Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH STUNTING

Di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi

Di Susun Oleh :
Sarah Dwi Agustina 201FI07021
Silva Amanda Septiandry 201FI07022
Sindi Rahmawati 201FI07023
Siti Fatimah 201FI07024
Siti Rohmah 201FI07025
Tsalitsa Nur Salsabila M 201FI07026
Neng Dhera Rintiani 201FI07027

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN


UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA TASIKMALAYA
2021
KATA PENGATAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah yang Maha kuasa, berkat
Rahmat dan Hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Makalah ini dengan
lancar dan tepat waktu.

Makalah ini penulis susun dalam upaya memenuhi salah satu tugas dari
mata kuliah Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi, untuk memberikan informasi
terutama dalam hal Diare. Seiring dengan terselesaikannya Makalah ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada Dosen mata kuliah Ibu Iis Sopiah Suryani, SST,
M.Keb.

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan Makalah ini masih banyak


kekurangan, hal ini disebabkan karena keterbatasan penulisan semata. Tegur sapa
dari berbagai pihak demi kesempurnaan. Makalah ini, penulis mengucapkan
terimakasih.

Semoga Makalah ini dapat bermanfaat untuk sekarang dan di masa yang
akan datang.

Tasikmalaya, 30 Desember 2021

Penyusun

i | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR ..............................................................................................1

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang...................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Stunting ............................................................................................. 3


2.2 Penyebab Stunting ............................................................................................... 3
2.3 Penilaian Stunting Secara Antropometri ............................................................. 10
2.4 Dampak Stunting ................................................................................................. 11
2.5 Cara Mencegah Stunting ..................................................................................... 12
2.6 Penatalaksanaan Stunting .................................................................................... 16

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 19
3.2 Saran..................................................................................................................... 19
3.2.1 Umum ............................................................................................................ 19
3.2.2 Mahasiswa ..................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 21

ii | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stunting adalah keadaan paling umum dari bentuk kekurangan gizi (PE/
mikronutrien), yang mempengaruhi bayi sebelum lahir dan awal setelah lahir,
terkait dengan ukuran ibu, gizi selama ibu hamil, dan pertumbuhan janin.
Menurut Sudiman dalam Ngaisyah, stunting pada anak balita merupakan salah
satu indikator status gizi kronis yang dapat memberikan gambaran gangguan
keadaan sosial ekonomi secara keseluruhan di masa lampau dan pada 2 tahun
awal kehidupan anak dapat memberikan dampak yang sulit diperbaiki. Salah satu
faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi stunting yaitu status ekonomi orang
tua dan ketahanan pangan keluarga. ( MPR Ulfa, 2019 ).

Status ekonomi orang tua dapat dilihat berdasarkan pendapatan orang


tua. Pendapatan keluarga merupakan pendapatan total keluarga yang diperoleh
dari berbagai sumber, yaitu hasil kepala keluarga, hasil istri, hasil pemberian,

hasil pinjaman, dan hasil usaha sampingan per bulan. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Ngaisyah pada tahun 2015 menunjukkan bahwa pada
kelompok stunting lebih banyak pendapatannya adalah dibawah UMR yakni
sebanyak 67 responden (35,8%) , sedangkan yang memiliki pendapatan diatas

UMR hanya sedikit yakni sebanyak 45 orang (22%). Hasil penelitian lain yang
dilakukan oleh Lestari et all. tahun 2014 menunjukkan bahwa pendapatan
keluarga yang rendah merupakan faktor resiko kejadian stunting pada balita 6-24
bulan. Anak dengan pendapatan keluarga yang rendah memiliki resiko.

Stunting yang terjadi pada balita dapat berdampak pada pertumbuhan


dan perkembangan intelektual anak. Secara tidak langsung dampak tersebut dapat
berakibat pada penurunan produktivitas, peningkatan risiko penyakit degenaratif,
peningkatan kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah di masa mendatang.
Dampak tersebut dapat meningkatkan kemiskinan dimasa yang akan datang dan
secara tidak langsung akan mempengaruhi ketahanan pangan keluarga.

1 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


Stunting menjadi masalah gagal tumbuh yang dialami oleh bayi di bawah
lima tahun yang mengalami kurang gizi semenjak di dalam kandungan hingga
awal bayi lahir, stunting sendiri akan mulai nampak ketika bayi berusia dua tahun
(Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017). Sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Schmidt bahwa stunting ini merupakan masalah
kurang gizi dengan periode yang cukup lama sehingga muncul gangguan
pertumbuhan tinggi badan pada anak yang lebih rendah atau pendek (kerdil)
dari standar usianya (Schmidt, 2014).

1.2 Rumusan Masalah

Untuk dapat memperjelas pembahasan permasalahan pada makalah ini


agar lebih terarah dan sesuai dengan tujuan serta sasaran yang diharapkan, maka
perlu untuk dirumuskan permasalahan yang akan dibahas.

