Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL PENELITIAN

GAMBARAN RHEUMATOID FACTOR (RF) PADA LANJUT USIA

UMUR 55-65 TAHUN DI KLINIK MADINAH NGUNUT

TULUNGAGUNG

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan

Pendidikan Diploma III Teknologi Laboratorium Medis

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

NEVI PUSPITA LESTARI

NIM : B1R19023

PROGRAM STUDI D-III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

HUTAMA ABDI HUSADA

TULUNGAGUNG

2021

BAB 1
PENDAHULUAN
a) Latar Belakang

Seiring bertambahnya usia, fungsi fisiologis mengalami penurunan.

Masalah degeneratif dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan

terkena infeksi penyakit. Masalah yang sering dijumpai pada lansia sangat

beragam, hal ini dikarenakan menurunnya fungsi tubuh dan terganggunya

psikologis pada lansia. Masalah yang sering terjadi pada lanjut usia salah

satunya nyeri pada persendian. Rheumatoid arthritis (RA) merupakan salah

satu radang sendi yang dialami lansia (Aspiani, 2014).

Rheumatoid arthritis (RA) adalah peradangan kronis, autoimun,

sistemik, penyakit progresif tanpa diketahui etiologi yang menyebabkan

kerusakan progresif pada muskuloskeletal sistem, yang melibatkan sendi

kecil dan besar dan terkemuka untuk rasa sakit, kelainan bentuk dan

bahkan tulang dan tulang rawan yang tidak dapat dipulihkan

penghancuran. Menurut (World Health Organization (WHO)2016)

Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan salah satu penyakit autoimun yang

paling umum di masyarakat, berupa inflamasi arthritis pada pasien dewasa

(Singh et al., 2015) Gejala klinis Rheumatoid Arthritis (RA) bervariasi

pada setiap orang, diantaranya yaitu sendi kaku di pagi hari ,

pembengkakan dan nyeri sendi, terdapat nodul (benjolan), penumpukan

cairan terutama pada pergelangan kaki, dan gejala seperti flu (Salma,

2014).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Nasional (RisKesDas

Nasional) tahun 2018 proporsi tingkat ketergantungan lansia usia 60 tahun

ke atas dengan penyakit Rheumatid Arthritis (RA) di Indonesia sebanyak

67,4% lansia mandiri, 28,4% lansia ketergantungan ringan, 1,5% lansia

ketergantungan sedang, 1,1% lansia ketergantungan berat, dan 1,5% lansia

ketergantungan total. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Jawa Timur

(RisKesDasJatim) tahun 2018 lansia usia 55-64 tahun dengan penyakit

sendi di Jawa Timur sebanyak 12,84%. Pravalensi penyakit sendi

berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk di kabupaten Tulungagung

adalah 5,03%

Proses peradangan karena proses autoimun pada Rheumatoid

Arhtritis (RA). ditunjukkan dari pemeriksaan laboratorium dengan adanya

RF (Rheumatoid Factor) dan antiCCP dalam darah. RF adalah antibodi

terhadap komponen Fc dari IgG. Jadi terdapat pembentukan antibodi

terhadap antibodi dirinya sendiri, akibat paparan antigen luar,

kemungkinan virus atau bakteri. RF didapatkan pada 75 sampai 80%

penderita RA, yang dikatakan sebagai seropositive. AntiCCP didapatkan

pada hampir 2/3 kasus dengan spesifisitasnya yang tinggi (95%) dan

terutama terdapat pada stadium awal penyakit. Pada saat ini RF dan anti-

CCP merupakan sarana diagnostik penting RA dan mencerminkan

progresifitas penyakit (Anisa,2019) Rheumatoid Factor (RF) merupakan

immunoglobulin yang bereaksi dengan molekul IgG. Pada serum penderita

juga mengandung IgG, sehingga RF merupakan autoantibodi. RF terdapat


beberapa IgG atau IgA namun sebagian besar adalah IgM. (Sihotang,

2013).

