Anda di halaman 1dari 7

BAB V

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Penelitian

Pada bagian pembahasan peneliti akan mendeskripsikan karakteristik

responden berdasarkan hasil analisis univariat pada penelitian yang telah

dilakukan sebagai berikut:

1. Karakteristik Umur Responden yang Menderita Artritis Rheumatoid di


Puskesmas Kampar tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa penderita

artritis rheumatoid di wilayah kerja Puskesmas Air Tiris sebagian besar

berumur 40-59 tahun sebanyak 56 responden (50,9%).

Rheumatoid arthritis ialah penyakit radang kronis yang

mempengaruhi sinovium, tulang rawan, dan tulang. Pada artritis

reumatoid, terjadi ketidakseimbangan antara aktivitas pro-inflamasi dan

anti-inflamasi, yang menyebabkan induksi autoimunitas, peradangan

kronis, dan akhirnya kerusakan sendi, penyakit kekebalan tubuh. Penyakit

ini ditandai dengan peradangan pada lapisan sinovium sendi. Dapat

menyebabkan kerusakan sendi jangka panjang, nyeri terus-menerus,

kehilangan fungsi dan kecacatan (JA et al., 2012).

Menurut Muttaqin dalam Siregar (2016) artritis rheumatoid yaitu

inflamasi kronis yang sering ditemukan pada sendi. Insiden tersebut

mengalami puncaknya pada rentang usia 40-46 tahun. Sebagaian besar

responden tersebut masuk dalam kategori usia produktif. Usia produktif ini
merupakan usia yang sangat baik untuk bekerja. Responden dapat

melakukan pekerjaan melebihi waktu yang biasa dilakukan oleh orang pada

umumnya untuk bekerja. Pada usia tersebut organ tubuh masih berfungsi

dengan optimal, sehingga pekerjaan dengan mudah dapat dilakukan.

Hasil penelitian ini sejalan hasil penelitian Yofrinal Siregar (2016)

yang menyimpulkan bahwa sebagian besar penderita artritis rheumatoid

terjadi pada responden yang berusia 45-50 tahun sebanyak 35 orang

(57,37%). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hardiansa Timori et al

(2014) menunjukkan bahwa sebagian besar penderita artritis rheumatoid

terjadi dalam kelompok umur 47-53 tahun sebanyak 25 orang (32,1%).

Hasil penelitian tersebut didukung oleh teori dari Ni Putu Sumartini dan

Olwin Nainggolan bahwa pada umumnya penderita artritis rheumatoid

dimulai dari umur 40 tahun ke atas.

2. Karakteristik Jenis Kelamin Responden yang Menderita Artritis


Rheumatoid di Puskesmas Kampar tahun 2022

Penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas jenis kelamin dari

penderita Artritis Rheumatoid di wilayah kerja Puskesmas Air Tiris berjenis

kelamin perempuan sebanyak 62 responden (56,4%). Penyakit Artritis

Rheumatoid ini dapat menyerang siapapun di seluruh dunia ini dari berbagai

suku bangsa. Menurut Price dalam Diana (2018), artritis rheumatoid 2,5

kali lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Insiden ini

dapat meningkat dengan adanya pertambahan usia, terutama pada

perempuan.
Ini menunjukkan bahwa wanita berisiko lebih tinggi terkena

rheumatoid arthritis, karena sistem hormonal mereka dapat memengaruhi

penyakit persendian. Hormon estrogen memainkan peran mendasar dalam

penyakit autoimun. Penyakit autoimun adalah penyakit yang disebabkan

oleh kelainan pada sistem kekebalan tubuh. Sistem ini salah mengenali

jaringan tubuh sendiri, dan jaringan itu malah diserang oleh sistem

kekebalan tubuh. Contoh penyakit ini adalah rheumatoid arthritis dan lupus.

Pada rheumatoid arthritis, rasio wanita dan pria adalah 4:1. Artinya ada

empat wanita yang menderita rheumatoid arthritis dan hanya satu pria yang

menderita rheumatoid arthritis.

Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Septian Yudo Pradana (2018) yang menyatakan bahwa rheumatoid arthritis

lebih banyak terjadi pada wanita, dengan 60% peserta penelitian rheumatoid

arthritis adalah wanita. Insiden rheumatoid arthritis biasanya dua sampai

tiga kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria. Prevalensi

rheumatoid arthritis diperkirakan 4% pada wanita dan 3% pada pria. Wanita

dengan hormon estrogen lebih mungkin terkena rheumatoid arthritis

dibandingkan pria. Hormon estrogen juga berperan penting dalam menjaga

kepadatan tulang. Kekurangan hormon estrogen menyebabkan lebih banyak

kerusakan tulang daripada pembentukan tulang. Situasi ini mempercepat

dan memperburuk rheumatoid arthritis

.
Hormon estrogen dapat menyebabkan penurunan imunitas, sehingga

sistem imun yang seharusnya normal menjadi tidak normal. Autoimunitas

sendiri adalah kondisi dimana sistem imun secara keliru mengenali jaringan

tubuh sendiri dan malah menyerangnya. Membuat persendian Anda

merespons peradangan seperti pembengkakan, kemerahan, panas, dan nyeri.