Adapun perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini


adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan Stunting?


2. Apa penyebab terjadinya Stunting?
3. Bagaimana dampak terjadinya Stunting?
1.3 Tujuan

Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam tentang :

1. Pengertian stunting
2. Penyebab stunting
3. Dampak stunting

2 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Stunting

Stunting merupakan sebuah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan


oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, hal ini menyebabkan
adanya gangguan di masa yang akan datang yakni mengalami kesulitan dalam
mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Anak stunting
mempunyai Intelligence Quotient (IQ) lebih rendah dibandingkan rata – rata IQ
anak normal (Kemenkes RI, 2018).

Stunting didefinisikan sebagai keadaan dimana status gizi pada anak


menurut TB/U dengan hasil nilai Z Score = <-2 SD, hal ini menunjukan keadaan
tubuh yang pendek atau sangat pendek hasil dari gagal pertumbuhan. Stunting
pada anak juga menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kematian, masalah
perkembangan motorik yang rendah, kemampuan berbahasa yang rendah, dan
adanya ketidakseimbangan fungsional (Anwar, Khomsan, dan Mauludyani, 2014).

Stunting menjadi masalah gagal tumbuh yang dialami oleh bayi di bawah
lima tahun yang mengalami kurang gizi semenjak di dalam kandungan hingga
awal bayi lahir, stunting sendiri akan mulai nampak ketika bayi berusia dua tahun
(Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017). Sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Schmidt bahwa stunting ini merupakan masalah kurang
gizi dengan periode yang cukup lama sehingga muncul gangguan pertumbuhan
tinggi badan pada anak yang lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar
usianya (Schmidt, 2014).

Setelah menelaah arti stunting dari beberapa sumber, dapat disimpulkan


stunting adalah kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan dan akan
terlihat lebih pendek dari standar usianya. Penyebab utama dari stunting ini
biasanya karena anak kekurangan gizi yang kronis.

2.2 Penyebab Stunting

3 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


Kejadian stunting pada anak merupakan suatu proses komulaif menurut
beberapa penelitian, yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan
sepanjang siklus kehidupan. Proses terjadinya stunting pada anak dan peluang
peningkatan stunting terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting pada anak.


Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor langsung maupun tidak
langsung. Penyebab langsung dari kejadian stunting adalah asupan gizi dan
adanya penyakit infeksi sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah pola asuh,
pelayanan kesehatan, ketersediaan pangan, faktor budaya, ekonomi dan masih
banyak lagi faktor lainnya (UNICEF, 2008; Bappenas, 2013).

a. Faktor Langsung
1. Asupan gizi balita
Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan
dan perkembangan tubuh balita. Masa kritis ini merupakan masa saat
balita akan mengalami tumbuh kembang dan tumbuh kejar. Balita yang
mengalami kekurangan gizi sebelumnya masih dapat diperbaiki dengan
asupan yang baik sehingga dapat melakukan tumbuh kejar sesuai
dengan perkembangannya. Namun apabila intervensinya terlambat
balita tidak akan dapat mengejar keterlambatan pertumbuhannya yang
disebut dengan gagal tumbuh.
Balita yang normal kemungkinan terjadi gangguan pertumbuhan
bila asupan yang diterima tidak mencukupi. Penelitian yang
menganalisis hasil Riskesdas menyatakan bahwa konsumsi energi balita
berpengaruh terhadap kejadian balita pendek, selain itu pada level
rumah tangga konsumsi energi rumah tangga di bawah rata-rata
merupakan penyebab terjadinya anak balita pendek (Sihadi dan
Djaiman, 2011).
2. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penyebab langsung
stunting, Kaitan antara penyakit infeksi dengan pemenuhan asupan gizi
tidak dapat dipisahkan. Adanya penyakit infeksi akan memperburuk

