kerusakan pada

beberapa organ tubuh. Perjalanan penyakit SLE bersifat eksaserbasi yang diselingi periode
sembuh. Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda.

Beratnya penyakit SLE dapat bervariasi, mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit

yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibodi yang muncul dan

organ yang terlibat.1,2,3,6

ETIOLOGI

Etiologi utama SLE sampai saat ini belum diketahui, namun beberapa faktor

predisposisi dapat berperan dalam patogenesis terjadinya penyakit ini. Diantara beberapa

faktor predisposisi tersebut, sampai saat ini belum diketahui faktor yang paling dominan

berperan dalam timbulnya penyakit ini.2,3

Berikut ini beberapa faktor predisposisi yang berperan dalam timbulnya penyakit SLE:

1.Faktor Genetik

Berbagai gen dapat berperan dalam respon imun abnormal sehingga timbul produk

autoantibodi yang berlebihan. Kecenderungan genetik untuk menderita SLE telah

ditunjukkan oleh studi yang dilakukan pada anak kembar. Sekitar 2-5% anak kembar dizigot

berisiko menderita SLE, sementara pada kembar monozigot, risiko terjadinya SLE adalah

58%. Risiko terjadinya SLE pada individu yang memiliki saudara dengan penyakit ini adalah

20 kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi umum.1,2,3 Studi mengenai genome telah

mengidentifikasi beberapa kelompok gen yang memiliki korelasi dengan SLE. MHC (Major

Histocompatibility Complex) kelas II khususnyaHLA- DR2 (Human Leukosit Antigen-DR2),

telah dikaitkan dengan timbulnya SLE. Selain itu, kekurangan pada struktur komponen

komplemen merupakan salah satu faktor risiko tertinggi yang dapat menimbulkan SLE.

Sebanyak 90% orang dengan defisiensi C1q homozigot akan berisiko menderita SLE. Di

Kaukasia telah dilaporkan bahwa defisiensi varian S dari struktur komplemen reseptor 1,

akan berisiko lebih tinggi menderita SLE.1,2,3


2. Faktor Imunologi

Pada LE terdapat beberapa kelainan pada unsur-unsur sistem imun, yaitu :

a. Antigen

Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen Presenting

Cell) akan memperkenalkan antigen kepada sel T. Pada penderita lupus, beberapa reseptor

yang berada di permukaan sel T mengalami perubahan pada struktur maupun fungsinya

sehingga pengalihan informasi normal tidak dapat dikenali. Hal ini menyebabkan reseptor

yang telah berubah di permukaan sel T akan salah mengenali perintah dari sel T.1,2,3

b. Kelainan intrinsik sel T dan sel B

Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah sel T dan sel B akan teraktifasi

menjadi sel autoreaktif yaitu limfosit yang memiliki reseptor untuk autoantigen dan

memberikan respon autoimun. Sel T dan sel B juga akan sulit mengalami apoptosis sehingga

menyebabkan produksi imunoglobulin dan autoantibodi menjadi tidak normal.1,2,3

c. Kelainan antibodi

Ada beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada SLE, seperti substrat antibodi yang

terlalu banyak, idiotipe dikenali sebagai antigen dan memicu limfosit T untuk memproduksi

autoantibodi, sel T mempengaruhi terjadinya peningkatan produksi autoantibodi, dan

kompleks imun lebih mudah mengendap di jaringan.1,2,3

3. Faktor Hormonal

Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya LE. Beberapa studi menemukan

korelasi antara peningkatan risiko lupus dan tingkat estrogen yang tinggi. Studi lain juga

menunjukkan bahwa metabolisme estrogen yang abnormal dapat dipertimbangkan sebagai

faktor resiko terjadinya SLE.3,6,7

4.Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan dapat bertindak sebagai antigen yang bereaksi dalam tubuh dan

berperan dalam timbulnya SLE. Faktor lingkungan tersebut terdiri dari:

a. Infeksi virus dan bakteri

Agen infeksius, seperti virus dan bakteri, dapat berperan dalam timbulnya SLE. Agen

infeksius tersebut terdiri dari Epstein Barr Virus(EBV), bakteri Streptococcus dan Clebsiella.

b. Paparan sinar ultra violet

Sinar ultra violet dapat mengurangi penekanan sistem imun, sehingga terapi menjadi kurang

efektif dan penyakit SLE dapat kambuh atau bertambah berat. Hal ini menyebabkan sel pada

kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut

secara sistemik melalui peredaran pembuluh darah.3,6,7

c. Stres

Stres berat dapat memicu terjadinya SLE pada pasien yang sudah memiliki kecenderungan

akan penyakit ini. Hal ini dikarenakan respon imun tubuh akan terganggu ketika seseorang

dalam keadaan stres. Stres sendiri tidak akan mencetuskan SLE pada seseorang yang sistem

autoantibodinya tidak ada gangguan sejak awal.3,6,7

d. Obat-obatan

Obat pada pasien SLE dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan

Drug Induced Lupus Erythematosus (DILE). Jenis obat yang dapat menyebabkan DILE

diantaranya kloropromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid.3,6,7

Anda mungkin juga menyukai