Anda di halaman 1dari 12

Islam dan Tradisi

Umat Islam di
Indonesia
Oleh :
Tim Penyusun Modul PAI UNP

Lisensi Dokumen:
Copyright © 2020 Universitas Negeri Padang
Seluruh dokumen di e-Learning Universitas Negeri Padang, hanya digunakan untuk kalangan
Internal Universitas, untuk kebutuhan Perkuliahan Online. Penggunaan dokumen ini di luar UNP tidak
diizinka dan tidak diperbolehkan melakukan penulisan ulang, kecuali mendapatkan ijin terlebih dahulu
dari Penulis dan Universitas Negeri Padang.

1. Deskripsi
Program Learning Outcome 1:
Manusia menunjukkan akhlak mulia berdasarkan nilai-nilai ajaran agama sebagai
pribadi yang unggul berkarakter dan bertanggung jawab.
Program Learning Outcome 2:
Mahasiswa menunjukkan sikap cinta tanah air dan setia kepada NKRI.
Program Learning Outcome 3:
Mahasiswa mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan intern dan
antar umat beragama.

Course Outcome (CO):


Mahasiswa mampu menjelaskan dan menganalisis Islam dan Tradisi Umat Islam di
Indonesia.
Pokok Bahasan: Islam dan Tradisi Umat Islam di Indonesia
Materi Bahasan: .
a. Islam di Indonesia: Sejarah dan corak ajaran.
b. Akulturasi Islam dan budaya di Indonesia
c. Kontribusi Umat Islam terhadap Bangsa dan negara
d. Gerakan-Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia (Salafi,
Wahabi, Jemaah Tablig, Hizbut Tahrir Indonesia, Islam
Liberal dan Islam Nusantara)*
2. Petunjuk
Silahkan anda memahami materi berikut ini dengan seksama, untuk
menghayati Islam dan Tradisi Umat Islam di Indonesia. Selanjutnya anda dapat
menjawab pertanyaan yang termuat pada tes di berikutnya. Selamat belajar
semoga Allah memberikan rahmat dan hidayah ilmu. Aamiin yra.

3. Materi
a. Islam di Indonesia: Sejarah dan corak ajaran.
Masuknya Islam ke Indonesia belum ada kesepakatan pendapat para ahli
sampai sekarang. Sebahagian mereka berpendapat bahwa kedatangan Islam ke
Indonesia adalah abad ketujud masehi, dan sebagian lagi mengatakan pada abad
ketigabelas masehi, pendapat pertama didukung antara lain oleh Hamka, dan
pendapat kedua didukung antara lain oleh Soekarno.
Sartono mengatakan kita harus membedakan antara pengertian kedatangan,
proses penyebaran, dan peerkembangan Islam. Karen aitu, adab ketujuh dapat
disebut sebagai masa permulaan kedatangan Islam dengan cara hubungan
dagang antara pedagang-pedagang muslim dengan sebagain daerah dan bangsa
Indonesia. Sedangkan proses penyebaran Islam pada abad-abad menjelang
terbentuknya kerajaan Samudera Pasai. Setelah terbentuknya kerajaan itu maka
barulah merupakan taraf penyebaran berlaku pula bagi kedatangan, proses
penyebaran, dan pengembangan Islam di daerah-daerah Indonesia lainnya.
Faktor yang telah menentukan penyebaran agama Islam di Indonesia,
dipandang dari sudut sejarah dan geografi adalah perdagangan luar negeri dan
antar Indonesia. Orang yang pertama-tama membawa agama ini ke daerah
Indonesia adalah saudagar India dan Iran, kemudia orang melayu dan Jawa.
Pembawa dan pengembang agama Islam itu ialah kaum saudagar,
penyebarannya menurut jalan dagang.
Hamka mengemukakan bahwa agama Islam datang ke Indonesia sejak abad
ketujuh Masehi yang dibawa oleh Gujarat. Penyebaran Islam tidak dengan
kekerasan, oleh karena itu jalannya adalah berangsur-angsur. Islam mempunyai
kekuasaan dan pemerintahan yang teratur baru pada abad ke-12 dan 13 Masehi.
