Anda di halaman 1dari 15

ETIKA MAHASISWA

ISLAMI
Oleh :
Tim Penyusun Modul PAI UNP

Lisensi Dokumen:
Copyright © 2020 Universitas Negeri Padang
Seluruh dokumen di e-Learning Universitas Negeri Padang, hanya digunakan untuk kalangan
Internal Universitas, untuk kebutuhan Perkuliahan Online. Penggunaan dokumen ini di luar UNP tidak
diizinka dan tidak diperbolehkan melakukan penulisan ulang, kecuali mendapatkan ijin terlebih dahulu
dari Penulis dan Universitas Negeri Padang.

1. Deskripsi
Program Learning Outcome 1:
Manusia menunjukkan akhlak mulia berdasarkan nilai-nilai ajaran agama sebagai
pribadi yang unggul berkarakter dan bertanggung jawab.
Program Learning Outcome 2:
Mahasiswa menunjukkan sikap cinta tanah air dan setia kepada NKRI.
Program Learning Outcome 3:
Mahasiswa mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan intern dan
antar umat beragama.

Course Outcome (CO):


Mahasiswa mampu menjelaskan dan menganalisis hakikat manusia.

Pokok Bahasan: ETIKA MAHASISWA ISLAMI


Materi Bahasan: .
a. Etika Pergaulan
b. Etika Berpakaian
c. Etika Makan dan Minum
d. Etika Menuntut Ilmu
2. Petunjuk
Silahkan anda memahami materi berikut ini dengan seksama, untuk
menghayati Etika Mhasiswa Islami. Selanjutnya anda dapat menjawab pertanyaan
yang termuat pada tes di berikutnya. Selamat belajar semoga Allah
memberikan rahmat dan hidayah ilmu. Aamiin yra.

