Anda di halaman 1dari 15

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMINITAS

STUNTING

OLEH

NAMA : NORBETWAN PULU TATA

NIM : 142802719

KELAS :B

SEMESTER : VI

MATAKULIAH : KEPERAWATAN KOMUNITAS II

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA


KUPANG
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena
berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan salah satu tugas
mata kuliah dasar ilmu kesehatan masyarakat tentang “Kasus Stunting pada Gizi
Kesehatan Masyarakat”
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena
berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan salah satu tugas
mata kuliah dasar ilmu kesehatan masyarakat tentang “Kasus Stunting pada Gizi
Kesehatan Masyarakat”
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena
berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan salah satu tugas
mata kuliah dasar ilmu kesehatan masyarakat tentang “Kasus Stunting pada Gizi
Kesehatan Masyarakat

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat-Nya yang telah melimpahkan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
konsep asuhan keperawan stunting ini dengan tepat waktu. Konsep asuhan ini
merupakan salah satu tugas dari matakuliah keperawatan komunitas II

Dalam menyelesaikan dalam penyusunan konsep asuhan keperawatan stunting


ini, kami telah banyak mendapatkan bantuan dan masukan dari beberapa pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam menyelesaikan tugas matakulaih keperawatan
komunitas. Kami menyadari bahwa konsep asuhan keperawatan stunting ini belum
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan konsep asuhan keperawatan stunting ini kedepannya.
Kupang,01 April 2022

penulis

DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................................4
B. Tujuan............................................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................................6
A. Pengertian......................................................................................................................................6
B. Faktor-Faktor Penyebab Stunting...............................................................................................6
C. Tanda dan Gejala stunting............................................................................................................8
D. Patofisiologi Stunting.....................................................................................................................9
E. Dampak Stunting...........................................................................................................................9
F. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................................10
G. Penatalaksanaan Stunting.......................................................................................................10
BAB III PENUTUP.................................................................................................................................11
A. Kesimpulan..................................................................................................................................11
B. Saran.............................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Stunting atau pendek merupakan salah satu bentuk gizi kurang yang
ditandai dengan nilai Z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari – 2
Standart Deviasi (SD) berdasarkan World Health Organization (WHO, 2010).
Stunting pada anak sekolah merupakan manifestasi dari stunting pada masa balita
yang mengalami kegagalan dalam tumbuh kejar (catch up growth), defisiensi zat
gizi dalam jangka waktu yang lama, serta adanya penyakit infeksi (Saniarto,
2014).
Hasil Riskesdas 2010 prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi, yaitu
36,5%. Lima provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia adalah
Nusa Tenggara Timur (58,4%), Papua Barat (49,2%), Nusa Tenggara Barat
(48,2%), Sumatera Utara (42,3%), dan Sulawesi Barat (41,6%). Diprovinsi Aceh,
juga ditemukan prevalensi yang cukup tinggi yaitu 39%. Sedangkan pada hasil
Riskesdas tahun 2013 prevalensi anak stunting secara nasional pada anak usia
sekolah adalah sebesar 30,7% (12,3% sangat pendek dan 18,4% pendek). Terjadi
penurunan prevalensi jika dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 36,5%.
Sementara itu, Zahraini (2011) melaporkan bahwa lebih dari sepertiga (36,1%)
anak usia sekolah di Indonesia tergolong pendek yang merupakan indikator
adanya kurang gizi kronis dan terjadinya penyakit infeksi berulang.
Menurut Bloem (2013) penyebab terjadinya stunting adalah malnutrisi
yang menyangkut berbagai aspek yaitu asupan gizi tidak adekuat, kesulitas akses
terhadap pangan yang sehat, kurangnya perhatian dan fasilitas kesehatan bagi ibu
dan anak, kurangnya pengetahuan, sampai pada aspek social, ekonomi dan politik
sebagai aspek-aspek mendasar. Selain itu kegagalan pertumbuhan disebabkan
oleh tidak memadainya asupan dari salah satu atau lebih zat gizi termasuk energi,
protein atau makronutrien seperti besi (Fe), seng (Zn), fosfor (P), vitamin D,
vitamin A, vitamin C. Kekurangan zat gizi makro (E, P) dan gizi mikro (Fe, Zn)
terutama pada masa pertumbuhan akan mengganggu proses pertumbuhan seorang
anak yang berdampak pada stunting (Mikhail et al. 2013).
Protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu
terjadi didalam tubuh, pada masa pertumbuhan (Winarno, 2002). Protein
mempunyai fungsi khas dan tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu
membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (ALmatsier, 2009). Hasil
penelitian Hidayati dkk (2010) menunjukkan bahwa anak dengan asupan protein
yang kurang mempunyai resiko 3,46 kali lebih besar akan menjadi stunting
dibandingkan dengan anak yang asupan proteinnya cukup.
Untuk menuntaskan masalah gizi kurang khususnya pada anak usia
sekolah, diperlukan pendidikan gizi ibu . Pendidikan gizi ibu adalah pendekatan
edukatif untuk menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan
dalam meningkatkan perbaikan pangan dan status gizi (Claire, 2010: Shweta,
2011 kegiatan pendidikan sangat efektif untuk merubah pengetahuan dan sikap
anak terhadap makanan, tetapi kurang untuk merubah praktek makan
(Februhartanty, 2005).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
untuk mengetahui faktor resiko status ekonomi orang tua terhadap kejadian
stunting