4 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


keadaan bila terjadi kekurangan asupan gizi. Anak balita dengan kurang
gizi akan lebih mudah terkena penyakit infeksi. Untuk itu penanganan
terhadap penyakit infeksi yang diderita sedini mungkin akan membantu
perbaikan gizi dengan diiimbangi pemenuhan asupan yang sesuai
dengan kebutuhan anak balita.
Penyakit infeksi yang sering diderita balita seperti cacingan,
Infeksi saluran pernafasan Atas (ISPA), diare dan infeksi lainnya sangat
erat hubungannya dengan status mutu pelayanan kesehatan dasar
khususnya imunisasi, kualitas lingkungan hidup dan perilaku sehat
(Bappenas, 2013). Ada beberapa penelitian yang meneliti tentang
hubungan penyakit infeksi dengan stunting yang menyatakan bahwa
diare merupakan salah satu faktor risiko kejadian stuntingpada anak
umur dibawah 5 tahun (Paudel et al, 2012).
b. Faktor Tidak Langsung
1. Ketersediaan pangan
Ketersediaan pangan yang kurang dapat berakibat pada kurangnya
pemenuhan asupan nutrisi dalam keluarga itu sendiri. Rata-rata asupan
kalori dan protein anak balita di Indonesia masih di bawah Angka
Kecukupan Gizi (AKG) yang dapat mengakibatkan balita perempuan
dan balita laki-laki Indonesia mempunyai rata-rata tinggi badan masing-
masing 6,7 cm dan 7,3 cm lebih pendek dari pada standar rujukan
WHO 2005 (Bappenas, 2011). Oleh karena itu penanganan masalah gizi
ini tidak hanya melibatkan sektor kesehatan saja namun juga
melibatkan lintas sektor lainnya.
Ketersediaan pangan merupakan faktor penyebab kejadian
stunting, ketersediaan pangan di rumah tangga dipengaruhi oleh
pendapatan keluarga, pendapatan keluarga yang lebih rendah dan biaya
yang digunakan untuk pengeluaran pangan yang lebih rendah
merupakan beberapa ciri rumah tangga dengan anak pendek (Sihadi dan
Djaiman, 2011). Penelitian di Semarang Timur juga menyatakan bahwa
pendapatan perkapita yang rendah merupakan faktor risiko kejadian
stunting (Nasikhah, 2012).

5 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


2. Status Gizi Ibu Saat Hamil
Status gizi ibu saat hamil dipengaruhi oleh banyak faktor, faktor
tersebut dapat terjadi sebelum kehamilan maupun selama kehamilan.
Beberapa indicator pengukuran seperti, 1) kadar hemoglobin (Hb) yang
menunjukkan gambaran kadar Hb dalam darah untuk menentukan
anemia atau tidak; 2) Lingkar Lengan Atas (LILA) yaitu gambaran
pemenuhan gizi masa lalu dari ibu untuk menentukan KEK atau tidak;
3) hasil pengukuran berat badan untuk menentukan kenaikan berat
badan selama hamil yang dibandingkan dengan IMT ibu sebelum hamil
(Yongky, 2012; Fikawati, 2010).
a. Pengukuran LILA
Pengukuran LILA dilakukan pada ibu hamil untuk mengetahui
status KEK ibu tersebut. KEK merupakan suatu keadaan yang
menunjukkan kekurangan energi dan protein dalam jangka waktu
yang lama (Kemenkes R.I, 2013). Faktor predisposisi yang
menyebabkan KEK adalah asupan nutrisi yang kurang dan adanya
faktor medis seperti terdapatnya penyakit kronis. KEK pada ibu
hamil dapat berbahaya baik bagi ibu maupun bayi, risiko pada saat
prsalinan dan keadaan yang lemah dan cepat lelah saat hamil sering
dialami oleh ibu yang mengalami KEK (Direktorat Bina Gizi dan
KIA, 2012).
Kekurangan energi secara kronis menyebabkan cadangan zat gizi
yang dibutuhkan oleh janin dalam kandungan tidak adekuat sehingga
dapat menyebabkan terjadinya gangguan baik pertumbuhan maupun
perkembangannya. Status KEK ini dapat memprediksi hasil luaran
nantinya, ibu yang mengalami KEK mengakibatkan masalah
kekurangan gizi pada bayi saat masih dalam kandungan sehingga
melahirkan bayi dengan panjang badan pendek (Najahah, 2013).
Selain itu, ibu hamil dengan KEK berisiko melahirkan bayi dengan
berat badan lahir rendah (BBLR). Panjang badan lahir rendah dan
BBLR dapat menyebabkan stunting bila asupan gizi tidak adekuat.
Hubungan antara stunting dan KEK telah diteliti di Yogyakarta

6 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


dengan hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa ibu hamil
dengan riwayat KEK saat hamil dapat meningkatkan risiko kejadian
stunting pada anak balita umur 6-24 bulan (Sartono, 2013).
b. Kadar Hemoglobin
Anemia pada saat kehamilan merupakan suatu kondisi terjadinya
kekurangan sel darah merah atau hemoglobin (Hb) pada saat
kehamilan. Ada banyak faktor predisposisi dari anemia tersebut yaitu
diet rendah zat besi, vitamin B12, dan asam folat, adanya penyakit
gastrointestinal, serta adanya penyakit kronis ataupun adanya
riwayat dari keluarga sendiri (Moegni dan Ocviyanti, 2013).
Ibu hamil dengan anemia sering dijumpai karena pada saat
kehamilan keperluan akan zat makanan bertambah dan terjadi
perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang
(Wiknjosastro, 2009). Nilai cut-off anemia ibu hamil adalah bila
hasil pemeriksaan Hb <11,0 g/dl (Kemenkes R.I, 2013).
Akibat anemia bagi janin adalah hambatan pada pertumbuhan
janin, bayi lahir prematur, bayi lahir dengan BBLR, serta lahir
dengan cadangan zat besi kurang sedangkan akibat dari anemia bagi
ibu hamil dapat menimbulkan komplikasi, gangguan pada saat
persalinan dan dapat membahayakan kondisi ibu seperti pingsan,
bahkan sampai pada kematian (Direktorat Bina Gizi dan KIA, 2012).
Kadar hemoglobin saat ibu hamil berhubungan dengan panjang bayi
yang nantinya akan dilahirkan, semakin tinggi kadar Hb semakin
panjang ukuran bayi yang akan dilahirkan (Ruchayati, 2012).
c. Kenaikan berat badan ibu saat hamil
Penambahan berat badan ibu hamil dihubungkan dengan IMT saat
sebelum ibu hamil. Apabila IMT ibu sebelum hamil dalam status
kurang gizi maka penambahan berat badan seharusnya lebih banyak
dibandingkan dengan ibu yang status gizinya normal atau status gizi
lebih. Penambahan berat badan ibu selama kehamilan berbeda pada
masing–masing trimester. Pada trimester pertama berat badan
bertambah 1,5-2 Kg, trimester kedua 4-6 Kg dan trimester ketiga