3. Materi
Konsep etika mahasiswa Islami
Secara etimologi kata “etika” berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata
yaitu Ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak kebiasaan, tempat yang biasa.
Ethikos berarti susila, keadaban, kelakuan dan perbuatan yang baik. Secara
terminologi etika bisa disebut sebagai ilmu tentang baik dan buruk atau kata
lainnya ialah teori tentang nilai. Dalam Islam teori nilai mengenal lima kategori
baik-buruk, yaitu baik sekali, baik, netral, buruk dan buruk sekali. Nilai terbaik
ditentukan oleh Tuhan, karena Tuhan adalah Maha Suci yang bebas dari noda apa
pun jenisnya. Dalam penerapannya, etika mengandung beberpa prinsip yang perlu
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu: 1. Keindahan, 2. Persamaan 3.
Kebiasaan 4. Keadilan 5. Kebebasan. dan 6. Kebenaran. Sehubungan dengan
pemahaman pengertian ini, maka yang dimaksud dengan etika mahasiswa Islam
adalah mahasiswa yang mau dan mampu mengimplentasikan/menerapkan nilai-
nilai kebaikan sesuai dengan prinsip-prinsip di atas dalam kehidupan untuk dirinya
maupun untuk masyarakat. Penerapan nilai-nilai kebaikan/etika ini dapat
dikelompokkan kepada beberapa aktivitas kehidupan sehari-hari, yaitu:
a. Etika Pergaulan
Sebagai mahasiswa Islam, etika pergaulan yang harus diterapkan adalah etika
yang bersumber dari ajaran Islam (al-Quran) dan dicontohkan oleh Rasulullah
melalui hadist/sunnah. Etika pergaulan sesama muslim dalam Alquran yaitu,
1) Mengadakan perdamaian,
2) Menciptakan persaudaraan,
3) Tidak menghina sesama muslim,
4) Menjauhi prasangka buruk, mencari-cari kesalahan orang lain, dan
menggunjing
5) Saling mengenal satu sama lain, dan terakhir
6) Berkasih sayang sesama mereka.
Dalam agama Islam ada beberapa aspek atau hal menyangkut pergaulan yang
perlu diperhatikan di antaranya adalah dengan siapa dan bagaimana cara
berbicara, bersikap, bertindak dan menghargai orang yang dihadapi dengan
mempertimbangkan waktu dan kondisi yang dihadapi. Dalam etika pergaulan
ini ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian sebagai objek pergaulan.
1) Etika Pergaulan dengan Sebaya
Teman sebaya atau karib adalah orang-orang atau teman yang usianya tidak
terpaut jauh dengan kita baik sama maupun lebih muda. Adapun dalam
bergaul dengan teman sebaya kita harus senantiasa berbuat baik dan
mengutamakan akhlak yang mulia. Hal-hal yang perlu diperhatika dalam
pergaulan dengan teman sebaya antara lain:
a) Mengucapkan salam setiap bertemu dengan teman sebaya dan sesama
muslim. Jika perlu kita bisa berjabat tangan tentunya jika orang tersebut
berjenis kelamin sama ataupun mahram kita.
b) Mengucapkan salam hukumnya sunnah bagi umat islam dan menjawab
salam hukumnya wajib. Senantiasa menyambung tali silaturahmi
dengan saling berkunjung dan berkumpul untuk hal-hal yang baik atau
belajar bersama
c) Saling mengerti serta memahami kebaikan dan kekurangan masing-
masing dan menghindari segala macam jenis perselisihan
d) Teman sebaya hendaknya saling tolong menolong dalam hal kebaikan
dan menolong teman sebaya yang sedang dalam kesusahan tentunya
sangat dicintai Allah SWT misalnya dengan cara bersedekah.
e) Mengasihi dan memberi perhatian satu sama lain terutama jika ada
teman yang sedang kesusahan atau ditimpa suatu masalah, kita sebagai
teman wajib mendukung dan bila perlu memberi pertolongan
f) Senantiasa menjaga teman dari pengaruh buruk atau gangguan orang
lain
g) Memberikan nasihat kebaikan satu sama lain
h) Mendamaikan teman jika ada yang berselisih
i) Mendoakan teman agar mereka senantiasa berada dalam kebaikan
j) Menjenguknya jika ia sakit, datang jika diberi undangan serta
mengantarkannya ke makam jika ia meninggal sesuai dengan hadits
berikut ini
Dari Abu Hurairah RA berkata ” Kewajiban orang muslim terhadap orang
muslim lain enam perkara. Orang beratnya kepada beliau; apakah itu ya
Rasulallah? Jawab Rasulallah SAW.: “ Jika berjumpa dengannya diberi
salam, jika diundang mendatanginya, jika dimintanya nasihat diberikan,
jika bersin dan ia menyebut nama Allah, dido‟akan dengan beroleh
rahmat,jika ia sakit ditengok dan jika ia meninggal diantarkan”.
(H.R.Muslim)
2) Etika Pergaulan dengan orang yang lebih tua
Islam senantiasa mengajarkan untuk berbuat baik kepada orang tua dan
orang yang lebih tua, menghormati dan menghargainya. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam bergaul dengan orang yang lebih tua
adalah:
a) Menghormati mereka dengan sepenuh hati dan senantiasa mengikuti
