Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KONSELING GIZI PADA BAYI DAN BALITA GIZI KURANG

DISUSUN OLEH :
DARMAWATI (A1A222175)
EKA WAHYUNI (A1A222191)
FARIDHA SHALLY RAHMAN (A1A222178)
HAJRIANTI (A1A222209)

PROGRAM STUDY SARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2023-2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Knseling Gizi
Pada Bayi dan Balita Gizi Kurang”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan modul ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan modul ini.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
modul ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk masyarakat ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Makassar, 18 Maret 2024

Penyusun

2
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Bayi dan balita merupakan awal dalam daur kehidupan manusia yaitu usia 0 –
60 bulan. Usia balita sangat rentan terhadap kondisi malnutrisi dibandingkan dengan
kelompok usia lainnya. Malnutrisi dapat meningkatkan risiko kematian dan kesakitan
akibat malnutrisi, olehnya itu diperlukan penanganan yang tepat. Penanganan yang
tepat dapat dilakukan jika diagnosis gizi juga tepat.
Berdasarkan data WHO memperkirakan bahwa 54% kematian anak
disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Sementara masalah gizi di Indonesia
mengakibatkan lebih dari 80% kematian anak. Jumlah penderita kurang gizi di dunia
mencapai 104 juta anak di bawa usia 5 tahun, dan keadaan kurang gizi menjadi
penyebab sepertiga dari seluruh penyebab kematian anak di seluruh dunia. Sedangkan
pada tahun 2013, WHO melaporkan bahwa 99 juta anak dibawa usia 5 tahun
menderita kurang gizi di diantaranya 67 % terdapat di Asia dan 29% di Afrika.
Saat ini kesehatan masyarakat yang utama di indonesia adalah masalah gizi dimana
tubuh mengalami gangguan dalam zat gizi untuk pertumbuhan,perkembangan dan
aktivitas . Dampak kekurangan gizi bukan hanya menimbulkan masalah kesehatan
saja namun juga menurunkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat
diperlukan di masa yang akan datang. Risiko kematian anak gizi buruk 17 kali lipat
dibandingkan dengan anak normal. Oleh karena itu, setiap anak gizi buruk harus
dirawat sesuai standar yang diperlukan dalam penanganan gizi . Proses untuk
menjadikan seorang anak mengalami kegagalan pertumbuhan dimulai pada saat
didalam rahing hingga usia dua tahun. Proses tersebut dipengaruhi oleh asupan dan
praktik pemberian makan yang diberikan. Hal tersebut terjadi karena seringkali ibu
tidak memiliki pengetahuan tentang gizi dan perilaku Kesehatan(Darmiati D , 2021).
Gizi anak balita merupakan permasalahan global dengan dampak sistemik
yang signifikan, termasuk di Indonesia. Anak-anak yang mengalami gizi kurang atau
buruk berisiko mengalami penurunan tingkat kecerdasan dan daya saing . Riset
Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk, gizi kurang,
gizi baik, dan gizi lebih di Indonesia masing-masing sebesar 3,9%, 13,8%, 79,2%, dan
3,1% (Kemenkes RI, 2018). Data dari UNICEF tahun 2020 mencatat bahwa tujuh juta

4
anak di Indonesia mengalami stunting, dua juta anak balita mengalami kekurangan
berat badan, dan dua juta lainnya mengalami obesitas (Pratiwi S, 2023)
Malnutrisi adalah kondisi yang mengacu pada kekurangan, kelebihan, atau
ketidakseimbangan asupan energi dan/atau zat gizi seseorang. Malnutrisi
dikelompokkan menjadi 3, yang biasa disebut dengan triple burden of malnutrition
yaitu, (1) kekurangan gizi meliputi wasting (berat badan menurut tinggi badan
rendah), stunting (tinggi badan menurut umur rendah), dan kekurangan berat badan
(berat badan menurut umur rendah), (2) malnutrisi berkaitan dengan zat gizi mikro
yang meliputi defisiensi zat gizi mikro (kekurangan vitamin dan mineral penting) atau
kelebihan zat gizi mikro, dan (3) kelebihan berat badan, obesitas, dan penyakit tidak
menular terkait pola makan (seperti penyakit jantung, stroke, diabetes, dan beberapa
kanker) (World Health Organization (WHO), 2021).
Penilaian status gizi merupakan suatu kegiatan mengumpulkan,
mengelompokkan, menganalisis, dan menginterpretasikan informasi yang relevan
untuk menentukan status gizi dan risiko gizi maupun penyebab masalah gizi individu,
kelompok atau populasi. Penilaian status gizi dapat dilakukan secara antropometri,
biokimia, fisik/klinik, serta riwayat makan dan gizi
Masalah malnutrisi sering luput dari penglihatan atau pengamatan biasa dan seringkali
tidak cepat ditanggulangi, padahal dapat memunculkan masalah besar. Secara
perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi,
dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain itu, dampak kekurangan gizi
terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan, serta
lambatnya pertumbuhan ekonomi dan tentunya akan semakin sulit keluar dari
lingkaran kemiskinan. (Sitti Rukmana Patty dan Fentiny Nugroho, 2019).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana menentukan status gizi pada bayi dan balita gizi kurang ?
2. Apa untuk mengetahui masalah pertumbuhan yang dihadapi bayi dan balita gizi
kurang ?
3. Bagaimana mengidentifikasi dan menentukan masalah penyebab bayi dan balita
gizi kurang?
4. Apa nasehat, anjuran makan serta pemecahan masalah untuk konseling bayi dan
balita gizi kurang?