7 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


berat badan bertambah 6-8 Kg. Total kenaikan berat badan ibu
selama hamil sekitar 9 – 12 Kg (Direktorat Bina Gizi dan KIA,
2012).
Pertambahan berat badan saat hamil merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi status kelahiran bayi (Yongky, 2012).
Penambahan berat badan saat hamil perlu dikontrol karena apabila
berlebih dapat menyebabkan obesitas pada bayi sebaliknya apabila
kurang dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah,
prematur yang merupakan faktor risiko kejadian stunting pada anak
balita.
3. Berat Badan Lahir
Berat badan lahir sangat terkait dengan pertumbuhan dan
perkembangan jangka panjang anak balita. Bayi yang lahir dengan berat
badan lahir rendah (BBLR) yaitu bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 gram, bayi dengan berat badan lahir rendah akan
mengalami hambatan pada pertumbuhan dan perkembangannya serta
kemungkinan terjadi kemunduran fungsi intelektualnya selain itu bayi
lebih rentan terkena infeksi dan terjadi hipotermi (Direktorat Bina Gizi
dan KIA, 2012).
Banyak penelitian yang telah meneliti tentang hubungan antara
BBLR dengan kejadian stunting diantaranya yaitu penelitian di
Klungkung dan di Yogyakarta menyatakan hal yang sama bahwa ada
hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian stunting (Sartono,
2013). Selain itu, penelitian yang dilakukan di Malawi juga menyatakan
prediktor terkuat kejadian stunting adalah BBLR (Milman, 2005).
4. Panjang Badan Lahir
Asupan gizi ibu yang kurang adekuat sebelum masa kehamilan
menyebabkan gangguan pertumbuhan pada janin sehingga dapat
menyebabkan bayi lahir dengan panjang badan lahir pendek. Bayi yang
dilahirkan memiliki panjang badan lahir normal bila panjang badan
lahir bayi tersebut berada pada panjang 48-52 cm (Kemenkes R.I,

8 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


2010). Panjang badan lahir pendek dipengaruhi oleh pemenuhan nutrisi
bayi tersebut saat masih dalam kandungan.
Penentuan asupan yang baik sangat penting untuk mengejar
panjang badan yang seharusnya. Berat badan lahir, panjang badan lahir,
umur kehamilan dan pola asuh merupakan beberapa faktor yang
mempengaruhi kejadian stunting. Panjang badan lahir merupakan salah
satu faktor risiko kejadian stunting pada balita (Anugraheni, 2012;
Meilyasari, 2014).
5. ASI Eksklusif
ASI Eksklusif menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif adalah
pemberian ASI tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan
makanan atau minuman lain yang diberikan kepada bayi sejak baru
dilahirkan selama 6 bulan (Kemenkes R.I, 2012). Pemenuhan
kebutuhan bayi 0-6 bulan telah dapat terpenuhi dengan pemberian
ASI saja. Menyusui Eksklusif juga penting karena pada umur ini,
makanan selain ASI belum mampu dicerna oleh enzim-enzim yang ada
di dalam usus selain itu pengeluaran sisa pembakaran makanan belum
bisa dilakukan dengan baik karena ginjal belum sempurna (Kemenkes
R.I, 2012). Manfaat dari ASI Eksklusif ini sendiri sangat banyak mulai
dari peningkatan kekebalan tubuh, pemenuhan kebutuhan gizi, murah,
mudah, bersih, higienis serta dapat meningkatkan jalinan atau ikatan
batin antara ibu dan anak
6. MP-ASI
Pengertian dari MP-ASI menurut WHO adalah makanan/minuman
selain ASI yang mengandung zat gizi yang diberikan selama pemberian
makanan peralihan yaitu pada saat makanan/ minuman lain yang
diberikan bersamaan dengan pemberian ASI kepada bayi (Muhilal dkk,
2009). Makanan pendamping ASI adalah makanan tambahan yang
diberikan pada bayi setelah umur 6 bulan. Jika makanan pendamping
ASI diberikan terlalu dini (sebelum umur 6 bulan) akan menurunkan
konsumsi ASI dan bayi bisa mengalami gangguan pencernaan.