nasihat mereka dalam kebaikan
b) Mencontoh tingkah laku mereka yang baik dan menjadikannya
pelajaran
c) Memberi salam setiap kali bertemu dan senantiasa bertutur kata
dengan lemah lembut dan menjaga sopan santun
d) Tidak berkata kasar pada mereka dan menjaga perasaannya
walaupun ia berkata tidak baik, janganlah kita membalasnya dengan
perkataan yang tidak baik juga untuk menghidari konflik.
e) Senantiasa mendoakan terutama jika mereka adalah orangtua atau
saudara kita
3) Etika Pergaulan dengan lawan jenis
Hal yang perlu diperhatikan dan tak kalah penting dalam pergaulan
islam adalah tata cara bergaul dengan lawan jenis. Islam sendiri
mengatur pola hubungan antara pria dan wanita serta memisahkan
keduanya sesuai dengan syariat yang berlaku. Adapun hal-hal yang
perlu kita ketahui dan pegang dengan teguh mencakup hal-hal berikut
ini :
a) Menghindari berkhalwat atau berdua-duaan seperti halnya dalam
berpacaran apalagi jika sampai memiliki hubungan pacaran beda
agama. Berkhalwat dikhawatirkan dapat menimbulkan hal-hal yang
tidak diinginkan seperti zina dan lain sebagainya. Dalam sebuah
hadis Nabi menjelaskan yang artinya sebagai berikut:
“Jauhilah berkhalwat dengan perempuan. Demi (Allah) yang diriku
berada dalam genggaman-Nya, tidaklah berkhalwat seorang laki-
laki dengan seorang perempuan kecuali syetan akan masuk di
antara keduanya.” (HR. al- Thabarani).
b) Tidak memandang lawan jenis dengan syahwat atau pandangan
nafsu. Hindari memandang lawan jenis kecuali jika benar-benar
diperlukan
c) Hindari berjabat tangan dengan lawan jenis kecuali mahram
d) Menutup aurat jika bertemu dengan sejenis maupun lawan jenis
sebagaimana disebutkan dalam hadits yang artnya sebagai berikut:
“Tidak dibolehkan seorang laki-laki melihat aurat (kemaluan)
seorang laki-laki lain, begitu juga seorang perempuan tidak boleh
melihat kemaluan perempuan lain. Dan tidakboleh seorang laki-laki
berselimut dengan laki-laki lain dalam satu selimut baju, begitu
juga seorang perempuan tidak boleh berselimut dengan sesama
perempuan dalam satu baju.” (HR. Muslim).
e) Hendaknya menghindari perbuatan yang menjurus pada zina seperti
bersentuhan, berpelukan, berpegangan tangan, berciuman apalagi
sampai melakukan zina dan mengakibatkan hal-hal yang tidak
diinginkan seperti hamil diluar sesuai dengan firman Allah SWT
dalam surat Al isra ayat 32 yang yang artinya sebagai berikut:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
Dalam pada itu, jika ingin memenuhi hak sesama muslim, maka
pertama perlakukanlah setiap muslim itu sebagaimana engkau suka
diperlakukan. Perlakuan itu bukan hanya ketika berhadapan langsung
dengannya, tapi juga saat ia tak ada di hadapan (ghaib).
Tidak ada perbedaan sikap ketika bersama dengannya maupun saat tidak
bersamaan. Sehingga ada kejujuran dan keselarasan antara tindakan dan
ucapan. Ini juga bisa diartikan tidak bermuka dua. Jangan sampai
berlaku manis berhadapan, tapi mencemooh saat dibelakang. Bersikap
seolah hormat saat di hadapannya tapi melecehkan namanya di hadapan
orang lainnya. Prinsipnya, jangan memperlakukan orang lain dengan
sikap yang kita juga tidak suka jika diperlakukan demikian.
Berusahalah untuk menyediakan hati agar menyukai kebaikan bagi
muslim lainnya sebagaimana kamu menyukai kebaikan itu bagimu, serta
membenci keburukan baginya sebagaimana kamu membenci keburukan
itu untukmu.
Etika pergaulan dengan muslim lainnya jangan hanya demi keuntungan
menguntungkan diri sendiri sajai, tetapi mesti hadir dan memberikan
apa yang bisa menguntungkan dan berfaedah untuk orang lain, serta
hindarilah hal-hal yang bisa merugikan dan berefek buruk bagi saudara
muslim lain. Hubungan yang saling menguntungkan ini hendaknya
dilandasi dengan cinta dan sayang kepada sesama. Bukan berinteraksi
demi keuntungan pribadi dan membeda-bedakan takaran kebaikan
karena melihat potensi keuntungan. Dalam hal ini Nabi Muhammad
SAW mengingatkan, artinya:
“tidaklah (sempurna) iman seorang dari kamu sehingga mencintai
saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari).
b. Etika Berpakaian
Islam tidak menentukan model pakaian tertentu bagi umatnya. Agama
menyerahkan sepenuhnya pada manusia untuk berkreasi dalam berpakaian
asalkan mengikuti aturan Islam. Artinya, meskipun Islam tidak menjelaskan
secara detil model pakaian Islami, tetapi Islam menjelaskan aturan umum dan
etika berpakaian yang mesti dipahami dan diamalkan.
Dalam Islam fungsi utama pakaian adalah “menutup aurat” sebagaimana
tercantum dalam surah al-A‟raf .7:26