5
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara menentukan status gizi pada bayi dan balita gizi kurang
2. Untuk mengetahui masalah pertumbuhan yang dihadapi bayi dan balita gizi
kurang
3. Untuk mengetahui identifikasi dan masalah penyebab bayi dan balita gizi kurang
4. Untuk mengetahui nasehat, anjuran makan serta pemecahan masalah pada
konseling bayi dan balita gizi kurang

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Bayi dan Balita


Bayi Baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang
kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu
sampai 42 minggu, dengan berat badan lahir 2500 - 4000 gram, dengan nilai apgar > 7
dan tanpa cacat bawaan.
Neonatus adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus
menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstra uterin. Tiga faktor
yang mempengaruhi perubahan fungsi dan peoses vital neonatus yaitu maturasi,
adaptasi dan toleransi. Empat aspek transisi pada bayi baru lahir yang paling dramatik
dan cepat berlangsung adalah pada sisem pernafasan, sirkulasi, kemampuan
menghasilkan glukosa.
Bayi baru lahir dikatakan normal jika usia kehamilan aterm antara 37- 42
minggu, BB 2500 gram – 4000 gram, panjang badan 48- 52 cm, lingkar dada 30- 38
cm, lingkar kepala 33- 35 cm, lingkar lengan 11- 12 cm, frekuensi DJ 120- 160 x
permenit, pernafasan ± 40- 60 x permenit, kulit kemerahan dan licin karena jaringan
subkutan yang cukup, rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah
sempurna, kuku agak panjang dan lemas, nilai APGAR > 7, gerakan aktif, bayi
langsung menangis kuat, refleks rooting (mencari putting susu dengan rangsangan
taktil pada pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik, refleks sucking (isap
dan menelan) sudah terbentuk dengan baik, refleks morro (gerakan memeluk bila
dikagetkan) sudah terbentuk dengan baik, refleks grasping (menggenggam) sudah
baik, genetalia sudah terbentuk sempurna , pada laki- laki testis sudah turun ke
skrotum dan penis berlubang, pada perempuan: Vagina dan uretra yang berlubang,
serta labia mayora sudah menutupi labia minora, eliminasi baik, mekonium dalam 24
jam pertama, berwarna hitam kecoklatan.
Menurut Kemenkes RI (2018) balita adalah anak yang telah memasuki usia di
atas satu tahun yang diperhitungkan berusia 12-59 bulan yang sering disebut anak di
bawah lima tahun. Masa balita merupakan periode penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak. Masa Balita adalah masa dimana masih bergantungnya anak
pada orangtua untuk setiap pemenuhan kebutuhannya. Pertumbuhan yang
berlangsung pada masa balita merupakan pertumbuhan yang sangat pesat, dan akan

7
mempengaruhi dan menentukan pertumbuhan anak selanjutnya, maka sering disebut
golden age (Setyawati et al., 2018).
Masa Bayi Balita adalah masa setelah dilahirkan sampai sebelum berumur 59
bulan, terdiri dari bayi baru lahir usia 0-28 hari, bayi usia 0-11 bulan dan anak balita
usia 12 - 59 bulan. Kesehatan bayi dan balita sangat penting diperhatikan karena pada
masa ini pertumbuhan dan perkembangan fisik serta mentalnya sangat cepat. Upaya
Kesehatan bayi dan balita meliputi tata laksana dan rujukan, gizi, pemantauan
pertumbuhan dan perkembangan, imunisasi, rehabilitasi dan perawatan jangka
panjang pada penyakit kronis/langka, pola asuh dan stimulasi perkembangan, serta
penyediaan lingkungan yang sehat dan aman.
Selain upaya kesehatan tersebut, pada bayi, kesehatan yang perlu diperhatikan
adalah pencegahan infeksi, pelayanan neonatal esensial, pemberian makan bayi dan
anak, skrining bayi baru lahir, perawatan BBLR, dan gizi bagi ibu menyusui hingga
skiring pada balita. Kesehatan bayi dan balita sangat dipengaruhi oleh asupan
makanan dan nutrisi yang cukup serta perawatan yang baik. Bayi dan balita yang
sehat ditandai dengan berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala yang sesuai
dengan usianya.
Pada masa bayi, kesehatan sangat ditentukan oleh nutrisi yang diberikan oleh
ibu melalui ASI. Oleh karena itu, penting bagi ibu untuk memberikan ASI eksklusif
selama 6 bulan pertama kehidupan bayi, kemudian dilanjutkan dengan MPASI yang
sehat dan bergizi. Perawatan bayi juga perlu diperhatikan, seperti perawatan kulit,
sanitasi dan kebersihan, serta vaksinasi untuk melindungi bayi dari penyakit.
Sedangkan pada masa balita, selain nutrisi yang baik, juga perlu diperhatikan kegiatan
fisik dan stimulasi yang dapat membantu perkembangan otak dan keterampilan sosial.
Kegiatan fisik yang tepat dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan
otot serta tulang pada anak. Selain itu, orangtua juga perlu memberikan stimulasi pada
anak, seperti membaca cerita dan bermain, untuk membantu meningkatkan
keterampilan bahasa, sosial, dan kognitif. Kesehatan bayi dan balita dapat dilihat dari
berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, serta aktivitas dan respons yang sesuai
dengan usianya. Jika ada keluhan atau tanda-tanda tidak sehat pada bayi atau balita,
segera konsultasikan ke dokter atau fasilitas kesehatan terdekat.

