“REMATIK”
OLEH:
KELOMPOK VII
KELAS SWAMEDIKASI B
BULKIS N014202069
ISRANINGSIH N014202
PENDAHULUAN
Insiden puncak adalah antara usia 40-60 tahun. Penyakit ini menyerang orang-
sehingga peranan swamedikasi merupakan hal yang tidak boleh diabaikan saat ini
biaya pengobatan ke dokter, tidak cukupnya waktu yang dimiliki untuk berobat,
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, 35,2% rumah tangga menyimpan obat untuk
untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri (WHO, 1997).
influenza, sakit maag, kecacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain (Depkes RI,
2006).
penggunaan obat tepat dan rasional, penggunaan obat bebas secara berlebihan,
serta kurangnya pemahaman tentang cara menyimpan dan membuang obat dengan
informasi yang memadai tentang penggunaan obat (Kemenkes RI, 2015). Oleh
karena itu, sebagai pelaku selfmedication harus mampu mengetahui jenis obat
yang diperlukan, kegunaan dari tiap obat, menggunakan obat dengan benar (cara,
aturan pakai, lama pemakaian), mengetahui efek samping obat yang digunakan
dan siapa yang tidak boleh menggunakan obat tersebut (Depkes RI, 2008).
penyakit pada rematik atau arthritis rheumatoid, dimana penyakit rematik ini
Peranan apoteker sebagai pelaku self medication menjadi sangat penting dalam
memberikan swamedikasi tersebut dan dilakukan dengan benar dan rasional, serta
TINJAUAN PUSTAKA
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti
sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang
Osteoarthritis (OA)
yang melindungi ujung tulang mulai rusak, disertai perubahan reaktif pada tepi
sendi dan tulang subkhondral yang menimbulkan rasa sakit dan hilangnya
kemampuan gerak.
Arthritis jenis ini lebih sering menyerang laki-laki. Biasanya sebagai akibat
dari kerusakan sistem kimia tubuh. Kondisi ini paling sering menyerang sendi
kecil, terutama ibu jari kaki. Arthritis gout hampir selalu dapat dikendalikan
Reumatik
dalam sendi. Penyakit autoimun adalah penyakit yang terjadi ketika jaringan-
jaringan tubuh diserang oleh sistem imunnya sendiri yang keliru (Gordon, 2002).
memiliki etiologi yang belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang
(Dipiro).
Penyakit Artritis Reumatoid muncul lebih sering pada wanita daripada pria
yang terutama terjadi pada orangtua (dewasa). Tingkat prevalensi yang dilaporkan
pada tahun 2002 berkisar antara 0,5% sampai 1% dari populasi orang dewasa di
Menurut Arthritis Foundation (2015), sebanyak 22% atau lebih dari 5 juta
orang dewasa di Amerika Serikat berusia 18 tahun atau lebih didiagnosa artritis.
Dari data tersebut sekitar 3% atau 1,5 juta orang dewasa mengalami Artritis
reumatoid (Chabib, 2016). Angka kejadian rheumatoid arthritis pada tahun 2016
yang disampaikan oleh WHO adalah mencapai 20% dari penduduk dunia, 5-10%
adalah mereka yang berusia 5-20 tahun dan 20% adalah mereka yang berusia 55
II.3 Etiologi
infeksi virus.
II.4 Patofisiologi
sitokin yang merangsang aktivasi lebih lanjut dari proses inflamasi dan menarik
sel ke area inflamasi. Adapun Sel B yang teraktivasi menghasilkan sel plasma,
kronis pada jaringan sinovial yang melapisi kapsul sendi menyebabkan proliferasi
permukaan tulang, menghasilkan erosi tulang dan tulang rawan dan menyebabkan
kerusakan sendi. Hasil akhir mungkin berupa hilangnya ruang sendi dan gerakan
sendi, fusi tulang (ankilosis), subluksasi sendi, kontraktur tendon, dan deformitas
kronis (dipiro).
Manifestasi klinik atau tanda dan gejala yang terjadi dari penyakit Artritis
1. Nyeri umumnya simetris (nyeri pada sendi yang sama di kedua sisi tubuh) dan
bengkak pada sendi yang dapat berlangsung dalam waktu terus-menerus dan
sendi pergelangan tangan, jari, kaki, bahu, lutut, pinggang/pinggul, dan sekitar
leher.
2. Persendian teraba hangat, bengkak, kemerahan dan kaku pada pagi hari
sepertiga orang dewasa penderita artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering
dari deformitas ini adalah sendi siku atau di sepanjang permukaan ekstensor
dari lengan, walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada
sendi dan kecacatan akibat AR ini dapat dicegah dengan pengobatan yang tepat
dan dilakukan pada masa awal perjalanan penyakit AR. Sehingga diagnosis dini
(Anonim, 2014).
a) Istirahat yang cukup, penurunan berat badan bila obesitas, terapi okupasi,
terapi fisik, dan penggunaan alat bantu dapat memperbaiki gejala dan
c) Edukasi pasien tentang penyakit dan manfaat pengobatan serta hal-hal yang
nyeri sendi dan bengkak, serta meringankan kekakuan dan mencegah kerusakan
sendi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien meringankan gejala
1. NSAID
kecil dari kaskade inflamasi. Obat golongan ini memiliki sifat analgesik dan anti-
penyakit atau mencegah erosi tulang atau kelainan bentuk sendi. Regimen dosis
2. Kortikosteroid (dipiro)
menjadi bagian dari pengobatan RA, namun sebaiknya dihindari pemberian bersama
OAINS selagi menunggu efek terapi dari DMARDs (Innes et al., 2009). Kortikosteroid
diberikan dalam jangka waktu sesingkat mungkin dan dosis rendah yang dapat mencapai
efek klinis.
untuk mengontrol nyeri dan sinovitis saat DMARD mulai bekerja ("terapi
penghubung").
mengontrol gejala pada pasien dengan penyakit yang sulit dikendalikan. Dosis
prednison di bawah 7,5 mg/hari (atau setara) dapat ditoleransi dengan baik tetapi
tidak tanpa efek samping jangka panjang. Gunakan dosis terendah yang
mengontrol gejala. Dosis alternatif kortikosteroid oral dosis rendah biasanya tidak
dipiro)
Semua DMARD memiliki beberapa ciri yang sama yaitu bersifat relatif
slow acting yang memberikan efek setelah 1-6 bulan pengobatan kecuali agen
dahulu kepada pasien tentang risiko dan manfaat dari pemberian obat DMARD
pasien yang tidak respon atau respon minimal dengan pengobatan DMARD
dengan dosis dan waktu yang optimal, diberikan pengobatan DMARD
tambahan atau diganti dengan DMARD jenis yang lain (PRI, 2014).
aktivitas klinis penyakit. Pasien dengan aktivitas penyakit sedang hingga berat
meliputi (1) MTX plus hydroxychloroquine, (2) MTX plus leflunomide, (3)
sulfasalazine (dipiro).
4. Agen Biologik
gagal mencapai respon yang memadai tetapi jauh lebih mahal. Agen-agen ini
Tes kulit tuberkulin atau tes darah interferon gamma release assay (IGRA)
(Dipiro).
Menkes RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Tan H.T, Rahardja K. 1993. Cara Mengobati Gangguan Sehari-hari dengan Obat-
Obat Bebas Sederhana. Departemen Kesehatan RI. Jakarta