ً ُ ً ‫آد َم َق ْد َأ ْن َ ْزل َنا َع َل ْي ُك ْم ل َب‬


‫اسا ُي َو ِاري َس ْو ِآتك ْم َو ِريشا‬
َ
‫َب ِ ين‬
ِ
Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan”.
Walaupun Islam tidak merekomendasikan satu model pakaian tertentu, tetapi
Islam memiliki aturan umum berpakaian. Aturan umum antara lain, tidak
terbuka (tutup aurat), tidak transparan, tidak ketat, dan tidak menyerupai lawan
jenis.
1) Menutup aurat merupakan prinsip pertama yang menjadi dasar agar
pakaian tersebut dapat dikatakan sesuai dengan hukum Islam.
Sebagaimana telah dijelaskan oleh ulama fikih bahwa aurat laki-laki
adalah antara pusar sampai lutut dan aurat perempuan adalah seluruh
badan kecuali dua telapak tangan dan wajah. Syariat untuk menutup
aurat ini telah ada sejak zaman nabi Adam dan Hawa ketika mereka
berdua mendakati pohon yang dilarang oleh Allah swt untuk
mendekatinya di syurga. Hal ini terdapat dalam surah al-A‟raf .7: 22,

َّ ْ ََ َ ْ َ َ ُ َ ْ َ َ َّ َ َ
‫ذاقا الش َج َرة َبدت ل ُه َما َس ْوآت ُه َما َوط ِفقا َيخ ِصف ِان عل ْي ِه َما ِم ْن َو َر ِق ال َجن ِة‬
Artinya: “Yakni serta-merta dan dengan cepat tatkala keduanya telah
merasakan buah pohon itu, tampaklah bagi keduanya, aurat masing-
masing dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga
secara berlapis-lapir,”
2) Tidak Transparan
Pakaian yang tembus pandang, yang memperlihatkan bentuk tubuh yang
harusnya ditutup secara samar-samar bukan merupakan pakaian yang
Islami. Sebab, secara tidak langsung pakaian yang transparan berarti
tidak menutup aurat, “hanya mebungkus tubuh”. Memilih warna dan
bahan pakaian menentukan pakaian tersebut transparan atau tidak
khususnya dalam keadaan keringatan atau kehujanan. Sehingga ketika
membeli pakaian sangat dianjurkan untuk memilih bahan yang baik agar
tidak transparan.
Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh imam Muslim dalam
kitabnya Shohih Muslim/2128 sebagai berikut,
َ َّ ْ َ ْ َْ َ ‫هللا َع َل ْيه َو َس ىل‬
ُ ‫ول هللا َص ىَّل‬
ُ ‫ال َر ُس‬ َ ‫ َق‬،‫َع ْن َأب ُه َر ْي َر َة‬
َ ‫ َق‬:‫ال‬
‫ان ِمن أه ِل الن ِار ل ْم‬ ‫ف‬ ‫ن‬ ‫ص‬ « : ‫م‬ ِ
ٌ َ َ ٌ َ َ ٌ ِ َ َ ِ َ َّ َ ِ َ ُ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ٌ َ ْ ُ َ َ ٌ ْ َ ‫ََ ُ َ ِي‬
‫اسيات ع ِاريات‬ ‫ ونساء ك‬،‫ قوم معهم سياط كأذناب البقر يضبون بها الناس‬،‫أرهما‬
َ ْ َ َ َ َ ِ َّ َ ْ َ ِ ْ ُ ْ َ َ َ ِ َ ْ ِ ْ ُ ِ ْ َ ِ ْ َ َ َّ ُ ُ ُ ِ ُ ٌ َ َ ٌ َ ُ
‫ وَل َ ي ِجد َن‬،‫ َل يدخلن الجنة‬،‫ رءوسهن كأس ِنم ِة البخ ِت الم ِائل ِة‬،‫م ِميَلت م ِائَلت‬
َ َ ْ ُ َ َ َ َ َّ َ َ
‫ َو ِإن ِريحها ل ُيوجد ِمن َم ِس ر َي ِة كذا َوكذا‬،‫»ريحها‬ ِ
Artinya:
“Diriwayatkan oleh Abu Hurairah: ”Dua (jenis manusia) dari ahli
neraka yang aku belum melihatnya sekarang yaitu; kaum yang
membawa cemeti-cemeti seperti ekor sapi, mereka memukul manusia
dengannya, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang,
berjalan berlenggak lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang
condong. Mereka tidak akan masuk surga bahkan tidak akan mendapat
wanginya, dan sungguh wangi surga itu telah tercium dari jarak
perjalanan sekian dan sekian”.
3) Tidak Ketat/Sempit
Pakaian yang digunakan oleh seorang muslim mesti longgar dan tidak
ketat. Pakaian yang baik ialah pakaian yang tidak memperlihatkan
lekukan tubuh supaya orang yang melihat tidak terpancing untuk
melakukan perbuatan negative atau pelecehan.
4) Tidak Menyerupai Lawan Jenis
Dalam sebuah Hadis yang terdapat dalam Shohih Bukhari/159,
dijelaskan sebagai berikut:

ُ ‫هللا َع َل ْيه َو َس ىل َم‬


َْ ‫الم َت َش ِّبه‬ ‫ َ َ َ َ ُ ُ ى‬:َ َ َ ُ ْ َ ُ ‫َ ْ َ ى‬
ُ ‫اَّلل َص ىَّل‬ َ ْ َ
‫ي‬ ‫ِر‬ ِ ِ ‫ض اَّلل عنهما قال لعن رسول‬ ‫ي‬ ِ ‫اس ر‬ ٍ ‫ع ِن اب ِن ع َّب‬
َ ِّ ِّ َ
َ ‫الن‬ َ ِّ َ َ ُ َ ِّ
َ ‫الن‬ َ ِّ َ
‫ال‬
ِ ‫ج‬‫الر‬ ‫ب‬
ِ ‫اء‬
ِ ‫س‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ات‬
ِ ِ ‫ه‬ ‫ب‬ ‫ش‬ ‫ت‬ ‫الم‬‫و‬ ، ‫اء‬
ِ ‫س‬ ‫ال ِب‬ ِ ‫ِمن الرج‬