8
B. Menentukan status gizi
Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan
zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk metabolisme
tubuh. Setiap individu membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda antarindividu, hal
ini tergantung pada usia orang tersebut, jenis kelamin, aktivitas tubuh dalam sehari,
dan berat badan.
Penilaian status gizi anak dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan, upaya
kesehatan bersumber daya masyarakat, dan institusi pendidikan, melalui skrining dan
survei. Dalam hal hasil penilaian status gizi anak ditemukan permasalahan gizi anak,
wajib dilakukan tata laksana sesuai kebutuhan. Penilaian tren pertumbuhan anak
dilakukan dengan :
1. Membandingkan pertambahan berat badan dan panjang badan atau tinggi badan
dengan standar kenaikan berat badan dan pertambahan panjang badan atau tinggi
badan; dan
2. menilai kenaikan indeks massa tubuh yang terjadi di antara periode puncak
adipositas (peak adiposity) dan kenaikan massa lemak tubuh (adiposity rebound).
(Ivonne A.V. Gasper, dkk (2024).
Menurut WHO bentuk umum dari kekurangan gizi, di antaranya yaitu stunting,
wasting, dan underweight. Kekurangan gizi membuat seseorang jauh lebih rentan
terhadap penyakit dan kematian khususnya pada anak-anak. Stunting merupakan
kegagalan untuk mencapai potensi pertumbuhan seseorang-disebabkan oleh
kekurangan gizi kronis dan penyakit berulang-selama masa kanak-kanak. Kondisi ini
dapat secara permanen membatasi kapasitas fisik dan kognitif anak dan menyebabkan
kerusakan seumur hidup. Wasting, atau malnutrisi akut, adalah akibat dari penurunan
berat badan yang cepat atau kegagalan untuk menambah berat badan. Seorang anak
yang kurus (underweight) atau sangat kurus memiliki peningkatan risiko kematian.
Seorang anak yang underweight memiliki kemungkinan stunting, wasting, atau
keduanya.
Stunting jika dikutip dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2021 adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat
kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi
badannya di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada
anak balitaakibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan.

9
Sedangkan pengertian stunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes)
adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2.00 SD/standar deviasi
(stunted) dan kurang dari -3.00 SD (severely stunted) (Kemenkes RI, 2023). Jadi
dapat disimpulkan bahwa stunting merupakan gangguan pertumbuhan yang dialami
oleh balita yang mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan anak yang tidak sesuai
dengan standarnya sehingga mengakibatkan dampak baik jangka pendek maupun
jangka panjang.
Selain stunting, dalam SSGI juga mengukur tiga status gizi lainnya, yakni balita wasting
(penurunan berat badan), underweight (berat badan kurang), dan overweight (berat badan
berlebih).
Wasting adalah kondisi anak yang berat badannya menurun seiring waktu hingga
total berat badannya jauh di bawah standar kurva pertumbuhan atau berat badan
berdasarkan tinggi badannya rendah (kurus) dan menunjukkan penurunan berat badan
(akut) dan parah. Pemicu wasting biasanya dikarenakan anak terkena diare sehingga
berat badannya turun drastis tapi tinggi badannya tidak bermasalah.
Wasting tidak dapat dianggap sepele sebab jika penanganannya terlambat bisa
berakibat fatal dan menyebabkan kematian.
Anak yang menderita stunting akibat kekurangan zat gizi protein secara kronis
atau anak yang mengalami wasting akibat kehilangan berat badan secara akut dapat
dimasukkan ke dalam kriteria anak gizi kurang atau underweight. Sebaliknya anak
yang memiliki berat badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi badan
seharusnya pada usia tersebut maka disebut anak menderita obesitas. Obesitas
didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan dan dapat
mengganggu kesehatan yang diukur berdasarkan standar WHO.
Underweight dapat diartikan sebagai berat badan rendah akibat gizi
kurang. Underweight adalah kegagalan bayi untuk mencapai berat badan ideal, yang
kemudian juga bisa mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan, sesuai usianya, dalam
jangka waktu tertentu. Gangguan ini bisa disebabkan karena bayi kekurangan energi
dan zat-zat gizi yang dibutuhkan sesuai usianya.
Kasus selanjutnya yang dapat dialami adalah anak menderita double burden yaitu
anak yang menderita stunting secara bersamaan mengalami obesitas juga sehingga
anak terlihat gemuk dan pendek.
Masalah gizi utama di Indonesia terdiri dari masalah gizi pokok yaitu Kekurangan
Energi Protein (KEP), Kekurangan Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan

10
Yodium (GAKY), dan Anemia Gizi Besi (AGB), selain gizi lebih (obesitas).
Indonesia sekarang mengalami 2 masalah gizi sekaligus atau lebih dikenal dengan
masalah gizi ganda.
Dengan Pengukuran Antropometri Anak wajib menggunakan alat dan teknik
pengukuran sesuai standar. Standar Antropometri Anak, tata cara penilaian status gizi
anak, tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 2 Tahun 2020 tentang Status
Antropometri Anak. (Ivonne A.V. Gasper, dkk (2024). Standar Antropometri Anak
didasarkan pada parameter berat badan dan panjang/tinggi badan yang terdiri atas 4
(empat) indeks, meliputi:
1. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Indeks BB/U ini menggambarkan berat badan relatif dibandingkan dengan umur
anak. Indeks ini digunakan untuk menilai anak dengan berat badan kurang
(underweight) atau sangat kurang (severely underweight), tetapi tidak dapat
digunakan untuk mengklasifikasikan anak gemuk atau sangat gemuk. Penting
diketahui bahwa seorang anak dengan BB/U rendah, kemungkinan mengalami
masalah pertumbuhan, sehingga perlu dikonfirmasi dengan indeks BB/PB atau
BB/TB atau IMT/U sebelum diintervensi.
2. Indeks Panjang Badan menurut Umur atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U
atau TB/U)
Indeks PB/U atau TB/U menggambarkan pertumbuhan panjang atau tinggi badan
anak berdasarkan umurnya. Indeks ini dapat mengidentifikasi anak-anak yang
pendek (stunted) atau sangat - 13 - pendek (severely stunted), yang disebabkan
oleh gizi kurang dalam waktu lama atau sering sakit. Anak-anak yang tergolong
tinggi menurut umurnya juga dapat diidentifikasi. Anak-anak dengan tinggi badan
di atas normal (tinggi sekali) biasanya disebabkan oleh gangguan endokrin,
namun hal ini jarang terjadi di Indonesia.
3. Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan/Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB)
Indeks BB/PB atau BB/TB ini menggambarkan apakah berat badan anak sesuai
terhadap pertumbuhan panjang/tinggi badannya. Indeks ini dapat digunakan
untuk mengidentifikasi anak gizi kurang (wasted), gizi buruk (severely wasted)
serta anak yang memiliki risiko gizi lebih (possible risk of overweight). Kondisi
gizi buruk biasanya disebabkan oleh penyakit dan kekurangan asupan gizi yang
baru saja terjadi (akut) maupun yang telah lama terjadi (kronis).

