A. Capaiaritim dan
pengembangan iptek dalam
perspektif
Islam.
kedudukan ilmu dalam kehidupan mereka tetap sama, bahwa ilmu adalah kunci
kesuksesan; ilmu adalah prasyarat mutlak bagi usaha-usaha meraih kebahagiaan hidup
sumber utama ajaran Islam memang memberi landasan kuat terbentuknya kerangka
berpikir yang menempatkan ilmu sebagai asas kehidupan umat Muslim dan asas
dengan apa yang pernah terjadi pada nabi-nabi sebelum beliau. Kendati pada nabi
Musa as., Dawud as. dan Isa as. diturunkan kitab-kitab suci yang kelihatannya memilki
kedudukan yang serupa dengan kitab suci al-Qur‟an, yakni sebagai manifestasi
kehendak Tuhan Allah yang harus dijadikan pedoman bagi umat manusia, namun di
sana terdapat perbedaan yang cukup signifikan dan khas. Umat nabi-nabi sebelum
Muhammad masih melihat kemukjizatan yang bersifat fisik (tongkat Musa as. yang
berubah jadi ular dan dapat membelah laut, kehebatan Dawud as. dalam perang
mengalahkan Jalut yang kuat, kesaktian Isa as. membangkitkan orang yang mati dst.)
sebagai alasan terkuat keyakinan mereka kepada nabi-nabi Allah. Kitab suci baik
Taurat, Zabur maupun Injil baru berfungsi sebagaimana mestinya sebagai aturan Tuhan
Allah yang wajib ditaati manakala telah terbukti kebenaran risalah nabi-nabi mereka
12
5
melalui kemukjizatan secara fisik. Nalar mereka baru tunduk manakala dihadapkan
Hal ini tentu berbeda sekali dengan yang dialami oleh nabi Muhammad saw.
Kepada beliau diturunkan al-Qur‟an sebagai pedoman hidup kaum Muslim. Dan melalui
al-Qur‟an pula kebenaran risalah beliau ditegakkan. Al-Qur‟an adalah kitab suci
pada waktu itu. Al-Qur‟an (sebagai representasi kehendak Allah) menantang mereka
untuk menggubah baik sya‟ir ataupun karya prosa yang keindahannya melebihi atau
dan lain sebagainya, yang lebih dapat diterima oleh nalar manusia daripada
penjelasan-
risalah Nabi Muhammad Saw., tetapi juga mendorong manusia untuk mengeksplorasi
potensi nalar sebagai kekuatan utama manusia. Di dalam al-Qur‟an, ungkapan afala
terulang dalam al-Qur'an tidak kurang dari 13 kali. Kata la'allakum ta'qilun (agar
ya'qiluna biha, ya'qiluha, takunu ta'qilun, dsb. Dengan demikian, ajaran Islam
kemampuan untuk menyerap ilmu pengetahuan. Penghargaan ini dapat dilihat dari
beberapa aspek.
Pertama, turunnya wahyu pertama ( al-Alaq : 1-5), ayat yang dimulai dengan
membaca bagi kehidupan manusia terutama dalam menangkap hakikat dirinya dan
lingkungan alam sekitarnya. Membaca dalam arti luas adalah kerja jiwa dalam
12
6
menangkap dan menghayati berbagai fenomena di dalam dan di sekitar diri hingga
sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah (International
Webster‟s Dictionary dalam Modul Acuan Proses Pembelajaran MPK, 2003). Istilah
ilmu kadangkala dipadankan pula dengan istilah sains, yang biasa diartikan sebagai
pengetahuan tentang alam dan dunia fisik, termasuk di dalamnya adalah botani,
fisika, kimia, geologi dan biologi. Bisa juga dikatakan sains adalah pengetahuan
sistematis yang diperoleh dari observasi penelitian dan uji coba yang mengarah
pada penemuan sifat dasar atau prinsip sesuatau yang diteliti. Dengan demikian
Secara etimologis, kata „ilm (ilmu) dalam bahasa Arab berarti kejelasan.
Karena itu segala kosakata yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri
kejelasan. Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam al-Qur‟an.
Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan obyek
pengetahuan (Quraish Shihab, 1996). Setiap ilmu membatasi diri pada salah satu
bidang kajian. Oleh sebab itu seseorang yang memperdalam ilmu-ilmu tertentu
disebut sebagai
spesialis.
yang dikumpulkan melalui proses pengkajian dan dapat dinalar atau dapat diterima
12
7
oleh akal. Dengan kata lain, sains dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang
mempunyai tiga karakteristik, yaitu obyektif, netral dan bebas nilai, sedangkan
dalam pemikiran Islam, sains tidak bebas nilai, baik nilai lokal maupun nilai
universal.
praktis dari ilmu pengetahuan. Teknologi dapat membawa dampak positif berupa
kemajuan dan kesejahteraan bagi manusia, tetapi juga sebaliknya dapat membawa
umum, bahwa sebagai produk budaya, teknologi tidaklah bersifat netral. Artinya,
atau juga bisa digunakan untuk kehancuran manusia itu sendiri patut dipertanyakan
tajam antara perspektif Islam tentang sains dengan perspektif Barat. Pendekatan
termasuk sains adalah berasal dari Tuhan. Sementara konsep dan identitas sains
Barat seperti yang disinyalir oleh intelektual Muslim seperti Nasr, Sardar dan Naquib
al-Attas, bersifat sekular, tidak dibimbing oleh kehidupan nilai moral dan bahkan
Indikasi dari pernyataan ini jelas, bahwa sains Barat itu sudah tidak netral dan
tentu berbeda dengan sains Islam. Terbukti sains Barat tidak memberi tempat pada
wahyu, agama dan bahkan pada Tuhan. Realitas Tuhan tidak menjadi
pertimbangan lagi dalam sains Barat, karena Tuhan dianggap tidak riil. Akibatnya,
dimarginalkan.
Secara lebih luas, perbedaan keduanya jika ditelusuri dari pandangan hidup
tentang Tuhan, ilmu, manusia dan alam, etika dan agama yang tentu saja berbeda-
beda antara peradaban satu dengan yang lain. Dalam situsasi seperti ini pertemuan
12
8
keduanya dapat berupa ancaman bagi yang lain. Faktanya sains Barat modern itu
Dalam Islam pengetahuan tentang realitas itu tidak hanya berdasarkan akal
saja, tapi juga wahyu, instuisi dan pengalaman. Tapi dalam sains Barat akal
diletakkan lebih tinggi dari pada wahyu. Sehingga sains tidak berhubungan
teknologi ada yang memahami bahwa ia adalah ilmu tentang cara menerapkan ilmu
mesin atau alat canggih yang dipergunakan bukanlah teknologi, tetapi merupakan
hasil dari
teknologi.
Meskipun sains dan teknologi benar telah membawa dampak positif berupa
yang juga tidak boleh diabaikan adalah munculnya berbagai problem besar seperti
kerusakan alam, alienasi individual, senjata pembunuh massal, gaya hidup yang
merusak dan lain sebagainya. Oleh karena itu, penguasaan, pengembangan dan
Menurut pandangan hidup Islam, terdapat dua obyek utama dari ilmu, yakni
al-
Qur‟an dan alam semesta. Dalam sebuah riwayat dari Ibn Mas‟ud ra.
Disebutkan:
“Sesungguhnya Kitab Suci Al-Qur‟an ini adalah jamuan Allah di bumi, maka
Maka kitab suci Al-Qur‟an adalah undangan Allah ke suatu jamuan spiritual di
bumi dan kita di nasihati untuk ikut mengambil bagian dengan cara mengambil ilmu
sejati darinya. Pada akhirnya ilmu yang benar itu adalah ‟mengecap rasanya yang
sejati‟, dan itulah sebabnya dapat dikatakan, dengan merujuk kepada unsur-unsur
utama ilmu jenis pertama, bahwa manusia menerima ilmu dan kebijaksanaan
spiritual dari Allah melalui ilham secara langsung. Pengalaman tersebut hampir
penglihatan spiritualnya.
Selain kitab suci al-Qur‟an. alam semesta juga merupakan obyek utama ilmu.
Alam adalah great book, kitab ciptaan Tuhan, dan karenanya alam harus dipahami,
12
9
dilihat, diamati dan diteliti dengan pandangan hidup Islam. Zaidi Ismail membahas
Cara pandang Islam yang di refleksikan oleh pandangan hidup Islam dapat di
lacak dari peristilahan yang di gunakan dalam Alquran dan hadits. Istilah ilmu („ilm),
ilmuwan (al „alim), dan alam (al „alam) merupakan derivasi dari akar kata yang
sama
dengan moralitas
manusia.