Artinya: “Diriwayatkan Ibn „Abbas Ra., berkata: “Rasulullah saw


melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang
menyerupai laki-laki.
Hadis di atas tidak secara eksplisit menjelaskan bahwa laki-laki tidak
boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya. Secara umum
hadis di atas menjelaskan bahwa Nabi saw melarang umatnya untuk
menyerupai lawan jenisnya, termasuk dalam dalam hal berpakaian.
Di samping itu etika berpakaian yang perlu diperhatikan adalah
kesederhanaan. Karena kesederhanaan dalam segala hal termasuk dalam
berpakaian adalah bagian dari iman. Dalam sebuah Hadis Rasulullah
saw, menjelaskan sebagai berikut:

َ ‫ « ْال َب َذ َاذ ُة م َن ْاْل‬:‫هللا َع َل ْيه َو َس ىل َم‬ ‫َ َ َ ُ ُ ى‬


ُ ‫اَّلل َص ىَّل‬
‫ان‬ ‫يم‬
ِ ِ ِ ِ ِ ‫قال رسول‬

Artinya:
“Rasulullah saw., bersabda kesederhanaan adalah bagian dari iman”.
Keempat kriteria di atas perlu diperhatikan ketika memilih, membeli,
dan menggunakan pakaian. Perempuan yang menggunakan “hijab” tidak
akan ada gunanya kalau pakaian yang mereka gunakan transparan dan
ketat. Begitu pula laki-laki, tidak ada gunanya memakai jubah, kalau
tembus pandang dan auratnya terlihat oleh orang lain.
c. Etika Makan dan Minum
Adapun etika makan dan minum sesuai sunnah yang diajarkan Rasulullah
sallallahu'alaihi wasallam:
1) Minum Harus Duduk
Terlepas dari perbedaan pendapat yang sudah dijelaskan oleh para ulama
tentang hokum makan atau minum sambil berdiri, setidaknya secara medis
sudah dijelaskan bahwa minum sambil duduk itu dianggap lebih baik
daripada minum sambil berdiri atau sambil tiduran. Bahkan secara adat-
istiadat, di sebagian tempat mungkin makan dan minum sambil berdiri itu
dianggap sebagai tindakan yang tidak sopan. Maka jika mau mengikuti
pendapat ulama yang menyatakan kebolehan makan dan minum sambil
berdiri, setidaknya jangan sampai melanggar aturan adat-istiadat yang
berlaku di suatu tempat.
2) Mengucapkan Basmalah
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh „Aisyah Radhiyallahu'anha
"Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia
mengucapkan Bismillah (menyebut nama Allah Ta'ala). Jika ia lupa untuk
menyebut nama Allah di awal, hendaknya ia mengucapkan: "Bismillahi
awwalahu wa aakhirotu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)".
(HR. Tirmidzi).
3) Makan dan Minum dengan Tangan Kanan
Dari Umar bin Abi Salamah, ia berkata, "Waktu aku masih kecil dan berada
di bawah asuhan Rasulullah shallallhu'alaihi wa sallam, tanganku
bersileweran di nampan saat makan. Maka Rasulullah Saw bersabda:
"Wahai Ghulam, sebutlah nama Allah (bacalah "Bismillah"), makanlah
dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada dihadapanmu."
Maka seperti itulah gaya makanku setelah itu, (HR. Bukhari).
4) Tidak Meniup Makanan atau Minuman
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu'anhu
dijelaskan tentang larangan meniup untuk mendinginkan makanan atau
minuman yang masih panas: "Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu'anhuma
bahwa Nabi Muhammad Saw melarang pengembusan nafas dan peniupan
(makanan atau minuman) pada bejana," (HR. Abu Dawud dan At-
Tirmidzi).
5) Minum dengan Tiga Tegukan
Sabdaa Rasulullah SAW: "Janganlah kalian minum seperti minumnya
hewan. Tetapi minumlah kalian dengan dua atau tiga kali, dan jika kalian