11
4. Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
Indeks IMT/U digunakan untuk menentukan kategori gizi buruk, gizi kurang, gizi
baik, berisiko gizi lebih, gizi lebih dan obesitas. Grafik IMT/U dan grafik BB/PB
atau BB/TB cenderung menunjukkan hasil yang sama. Namun indeks IMT/U
lebih sensitif untuk penapisan anak gizi lebih dan obesitas. Anak dengan ambang
batas IMT/U >+1SD berisiko gizi lebih sehingga perlu ditangani lebih lanjut
untuk mencegah terjadinya gizi lebih dan obesitas (Menkes RI,2020).
Klasifikasi Status Gizi Berikut ini beberapa klasifikasi untuk menentukan status
gizi. Indikator yang digunakan meliputi BB/U, TB/U, BB/TB. Standar yang
digunakan adalah Standar WHO 2005.
1. Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/U
a. Gizi Buruk : Z score < -3 SD
b. Gizi Kurang : Z score -3 SD sampai dengan < -2 SD
c. Gizi Baik : Z score -2 SD sampai dengan 2 SD
d. Gizi Lebih : Z score > 2 SD
2. Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator TB/U
a. Sangat Pendek : Z score < -3 SD
b. Pendek : Z score -3 SD sampai dengan < -2 SD
c. Noermal : Z score -2 SD sampai dengan 2 SD
d. Tinggi : Z score > 2 SD
3. Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/TB
a. Sangat Kurus : Z score < -3 SD  Kurus : Z score -3 SD sampai dengan < -2
SD
b. Normal : Z score -2 SD sampai dengan 2 SD
c. Gemuk : Z score > 2 SD

C. Faktor penyebab terjadinya gizi kurang pada bayi balita


Di negara berkembang anak-anak umur 0–5 tahun merupakan golongan yang
paling rawan terhadap gizi. Anak-anak biasanya menderita bermacam-macam infeksi
serta berada dalam status gizi rendah. Anak usia 12-23 bulan merupakan anak yang
masuk dalam kategori usia 6–24 bulan dimana kelompok umur tersebut merupakan
saat periode pertumbuhan kritis dan kegagalan tumbuh (growth failure) mulai terlihat.

12
Status gizi anak dapat dipengaruhi oleh dua hal yaitu asupan makanan yang
kurang dan penyakit infeksi. Asupan energi yang kurang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan negatif akibatnya berat badan lebih rendah dari normal atau ideal.
Protein yang juga merupakan zat gizi makro mempunyai fungsi sebagai bagian
kunci semua pembentukan jaringan tubuh. Pertumbuhan dan pertahanan hidup terjadi
pada manusia bila protein cukup dikonsumsi. Masalah gizi sebenarnya bukan masalah
yang hanya disebakan oleh kemiskinan saja. Juga karena aspek sosial-budaya
(kepercayaan, pendidikan, dan pekerjaan) yang ada di masyarakat kita, sehingga
menyebabkan tindakan yang tidak menunjang tercapainya gizi yang memadai untuk
balita. Keadaan sosial ekonomi suatu keluarga sangat memengaruhi tercukupi atau
tidaknya kebutuhan primer, sekunder, serta perhatian dan kasih sayang yang akan
diperoleh anak. Hal tersebut tentu berkaitan erat dengan pendapatan keluarga, jumlah
saudara dan pendidikan orang tua. Status ekonomi rendah akan lebih banyak
membelanjakan pendapatanya untuk makan.
Konsumsi gizi makanan pada seseorang dapat menentukan tercapainya tingkat
kesehatan, atau sering disebut status gizi. Apabila tubuh berada dalam tingkat
kesehatan optimum, di mana jaringan jenuh oleh semua zat gizi, maka disebut status
gizi optimum. Dalam kondisi demikian tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai
daya tahan yang setingi-tingginya.
Apabila konsumsi gizi makanan pada seseorang tidak seimbang dengan
kebutuhan tubuh, maka akan terjadi kesalahan akibat gizi (malnutrition). Malnutrisi
ini mencakup kelebihan gizi disebut gizi lebih (overnutrition), dan kekurangan gizi
atau gizi kurang (undernutrition).
Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko
untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik bagi seseorang akan
berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses
pemulihan.
Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi pangannya
berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif. Status gizi merupakan tanda-tanda
penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat
gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada
kategori dan indikatoryang digunakan.
Penyebab stunting antara lain yaitu asupan gizi dan status kesehatan yang
meliputi ketahanan pangan (ketersediaan, keterjangkauan dan akses pangan bergizi),