Lebih jauh Hamka mengatakan bahwa mazhab syafe’i telah berpengaruh sejak
semula perkembangan Islam dan hal ini langsung disauk dari pusat Islam yaitu
Mekkah dan Mesir. Orang-orang Indonesia sejak abad ke-7 Masehi telah
menggali ideologi Islam ke Mekkah yang berintikan mazhab syafe’i (ahli
sunnah wal jamaah), sehingga raja-raja Mesir dan Damaskus yang bermazhab
syafe’i kedatangan ulama-ulama luar negeri ke Aceh memperkokoh ideologi
mashab syafe’i sehingga tidak ada tempat bagi mazhab lain di Indoensia.
Menurut M.D. Mansur, di ebberapa daerah ada terlihat pengaruh alirah syiah,
seperti di Aceh dan Sumatra Barat. Hal ini terlihat dengan adanya perayaan
Hasan Hosen dalam bulan Muharram, cara belajar membaca Al-Quran banyak
menunjukkan persamaan dengan Persia.
Pengaruh kebiasaan orang syiah menyelusup ke dalam ajaran sunni melalui
tasawuf, dan itupun bukan saja di Indonesia tapi di seluruh negeri Islam,
misalnya akan datang Imam Mahdi membawa damai ke seluruh dunia.
Di samping itu, Islam masuk ke Indonesia dengan ajaran Sufi. Di pedasaan
ajaran Sufi mengalami pengawetan, pemahaman keagamaan menurut kaum Suf
tidak memiliki implikasi kemasyarakatan untuk mengangkat hidup mereka.
Dikatakan bahwa seorang yang miskin di dunia nanti akan kaya di akhirat. Para
ahli Sfui, baik sebgai penyiar perseorangan maupun sebagai anggota tarekat,
merupakan pemimpin dalam tugas mengislamkan penyembah berhala atau
orang yang belum beragama. Berkat pekerjaan mereka maka daerah-daerah
Islam dapat diperluas seperti Afrika, India, dan Indonesia.
Perjalan Islam sejak dari abad pertamanya sampai sekarang berjalan dengan
tidak kekerasan, kecuali apabila telah terjadi ada pertentangan politik atau
perbuatan kekuasaan dengan kerajaan lain, sehingga kekerasan yang patut
dicatat barulah terjadi di dalam abad ke-16 M seketika Demak memberikan
pukulannya yang terakhir terhadap Majapahit yang memang telah lemah juga.
Kebangkitan Islam dipergunakan untuk memperbaharui cara berfikir dan cara
hidup umat Islam. Ibnu Taimiyah (1263-1328) telah mempelopori kembali
kepada Al-Quran dan sunnah seperti pada masa sahabat Tabi’in. Pendiri ini
oleh murid-murid Taimiyah dan sampai kepada Rasyid Ridha (1856-1935)
berhasil menggerakkan cara berfikir dan cara hidup baru umat Islam sesuai
dengan ajaran-ajaran salaf.
Arus Slaaf ini oleh perjalanan masa menggenang pula di Indonesia. Kaum
paderi yang telah kena pengaruh gerakan Salaf ini walaupun kandas karena
ditumpas oleh Belanda, tapi ide-idenya menjalani darah daging rakyat dan
menjelma dalam kancah pendidikan Sumatera Thawalib di sumatera, persatuan
Islam di Jawa dan Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Salah satu sifat utama
gerakan Salaf ini adalah menolak taklit dan kembali kepada ajaran Al-Quran
dan sunnah sekaligus meninggalkan pertengkaran mazhab. Di samping itu
gerakan salaf tidak pernah pintu ijtihad tertutup.
b. Akulturasi Islam dan budaya di Indonesia
Gerakan salaf masuk ke Indonesia sekitar tahun 1802 M dibawa oleh Haji
Miskin dan kawan-kawan. Beliau mengadakan pembaharuan ajaran Islam dan
meluruskan pemahanaman masyarakat yang telah jauh menyimpang dari ajaran
salaf diteruskan oelh ulama-ulama yang menanamkan didirinya Kaum Muda
ynag dipelopori oleh Abdullah Ahmad dan Abdul Karim Amrullah dalam
bentuk pengajian, madrasah, sekolah, dan lain sebagainya.