minum sebutlah nama Allah (membaca basmallah), kemudian pujilah Dia
(membaca hamdalah), ketika kalian mengangkatkan (selesai minum)." (HR.
At-Tirmidzi).
6) Menuangkan Air Ke Gelas Secukupnya
Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu'anhuma:
"Rasulullah melarang minum langsung dari mulut qibrah (wadah air yang
terbuat dari kulit) atau wadah air minum yang lainnya." (HR Bukhari).
7) Makan dan Minum tidak Berlebihan
Allah sangat tidak menyukai orang yang berlebihan dalam segala sesuatu,
termasuk makan. Makanlah secukupnya dan jangan mengambil makanan
melebihi apa yang dapat kita makan. Jika berlebihan, maka tentu akan
menjadi mubazir dan akhirnya boros. Sedangkan boros adalah temannya
setan. Allah berfirman: “Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-
lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan.” (QS. Al-A‟raf 7: 31). Rasulullah menjelaskan bahwa perut
manusia dibagi menjadi tiga ruang, ruang pertama untuk makanan, ruang ke
dua adalah udara dan ruang ke tiga adalah air/cairan. Ketiga ruang ini harus
diisi dengan proporsi yang seimbang, tanpa berlebihan.
8) Mengucapkan Hamdallah
Sebagaimana yang sudah dipraktikkan Rasulullah, ketika beliau selesai dari
makan atau minum, beliau membaca: "Puji syukur kepada Allah yang telah
memberi makan dan memberi minum kepada kami serta menjadikan kami
termasuk orang-orang Islam." (HR. Abu Dawud)
d. Etika Menuntut Ilmu
Kata ilmu dalam bahasa Indonesia berasal dari kata al-„ilmu dalam bahasa
Arab. Secara bahasa (etimologi) kata al-„ilmu adalah bentuk masdar atau kata
sifat dari kata `alima – ya`lamu- `ilman. Dijelaskan bahwa lawan kata dari al-
„ilmu adalah al-jahl (bodoh/tidak tahu). Sehingga jika dikatakan alimtu asy-
syai‟a berarti “saya mengetahui sesuatu”. Sementara secara istilah (terminologi)
ilmu berarti pemahaman tentang hakikat sesuatu.
Setiap penuntut ilmu merindukan untuk menjadi penuntut ilmu yang baik,
walaupun tidak selalu diikuti oleh kesediaan dalam menempuh jalan
kesuksesan. Sebagaimana setiap penuntut ilmu tidak menginginkan dirinya
menjadi atau tergolong sebagai penuntut ilmu yang gagal. Karena itu setelah
memaparkan dua kategori penuntut ilmu, berikut ini penulis ketengahkan
beberapa kiat dan jalan menuju kesuksesan dalam menuntut ilmu berdasarkan
nash-nash Al-Qur`an, hadits, maupun penjelasan dan contoh dari para ulama.
1) Ikhlas karena Allah
Ikhlas merupakan kunci sukses yang pertama dan mendasar dalam upaya
seseorang mewujudkan cita-citanya meraih ilmu yang bermanfaat. Karena
hanya dengan dasar ikhlas, segala tindakan kebaikan yang dilakukan akan
menjadi amal shalih yang layak mendapatkan balasan kebaikan dari Allah,
Tuhan semesta alam. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
rahimahullah berkata :”Tidaklah diragukan lagi, bahwa menuntut ilmu
adalah sebuah ibadah, bahkan ia merupakan ibadah yang paling mulia lagi
utama. Maka oleh karenanya, wajib atas seorang penuntut ilmu harus
memenuhi syarat diterimanya ibadah, yaitu ikhlas”. Juga hadits Nabi SAW ;
ُ ْ َ َ َ َ َ ُّ
‫ضف ِب ِه‬ ‫ي‬‫و‬ ‫ـاء‬ ‫ه‬ ‫ف‬ ‫الس‬ ‫ه‬ ‫ب‬ ْ ‫َم ْن َت َع ىل َم ْالع ْل َـم ل ُي َبـاه به ْال ُـع َل َم َاء َو ُي َجـار‬
‫ي‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ََّ َ َ ُ ُِ َ ‫ُ ُ ْ ُ َّ َ َ ْ َ ْ َ ي‬
‫وجـوه النـاس ِإلي ِـه أدخلـه اللـه جهنـم‬