9 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


Namun sebaliknya jika makanan pendamping ASI diberikan
terlambat akan mengakibatkan bayi kurang gizi, bila terjadi dalam
waktu panjang (Al-Rahmad, 2013). Standar makanan pendamping ASI
harus memperhatikan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan
kelompok umur dan tekstur makanan sesuai perkembangan umur bayi
(Azrul, 2004).
Penelitian yang dilakukan di Purwokerto, menyatakan bahwa umur
makan pertama merupakan faktor resiko terhadap kejadian stunting
pada balita (Meilyasari, 2014). Pemberian MP-ASI terlalu dini dapat
meningkatkan risiko penyakit infeksi seperti diare hal ini terjadi karena
MP-ASI yang diberikan tidak sebersih dan mudah dicerna seperti ASI.
Zat gizi seperti zink dan tembaga serta air yang hilang selama diare jika
tidak diganti akan terjadi malabsorbsi zat gizi selama diare yang dapat
menimbulkan dehidrasi parah, malnutrisi, gagal tumbuh bahkan
kematian (Meilyasari, 2014).
2.3 Penilaian Stunting Secara Antropometri

Untuk menentukan stunting pada anak dilakukan dengan cara pengukuran.


Pengukuran tinggi bada menurut umur dilakukan pada anak umur diatas dua
tahun. Antropometri merupakan ukuran dari tubuh sedangkan antropometri gizi
adalah jenis pengukuran dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut
umur dan tingkatan gizi, yang digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan
energi dan protein. Antropometri dilakukan untuk pengukuran pertumbuhan tinggi
badan dan berat badan (Gibson, 2005).

Standar digunakan untuk standarisasi pengukuran berdasarkan


rekomendasi National Canter of Health Statistics (NCHS) dan WHO. Standarisasi
pengukuran ini membandingkan pengukuran anak dengan median, dan standar
deviasi atau Z-score adalah unit standar deviasi untuk mengetahui perbedaan
Antara nilai individu dan nilai tengah (median) populasi referent untuk
umur/tinggi yang sama, dibagi dengan standar deviasi dari nilai populasi rujukan.

Beberapa keuntungan penggunaan Z-score antara lain untuk


mengidentifikasi nilai yang tepat dalam distribusi perbedaan indeks dan peredaan

10 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


umur, juga memberikan manfaat untuk menarik kesimpulan secara statistic dari
pengakuan antropometri. Indikator antropometrik seperti tinggi badan menurut
umur adalah penting dalam mengevaluasi kesehatan dan status gizi anak-anak
pada wilayah dengan banyak masalah gizi buruk. Dalam menentukan klasifikasi
gizi kurang dengan stunting sesuai dengan “Cut off point”, dengan penilaian Z-
score, dan pengukuran pada anak balita berdasarkan tinggi badan menurut umur
(TB/U) standar baku WHO-NCHS (WHO 2006).

Berikut Klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator TB/U:

a. Sangat pendek : Z-score < -3,0


b. Pendek : Z-score < -2,0 s.d Z-score ≥ -3,0
c. Normal : Z-score ≥ -2,0
2.4 Dampak Stunting

Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode
tersebut, dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam
tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan
adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya
kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya
penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker,
stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif
yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi (Kemenkes R.I, 2016).

Masalah gizi, khususnya anak pendek, menghambat perkembangan anak


muda, dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan
selanjutnya. Studi menunjukkan bahwa anak pendek sangat berhubungan dengan
prestasi pendidikan yang buruk, lama pendidikan yang menurun dan pendapatan
yang rendah sebagai orang dewasa. Anak-anak pendek menghadapi kemungkinan
yang lebih besar untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang berpendidikan,
miskin, kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular. Oleh
karena itu, anak pendek merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya

11 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


manusia yang diterima secara luas, yang selanjutnya menurunkan kemampuan
produktif suatu bangsa di masa yang akan datang (UNICEF, 2012).

Stunting memiliki konsekuensi ekonomi yang penting untuk laki-laki dan


perempuan di tingkat individu, rumah tangga dan masyarakat. Bukti yang
menunjukkan hubungan antara perawakan orang dewasa yang lebih pendek dan
hasil pasar tenaga kerja seperti penghasilan yang lebih rendah dan produktivitas
yang lebih buruk (Hoddinott et al, 2013). Anak-anak stunting memiliki gangguan
perkembangan perilaku di awal kehidupan, cenderung untuk mendaftar di sekolah
atau mendaftar terlambat, cenderung untuk mencapai nilai yang lebih rendah, dan
memiliki kemampuan kognitif yang lebih buruk daripada anak-anak yang normal
(Hoddinott et al, 2013; Prendergast dan Humphrey 2014).