13
lingkungan sosial (norma, makanan bayi dan anak, hygiene, pendidikan, dan tempat
kerja), lingkungan kesehatan (akses, pelayanan preventif dan kuratif), dan lingkungan
pemukiman (air, sanitasi, kondisi bangunan).
Ibu hamil dengan konsumsi asupan gizi yang rendah dan mengalami penyakit
infeksi akan melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan atau
panjang badan bayi di bawah standar. Asupan gizi yang baik tidak hanya ditentukan
oleh ketersediaan pangan ditingkat rumah tangga tetapi juga dipengaruhi oleh pola
asuh seperti pemberian kolostrum (ASI yang pertama kali keluar), inisiasi menyusu
dini (IMD), pemberian ASI eksklusif, dan pemberian makanan pemdamping ASI
(MP-ASI) secara tepat. Selain itu, faktor kesehatan lingkungan seperti akses air bersih
dan sanitasi layak serta pengelolaan sampah juga berhubungan erat dengan kejadian
infeksi penyakit menular pada anak.
Penyebab tidak langsung masalah stunting dipengaruhi oleh beberapa faktor,
meliputi pendapatan dan kesenjangan ekonomi, perdagangan urbanisasi, globalisai,
sistem pangan, jaminan sosial, sistem kesehatan, pembangunan pertanian, dan
pemberdayaan perempuan. Untuk mengatasi penyebab stunting, diperlukan prasyarat
pendukung yang mencakup: komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan,
keterlibatan pemerintah dan lintas sektor, dan kapasitas untuk melaksanakan. Faktor
berpegaruh terhadap status gizi seseorang ada 2 yakni :
1. Faktor eksternal yaitu: Pendapatan, Pendidikan, Pekerjaan, Sosial dan Budaya
2. Faktor internal yaitu: Faktor usia, Kondisi fisik seseorang, Adanya infeks
Menurut Winarsih (2018), Proses penilaian status gizi dilakukan dengan 2 teknik
yakni metode penilaian status gizi langsung serta penilaian status gizi tidak langsung.
1. Penilaian status gizi langsung meliputi; Secara klinis, Secara biokimia, Secara
biofisik, Secara antropometri
2. Penilaian status gizi secara tidak langsung meliputi; Survei konsumsi makanan ,
Pengukuran faktor ekologi, Statistik vital.

D. Menetapkan Masalah Pertumbuhan yang Di Hadapi Bayi dan Balita Gizi Kurang
Tubuh membutuhkan beragam nutrisi, mulai dari karbohidrat, protein, serat,
vitamin, dan lainnya agar bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Jika setiap nutrisi
tidak dipenuhi dengan cukup, kemungkinan gizi buruk yang menyebabkan gangguan
kesehatan dapat terjadi. Gizi buruk pada anak biasanya membuat anak mengalami
perkembangan mental yang buruk hingga berujung prestasi tidak optimal.

14
Penting bagi Anda sebagai orang tua untuk lebih mengenali ragam masalah
kesehatan akibat gizi buruk pada anak beserta gejala-gejalanya agar segera mendapat
penanganan optimal. Berikut beberapa jenis masalah kesehatan yang dapat timbul
akibat gizi buruk pada anak :
3. Marasmus
Marasmus adalah kondisi kekurangan asupan kalori (energi) seperti karbohidrat dan
protein. Sering dialami balita usia 0-2 tahun yang tidak mendapatkan cukup ASI dan
makanan lainnya. Gejalanya antara lain tubuh kurus hanya tinggal kulit, tulang yang
menonjol, dan wajah tampak menua.
4. Kwashiorkor
Kwarhiorkor adalah kondisi kekurangan protein dan sering menimpa anak usia 1-3
tahun. Gejala antara lain penumpukkan cairan (bengkak/edema) sehingga perut
buncit, wajah membulat dan sembab, dan otot mengecil.
5. Marasmus-Kwashiorkor
Sesuai dengan namanya, marasmus-kwashiorkor adalah masalah kesehatan akibat
gizi buruk pada anak yang menggabungkan kondisi dan gejala marasmus dan
kwashiorkor. Anak yang mengalami kedua kondisi ini biasanya memiliki beberapa
gejala utama antara lain bertubuh sangat kurus, tulang hanya berbungkus kulit tanpa
daging, adanya penumpukan cairan di beberapa bagian tubuh, dan memiliki berat
badan usia (BB/U) kurang dari 60% dari berat normal usia tersebut.
6. Skorbut
Skorbut merupakan kondisi akibat kekurangan vitamin C. Gejalanya antara lain
sariawan, lemah, nyeri otot dan sendi, pendarahan/pembengkakan gusi, ruam merah
di kulit, diare, mual, hingga demam. Biasanya penderitanya akan disarankan untuk
mengonsumsi suplemen vitamin C atau rutin memakan buah-buahan kaya vitamin C
seperti jeruk dan stroberi sebagai salah satu langkah pengobatan.
7. Anemia
Anemia adalah kondisi kekurangan sel darah merah. Terdapat beragam jenis anemia,
tapi paling umum adalah anemia kekurangan zat besi. Gejalanya antara lain tubuh
lemah dan lesu, kesemutan di kaki, detak jantung cepat, nyeri dan radang lidah, kulit
pucat, sesak napas, dan sakit dada.