Sampai sekarang penyebab RA masih belum jelas, tetapi ada factor

predisposisinya yaitu mekanisme imunitas (antigen-antibodi), ada juga

factor keturunan, faktor lingkungan, metabolik,infeksi virus yang dapat

menyebabkan timbulnya keluhan sendi ini. (Chabib. L.dkk., 2016)

Uji skrining terhadap pemeriksaan rheumatoid faktor dapat

dilakukan dengan metode aglutinasi dimana serum dicampurkan

dengan partikel lateks yang dilapisi oleh antibodi IgG manusia. Jika

serum mengandung faktor rheumatoid ,larutan lateks tersebut akan

membentuk gumpalan atau aglutinasi sehingga sampel serum yang

diperiksa mengandung rheumatoid faktor (RF), maka akan terbentuk

aglutinasi (Aletaha D, dkk. 2010)

Prinsip pemeriksaan Rheumatoid Factor (RF) adalah reagen RH

mengandung partikel latex yang dilapisi oleh gamma globulin manusia.

Ketika reagen dicampur dengan serum yang mengandung RF pada level

yang lebih besar dari 8,0 IU /ml, maka pada partikel akan terjadi

aglutinasi. Hal ini menunjukan reaksi positif pada sampel terhadap RF

(Harti,2012)

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Gambaran Rheumatoid Factor (RF) Pada Lanjut Usia

Umur 55-65 tahun Di Klinik Madinah Ngunut Tulungagung

b) Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan

masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana Gambaran Rheumatoid

Factor (RF) Pada Lanjut Usia Umu 55-65 Tahun Di Klinik Madinah

Ngunut?

c) Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Rheumatoid Factor

(RF) pada lanjut usia umur 55-65 Tahun Di Klinik Madinah Ngunut

2. Tujuan Khusus

Mengidentifikasi jumlah lanjut usia umur 55-65 tahun yang menderita

Rheumatoid arthritis di Klinik madinah tahun 2022

d) Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai Gambaran

Rheumatoid Factor (RF) Pada Lanjut usia Umur 55-65 Tahun Di Klinik

Madinah Ngunut

2. Bagi Masyarakat

Memberikan manfaat kepada masyarakat akan pentingnya pemeriksaan

darah rutin khususnya rheumatoid factor sehingga dapat menghindari

terjadinya rheumatoid arthritis yang membahayakan bagi masyarakat.

3. Bagi Institusi

Dapat menambah pustaka bagi Jurusan Analis Kesehatan STIKES Hutama

Abdi Husada Tulunggagung sehingga dapat menambah wawasan


pengetahuan mengenai Gambaran Rheumatoid Factor (RF) Pada Lansia

usia Umur 55-65 Tahun Di Klinik Madinah Ngunut

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. USIA

1. Definisi Lansia

Lansia merupakan seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun,pada

usia lansia secara normal tubuh akan mengalami beberapa kemunduran

baik fungsi fisiologis,psikologis maupun fisik. (Dahroni et al,2019)

Penurunan kemampuan fisiologis tersebut dapat menyebabkan mereka

tidak mampu diberikan tugas-tugas dan tanggung jawab yang berat dan

beresiko tinggi. Pada usia lanjut daya tahan fisik sudah mengalami

kemunduran fungsi sehingga mudah diserang berbagai jenis

penyakit,masalah yang terjadi disebabkan oleh imunitas dan kekuatan

fisik ikut melemah begitu juga dengan kemampuan tubuh dalam

menangkal serangan penyakit yang semakin melemah, sehingga lebih

sering mengalami masalah kesehatan. (Siregar,2018)

Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan

manusia. Menjadi tua adalah proses alamiah, yang berarti seseorang

telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua.

Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis.


Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya

kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut

memutih, gigi mulai ompong, pendengaran mulai kurang jelas,

penglihatan mulai memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang

tidak proporsional.(Marnis,2018)

2. Batasan Lanjut Usia

Menurut (Pratiwi,2017) lansia dapat digolongkan menjadi empat

kategori yaitu:

a. Pertengahan midle age) : batas usia 45-59 tahun

b. Lansia (eldeny) : batas usia 60-75 tahun

c. Lansia tua (old) : batas usia 75-90 tahun

d. Sangat tua (very old) : usia lebih dari 90 tahun

Kategori umur menurut Depkes RI (2009) membagi lanjut usia

berdasarkan batasan umur menjadi 3 yaitu:

a. masa lansia awal :46- 55 tahun

b. masa lansia akhir :56 – 65 tahun

c. masa manula :65 – sampai atas

3. Perkembangan Lansia

Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan

manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir

kehidupan. Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.

Semua orang akan mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan).

Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada

masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial


sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-

hari lagi (tahap penurunan). Penuaan merupakan perubahan kumulatif

pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang

mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan

dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung,

pembuluh darah, paruparu, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan

kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap

berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang

dewasa lain. Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat

berbagai perbedaan teori, namun para ahli pada umumnya sepakat

bahwa proses ini lebih banyak ditemukan pada faktor genetik.

(Fictoria,2018)

4. Masalah yang terjadi pada lansia

Masalah yang terjadi pada lansia menurut (Afnuhazi,2019) adalah :

a. Perilaku

Perubahan perilaku yang sering dialami oleh lansia adalah

kemampuan ingatan yang mengalami kemunduran fungsi,

memiliki kecenderungan penurunan merawat diri, serta terkadang

usia yang sudah lanjut memiliki kecenderungan sensitifitas

emosional, baik pada dirinya sendiri dan orang lain yang dapat

menimbulkan banyak masalah.

b. Perubahan psikososial

Perubahan psikososial ini sering mengarah tentang sikap lansia

yang menyesuaikan diri antara bekerja pada masa muda dengan


menikmati masa pensiun pada masa tua, mereka akan berasumsi

bahwa mereka tidak lagi menjalin hubungan yang dekat dengan

lingkungan serta kerabat.

c. Pengurangan aktifitas fisik

Seiring bertambahnya usia maka akan terjadi penurunan aktifitas

fisik yang dapat dilakukan, sehingga cenderung ketergantungan

kepada orang lain.

d. Kesehatan mental

Lansia yang mempunyai masalah penurunan fungsi psikomotor

dan kognitif akan mengalami perubahan kesehatan mental yang

berkaitan dengan perubahan fisik yang berpengaruh terhadap

interaksi dengan lingkunganya.

B. Rheumatoid Arhthritis

1. Definisi Rheumatoid Arthritis

Kata arthritis berasal dari bahasa yunani,”arthon” yang berasal dari

sendi, dan “itis” yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis

berarti radang ada sendi. Sedangkan Rheumatoid Athritis adalah suatu

penyakit autoimun dimana persendian (biasanya tangan dan kaki)

mengalami peradangan, nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan

pada bagian dalam sendi. (Febriana,2015)


Arthritis Rheumatoid adalah peradangan sendi kronis yang

disebabkan oleh gangguan autoimun. Gangguan autoimun terjadi

ketika sistem kekebalan tubuh yang berfungsi sebagai pertahanan

terhadap penyusup seperti, bakteri , virus dan jamur, keliru menyerang

sel dan jaringan tubuh sendiri. Pada penyakit Rematik, sistem imun

gagal membedakan jaringan sendiri dengan benda asing, sehingga

menyerang jaringan tubuh sendiri, khususnya jaringan sinovium yaitu

selaput tipis yang melapisi sendi. Hasilnya dapat mengakibatkan sendi

bengkak, rusak, nyeri, meradang, kehilangan fungsi bahkan cacat.