Efek merusak ini diperparah oleh interaksi yang gagal terjadi. Anak yang
terhambat sering menunjukkan perkembangan keterampilan motorik yang
terlambat seperti merangkak dan berjalan, apatis dan menunjukkan perilaku
eksplorasi kurang, yang semuanya mengurangi interaksi dengan teman dan
lingkungan (Brown dan Pollitt 1996).

2.5 Cara Mencegah Stunting


1. Mencegah Stunting Pada Balita
Berbagai upaya telah kita lakukan dalam mencegah dan menangani
masalah gizi di masyarakat. Memang ada hasilnya, tetapi kita masih harus
bekerja keras untuk menurunkan prevalensi balita pendek sebesar 2.9%
agar target MD's tahun 2014 tercapai yang berdampak pada turunnya
prevalensi gizi kurang pada balita kita.
Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan
bertambahnya umur, namun pertambahan tinggi badan relatif kurang
sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Jika terjadi gangguan
pertumbuhan tinggi badan pada balita, maka untuk mengejar pertumbuhan
tinggi badan optimalnya masih bisa diupayakan, sedangkan anak usia
sekolah sampai remaja relatif kecil kemungkinannya.
Peluang besar untuk mencegah stunting dilakukan sedini mungkin.
dengan mencegah faktor resiko gizi kurang baik pada remaja putri, wanita

12 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


usia subur (WUS), ibu hamil maupun pada balita. Selain itu, menangani
balita yang dengan tinggi dan berat badan rendah yang beresiko terjadi
stunting, serta terhadap balita yang telah stunting agar tidak semakin berat.
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin
masih dalam kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan
zat gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan
makanan yang cukup gizi,mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet Fe),
dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya
mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur 6
bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan
kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat makanan cukupgizi, juga diberi
suplementasi zat gizi berupa kapsul vitamin A.
Kejadian stunting pada balita yang bersifat kronis seharusnya dapat
dipantaudan dicegah apabila pemantauan pertumbuhan balita dilaksanakan
secara rutindan benar. Memantau pertumbuhan balita di posyandu
merupakan upaya yangsangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya
gangguan pertumbuhan, sehingga dapat dilakukan pencegahan terjadinya
balita stunting.
Bersama dengan sektor lain meningkatkan kualitas sanitasi
lingkungan dan penyediaan sarana prasarana dan akses keluarga terhadap
sumber air terlindung,serta pemukiman yang layak. Juga meningkatkan
akses keluarga terhadap daya beli pangan dan biaya berobat bila sakit
melalui penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan.
Peningkatan pendidikan ayah dan ibu yang berdampak pada
pengetahuandan kemampuan dalam penerapan kesehatan dan gizi
keluarganya, sehinggaanak berada dalam keadaan status gizi yang baik.
Mempermudah akseskeluarga terhadap informasi dan penyediaan
informasi tentang kesehatan dangizi anak yang mudah dimengerti dan
dilaksanakan oleh setiap keluarga jugamerupakan cara yang efektif dalam
mencegah terjadinya balita stunting.
2. Pencegahan dan Penanggulangan Stunting Pada Bayi
a. Penanggulangan Stunting Pada Pertumbuhan Bayi

13 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


Penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu
hari pertama kehidupan, yaitu:
a) Pada ibu hamil
Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara
terbaik dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat
makanan yang baik, sehingga apabila ibu hamil dalam keadaan
sangat kurus atau telah mengalami Kurang Energi Kronis
(KEK), maka perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu
hamil tersebut. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah
darah, minimal 90 tablet selama kehamilan. Kesehatan ibu
harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit.
b) Pada saat bayi lahir
Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan
begitu bayilahir melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi
sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI
Eksklusif).
c) Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun
Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan
Pendamping ASI(MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan
sampai bayi berumur 2 tahunatau lebih. Bayi dan anak
memperoleh kapsul vitamin A, taburia, imunisasi dasar
lengkap.
b. Pencegahan Stunting Pada Bayi
1) Kebutuhan gizi masa hamil
Pada Seorang wanita dewasa yang sedang hamil, kebutuhan
gizinya dipergunakan untuk kegiatan rutin dalam proses
metabolisme tubuh, aktivitas fisik, serta menjaga keseimbangan
segala proses dalam tubuh. Di samping proses yang rutin juga
diperlukan energi dan gizi tambahan untuk pembentukan
jaringan baru, yaitu janin, plasenta, uterus serta kelenjar
mamae. Ibu hamil dianjurkan makan secukupnya saja,