Banyaknya sel yang terlibat juga menyebabkan demam dan kesulitan dalam

pergerakan sendi. Oleh karena itu, diharapkan para wanita menerapkan gaya

hidup yang benar-benar sehat dan menjauhi polutan untuk mengurangi

risikonya (Mariza, 2018).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yofrinal Siregar

(2016) yang menyimpulkan bahwa sebagian besar responden berjenis

kelamin wanita sebanyak 40 responden (65,58%) menderita artritis

rheumatoid. Penelitian Alena Susarti dan Muhammad Romadhon (2019)

menyimpulkan hal yang sama bahwasannya sebagaian besar responden

berjenis kelamin wanura sebanyak 43 responden (59,7%) menderita artritis

rheumatoid.

3. Karakteristik Pendidikan Responden yang Menderita Artritis


Rheumatoid di Puskesmas Kampar tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa penderita

artritis rheumatoid di wilayah kerja Puskesmas Air Tiris sebagian besar

berada pada jenjang pendidikan SMA sebanyak 36 responden (32,7%).


Penelitian Umayah (2016) bahwa persentase yang telah menempuh

pendidikan lanjut sebagian besar tidak patuh terhadap prosedur pengobatan.

Faktor pendidikan sangat berpengaruh terhadap pemahaman tentang

penyakit rheumatoid arthritis karena pendidikan yang cukup akan lebih

mudah mengidentifikasi stressor dan mempengaruhi kesadaran dan

pemahaman tentang stimulus (Andesty, 2018). Hal tersebut dapat terjadi

karena tingkat pendidikan mampu mempengaruhi kontrol penyebab

rheumatoid arthritis, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka

akan berpengaruh pada tingkat pengetahuan tentang kesehatan, yang mana

seseorang dengan tingkat pengetahuan yang tinggi dapat menjaga

kesehatannya. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh responden akan

mempengaruhi responden untuk memahami mengenai penyakitnya dalam

perawatan dan pengelolaan kesehatan dirinya (Ningrum, 2018).

Hasil penelitian ini sejalan hasil penelitian Sibarani et al. (2020),

yang menyimpulkan bahwa sebagian besar penderita artritis rheumatoid

terjadi pada responden dengan tingkat pendidikan SMA sebanyak 26 orang

(52%).

4. Karakteristik Pekerjaan Responden yang Menderita Artritis


Rheumatoid di Puskesmas Kampar tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa penderita

artritis rheumatoid di wilayah kerja Puskesmas Air Tiris sebagian besar

seorang yang bekerja sebanyak 76 responden (69,1%)


Semakin lama masa kerja seseorang maka semakin besar pula

kemungkinan mengalami gangguan kesehatan berupa artritis reumatoid.

Masa kerja seseorang menentukan tingkat pengalaman dalam menguasai

pekerjaannya. Pernyataan tersebut didukung dengan teori yang dilakukan

oleh Lestari dan Utomo (2007) bahwa pekerja dengan pengalaman akan

lebih berhati-hati, sehingga kemungkinan terpajan bahan iritan maupun

alergen lebih sedikit. Berlaku sebaliknya pada pekerja dengan lama bekerja

lebih dari 2 tahun dapat dimungkinkan telah memiliki resistensi terhadap

bahan iritan maupun alergen. Untuk itu pekerja dengan masa kerja lebih dari

2 tahun lebih sedikit yang mengalami dermatitis kontak. Masa kerja terkait

dengan nyeri pada sendi-sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering menjadi

manifestasi klinis tetap, meskipun sendi-sendi ini mungkin berupa gejala

asimptomatik setelah bertahun-tahun dari onset terjadinya.

Pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau aktivitas seseorang untuk

memperoleh penghasilan untuk digunakan kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Petani merupakan seseorang yang bekerja di lahan pertanian dengan cara

melakukan pengolahan tanah. Pekerjaan sebagai buruh, petani, nelayan dan

lainnya mempunyai risiko rematik dua kali dibandingkan dengan respon

yang bekerja dengan pikiran. (Syariah, 2020). Pekerjaan sebagai petani

dapat menimbulkan nyeri di persendian, perkerja tani sering mengelukan

nyeri punggung dan sendi dikarenakan berbagai sebab antara lain, umur,

dan posisi kerja. Petani menghabiskan waktu disawah untuk bercocok tanam

seperti menanam dan mencangkul. Seiring bertambahnya umur, dan


lamanya bekerja serta posisi kerja pada petani akan beresiko lebih besar

mengalami nyeri (Ernawati, 2015).

Hasil penelitian ini sejalan hasil penelitian Fauzi (2018), yang

menyimpulkan bahwa sebagian besar penderita artritis rheumatoid terjadi

pada responden yang bekerja sebanyak 52 orang (82,5%) dan penelitian

yang dilakukan oleh Fariz Alqomar Zailani Wahid et al (2021) bahwa

sebagian besar penderita artritis rheumatoid terjadi pada responden yang

bekerja sebanyak 29 orang (72,5%)

Anda mungkin juga menyukai