Haji Miskin dengan kawan-kawan menggali api Islam, memberantas khufarat
dan bid’ah. Tantangan hebat datang dari ulama-ulama adat, Belanda datang
membantu ulama-ulama adat dan menghancurkan kaum pedari yang bermahzab
wahabi itu.
Perang paderi berlangsung lebih kurang 15 tahun dan mengalami kekalahan
akibat campur tangan kekuatan asing, daerah pengaruhnya digantikan oleh
pendidikan menurut mazhab syafe’i namun ajaaran salaf secara diam-diam
terus berkembang terutama dengan tampilnya Kaum Muda memimpin revolusi
berpikir umat Islam dalam Sumatera Thawalib.
Gerakan pembaharuan segera menjalar ke Jambi, Palembang, Sumatra Timur,
Tapanuli, Bengkulu, dan Lampung. Gerakan salaf membakari kemunduran-
kemunduran Islam di seluruh Nusantara, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku dan dimana saja sinar Islam dinyalakan kembali oleh
gerakan Salaf.
Perkumpulan “Jamiat Khair” di Jawa penggerak Islam yang pertam adi pulau
yang padat penduduknya itu. Dari tempat inilah K.H.A Dahlan, pemimpin
muhammadiyah ini, mengenai bacaan-bacaan kaum Revormasi yang
didatangkan dati luar negeri.
Pada tahun 1912, K.H.A Dahlanmendirikan perserikatan Muhammadiyah di
Yogyakarta, disusul oleh Al-Islam wal Irsyad di Jakarta pada tahun 1914 dan
PERSIS di Bandung pda tahun 1923, yang semuanya berdasarkan ajaran Salaf.
Muhammadiyah merupakan perkumpulan yang paling banyak pengikutnya.
Pendiri Muhammadiyah mengenai tauhid ialah menolak “Tasawul”, sekalipun
kepada Nabi. Kemudian perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ajaran
Islam ynag sesungguhnya ditolak mentah-mentah oleh Muhammadiyah.
Muhammadiyah berdiri didorong oleh keadaan umat Islam itu sendiri ynag
memerlukan sinar baru dalam mengahadapi dunia modern yang semakin
tampak. Kemajuan zaman tidak bisa dihadapoi dengan khufarat dan bid’ah,
tetapi harus kembali pada ajaran-ajaran Rasulullah sendiri. Kemunduran umat
Islam adalah karena kesalahannya sendiri yakni telah menyelewengkan ajaran
asli agamanya kepada pendapat-pendapat ulama dan mematikan fikiran dengan
mengatakan pintu ijtihad telah tertutup. Di samping itu, khufarat dan bid’ah
banyak berjangkit di kalangan umat.
Selain pergerakan modernis yang dikemukakan di atas, masih banyak yang
berserakan pergerakan-pergerakan modernis Islam di seluruh Indonesia yang
meskipun bersifat tradisional dan bermahzab syafei namun merupakan batu
kebangkitan Islam di Indonesia, seperti Jamiatul Washliyah di Medan berdiri
pada tahun 1930. Perkumpulan ini ialah pergerakan Tarbiyah Islamiyah
(PERTI) yang bermahzab syafei, berdiri pada tahun 1928. Perkumpulan ini
bergerak dalam bidang pendidikan Islam, sekolah-sekolah meluas sampai ke
Inragiri, Jambi, Tapanuli bahkan sampai ke Kalimatan Barat.
Suatu perkumpulan modernis Islam yang mempunyai pengaruh besar ialah
Nahdatul Ulama (NU). Ulama-ulamanya memeluk mazhab dan dalam beberapa
hal menolak gerakan Salaf, seperti dalam mempelajari tauhid dengan sistem
dua puluh, talkin pada kuburan, embaca, berjanji pada acara peringatan maulid
Nabi.
Perkumpulan ini lahir sebagai pembela terhadap mazahab syafei dan didirikan
pada tahun 1926. Perkumpulan ini mengerjakan apa saja ynag menjadikan
kemaslahatan agama Islam dalam bergerak dalam bidnag pendidikan dan
tabligh dengan tujuan agama umat Islam sadar kembali akan kewajibannya
terhadap agama, bangsa dan tanah air. Tokoh utamanya adalah K.H. Hasym
Asy’ari, perkumpulan ini lebih banyak pengikutnyan di pulau Jawa.