(Marnis, 2018)

Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan

dan banyak mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi

dampak sosial dan ekonomi yang besar. Diagnosis dini sering

menghadapi kendala karena pada masa dini sering belum didapatkan

gambaran karakteristik yang baru akan berkembang berjalanya waktu

dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan. (Febriana,

2015)

2. Factor Resiko

Factor yang dapat meningkatkan resiko Rheumatoid Arthritis (RA)

adalah :

1. Jenis kelamin

Wanita mengalami Rheumatoid Arthritis 2 sampai 3 kali lebih

sering dari pria, hal ini diduga berkaitan dengan faktor hormonal

seperti estrogen dan progesteron. Karena ketika wanita mendekati


masa menopause, akan mengalami penurunan fungsi ovarium

secara alami. Sebagian orang akan mengalami gangguan yang

dapat memperburuk rematik ringan yang dideritanya sehingga

gejala yang dirasakan bertambah buruk. Selain itu, kondisi rematik

yang ringan akan menjadi lebih aktif. Osteoporosis atau penyakit

keropos tulang merupakan jenis rematik yang lebih banyak

mengenai wanita yang telah menopause. Kurangnya hormon

estrogen setelah menopause akan memperburuk masa tulang yang

sudah berkurang karena usia. Wanita yang belum menopause, tidak

terserang rematik gout karena masih memiliki cukup hormone

estrogen yang membantu mengeluarkan asam urat dari darah ke

urin.

2. Usia

Tidak semua jenis rematik dipengaruhi oleh proses ketuaan (proses

degenerative). Ada juga rematik yang menyerang anak-anak dan

usia muda,

seperti juvenile rheumatoid artritis yang menyerang usia 4-15

tahun dan systemic lupus erythematosus (SLE) pada wanita muda.

Jenis rematik yang diduga dipengaruhi oleh proses degenerative

atau ketuaan adalah osteoarthritis atau pengapuran karena lebih

banyak menyerang usia di atas 50 tahun. Rheumatoid Arthritis

dapat terjadi pula pada usia berapapun, namun paling sering

dimulai antara usia 40-60 tahun.

3. Riwayat keluarga atau Genetik


Factor genetic atau keturunan hanya berpengaruh pada beberapa

jenis rematik tertentu, tidak pada semua jenis rematik.Jika anggota

keluarga menderita Rheumatoid Arthritis, anggota keluarga lainnya

mungkin memiliki peningkatan resiko penyakit ini.

4. Merokok

Merokok meningkatkan resiko Rheumatoid Arthritis, terutama jika

memiliki genetik untuk mengembangkan penyakit ini.

5. Obesitas

Orang yang kelebihan berat badan atau obesitas beresiko tinggi

Rheumatoid Arthritis, terutama pada wanita yang didiagnosis

menderita penyakit saat berusia 55 tahun atau lebih muda (Budhy,

2017)

Tingginya angka kejadian Rheumatoid Arthritis dipengaruhi oleh

banyak faktor yaitu usia, jenis kelamin, genetik, hormon dan

kebiasaan. Walaupun demikian samapai sekarang masih belum

diketahui secara pasti penyebab penyakit Rheumatoid Arthritis

(Bawamenewi, 2018)

3. Gejala Rheumatoid Arthritis (RA)

Pada awal penyakit Rheumatoid Arthritis (RA) sering terlambat

ditegakkan diagnosisnya karena hampir tidak bergejala. (IRA, 2016)

Pada setiap orang gejala yang dirasakan berbeda-beda, berikut adalah

gejala umum yang dirasakan :


1. Kekakuan pada seputar sendi yang berlangsung sekitar 30-60 menit

di pagi hari.

2. Bengkak pada tiga sendi atau lebih pada saat yang bersamaan.

3. Bengkak dan nyeri,umumnya pada sendi sendi tangan, jari, kaki,

bahu, lutut, pinggang, punggung dan sekitar leher.

4. Bengkak dan nyeri, umumnya terjadi dengan pola yang simetris

(nyeri pada sendi yang sama di kedua sisi tubuh) dan umumnya

menyerang sendi di pergelangan tangan.(Wiarto, 2019)

Ga

mbar 1. Perbandingan sendi yang normal dan yang terkena Rheumatoid Arthritis

4. Jenis – Jenis Rematik

Ditinjau dari lokasi patologis maka jenis rematik tersebut dapat

dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu rematik Artikular dan

rematik Non Artikular. Rematik Artikular atau arthiritis (radang sendi)

merupakan gangguan rematik yang berada pada persendian


diantaranya meliputi arthritis rheumatoid, osteoarthritis dan gout

arthritis. Rematik non articular atau ekstra articular adalah gangguan

rematik yang disebabkan oleh proses diluar persendian diantaranya

bursitis, fibrositis, dan sciatica. (Ayu, 2020)

Rematik dikelompokkan dalam beberapa golongan yaitu :

a. Osteoartritis.

Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi

yang berkembang lambat dan berhubungan dengan lanjut usia.

Secara klinis ditandai dengan nyeri, deformitasi, pembesaran sendi,

dan hambatan gerak pada sendisendi tangan dan sendi besar yang

menanggung beban.

b. Arthritis Rematoid (RA)

Arthritis Rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronis

dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan

seluruh organ tubuh.

Terlibatnya sendi pada pasien arthritis rematoid terjadi setelah

penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat

progresifitasnya. Pasien dapat juga menunjukkan gejala berupa

kelemahan umum cepat lelah

c. Olimialgia Reumatik.

Merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri dan

kekakuan terutama mengenai otot ekstremitas proksimal, leher,


bahu dan panggul. Terutama mengenai usia pertengahan atau usia

lanjut sekitar 50 tahun ke atas.

d. Arthritis Gout (Pirai).

Arthritis Gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai

gambaran khusus, yaitu arthritis akut. Arthritis gout lebih banyak

terdapat pada pria daripada wanita. Pada pria sering mengenai usia

pertengahan, sedangkan pada wanita biasanya mendekati masa

menopause.(Wiarto, 2019)

5. Patofisiologi

Rheumatoid Arthritis diakibatkan oleh reaksi autoimun dalam

jaringan sinovial yang melibatkan proses fagositosis. Dalam

prosesnya, dihasilkan ensim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut

selanjutnya akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi

membran sinovial dan akhirnya terjadi pembentukan pannus. Pannus

akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang.

Akibatnya akan menghilangnya permukaan sendi yang akan

mengganggu gerak sendi. Otot yang merasakan nyeri akibat serabut

otot mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya

kemampuan elastisitas pada otot dan kekuatan kontraksi otot. (Chabib

dkk, 2016)

6. Autoimunitas
Autoimunitas adalah suatu fenomena dimana terjadinya kegagalan

mekanisme yang menyebabkan limfosit tidak mampu membedakan

self dan non self sehingga sistem imun merusak sel dan jaringan

sendiri (Rahfiludin, 2016)

Pencetus penyakit autoimun menurut para ahli yaitu factor

lingkungan (enviroment factor), faktor genetik dan factor imunitas.

Biasanya penyakit diturunkan dari ibu ke anak, meskipun jenis tidak

selalu sama (Waluyo, 2015)

Pada penyakit Rheumatoid arhritis, nfeksi terjadi pada persendian.

Sel-sel yang mengalami inflamasi akan menyebabkan antibody masuk

kedalam rongga sinovial. Sel Tersebut melepaskan enzim lisosomal

yang berakibat merusak bagian Fc pada IgG sehingga terbentuk

determinan antigenik (neoantigen). Sebagai respon terhadap

neoantigen maka dibentuk antibody dari IgG dan IgM. Antibody ini

disebut Rheumatoid Factor (Zarina, 2016)

7. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan fisik

Diagnosis ditegakkan melalui gejala dan pemeriksaan fisik

oleh dokter, seperti rasa panas, bengkak, dan nyeri pada sendi yang

terlibat, pemeriksaan fisik berguna untuk memeriksa refleks dan

kekuatan otot. (Budhy, 2017)

b. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk

menegakan diagnosis Rheumatoid Arhritis antara lain :


1. Pemeriksaan darah :

a) Rheumatoid Factor (RF) : adalah antibody yang

terdapat didalam darah beberapa penderita arhritis

rheumatoid. Factor rheumatoid bukan sebagai penyebab

penyakit,tetapi digunakan sebagai penilai/indikator.

b) CRP kuantitaf dan LED digunakan untuk melihat

adanya inflamasi (Kalim, dkk, 2019)

c) Anti-CCP( Anti cyclic citrullinated peptide) : Biasanya

digunakan dalam diagnosis dini dan penanganan

Rheumatoid arhritis dengan spesifitas 95-98% dan

sensitivitas 70% namun hubungan antara anti-CCP

terhadap penyakit tidak konsisten. (Maseni, 2018)

2. Pemeriksaan cairan sinovial

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan cairan

sendi dibawah mikroskop untuk melihat adanya peradangan

atau infeksi bakteri.