Artinya :
“Barangsiapa yang mempelajari ilmu untuk membanggakan diri di
hadapan para ulama, mempermainkan diri orang-orang bodoh dan dengan
itu wajah orang-orang berpaling kepadanya, maka Allah akan
memasukkannya ke dalam neraka Jahannam. “ (HR. Ibn Majjah dari
sahabat Abu Hurairah)
2) Berdo`a
Dalam Islam, seorang penuntut ilmu di samping didorong untuk berusaha
Allah SWT memerintahkan kepada penuntut ilmu untuk berdo‟a dengan
do‟a. Sebagaimana tersebut dalam firman–Nya Surat Thaha ayat 114:
Artinya: “Dan katakanlah ,”Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku”
Rasulullah juga mengajarkan sebuah do‟a khusus bagi para penuntut ilmu.
Do‟a itu adalah:
َ ْ َ َ ْ ْ َ ُ ُ َ ً َ ً ْ َ ُ َ َ ِّ ُ
‫ َوأع ْوذ ِبك ِمن ِعلم َلينف ُـع‬،‫الله َّم إن ْـي أ ْسألك ِعلما ن ِافعـا‬
Artinya:
“Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat
dan Aku berlindung kepada Engkau dari (mendapatkan) ilmu yang tidak
bermanfaat.” (HR. Al-Nasa‟i dari sahabat Jabir bin Abdillah ra)

3) Bersungguh-Sungguh
Termasuk juga kunci sukses dalam menuntut ilmu adalah bersungguh-
sungguh dan diniatkan untuk mencari keridhaan Allah. Hal ini sebagaimana
yang dijelaskan Allah SWT. dalam Surat al-Ankabut ayat 69: “Dan orang-
orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah
benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”
Seorang penuntut ilmu memerlukan kesungguhan. Tidak layak para
penuntut ilmu bermalas-malasan dalam mencarinya. Kita akan mendapatkan
ilmu yang bermanfaat-dengan izin Allah-apabila kita bersungguh-sungguh
dalam menuntutnya. Sebab jika seorang penuntut ilmu malas maka ia tidak
akan mendapatkan ilmu yang dicarinya, sebagaimana pendapat Yahya bin
Abi Katsir rahimahullah bahwa ilmu tidak akan diperoleh dengan tubuh
yang dimanjakan (santai). Karena itulah dalam ayat di atas Allah
menjanjikan kabar gembira dan kemuliaan bagi orang yang bersungguh-
sungguh. Syaikh Abu Bakar al-Jazairy menjelaskan: “Di dalam ayat ini
terdapat busyra dan janji yang benar lagi mulia, demikian itu karena orang
yang bersungguh-sungguh berada di jalan Allah, karena mencari ridha
Allah dengan berusaha untuk meninggikan kalimat-Nya.”
Para ulama terdahulu selalu bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.
Sebagai contoh, kisah Imam Syafi`i rahimahullah dalam menuntut ilmu.
Beliau berasal dari keluarga yang fakir, namun hal itu tidak dianggap aib
oleh beliau, justru sebaliknya, dijadikan sebagai kekuatan yang dapat
mendorongnya untuk senantiasa menuntut ilmu. Imam Syafi‟i, sebagaimana
yang dikisahkan Humaidi, pernah bercerita:
Aku adalah seorang anak yatim yang berada dalam pengayoman ibu, ia
selalu mendorongku untuk hadir ke majelis ilmu. Guru sangat sayang pada
aku, sampai-sampai aku menempati tempatnya ketika ia berdiri. Tatkala
aku sudah merapikan Al-Qur‟an, kemudian aku masuk ke dalam masjid
dan duduk bersama para ulama. Di sana aku mendengarkan hadits beserta
rinciannya kemudian aku hafal semuanya. Ibuku tidak dapat memberikan
kepadaku sesuatu yang dengannya aku dapat belikan kertas. Aku melihat
tulang maka aku ambil, kemudian aku menulisnya, tatkala sudah penuh,
maka aku menghafalnya sekuat tenagaku.