Ini menunjukan bahwa memahami objek ilmu yang merupakan ciptaan Tuhan
itu mesti menggunakan etika dan moralitas. Kaitan antara ilmu, ilmuwan, dan alam
indikasi kuat. Korelasi ketiganya bagi orang yang mau berpikir akan menunjukan
terhadap orientasi sains masyarakat muslim dann itu adalah sebagian dari world
view Islam yang dapat menjadi basis bagi lahirnya tradisi intelektual
Islam.
Pandangan para ilmuwan, yang dalam hal ini adalah ilmuwan muslim, sudah
barang tentu diperoleh dari apa yang diproyeksikan al-Quran yang dijelaskan oleh
Nabi Saw. Bagaimana Nabi Saw. mentransformasikan pandangan hidup Islam yang
terkandung dalam al Quran dapat ditelusuri terutama sejak Nabi hijrah ke Madinah.
lainya. Ubaidah Ibn al-Samith seperti disebut dalam Sunan Abu Daud ditunjuk oleh
Nabi sebagai pengajar di Madrasah as Shuffah untuk belajar menulis dan ilmu al-
pandangan hidup Islam dan yang memiliki struktur konsep keilmuan itu pada
Dengan paparan di atas, identitas sains Islam sudah tidak perlu dipersoalkan
tidak boleh dipertentangkan. Ilmu yang bersumber dari wahyu Allah bersifat abadi
13
0
yang bersumber dari akal pikiran manusia bersifat perolehan (acquired knowledge),
serta tingkat kebenarannya nisbi (relative). Karena itu, tidak ada istilah final dalam
suatu produk ilmu pengetahuan, sehingga setiap saat selalu terbuka kesempatan
juga pengalaman lahir. Ilmu dalam Islam memiliki kapasitas yang sangat luas
karena ditimbang dari berbagai sisi pengalaman ini. Pengalaman batin merupakan
bermanfaat bagi kehidupan manusia. Jika penggunaan hasil iptek akan melalaikan
seseorang dari dzikir dan tafakkur, serta mengantarkan pada rusaknya nilai-nilai
merupakan ekspresi jiwa seseorang dan hasil ekspresi jiwa tersebut berkembang
menjadi bagian dan budaya manusia. Seni identik dengan keindahan, keindahan
yang hakiki identik dengan kebenaran, dan keduanya memiliki nilai yang sama,
yaitu keabadian. Dan seni yang lepas dari nilai-nilai ketuhanan tidak akan abadi
Islam sebagai agama yang mengandung ajaran aqidah, akhlak dan syariah,
bertentangan atau merusak akidah, syariat, dan akhlak tidak akan diakui sebagai
sesuatu yang bernilai seni. Dengan demikian, semboyan seni untuk seni tidak dapat
pengembangan potensi manusia yang telah diberikan oleh Allah berupa akal dan
13
1
budi. Prestasi gemilang dalam pengembangan iptek, pada hakikatnya tidak lebih
dan sekedar menemukan bagaimana proses sunnatullah itu terjadi di alam semesta
ini, bukan merancang atau menciptakan hukum baru di luar sunnatullah (hukum
mendekatkan diri pada Allah, bukan semakin angkuh dan menyombongkan diri.
Sumber pengembangan iptek dalam Islam adalah wahyu Allah. Iptek yang Islami
kemaslahatan bagi kehidupan umat manusia. Untuk itu iptek dalam pandangan
tergambar dalam keutuhan inti ajarannya. Ada tiga inti ajaran Islam, yaitu Iman,
Islam dan Ihsan. Ketiga inti ajaran itu terintegrasi di dalam sebuah sistem ajaran
Dalam Al-Qur‟an surat Ibrahim: 24-25, Allah telah memberikan ilustrasi indah
tentang integrasi antara iman, ilmu dan amal. Ayat tersebut menggambarkan
keutuhan antara iman, ilmu, dan amal atau akidah, syariah dan akhlak dengan
menganalogkan bangunan Dinul Islam bagaikan sebatang pohon yang baik. Iman
diidentikan dengan akar sebuah pohon yang menopang tegaknya ajaran Islam. Ilmu
pengetahuan, sedangkan amal ibarat buah dan pohon identik dengan teknologi dan
seni
.