E. Identifikasi dan Penentuan Penyebab Masalah Pertumbuhan pada Bayi dan Balita

15
Menurut WHO bentuk umum dari kekurangan gizi, di antaranya yaitu stunting,
wasting, dan underweight. Kekurangan gizi membuat seseorang jauh lebih rentan
terhadap penyakit dan kematian khususnya pada anak-anak. Stunting merupakan
kegagalan untuk mencapai potensi pertumbuhan seseorang-disebabkan oleh kekurangan
gizi kronis dan penyakit berulang-selama masa kanak-kanak. Kondisi ini dapat secara
permanen membatasi kapasitas fisik dan kognitif anak dan menyebabkan kerusakan
seumur hidup. Wasting, atau malnutrisi akut, adalah akibat dari penurunan berat badan
yang cepat atau kegagalan untuk menambah berat badan. Seorang anak yang kurus
(underweight) atau sangat kurus memiliki peningkatan risiko kematian. Seorang anak
yang underweight memiliki kemungkinan stunting, wasting, atau keduanya.
Problem gizi timbul akibat ketidaksesuaian antara asupan dan kebutuhan tubuh
akan zat gizi. Asuhan gizi yang dilakukan melalui Pengkajian, Diagnosis, Intervensi
dan Monitoring Evaluasi (PDIME) Gizi merupakan proses penanganan problem gizi
yang sistematis dan akan memberikan tingkat keberhasilan yang tinggi. PDIME Gizi
dilaksanakan di semua fasilitas pelayanan kesehatan, seperti di rumah sakit (rawat inap
dan rawat jalan), klinik pelayanan konseling gizi dan dietetik, puskesmas, dan di
masyarakat. Langkah tersebut dapat dituangkan dalam standar operasional prosedur
asuhan gizi di puskesmas setempat.

F. Memberikan Nasehat, Anjuran Makan, Alternatif Pemecahan Masalah


Kurangnya gizi pada balita juga disebabkan perilaku ibu dalam pemilihan bahan
makanan, tersedianya jumlah makanan yang cukup dan keanekaragaman makanan ini
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Ketidak tahuan
ibu dapat menyebabkan kesalahan pemilihan makanan terutama untuk balita (Purba, lili
sari A. and Harahap, 2019) konseling gizi merupakan suatu proses komunikasi dua arah
antar konselor dan klien untuk membantu klien mengenali dan mengatahui masalah
gizi. Peningkatan pengetahuan gizi akan mempengaruhi praktik ibu dalam pemilihan,
pengolahan dan pemberian makan anak sehingga meningkatkan status gizi kearah yang
lebih baik.(Kusumaningrum & Pudjirahaju, 2018).
Tujuan Proses Asuhan Gizi (PAG) adalah memecahkan masalah gizi dengan
mengatasi berbagai faktor yang mempunyai kontribusi pada ketidakseimbangan atau
perubahan status gizi agar dapat menentukan akar masalah gizi yang akan menetapkan
pilihan intervensi yang sesuai. Proses Asuhan Gizi memiliki empat manfaat yaitu :

16
1. Membuat keputusan sehingga meningkatkan tingkat kinerja, dengan menentukan
diagnosis/masalah gizi yang akan ditangani sampai monitoring dan evaluasi (dari
tingkat merespon menjadi tingkat menentukan);
2. Membantu praktisi dietetik mengelola asuhan gizi berbasis ilmiah dan
komprehensif;
3. Memudahkan pemahaman dan komunikasi antar profesi;
4. Mengukuhkan posisi dalam ekonomi global (pendidikan dan kredibilitas).
Keberhasilan proses asuhan gizi sangat ditentukan oleh efektivitas intervensi gizi
melalui edukasi dan konseling gizi yang efektif, pemberian dietetik yang sesuai untuk
pasien dan kolaborasi dengan profesi lain. Monitoring dan evaluasi menggunakan
indikator asuhan gizi yang terukur dilakukan untuk menunjukkan keberhasilan
penanganan asuhan gizi dan perlu pendokumentasian semua tahapan proses asuhan
gizi.
Pelaksanaan proses asuhan gizi memerlukan keseragaman bahasa (terminologi)
untuk berkomunikasi dan mendokumentasikan PDIME. Terminologi dietetik dan gizi
secara internasional telah dipublikasikan oleh Academy of Nutrition and Dietetics
dalam buku International Dietetics & Nutrition Terminology (IDNT) Reference
Manual: Standardized Language for the Nutrition Care Process- Fourth Edition yang
berisi terminologi mengenai 4 langkah Proses Asuhan Gizi melalui PDIME.

Proses Asuhan Gizi di masyarakat termasuk individu menitikberatkan kepada


upaya pencegahan penyakit dan promosi kesehatan, contoh: pencegahan utama
penyakit dengan cara mengontrol faktor risiko yang berhubungan dengan masalah gizi.
Upaya pencegahan kedua berfokus pada deteksi dini penyakit melalui skrinning atau

17
bentuk lain dalam penilaian risiko. Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan gizi
harus mengembangkan kebijakan dan program untuk membantu memperbaiki pola
makan dan meningkatkan status kesehatan masyarakat.
1. LANGKAH PERTAMA: PENGKAJIAN GIZI
a. Tujuan
Proses berlangsung dinamis dan tidak linier, tidak hanya melibatkan
pengumpulan data awal, namun juga proses pengkajian ulang dan analisa data
status klien/populasi dibandingkan kriteria spesifik (standar referensi).
b. Sasaran dalam Proses Asuhan Gizi:
1) Klien adalah pasien, anggota keluarga atau pengasuh.
2) Populasi adalah kelompok, komunitas dan masyarakat.
c. Pengkajian gizi dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan mengumpulkan data
yang diperlukan. Pengkajian memerlukan cara berpikir kritis seperti:
1) Menentukan data spesifik apa yang akan dikumpulkan
2) Menentukan kebutuhan akan informasi tambahan
3) Memilih alat dan prosedur pengkajian gizi sesuai situasi: alat
pengukuran/pengumpulan data; prosedur pengumpulan data; dan
comparatives standard (standar pembanding)
4) Validasi data
5) Pengetahuan terkait masalah gizi: patofisiologi, metabolisme zat gizi,
epidemiologi
6) Kemampuan membuat keputusan berdasarkan fakta (evidence based)
d. Pengelolaan Data Pengkajian Gizi
Pengkajian Gizi terdiri dari 5 kategori, antara lain:
1) Pengukuran antropometri Terdiri dari data tinggi badan, berat badan, Indeks
Massa Tubuh (IMT), indeks pola pertumbuhan/ persentil, dan riwayat berat
badan Untuk di tingkat masyarakat: Data jumlah/prevalensi terkait data
diatas. Contoh: prevalensi gizi buruk
2) Data biokimia, tes medis, dan prosedur data laboratorium Misal: Glukosa,
hemoglobin, kolesterol dan profil lipid lainnya, asam urat, elektrolit. Untuk
di tingkat masyarakat: profil anemia gizi besi; tes toleransi glukosa oral;
data laboratorium berbasis populasi dari sistem surveilans kesehatan;
Analisis data rekam kesehatan elektronik