Bila kita lihat dari segi politik yaitu sejak dijadikannya Pancasila sebagai satu-
satunya azaz, maka Islam sebagai keuatan politik di Indonesia praktis tidak ada
lagi, seluruh partai dan ormas Islam haruslah berazazkan Pancasila, sehingga
partai dan ormas Islam di Indonesia sudah habis (partai dan ormas yang
berazazkan Islam). Dengan demikian, Islam hanya berkembang sebagai agama
saja, perkembangan dan pertumbuhan Islam sebagai agam tidak disokong oleh
pemerintah. Hal ini nampak dengan jelas yaitu mendirikan dengan membangun
saran peribadatan dan termasuk pula dalam hal ini sarana pendidikan, seperti
membangun masjid-masjid dan sekolah-sekolah agama, alhasil islam di
Indonesia sekarang berkembang hanya agam atidak sebagai kekuatan politik.
Kenyataan dewasa ini terdapat aliran dan faham dalam berpengalaman ajaran
Islam seperti Darul arqam (dinyatakan terlarang oleh pemerintah) dan Islam
jamaah. Di samping aliran-aliran tersebut ditemukan pula partai-partai Islam di
era reformasi seperti partao kebangkitan bangsa (PKB), Partai Bulan Bintang
(PBB), dan Partai Bintang Reformasi (PBR). Pengamalan ajaran Islam oleh
maisng-masing pengikut aliran dan organisasi keislaman tersebut mempunyai
corak yang berbeda.
Corak pengalaman ajaran Islam yang bersifat non prinsip terdapat perbedaan
setiap aliran dan organisasi keislaman di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada
beberapa hal, sebagai contoh, bacaan “basmalah” pada waktu shalat ketika
membaca al-Fatihah. Golongan organisasi Muhammadiyah tidak membaca
“basmalah” dengan suara keras waktu shalat subuh, maghrib, dan isya.
Sedangkan penganut NU membaca “basmalah” dengan suara keras ketika
shalat subuh, maghrib, dan isya tersebut. Dari sudut pengamalan ajaran Islam
secara garis besarnya dapat dikategorikan menjadi umat Islam tradisional dan
modernis.
c. Kontribusi Umat Islam terhadap Bangsa dan Negara
Sejarah telah membuktikan kontribusi umat Islam terhadap bangsa dan Negara
ini, ada beberapa kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan
hukum indonesia, yaitu :
1) Lahirnya UUD 1945
Peran umat Islam dalam mempersiapkan dan meletakkan Dasar-dasar
Indonesia Merdeka telah tertulis dalam sejarah oleh karena itu tidak bias
diragukan lagi peran umat Islam terutama para ulama. Mereka berkiprah
dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) yang dibentuk tanggal 1 maret 1945. Lebih jelas lagi ketika
Badan ini membentuk panitia kecil yang bertugas merumuskan tujuan dan
maksud didirikannya negara Indonesia. Panitia terdiri dari 9 orang yang
semuanya adalah muslim atau para ulama kecuali satu orang beragama
Kristen. Meski dalam persidangan-persidangan merumuskan dasar negara
Indonesia terjadi banyak pertentangan antar (mengutip istilah Endang
Saefudin Ansori dalam bukunya Piagam Jakarta) kelompok nasionalis
Islamis dan kelompok nasionalis sekuler. Kelompok Nasionalis Islamis
antara lain KH. Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, KH.Wahid Hasyim,
Ki Bagus dan Abi Kusno menginginkan agar Islam dijadikan dasar negara
Indonesia. Sedangkan kelompok nasionalis sekuler dibawah pimpinan
Soekarno menginginkan negara Indonesia yang akan dibentuk itu netral dari
agama. Namun Akhirnya terjadi sebuah kompromi antara kedua kelompok
sehingga melahirkan sebuah rumusan yang dikenal dengan Piagam Jakarta
tanggal 22 Juni 1945, yang berbunyi :
I. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya
II. Kemanusiaan yang adil dan beradab
III. Persatuan Indonesia
IV. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
V. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan itu disetujui oleh semua anggota dan kemudian menjadi bagian
dari Mukaddimah UUD 1945. Jadi dengan demikian Republik Indonesia
yang lahir tanggal 17 Agustus 1945 adalah republik yang berdasarkan
ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya Meskipun keesokan harinya 18 Agustus 1945 tujuh kata dalam
Piagam Jakarta itu dihilangkan diganti dengan kalimat “Yang Maha Esa”.