Iptek yang dikembangkan di atas nilai-nilai iman dan ilmu akan menghasilkan
amal saleh. Selanjutnya perbuatan baik, tidak akan bernilai amal saleh apabila
perbuatan baik tersebut tidak dibangun di atas nilai iman dan ilmu yang benar. Iptek
yang lepas dan keimanan dan ketakwaan tidak akan bernilai ibadah serta tidak
akan
sepanjang sejarah, tetapi barangkali tidak ada yang lebih serius dan lebih merusak
13
2
terhadap manusia daripada tantangan yang di bawa oleh peradaban Barat saat ini.
Seorang pemikir Islam abad ini, Syed Muhammad Naquib al-Attas berani mengatakan
bahwa “tantangan terbesar yang muncul secara diam-diam di zaman kita adalah
tantangan ilmu, sesungguhnya bukan sebagai lawan kejahilan, tetapi ilmu yang
hakikinya akibat dari pemahaman yang tidak adil. Ilmu yang seharusnya menciptakan
bahkan ilmu yang terkesan nyata justru menghasilkan kekeliruan. Ilmu yang di sajikan
dan disampaikan dengan topeng dilebur secara halus bersama-sama dengan ilmu yang
merupakan ilmu yang sebenarnya. Watak, kepribadian, esensi, dan ruh peradaban
Barat seperti apakah yang telah mengubah dirinya sendiri serta dunia ini dan membawa
semua yang menerima tafsiran ilmu itu ke dalam suatu kekacauan yang menuju kepada
berkembang dari pencampuran historis berbagai kebudayaan, filsafat, nilai dan aspirasi
Yunani dan Romawi kuno, penyatuannya dengan ajaran Yahudi dan Kristen dan
perkembangan serta pembentukan lebih jauh yang dilakukan oleh orang-orang Latin,
Germanik, Celtik, dan Nordik. Dari Yunani kuno diserap unsur-unsur filosofis,
epistemologis, dasar-dasar pendidikan, etika, dan estetika. Dari Romawi diserap unsur-
unsur hukum, ketatanegaraan, dan pemerintahan. Dari ajaran Yahudi dan Kristen
Celtik, dan Nordik kemerdekaan, semangat kebangsaan dan nilai-nilai tradisi mereka,
peradaban ini ke puncak kekuasaan. Islam juga telah memberikan banyak sumbangan
yang penting kepada peradaban Barat di dalam bidang ilmu dan di dalam menanamkan
semangat rasional dan sains. Tetapi ilmu serta semangat rasional dan sains itu telah di
susun kembali dan ditata ulang untuk di sesuaikan dengan acuan kebudayaan Barat,
sehingga melebur dan menyatu dengan unsur-unsur yang lain yang membentuk watak
13
3
Ada dua fungsi utama manusia di dunia, yaitu sebagai Abdullah (hamba Allah)
dan sebagai Khalifah Allah (wakil Allah) di bumi. Esensi dari Abdullah adalah ketaatan,
ketundukan dan kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan Allah, sedangkan esensi
dari Khalifah adalah tanggung jawab terhadap dirinya dan lingkungannya, baik
Dalam konteks Abdun, manusia menempati posisi sebagai ciptaan Allah yang
memiliki konsekwensi adanya keharusan manusia untuk taat dan patuh kepada
penciptanya. Keengganan manusia menghambakan diri kepada Allah sebagai pencipta
dirinya akan menghilangkan rasa syukur atas anugerah yang diberikan Sang pencipta
kepada selain Allah, termasuk menghambakan diri kepada hawa nafsunya. Keikhlasan
Fungsi kedua adalah sebagai Khalifah (wakil Allah) di muka bumi. Dalam
posisi ini manusia mempunyai tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan alam dan
dan melampaui batas. Karena pada dasarnya, alam beserta isinya ini diciptakan oleh
pengetahuan yang memadai. Hanya orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang cukup
(para ilmuwan atau para cendekiawan) yang sanggup menggali dan memberdayakan
sumber-sumber alam ini. Akan tetapi, para ilmuwan juga harus sadar bahwa potensi
sumber daya alam ini terbatas dan akan habis terkuras apabila tidak dijaga
para ilmuwan dan cendekiawan. Mereka mempunyai amanat atau tanggung jawab
yang
Kerusakan alam dan lingkungan ini lebih banyak disebabkan karena ulah
tangan manusia sendiri (Qs. Ar Rum : 41). Mereka banyak yang menghianati
perjanjiannya sendiri kepada Allah. Mereka tidak menjaga amanat sebagai khalifah
13
4
yang bertugas untuk menjaga, melestarikan alam ini. Justru mengeksploitsi alam ini
untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Kedua tugas dan fungsi manusia tersebut
tidak boleh terpisah, artinya keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang
dilakukan secara terpadu, akan dapat mewujudkan manusia yang ideal (insan kamil)
yakni manusia sempurna yang pada akhirnya akan memperoleh keselamatan hidup
dunia dan
akhirat.