18
3) Data pemeriksaan fisik/klinis terkait gizi Penampilan fisik, pemeriksaan
tekanan darah, massa otot dan lemak, fungsi menelan, nafsu makan, dan
pengaruhnya terhadap status gizi, tumbuh kembang, masalah saat menyusui
(kemampuan mengisap dan menelan, koordinasi bayi), pertumbuhan gigi,
kemampuan berkomunikasi, kemampuan menelan dan mengunyah pada
lansia Untuk di tingkat masyarakat: Data jumlah/prevalensi terkait data
diatas
4) Riwayat terkait asupan makanan dan gizi Terdiri dari pemberian makanan
dan gizi, penggunaan obat/herbal suplemen, pengetahuan/ kepercayaan,
ketersediaan makanan dan persediaan, serta aktivitas fisik.
5) Riwayat klien Riwayat medis/kesehatan/keluarga, perawatan dan
penggunaan pengobatan komplementer/alternatif, riwayat sosial, riwayat
ibu dan kehamilan, riwayat ibu menyusui, keaksaraan, status sosial
ekonomi, situasi tempat tinggal/perumahan, dukungan sosial, lokasi
geografis, dan akses terhadap layanan kesehatan dan gizi.
2. DIAGNOSIS GIZI
Tujuannya untuk mengidentifikasi dan menggambarkan masalah gizi spesifik
yang dapat diatasi atau diperbaiki melalui intervensi gizi oleh seorang tenaga
kesehatan. Diagnosis gizi (misal: Asupan karbohidrat yang tidak konsisten)
berbeda dengan diagnosis medis (misal: Diabetes).
3. INTERVENSI GIZI
Tujuannya untuk memperbaiki atau meningkatkan kondisi gizi berdasarkan
rencana dan penerapan intervensi gizi yang tepat sesuai kebutuhan. Tujuan
intervensi mengarah pada problem (P) berdasarkan etiologi (E) dengan target
memperbaiki sign/symptom (S) yang harus terukur dan waktu tertentu. .
Intervensi gizi berfokus pada promosi kesehatan dan mencegah penyakit yang
dirancang atau direncanakan untuk merubah kondisi sebelumnya yang berakaitan
dengan perilaku masyarakat, lingkungan dan kebijakan. mengelompokan
intervensi :
a. Pemberian Makan
Menentukan pendekatan individu termasuk makanan, cemilan, makanan
enteral dan parenteral, dan suplemen. Penentuan kebutuhan kalori dan zat gizi
sehari dapat dihitung disesuaikan dengan kelompok

19
b. Edukasi Gizi
Proses memberikan instruksi dan latihan bagi pasien/ klien untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengatur dan
memodifikasi makanan, memilih aktivitas fisik terkait gizi serta memelihara
dan meningkatkan perilaku hidup sehat. Komponen edukasi terdiri dari 1)
konten/materi (untuk meningkatkan pengetahuan; 2) Aplikatif (meningkatkan
pemahaman dan keterampilan)
c. Konseling Gizi: sebuah dukungan kegiatan kolaborasi antara konselor dan
klien untuk menetapkan pilihan makanan bergizi, aktivitas, menetapkan tujuan
untuk mengatasi masalah gizi dan meningkatkan status kesehatan. Tujuannya
Membantu klien mengidentifikasi dan menganalisis masalah; memberikan
alternatif pemecahan masalah; dan membimbing kemandirian mengatasi
masalah. Sasaran konseling adalah individu.
d. Koordinasi Asuhan Gizi:
1) Melakukan rujukan, koordinasi dengan tenaga kesehatan lainnya, pihak,
instansi atau dinas lainnya yang dapat mendukung perbaikan gizi;
2) Menghentikan asuhan atau merujuk / memindahkan asuhan ke fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya misal merujuk ke pusat kesehatan
masyarakat/program gizi;
3) Kolaborasi dan koordinasi di Puskesmas dapat berupa: lintas program
puskesmas dan atau lintas sektor.
Jadwal makan pada balita baik itu makanan utama ataupun snack harus diberikan
secara teratur dan terencana. Kondisi ini akan membuat ritme metabolisme menjadi
terpola sehingga saluran cerna anak akan bekerja dengan baik. Lama waktu makan
maksimum 30 menit. Ketika anak sudah mulai tidak lagi fokus dengan makanannya
hentikan pemberian makan. Lingkungan keluarga maupun teman sebaya sebaiknya
bersifat netral artinya tidak ada paksaan atau hukuman pada si anak meskipun anak
hanya makan 1-2 suap saja. Begitu juga sebaliknya jangan memberikan makanan
sebagai hadiah pada anak karena kondisi ini akan memungkinkan anak mempunyai
persepsi yan membahagiakan ketika makan dan selanjutnya anak akan merasa nyaman
dalam menikmati makanannya. Biasakan anak makan di meja makan tidak sambil
bermain ataupun menonton televisi. Seorang ibu atau pengasuh harus mampu
menciptakan pola makan yang baik untuk anak balita. Dengan demikian anak dapat