Ini sebagai bukti akan kebesaran jiwa umat Islam dan para ulama. Muh.
Hatta dan Kibagus Hadikusumo menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan” Yang Maha Esa” tersebut tidak lain adalah tauhid.
2) Lahirnya UU Perkawinan
Aturan perkawinan di Indonesia tidak dapat lepas dari unsur yaitu agama,
Negara dan perempuan. Berawal dari kesadaran kaum perempuan Islam
akan hak-haknya yang merasa dikebiri oleh dominasi pemahaman fikih
klasik atau konvensional yang telah mendapat pengakuan hukum, mereka
merefleksikan hal tersebut dalam pertemuan-pertemuan yang kelak menjadi
embrio lahirnya Undang-Undang Perkawinan. Arso Sosroatmojo mencatat
bahwa pada rentang waktu 1928 kongres perempuan Indonesia telah
mengadakan forum yang membahas tentang keburukan-keburukan yang
terjadi dalam perkawinan di kalangan umat Islam. Hal tersebut juga pernah
dibicarakan pada dewan rakyat (volksraad).
Umat Islam waktu itu mendesak DPR agar secepatnya mengundangkan
RUU tentang Pokok-Pokok Perkawinan bagi umat Islam, namun usaha
tersebut menurut Arso Sosroatmodjo tidak berhasil. Simposium Ikatan
Sarjana Wanita Indonesia (ISWI) pada tanggal 1972 menyarankan agar
supaya PP ISWI memperjuangkan tentang Undang-Undang Perkawinan.
Selanjutnya organisasi Mahasiswa yang ikut ambil bagian dalam perjuangan
RUU Perkawinan Umat Islam yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
yang telah mengadakan diskusi panel pada tanggal 11 Februari 1973.
Akhirnya setelah bekerja keras, pemerintah dapat menyiapkan sebuah RUU
baru. Tanggal 31 Juli 1973 pemerintah menyampaikan RUU tentang
Perkawinan yang baru kepada DPR, yang terdiri dari 15 (lima belas) bab
dan 73 (tujuh puluh tiga) pasal. RUU ini mempunyai tiga tujuan, yaitu
memberikan kepastian hukum bagi masalah-masalah perkawinan sebab
sebelum adanya undang-undang maka perkawinan hanya bersifat judge
made law, untuk melindungi hak-hak kaum wanita sekaligus memenuhi
keinginan dan harapan kaum wanita serta menciptakan Undang-undang
yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Pada tanggal 17-18 September, wakil-wakil Fraksi mengadakan forum
pandangan umum atas RUU tentang Perkawinan sebagai jawaban dari
pemerintah yang diberikan Menteri Agama pada tanggal 27 September
1973. Pemerintah mengajak DPR untuk secara bersama bisa memecahkan
kebuntuan terkait dengan RUU Perkawinan tersebut.
Secara bersamaan, untuk memecahkan kebuntuan antara pemerintah dan
DPR diadakan lobi-lobi antara fraksi-fraksi dengan pemerintah. Antara
fraksi ABRI dan Fraksi PPP dicapai suatu kesepakatan antara lain:
1) Hukum agama Islam dalam perkawinan tidak akan dikurangi atau
ditambah;
2) Sebagai konsekuensi dari poin pertama itu, maka hal-hal yang telah ada
dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1964 dan Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1970 tetap dijamin kelangsungannya dan tidak akan
diadakan perubahan; dan
3) Hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam dan tidak mungkin
disesuaikan dengan undang-undang perkawinan yang sedang dibahas di
DPR, segera akan dihilangkan.
Hasil akhir undang-undang perkawinan yang disahkan DPR terdiri dari 14
(empat belas) bab yang dibagi dalam 67 (enam puluh tujuh) pasal, berubah
dari rancangan semula yang diajukan pemerintah ke DPR, yaitu terdiri dari
73 pasal.