Para sarjana muslim berpandangan bahwa yang disebut ilmu itu tidak hanya
terbatas pada pengetahuan (knowledge) dan ilmu (science) saja, melainkan ilmu oleh
Allah dirumuskan dalam lauhil mahfudz yang disampaikan kepada kita melalui Alquran
dan As-Sunnah. Ilmu Allah itu melingkupi ilmu manusia tentang alam semesta dan
manusia sendiri. Jadi bila diikuti jalan pikiran ini, maka dapatlah kita pahami, bahwa
dikatakan suatu kewajiban. Harus kita sadari bahwa agama adalah merupakan
pedoman bagi kebahagiaan dunia akhirat, sehingga ilmu yang tersimpul dalam agama
tidak semata ilmu yang menjurus kepada urusan ukhrawi, tetapi juga ilmu yang
mengarah kepada duniawi. Manusia dituntut untuk menuntut ilmu, dan hukumnya wajib.
Jika tidak menuntut ilmu berdosa. Selain hukum tersebut menuntut ilmu bermanfaat
untuk mencapai kecerdasan atau disebut ulama (orang yang memiliki ilmu). Namun di
balik itu, orang yang memiliki ilmu (ilmuwan) akan berdosa jika ilmunya tidak
diamalkan.
kesejahteraan dunia dan akhirat, tentunya amal yang dibenarkan oleh ajaran agama
(amal saleh). Tanggung jawab ilmuwan dan seniman meliputi: (1) nilai ibadah, (2)
berdasarkan kebenaran ilmiah, (3) ilmu amaliah, dan (4) menyebar-luaskan ilmunya.
Barang siapa melarang belajar sains dan ilmu pengetahuan dengan alasan untuk
menjaga agama Islam, maka ia adalah musuh agama yang sebenarnya.” (Jamaluddin
al-Afgani) Dilatar belakangi oleh suatu kondisi dimana sains Barat dengan
termasuk Islam. Komunitas muslim tidak lagi mampu membedakan antara identitas
13
5
sains Islam dan sains Barat. Begitu mengakarnya di setiap sendi kehidupan berakibat
pada terjadinya pengkaburan paradigma, cara pandang terhadap sains Islam. Sehingga
banyak di antara kita yang sulit untuk mengidentifikasi, sinis, bahkan takut terhadap
identitas kita sendiri. Tidak sedikit cendekiawan muslim yang canggung terhadap sifat
Islam terutama pada ilmu sosiologi, fisika, psikologi, politik, dan ilmu ekonomi. Padahal
ketika seseorang menyebut sains modern atau sains Barat, tanpa disadari telah
meletakkan identitas itu, yaitu sains yang diproduksi oleh ideologi dan pandangan-
pandangan dari Barat. Dampak dari hilangnya identitas itu dapat diamati dari berbagai
misalnya mengatakan, ”Barang siapa melarang belajar sains dan ilmu pengetahuan
dengan alasan untuk menjaga agama Islam, maka ia adalah musuh agama yang
sebenarnya.” Islam adalah agama yang paling dekat dengan sains dan ilmu
Latihan
Soal
10.4 Daftar
Pustaka
dan Aktualisasi Sunnah Nabi SAW dalam Iptek dan Peradaban Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 1999.
Kartanegara, Mulyadhi, Integrasi Ilmu Sebuah rekonstruksi Holistik. Jakarta: UIN Jakarta
Press.
2005.