4) Menjauhi Kemaksiatan
Syarat lain bagi penuntut ilmu yang ingin sukses adalah menjauhi
kemaksiatan. Syarat ini merupakan syarat unik yang hanya dimiliki oleh
agama Islam. Ibn al-Qayyim al-Jauziyah rahimahullah misalnya berkata:
“Maksiat memilki pengaruh jelek lagi tercela, dan juga dapat merusak hati
dan badan baik di dunia maupun di akhirat. Diantara bahaya dari maksiat
antara lain: Terhalangnya mendapatkan ilmu, karena sesungguhnya ilmu itu
adalah cahaya yang telah Allah berikan di dalam hati, dan maksiat itu
memadamkannya (cahaya itu)”.
Pengaruh kemaksiatan terhadap terhalangnya ilmu pernah terbukti menimpa
Imam Syafi‟i. hal ini terlihat dari pengaduan Imam Syafi‟i kepada salah
seorang gurunya yang bernama Waki‟. Kisah ini diceritakan Imam Syafi‟i
dalam sebuah syair beriku, Artinya: “Aku mengadu kepada guruku bernama
Waqi‟, tentang jeleknya hafalanku, maka ia memberikan petunjuk kepadaku
agar meninggalkan kemaksiatan. Karena sesungguhnya ilmu itu adalah
cahaya, dan cahaya Allah itu tidak akan diberikan kepada orang yang
berbuat maksiat”
5) Tidak Malu dan Tidak Sombong
Sombong dan malu menyebabkan pelakunya tidak akan mendapatkan ilmu
selama kedua sifat itu masih ada dalam dalam dirinya.
Sementara mengenai larangan sombong, Allah SWT. jelaskan dalam Surat
al-Baqarah ayat 34:
Artinya:
”Dan ingatlah ketika kami berfirman kepada para malaikat : Sujudlah
kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia enggan dan
takabbur dan adalah ia termasuk golongan orang–orang yang kafir.
Kesombongan dalam menuntut ilmu dilarang sebab ia akan menyebabkan
tertolaknya kebenaran. Seorang yang sombong akan cenderung
merendahkan manusia lainnya dan menolak kebenaran, sehingga ia akan
kesulitan untuk mendapatkan guru dan ilmu. Orang sombong akan merasa
dirinya selalu lebih baik dari orang lain sehingga tidak lagi memerlukan
tambahan ilmu. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah dalam
salah satu sabdanya:
َّ ُ ْ َ َ ِّ َ ْ ُ َ َ ُ ْ ْ َ
‫اس‬
ِ ‫الن‬ ‫َل ِكي بطر الحق وغمط‬

“ Sombong itu adalah, menolak kebenaran dan merendahkan


manusia.”(HR. Muslim dari sahabat Ibn Mas‟ud ra)

6) Mengamalkan dan Menyebarkan Ilmu


Di dalam ajaran Islam, ada tiga perintah yang saling bertautan kepada para
penuntut ilmu. Perintah itu adalah mencari ilmu, mengamalkan dan
menyampaikannya kepada orang lain. Trilogi menuntut ilmu ini tidak boleh
lepas dari diri seseorang, sebab antara satu dengan yang lainnya mempunyai
shilah (hubungan) yang erat. Islam mensyariatkan wajibnya menuntut ilmu
atas setiap muslim, dan di sisi lain ia juga memerintahkan agar ilmu yang
sudah diketahui harus diamalkan dan dida‟wahkan kepada orang lain.
Banyak ayat dan hadits yang menjelaskan keutamaan orang yang
mengamalkan ilmu dan menda‟wahkannya, dan banyak pula nushûsh yang
berbicara tentang ancaman orang yang tidak mau mengamalkan dan
menda‟wahkan ilmunya. Mengenai keutamaan menda‟wahkan ilmu,
misalnya dapat disimak dari sabda Nabi SAW. berikut ini:

َ ْ َ ْ ُ ََ َ ََ َ ْ
‫َمن د َّل عَّل خ رْ ٍي فله ِمث ُل أج ِر ف ِاع ِل ِه‬
Artinya :
“Siapa orang yang menunjukkan kebaikan, maka baginya pahala seperti
orang yang melakukkannya”(HR. Tirmidzi dari sahabat Abi Mas‟ud ra).

Dalam hadits di atas, Rasulullah memberikan dorongan berupa janji pahala


bagi orang yang mengajarkan ilmunya. Pahala itu berupa kebaikan semisal
kebaikan yang didapat oleh orang yang diajari ilmu olehnya dari ilmunya
itu.
4. Kesimpulan
Sebagai seorang mahasiswa memiliki etika yang baik itu amat penting, baik Etika
Pergaulan, Etika Berpakaian, Etika Makan dan Minum dan Etika Menuntut Ilmu
karena hal tersebut sangat fundamental dalam Islam, karena itu terkait dalam
menjalankan hidup baik di dalam kehidupan di kampus maupun dalam kehidupan
sehari-hari.

5. Asesment
1. Bagaimana etika pergaulan mahasiswa yang Islami ? Jelaskan
2. Jelaskanlah etika berpakaian bagi muslim dan muslimah yang Islami ?
3. Uraikan etika makan dan minum menurut ajaran Islam ?
4. Bagaimana etika menuntu ilmu/belajar menurut ajaran Islam ?

5. Daftar Bacaan
Ahmad A. Abdurrahman. Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-Hari. Pustaka
Nabawi. Ponpest Arroyyan Cirebon
Mansyur. Kahar. Membina Islam dan Iman. Kalam Mulia. Jakarta
Ali. Maulana Muhammad. Islamologi (Dinul Islam). Darul Kutubil Islamiyyah.

Anda mungkin juga menyukai