14 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


bervariasi sehingga kebutuhan akan aneka macam zat gizi bisa
terpenuhi.
Makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah
makanan yang mengandung zat pertumbuhan atau pembangun
yaitu protein. Selama itu juga perlu tambahan vitamin dan
mineral untuk membantu proses pertumbuhan itu.
2) Kebutuhan Gizi Ibu saat Menyusui
Jumlah makanan untuk ibu yang sedang menyusui lebih
besar dibanding dengan ibu hamil, akan tetapi kualitasnya tetap
sama. Pada ibu menyusui diharapkan mengkonsumsi makanan
yang bergizi dan berenergi tinggi, seperti diisarankan untuk
minum susu sapi, yang bermanfaat untuk mencegah kerusakan
gigi serta tulang. Susu untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan
flour dalam ASI. Jika kekurangan unsur ini maka terjadi
pembongkaran dari jaringan (deposit) dalam tubuh tadi,
akibatnya ibu akan mengalami kerusakan gigi.
Kadar air dalam ASI sekitr 88 gr %. Maka ibu yang sedang
menyusui dianjurkan untuk minum sebanyak 2 – 2,5 liter (8-
10gelas) air sehari, di samping bisa juga ditambah dengan
minum air buah.
1) Kebutuhan Gizi Bayi 0 – 12 bulan
Pada usia 0 – 6 bulan sebaiknya bayi cukup diberi
Air Susu Ibu (ASI). ASI adalah makanan terbaik bagi bayi
mulai dari lahir sampai kurang lebih umur 6 bulan.
Menyusui sebaiknya dilakukan sesegara mungkin setelah
melahirkan. Pada usia ini sebaiknya bayi disusui selama
minimal 20 menit pada masing-masing payudara hingga
payudara benar – benar kosong.
2) Kebutuhan Gizi Anak 1 – 2 tahun
Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan
mulai melambat tetapi perkembangan motorik meningkat,
anak mulai mengeksplorasi lingkungan sekitar dengan cara

15 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


berjalan kesana kemari, lompat, lari dan sebagainya.
Namun pada usia ini anak juga mulai sering mengalami
gangguan kesehatan dan rentan terhadap penyakit infeks
seperti ISPA dan diare sehingga anak butuh zat gizi tinggi
dan gizi seimbang agar tumbuh kembangnya optimal.
Pada usia ini ASI tetap diberikan. Pada masa ini
berikan juga makanan keluarga secara bertahap sesuai
kemampuan anak.Variasi makanan harus diperhatikan.
Makanan yang diberikan tidak menggunakan penyedap,
bumbu yang tajam, zat pengawet dan pewarna.dari asi
karena saat ini hanya asi yang terbaik untuk buah hati anda
tanpa efek samping.
2.6 Penatalaksanaan Stunting

Dalam data RISKESDA 2018 jumlah penderita stunting di Indonesia


menurun. Namun, tetap saja pencegahan stunting sangat perlu untuk dilakukan. Di
antaranya :

1. Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil


Tindakan yang relatif ampuh dilakukan untuk mencegah stunting pada anak
adalah selalu memenuhi gizi sejak masa kehamilan. Lembaga kesehatan
Millenium Challenge Account Indonesia menyarankan agar ibu yang sedang
mengandung selalu mengonsumsi makanan sehat nan bergizi maupun suplemen
atas anjuran dokter. Selain itu, perempuan yang sedang menjalani proses
kehamilan juga sebaiknya rutin memeriksakan kesehatannya ke dokter atau
bidan. Dan diberikan tambahan tablet Fe minimal 90 tablet.
2. Beri ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan
Veronika Scherbaum, ahli nutrisi dari Universitas Hohenheim, Jerman,
menyatakan ASI ternyata berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak
berkat kandungan gizi mikro dan makro. Oleh karena itu, ibu disarankan untuk
tetap memberikan ASI Eksklusif selama enam bulan kepada sang buah hati.
Protein whey dan kolostrum yang terdapat pada susu ibu pun dinilai mampu
meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi yang terbilang rentan.
3. Dampingi ASI Eksklusif dengan MPASI sehat

16 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


Ketika bayi menginjak usia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan
makanan pendamping atau MPASI. Dalam hal ini pastikan makanan-makanan
yang dipilih bisa memenuhi gizi mikro dan makro yang sebelumnya selalu
berasal dari ASI untuk mencegah stunting. WHO pun merekomendasikan
fortifikasi atau penambahan nutrisi ke dalam makanan. Di sisi lain, sebaiknya ibu
berhati-hati saat akan menentukan produk tambahan tersebut. Konsultasikan dulu
dengan dokter.
4. Terus memantau tumbuh kembang anak
Orang tua perlu terus memantau tumbuh kembang anak mereka, terutama dari
tinggi dan berat badan anak. Bawa si Kecil secara berkala ke Posyandu maupun
klinik khusus anak. Dengan begitu, akan lebih mudah bagi ibu untuk mengetahui
gejala awal gangguan dan penanganannya.
5. Selalu jaga kebersihan lingkungan
Seperti yang diketahui, anak-anak sangat rentan akan serangan penyakit, terutama
kalau lingkungan sekitar mereka kotor. Faktor ini pula yang secara tak langsung
meningkatkan peluang stunting. Studi yang dilakukan di Harvard Chan School
menyebutkan diare adalah faktor ketiga yang menyebabkan gangguan kesehatan
tersebut. Sementara salah satu pemicu diare datang dari paparan kotoran yang
masuk ke dalam tubuh manusia.
( Kemenkes RI, 2019 )