BAB
XI
11.1 Ragam pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia pada abad ke-20
“Among the currents and tendencies presently operating in the Muslim world, the
fundamentalist, the modernist, and the traditionalist can be considered as the three
most important and influential. Despite this, only the first—and, in smaller measure,the
second—receive attention from our newspapers and television stations, media that
undoubtedly forge the souls of the majority of our contemporaries.” (Mateus Soares De
Thought) Perkembangan pemikiran dan gerakan Islam pada masa kontemporer telah
mencapai titik kulminasinya, sehingga banyak timbul bukan saja perbedaan dan
perpecahan, tapi juga konflik antar umat islam yang sejatinya merugikan umat Islam
sendiri. Karena itu penting memahami peta perkembangan pemikiran dan gerakan itu
seluruh umat
Islam.
tipologi, klasifikasi, atau taksonomi (taxonomy). Dalam Political Islam: Religion and
Politics in the Arab World, Nazih Ayubi membuat taksonomi orientasi gerakan Islam:
13
9
reformisme atau modernisme Islam, salafisme, fundamentalisme, neo-
lain oleh al-Afghani dan „Abduh) berpandangan bahwa Islam adalah sistem
sumber Islam yang otentik (al-Qur‟an, Sunnah Nabi dan tradisi pasa generasi
yang bersumber dari dari Rashid Rida dan tokoh al-Ikhwan al-Muslimun awal,
sama dengan salafisme, menekankan kepada sumber asli Islam (al-Qur‟an dan al-
menurut fundamentalisme, adalah agama, dunia dan negara (din, dunya, dawlah).
melakukan tindakan langsung sebagai reaksi terhadap suatu kasus tertentu. Contoh
dari gerakan model ini adalah Takfir wa al-Hijrah di Mesir dan al-Jihad di Mesir dan
ini lebih bercorak politik. Keanggotaannya terutama terdiri dari mahasiswa atau
sarjana baru, dari kawasan urban baru kota besar atau dari kota-kota kecil dengan
mahasiswa, dan memiliki hubungan dengan kalangan profesional, ahli teknik, dan
pegawai pemerintahan. Saad Eddin Ibrahim menyebut gerakan ini sebagai bentuk
militansi Islam (Islamic militancy) yang ia definisikan sebagai “actual violent group
behavior committed collectively against the state or other actors in the name of
14
0
bahwa istilah ini biasanya digunakan untuk menunjuk tiga kategori gerakan Islam:
identitas sebagai muslim, tetapi lebih kepada pilihan sadar terhadap Islam sebagai
doktrin dan ideologi. Islam politik (political Islam) sering digunakan untuk merujuk
menekankan watak politik dari Islam dan terlibat dalam kegiatan anti-negara secara
langsung.
2. Fundamentalisme Islam
Istilah fundamentalisme muncul dari luar tradisi sejarah Islam, dan pada
di Amerika Serikat pada 1920-an. Menilik asal-usulnya ini, kita dapat mengatakan
fundamentalisme Islam, Yahudi, Hindu, dan Budhisme. Dalam hal ini, selain
fundamentalisme tidak terbatas pada agama tertentu, dalam faktanya ia juga tidak
hanya muncul di kalangan kaum miskin dan tidak terdidik. Fundamentalisme dalam
bentuk apapun bisa muncul di mana saja ketika orang-orang melihat adanya
kebutuhan untuk melawan budaya sekular (godless), bahkan ketika mereka harus
nilai-nilai yang telah ketinggalan zaman atau tidak relevan lagi dengan perubahan
kecenderungan kepada sesuatu yang vulgar dan tidak-tertarik pada hal-hal yang
14
1
yang disebut terakhir ini tidak mampu membawa masyarakat dan dunia Islam
kepada kehidupan yang lebih baik, sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai gantinya,
sumber-sumber Islam yang murni dan otentik, dan menolak segala sesuatu yang
Salah satu karakteristik atau ciri terpenting dari fundamentalisme Islam ialah
atau oligarki klerikal (clerical oligarchy) dalam membuat penafsiran terhadap Islam,
terutama Syi‟ah. Islam Syî„ah memberikan otoritas sangat besar kepada „ulama
untuk menafsirkan doktrin agama. Tafsir mereka pun bersifat absolut. Akibatnya,
dan terbatas. Dapat dinyatakan bahwa salah satu faktor yang mendukung
termasuk dalam hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan politik. Dalam
hal ini, tampak adanya kemiripan antara fundamentalisme di satu pihak dan
tradisionalisme di pihak
lain.
14
2
Fundamentalisme tradisional menganggap „ulama dan penguasa politik
merupakan dua entitas yang terpisah; masalah agama berada di tangan kaum
Karenanya, tidak ada teokrasi dalam Islam, kecuali dalam kasus wilâyat al-faqîh di
Iran.
oleh orientasi yang kuat kepada politik dengan menjadikan Islam sebagai ideologi.