20
belajar pola makan yang baik serta memilih makanan yang sehat melalui teladan orang
tua dan keterlibatannya dalam aktivitas makan (Pritasari Damayanti D dkk, 2017).
Mutu dan kelengkapan zat gizi dipengaruhi oleh keragaman jenis pangan yang
dikonsumsi. Semakin beragam jenis pangan yang dikonsumsi semakin mudah untuk
memenuhi kebutuhan gizi. Bahkan semakin beragam pangan yang dikonsumsi semakin
mudah tubuh memperoleh berbagai zat lainnya yang bermanfaat bagi kesehatan. Oleh
karena keanekaragaman pangan merupakan salah satu anjuran penting dalam
mewujudkan gizi seimbang. Selain memperhatikan keanekaragaman makanan dan
minuman juga perlu memperhatikan dari segi keamanannya yang berarti makanan dan
minuman itu harus bebas dari kuman penyakit atau bahan berbahaya. Cara menerapkan
pesan ini adalah dengan mengonsumsi lima kelompok pangan setiap hari atau setiap
kali makan. Kelima kelompok pangan tersebut adalah makanan pokok, lauk pauk,
sayuran, buah-buahan, dan minuman. Mengkonsumsi lebih dari satu jenis untuk setiap
kelompok makanan (makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan) setiap kali
makan akan lebih baik.
Kebutuhan bayi mencerminkan tingkat pertumbuhan, energi yang dikeluarkan
dalam aktivitas, kebutuhan metabolisme basal, dan interaksi gizi yang dikonsumsi
(Brown, 2016; Krause and Mahan, 2021). Kebutuhan tersebut umumnya lebih tinggi
setiap satu kilogram berat badan pada bayi dibandingkan dengan usia lain dalam satu
siklus kehidupan. Hal ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan percepatan pembelahan
sel dan sintesis DNA pada proses pertumbuhan terutama dari sumber energi dan protein
(Pritasari, Damayanti and Lestari, 2017; Faridi et al., 2022).
Beberapa hari pertama kehidupan, bayi kemungkinan akan kehilangan sekitar 7%
dari berat badannya dan biasanya kembali bertambah pada hari ketujuh hingga
kesepuluh. Penurunan berat badan lebih dari 10% pada bayi baru lahir menunjukkan
perlunya penilaian lebih lanjut mengenai kecukupan pemberian makan berdasarkan
kebutuhan bayi. Jumlah berat yang diperoleh bayi selama tahun kedua mendekati berat
lahir. Total lemak tubuh meningkat dengan cepat selama 9 bulan pertama, setelah itu
tingkat penambahan lemak menurun sepanjang sisa masa kanak-kanak. Kapasitas perut
bayi meningkat dari kisaran 10 hingga 20 mL saat lahir menjadi 200 mL pada usia 1
tahun, hal ini memungkinkan bayi untuk mengonsumsi lebih banyak makanan pada
waktu tertentu dengan frekuensi yang lebih jarang seiring bertambahnya usia (Krause
and Mahan, 2021). Kebutuhan gizi bayi usia 0-6 bulan tercukupi dengan pemberian
ASI saja, fekuensi 6-8 kali sehari atau lebih, namun ketika sudah berusia lebih dari

21
enam bulan, bayi sudah harus mulai diperkenalkan dengan Makanan Pendamping ASI
(MP ASI) untuk memenuhi kebutuhan gizinya (AsDI, IDAI and PERSAGI, 2017;
Pritasari, Damayanti and Lestari, 2017; Faridi et al., 2022).

G. Membangun Komitmen dengan Klien Untuk Pelaksanaan Saran dan Konseling

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

23
DAFTAR PUSTAKA

Darmiati D, Akbar K F, Aco Syamsi AJ. KONSELING PADA IBU YANG MEMILIKI
BALITA GIZI KURANG. BIGES JUKES [Internet]. 2021 Mar. 11 [cited 2024 Mar.
20];12(2):10-7. Available from: https://ejurnal.biges.ac.id/kesehatan/article/view/178

Nurjannah Supardi, Taruli Rohana Sinaga, Fauziah Laeli Nur Hasanah, Hasmar Fajriana,
Parliani Luh Desi Puspareni, Neng Mira Atjo Khoirin Maghfiroh, Wardati Humaira, 2023,
Gizi pada Bayi dan Balita, Penerbit Yayasan Kita Menulis.

Ivonne A.V. Gasper, dkk BUNGA RAMPAI STUNTING, MASALAH DAN


SOLUSI. (2024). (n.p.): PT Media Pustaka Indo.

(Menkes RI,2020) PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 2 TAHUN 2020 TENTANG STANDAR ANTROPOMETRI ANAK

pratiwi, S. (2023). FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS


GIZI BALITA USIA 3 – 5 TAHUN. Nutrizione: Nutrition Research And Development
Journal, 3(2), 10-21. https://doi.org/10.15294/nutrizione.v3i2.66679

Sitti Rukmana Patty dan Fentiny Nugroho, 2019, KEMISKINAN DAN MALNUTRISI
PADA ANAK BALITA DALAM KELUARGA NELAYAN DI WILAYAH PESISIR KOTA
SERANG, : Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial 8(2), 2019
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/empati | DOI: 10.15408/empati.v8i2.14510

24

Anda mungkin juga menyukai