Pengobatan pada stunting antara lain :

1. Kalsium
Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang serta gigi, pembekuan
darah dan kontraksi otot. Bahan makanan sumber kalsium antara lain :
ikan teri kering, belut, susu, keju, kacang-kacangan.
2. Yodium
Yodium sangat berguna bagi hormon tiroid dimana hormon
tiroidmengatur metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh.
Yodium juga penting untuk mencegah gondok dan kekerdilan. Bahan
makanan sumber yodium : ikan laut, udang, dan kerang.
3. Zink

17 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


Zink berfungsi dalam metabolisme tulang, penyembuhan luka, fungsi
kekebalan dan pengembangan fungsi reproduksi laki-laki. Bahan
makanan sumber zink : hati, kerang, telur dan kacang – kacangan.
4. Zat Besi
Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan otak,
dan metabolisme energi. Sumber zat besi antara lain: hati, telur,ikan,
kacang – kacangan, sayuran hijau dan buah-buahan.
5. Asam Folat
Asam folat terutama berfungsi pada periode pembelahan dan
pertumbuhan sel, memproduksi sel darah merah dan mencegah
anemia. Sumber asam folat antara lain : bayam, lobak, kacang-
kacangan, serealia dan sayur-sayuran.

18 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Stunting merupakan sebuah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan


oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, hal ini menyebabkan
adanya gangguan di masa yang akan datang yakni mengalami kesulitan dalam
mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Anak stunting
mempunyai Intelligence Quotient (IQ) lebih rendah dibandingkan rata – rata IQ
anak normal (Kemenkes RI, 2018).

Stunting dapat di diagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan


menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan
paca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi
yang tidak memadai. Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupaka
penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janin.

3.2 Saran
3.2.1 Umum
Stunting harus dicegah sedini mungkin dengan meningkatkan
pelayanan kesehatan kepada ibu sejak kehamilan 3 bulan berupa ANC
berupa gizi ibu hamil, imunisasi TT, dan pemeriksaan kehamilan secara
teratur. Bayi harus diberikan ASI selama 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi
diberi kan makanan pendamping ASI. Anak harus di bawa ke posyandu
secara rutin untuk mendapat pelayanan secara lengkap. Bagi balita
stunting segera di berikan pelayanan kesehatan.
3.2.2 Mahasiswa
Diharapkan untuk kita mahasiswa, khususnya mahasiswa program studi
D3 Kebidanan agar lebih berani dalam mengambil kasus stunting
sebagai bahan untuk penelitian, meskipun dalam prosesnya lumayan
sulit untuk mencari referensi dan sampel yang akan diambil, akan tetapi
kasus stunting ini merupakan salah satu kasus yang menarik untuk
diteliti sekaligus dapat menambah wawasan kita sebagai mahasiswa

19 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


agar lebih siap apabila sudah bekerja dirumah sakit atau instansi
kesehatan lainnya apabila bertemu kasus serupa.

20 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi


DAFTAR PUSTAKA

Ulfa, Malika Putri Raharja and Waryana, and Almira, Sitasari. "STATUS
EKONOMI ORANG TUA DAN KETAHANAN PANGAN KELUARGA
TERHADAP KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI
KABUPATEN GUNUNGKIDUL." 2019: 1 - 2.

Diah Tantri Suhendrawidi, Kadek. "HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI


EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN STUNTING DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BULELENG III." Juli 2018: 8 - 16.

Lelidiniah. Makalah Stunting kel 8. n.d.


https://id.scribd.com/document/373914318/MAKALAH-STUNTING-
KEL-8-docx (accessed Desember 28, 2021).

dr. Yoke K. Putri, M.Sc, Sp.A, IBCLC. Penyakit Stunting. n.d.


https://www.alomedika.com/penyakit/kesehatan-anak/stunting (accessed
Desember 28, 2021).

—. Penyakit STUNTING. n.d. https://www.alomedika.com/penyakit/kesehatan-


anak/stunting (accessed desember 2021, 27).

Nggoro, Wiwinsia. Tinjauan Pustaka. n.d.


https://id.scribd.com/document/522589833/TINJAUAN-PUSTAKA
(accessed Desember 28, 2021).

Kesehatan, Kementrian. Pencegahan Stunting Pada Anak. Maret 28, 2019.


https://promkes.kemkes.go.id/pencegahan-stunting (accessed Januari 4,
2022).

21 | Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi

Anda mungkin juga menyukai