Islam tidak dipahami sebagai agama yang memuat doktrin tentang ritual, tetapi
tidak dipimpin oleh ulama (kecuali di Iran), tetapi oleh “intelektual sekuler” yang
karena semua pengetahuan itu bersifat ilahi dan religius; maka ahli kimia, teknik,
insinyur, ekonomi, ahli hukum adalah ulama. Jadi, terdapat semacam anti-
dalam wajahnya yang lain juga dicirikan oleh adanya oligraki klerikal seperti disebut
terdahulu.
bukanlah gerakan keagamaan per se, tetapi lebih dari itu adalah gerakan politik
kaum intelektual tanpa pendidikan sistematik dalam studi Islam. Dengan ungkapan
lain, mereka bukanlah teolog, tetapi pemikir sosial dan aktifis politik. Ini sangat
politik yang signifikan di banyak negara Muslim. Namun demikian, aktifitas mereka
tidak diorganisasikan dari satu pusat, sehingga tidak jarang program, strategi dan
14
3
taktik mereka berbeda dari satu negara ke negara lain. Dalam hal ini,
Namun, keragaman ini tidak menghilangkan adanya beberapa agenda, tema dan
kebijakan bersama yang didukung oleh kaum fundamentalis Islam modern. Bagi
sosial, politik, ekonomi dan kultural, dan negara harus didasarkan pada hukum atau
Dekmejian dan John Obert Voll memiliki perspektif yang beragam dalam melihat
Islam dengan kembali kepada ajaran Islam yang murni. Contoh dari gerakan Islam
revivalis adalah Wahhabiyyah yang memperoleh inspirasi dari Muhammad ibn „Abd
gerakan-gerakan revivalis Islam tersebut, yaitu: (a) kembali kepada Islam yang asli,
memurnikan Islam dari tradisi lokal dan pengaruh budaya asing; (b) mendorong
penalaran bebas, ijtihad, dan menolak taqlid; (c) perlunya hijrah dari wilayah yang
didominasi oleh orang kafir (dar al-kufr); (d) keyakinan kepada adanya pemimpin
14
4
ideologi revivalis Islam dipengaruhi oleh adanya perbedaan yang timbul dari
penafsiran yang berbeda terhadap al-Qur‟an, al-Sunnah dan sejarah Islam awal.
Selain itu ada faktor lain seperti watak dari situasi krisis, keunikan dalam kondisi
sosial dan gaya kepemimpinan dari masing-masing gerakan. Atas dasar itu,
gradualis (al-Ikhwan al-Muslimun di Mesir, Iraq, Sudan, Jordan, Afrika Utara; dan
Jama‟at-i Islami di Pakisan); (b) Shi‟ah revolusioner (Republik Islam Iran, Hizb al-
Da‟wah Iraq, Hizbullah Libanon, Jihad Islam Libanon; (c) Sunni revolusioner (al-
Jihad Mesir, Organisasi Pembebasan Islam Mesir, Jama‟ah Abu Dharr Syria, Hizb
al-Tahrir di Jordania dan Syria; (d) primitivis-Mesianis (al-Ikhwan Saudi Arabia, al-
Wahhabiyyah, yang dia anggap sebagai representasi dari “the prototype of rigorous
masing tetap memiliki tekanan dan strategi yang berbeda, tergantung situasi dan
gerakan.
sering digunakan untuk menunjuk Islam politik (political Islam). Ini tidak terlepas dari
14
5
Islam termanifestasikan dalam simbol-simbol keagamaan yang mereka gunakan
pemerintahan Islam dan formalisasi syari‟ah dalam negara. Salah satu doktrin
Islam
pemisahan agama dari politik. Olivier Roy menyebut paham ini sebagai Islamic
tampak pada Ikhwân al-Muslimîn di Mesir yang didirikan oleh Hasan al-Bannâ, dan
Islâmî yang didirikan oleh Taqî al-Dîn al-Nabhânî (w.1977) di Jerussalem pada
1953. Sejak awal gerakan ini bersaing dengan Ikhwân al-Muslimîn. Gerakan ini
sangat unik karena ia mendeklarasikan diri secara terbuka sebagai partai politik
yang menjadikan Islam sebagai ideologi dan bergerak dalam lapangan politik. Ia
bertujuan untuk membangun kembali khilafah Islam sebagai sebuah sistem tunggal,
syari‟ah, tidak pada demokrasi sekular. Gerakan ini tergolong radikal dan
negara di dunia saat ini tidak menerapkan Islam (shari‟ah), karena itu merupakan
khilafah adalah tugas seluruh umat muslim di dunia melalui agitasi politik dan
mengubah landscape politik Timur Tengah dan beberapa kawasan lainnya. Islam
politik tidak berhasil meraih kekuasaan, sementara rejim-rejim lama masih terus
berkuasa. Kekuatan Barat dan Amerika pun semakin menancapkan hegemoni
(politik, ekonomi, budaya) di kawasan tersebut. Islam politik juga tidak selalu
14
6
muka, dapat disaksikan pula adanya pergeseran kepada apa yang disebut sebagai
neo-fundamentalisme.