3. Pemeriksaan sinar X pada sendi

Sinar X atau foto rotgen selalu diperhatan untuk

mediagnosis rematik. Sinar X digunakan untuk melihat

kelainan pada sendi dan tulang secara jelas.

4. MRI dan CT scan

Pemeriksaan MRI ( Magnetic Resonace Imaging) dan CT

scan(Computed Tomograpy) yang dapat menggambarkan

anatomi tubuh sehingga daat mendeteksi kelainan dan


ketidaknormalan organ dan jaringn tubuh secara terperinci,

Diagnostik lainya adalah anthrograpi, biopsi dan

arthroskopi. (Bawamenewi, 2018)

8. Rheumatoid Factor (RF)

Rheumatoid factor (RF) adalah immunoglobulin yang bereaksi

dengan molekul IgG ditunjukan untk mendiagnosa dan memantau

rheumatoid arhritis. Sekitar 80-85% penderita rheumatoid arhritis

mempunyai antibody yang dikenal dengan Rheumatoid factor dalam

serumnya dan menunjukan RF positif (Barus, 2019)

Prinsip pemeriksaan Rhematoid factor adalah reagen RF

mengandung partikel latex yang dilapisi oleh gamma globulin

dicampur dengan serum yang mengandung RF pada level yang

lebih besar dari 8,0 IU/ml, maka pada partikel akan terjadi

aglutinasi. Hal ini menunjukan reaksi positif pada sampel terhadap

RF (Barus, 2019)

Sebenarnya tes Rheumatoid factor (RF) tidak spesifik untuk

Rheumatoid Arhritis (RA), karena :

a. Rheumatoid factor (RF) mungkin meningkat dalam kondisi

tertentu selain Rheumatoid Arthritis (RA)

b. Sekitar 25% pasien dengan uji Rheumatoid arthritis (RA)

negatif untuk Rheumatoid factor (RF)


c. Kira-kira 5% dari orang-orang dengan tes Rheumatoid Arthritis

(RA) positif untuk Rheumatoid factor (RF). (Antari, 2017)

9. Hubungan Rheumatoid Arthritis Dengan Lansia

Sifat penyakit dapat dimulai secara perlahan-lahan, seringkali

tanpa tanda-tanda ataupun keluhan ringan dan baru diketahui sesudah

keadaanya parah. Sifat penyakit lanjut usia biasanya progresif. Lansia

rentan terserang penyakit karena daya tahan tubuhnya yang menurun.

Dengan bertambahnya usia, fungsi fisiologisnya juga mengalami

penurunan akibat adanya penurunan akibat proses penuaan sehingga

penyakit tidak menular banyak muncul pada lanjut usia. Salah satu

penyakit terbanyak pada usia lanjut adalah arhritis.(Infodatin, 2016)

Dikarenakan reumatoid artritis merupakan penyakit autoimun,

maka penyakit ini akan terus ada pada penderitanya. Prinsipnya,

penyakit autoimun apapun perlu dikontrol untuk meningkatkan

kualitas hidup yang lebih baik. Untuk mengontrolnya perlu

memperhatikan pola hidup, diet, dan obat-obatan yang dikonsumsi

(Marisza Cardoba Foundation, 2017)

10. Peta Konsep

Populasi :
Lansia usia 55-65 tahun

Sampel :
Serum
Pemerikaan :
Rheumatoid Factor

Kualitatif

Positif Negatif

Anda mungkin juga menyukai