3) Lahirnya Peradilan Agama
Keberadaan Peradilan Islam di Indonesia yang kemudian dikenal dengan
istilah Peradilan Agama adalah salah satu bukti peran umat Islam di
Indonesia terutama para Ulama di Indonesia. Dalam sejarah
perkembangannya, personil peradilan agama sejak dulu selalu dipegang
oleh para ulama yang disegani yang menjadi panutan masyarakat.
Dengan adanya Peradilan agama maka lahirlah Undang-undang terkait
agama, misalnya lahirnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan yang mana didalam undang-undang tersenut tidak ada
ketentuan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Pasa12 ayat (1) undang-
undang ini semakin memperteguh pelaksanaan ajaran Islam (Hukum Islam).
Begitu juga dengan keluarnya Undang- undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama yang telah memberikan landasan untuk
mewujudkan peradilan agama yang mandiri, sederajat dan memantapkan
serta mensejajarkan kedudukan peradilan agama dengan lingkungan
peradilan lainnya.
4) Pengelolaan Zakat
Zakat adalah salah syari’at bagi umat Islam. Demi menjalankan syari’atnya
maka lahirlah Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan
Zakat menetapkan bahwa tujuan pengelolaan Zakat adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam penunaian dan dalam
pelayanan ibadah Zakat.
2. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagaman dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
3. Meningkatnya hasil guna dan daya guna Zakat.
d. Gerakan-Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia (Salafi, Wahabi,
Jemaah Tablig, Hizbut Tahrir Indonesia, Islam Liberal dan Islam
Nusantara)
Berbagai situasi yang terjadi di dunia Islam memicu lahirnya gerakan Islam
kontemporer misalnya Salafi, Wahabi, Jamaah Tabligh, Hizbut Tahrir
Indonesia dan Islam Nusantara yang bersifat ekspansif dan aktif menyebarkan
pemikiran mereka tentang Islam di Indonesia. Meskipun gerakan-gerakan
tersebut mulai familiar di Indonesia, masih dipahami secara rancu bagi
masyarakat Indonesia, gerakan-gerakan tersebut kerapkali dianggap sebagai
gerakan yang sama, meskipun gerakan-gerakan tersebut memiliki kemiripan,
namun pada dasarnya memiliki banyak perbedaan-perbedaan.
Gerakan-gerakan Islam kontemporer ada yang bersifat gerakan pemikiran
gerakan spiritual, sampai gerakan politik. Indonesia sebagai negara yang
berpenduduk muslim terbesar di dunia, menjadi lahan subur bagi
berkembangnya gerakan Islam Kontemporer.
Untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut, umat Islam di Indonesia
senantiasa mencari identitas lewat penafsiran agama, yang pada intinya
menekankan pentingnya pengamalan nilai-nilai agama yang sesuai dengan
Syari’at Islam didalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

4. Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas maka dapat kita simpulkan bahwa Islam dan Tradisi
Umat Islam di Indonesia mengalami perubahan-perubahan seiring perkembangan
zaman. Kehadiran gerakan-gerakan Islam kontemporer telah mempengaruhi peta
dakwah di Indonesia.

5. Asesment
1. Bagaimanakah corak ajaran Islam di Indonesia, Jelaskan!
2. Bagaimanakah pembaharuan ajaran di Indonesia
3. Sebutkan kontribusi umat Islam di Indonesia terhadap Bangsa dan Negara!
4. Sebutkan gerakan-gerakan Islam Kontemporer di Indonesia!
1. Daftar Bacaan
Azra Azyumadi. 1998. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung : Mizan
Gibb, H A R.1955. An Interpretation of Is;lamic History II. MW 45.II
John A H 1961. Sufism as a category in Indonesia Literature and History,
JSEAH, 2 II
Qardhawi, Yusuf.2001. Kebudayaan Islam Eksklusif atau Inklusif. Solo:Era
Intermedia
Rivauzi Ahmad. 2007. Pendidikan Berbasis Spritual;Telaah Pemikiran
Pendidikan Spritual Singkel dalam Kitan Tanbah al Masyi (Tesis) Padang: PPs
IAIN IB Padang
Tim Dosen PAI UNP. 2017. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi
Umum Padang: UNP Press

Anda mungkin juga menyukai