ini: menyusup ke dalam kehidupan politik resmi, re-investasi dalam lapangan sosial,
masyarakat melalui tindakan sosial. Jauh dari kesan revolusioner, kaum neo-
fundamentalis sekarang masuk ke “civil society” dan kelas-kelas politik. Meski watak
berusaha me-reislamisasi masyarakat pada tingkat grassroot, dan tidak lagi lewat
negara. Ini konsisten dengan apa yang diyakini oleh kaum fundamentalis: jika
individu dan praktik mereka harus diperbarui. Kaum fundamentalis model ini
14
7
(Islamized space).
signifikan dalam bobot pemikiran dan gerakannya. Roy menyebut fenomena ini
otonom, dan lebih menekankan iktikad baik individu, tanpa perlu dengan susah
payah melibatkan diri dalam perjuangan politik. Di Indonesia, fenomena
fundamentalisme baru ini tampak dalam Front Pembela Islam (FPI) atau Lasykar
terislamisasi hanya melalui tindakan sosial dan politik. Gerakan Islamis harus terjun
ke lapangan politik. Islamis menyatakan bahwa politik dimujlai dari prinsip bahwa
Islam adalah sistem pemikiran global. Islamis tidak dipimpin oleh „ulama (kecuali di
Iran), tetapi oleh intelektual sekular yang menyatakan diri sebagai pemikir religius.
Islamis mengadopsi visi klasik Islam sebagai sistem universal dan lengkap. Karena
dibangun di atas dasar Islam yang dipahami lebih sebagai ideologi politik. Karena
itu mereka tidak memperhadapkan diri dengan agama lain, tetapi lebih dengan
Islam memahami Islam sebagai agama yang sempurna dan lengkap, dan
dalam pengertian barat, tetapi Islam adalah cara hidup yang sempurna yang
mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Posisi ini berbeda dari kaum sekularis
14
8
didasarkan pada syari‟ah. Perbedaan antara kaum radikal dan modernis adalah
penegasan yang pertama terhadap keunikan Islam. Mereka dengan tegas menolak
sosialisme atau ideologi barat lainnya. Hanya saja, berbeda dari Islamis atau neo-
mendapatkan inspirasi dari ide-ide normatif Islam, dan reformisme berusaha untuk
revivalisme dan
reformisme.
mendirikan “negara Islam” dengan dasar syari‟ah dan ideologi Islam. Mereka yang
14
9
dasarnya. Kelompok ini tidak mengakui negara nasional. Perjuangan mereka tidak
untuk mendirikan negara Islam di Indonesia, seperti partai politik Islam yang ada,
(MMI) merepresentasikan model gerakan ini. Baik HTI maupun MMI memiliki
demokrasi dan hegemoni Barat (Amerika). Meminjam Roy, mereka ini adalah
kelompok political Islam (Islam politik) yang belum pernah berhasil mengubah
dan Lasykar Jihad. Orientasi radikalisme Islam ini lebih pada penerapan syariah
pada tingkat masyarakat, tidak pada level negara. Dengan mengikuti penjelasan
lebih pada penerapan syariah pada level keluarga dan masyarakat (Islamized
15
0
1. Bagaimana cara anda menyikapi perkembangan pemikiran dan gerakan Islam yang
Islam?
Roy?
15
1
Ali, H.A. Mukti, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, Bandung: Mizan,
1990.
Bellah, Robert N., Beyond Belief esei-esei tentang Agama di dunia Modern.
Jakarta:
Penerbit
Paramadina.2000.
(1988):
5-25.