2. Tujuan khusus
Agar orang tua dapat mengetahui
 pengertian stunting
 Factor penyebab stunting
 Tanda dan gejala stunting
 Fatofisiologi stunting
 Dampak stunting
 Pemeriksaan penunjang
 penatalaksanaan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Stunting merupakan sebuah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan
oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, hal ini menyebabkan
adanya gangguan di masa yang akan datang yakni mengalami kesulitan dalam
mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Anak stunting
mempunyai Intelligence Quotient (IQ) lebih rendah dibandingkan rata – rata IQ
anak normal (Kemenkes RI, 2018).
Stunting didefinisikan sebagai keadaan dimana status gizi pada anak
menurut TB/U dengan hasil nilai Z Score = <-2 SD, hal ini menunjukan keadaan
tubuh yang pendek atau sangat pendek hasil dari gagal pertumbuhan. Stunting
pada anak juga menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kematian, masalah
perkembangan motorik yang rendah, kemampuan berbahasa yang rendah, dan
adanya ketidak seimbangan fungsional (Anwar, Khomsan, dan Mauludyani,
2014).
Stunting menjadi masalah gagal tumbuh yang dialami oleh bayi di bawah
lima tahun yang mengalami kurang gizi semenjak di dalam kandungan hingga
awal bayi lahir, stunting sendiri akan mulai nampak ketika bayi berusia dua tahun
(Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017). Sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Schmidt bahwa stunting ini merupakan masalah kurang
gizi dengan periode yang cukup lama sehingga muncul gangguan pertumbuhan
tinggi badan pada anak yang lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar
usianya (Schmidt, 2014).

B. Faktor-Faktor Penyebab Stunting

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting pada anak.


Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor langsung maupun tidak
langsung. Penyebab langsung dari kejadian stunting adalah asupan gizi dan
adanya penyakit infeksi sedangkan penyebab tidak langsung adalah pemberian
ASI dan MP-ASI, kurangnya pengetahuan orang tua, faktor ekonomi, rendahnya
pelayanan kesehatan dan masih banyak faktor lainnya (Mitra, 2015).
1. Faktor penyebab langsung.
 Asupan Gizi.
Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan
dan perkembangan tubuh. Usia anak 1 – 2 tahun merupakan masa kritis
dimana pada tahun ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara
pesat. Konsumsi makanan yang tidak cukup merupakan salah satu faktor
yang dapat menyebabkan stunting (Kinasih dkk, 2016).
 Penyakit infeksi kronis
Adanya penyakit infeksi dalam waktu lama tidak hanya
berpengaruh terhadap berat badan akan tetapi juga berdampak pada
pertumbuhan linier. Infeksi juga mempunyai kontribusi terhadap
defisiensi energi, protein, dan gizi lain karena menurunnya nafsu makan
sehingga asupan makanan berkurang. Pemenuhan zat gizi yang sudah
sesuai dengan kebutuhan namun penyakit infeksi yang diderita tidak
tertangani tidak akan dapat memperbaiki status kesehatan dan status gizi
anak balita. (Dewi dan Adhi, 2016).
Penyakit infeksi yang sering diderita balita seperti cacingan,
Infeksi saluran pernafasan Atas (ISPA), diare dan infeksi lainnya sangat
erat hubungannya dengan status mutu pelayanan kesehatan dasar
khususnya imunisasi, kualitas lingkungan hidup dan perilaku sehat
(Bappenas, 2013). Ada beberapa penelitian yang meneliti tentang
hubungan penyakit infeksi dengan stunting yang menyatakan bahwa
diare merupakan salah satu faktor risiko kejadian stunting pada anak
umur dibawah 5 tahun
2. Faktor penyebab tidak langsung.
 Pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI
ASI eksklusif merupakan pemberian ASI tanpa makanan dan
minuman tambahan lain pada bayi berusia 0-6 bulan. ASI sangat penting
bagi bayi karena memiliki komposisi yang dapat berubah sesuai
kebutuhan bayi. Pada ASI terdapat kolostrum yang banyak mengandung
gizi dan zat pertahanan tubuh, foremik (susu awal) yang mengandung
protein laktosa dan kadar air tinggi dan lemak rendah sedangkan
hidramik (susu akhir) memiliki kandungan lemak yang tinggi yang
banyak memberi energi dan memberi rasa kenyang lebih lama (Ruslianti
dkk, 2015).
 Pengetahuan orang tua.
Orang tua yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik akan
memberikaan asuhan pada keluarga dengan baik pula. Pengetahuan
orang tua tentang gizi akan memberikan dampak yang baik bagi
keluarganya karena, akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku
dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
kebutuhan gizi (Nikmah, 2015.
 Faktor ekonomi.
Dengan pendapatan yang rendah, biasanya mengkonsumsi
makanan yang lebih murah dan menu yang kurang bervariasi,
sebaliknya pendapatan yang tinggi umumnya mengkonsumsi makanan
yang lebih tinggi harganya, tetapi penghasilan yang tinggi tidak
menjamin tercapainya gizi yang baik. Pendapatan yang tinggi tidak
selamanya meningkatkan konsumsi zat gizi yang dibutuhkan oleh
tubuh, tetapi kenaikan pendapatan akan menambah kesempatan untuk
memilih bahan makanan dan meningkatkan konsumsi makanan yang
disukai meskipun makanan tersebut tidak bergizi tinggi.( Ibrahim dan
Faramita, 2014).
C. Tanda dan Gejala stunting
 Tanda pubertas terlambat.
 Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar.
 Pertumbuhan tubuh dan gigi terlambat.
 Saat menginjak usia 8 - 10 tahun anak menjadi lebih pendiam dan Tidak
banyak melakukan kontak mata dengan orang disekitarnya
 Pertumbuhan melambat.
 Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya.
 Berat badan lebih ringan dari anak seusianya.

D. Patofisiologi Stunting

Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan akibat akumulasi ketida


kcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan.
Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh (catch up growth) yang
memadai (Mitra, 2015).

Masalah stunting terjadi karena adanya adaptasi fisiologi pertumbuhan atau non
patologis, karena penyebab secara langsung adalah masalah pada asupan makanan dan
tingginya penyakit infeksi kronis terutama ISPA dan diare, sehingga memberi dampak
terhadap proses pertumbuhan balita (Sudiman, 2018).

Tidak terpenuhinya asupan gizi dan adanya riwayat penyakit infeksi berulang
menjadi faktor utama kejadian kurang gizi. Faktor sosial ekonomi, pemberian ASI dan
MP-ASI yang kurag tepat, pendidikan orang tua, serta pelayanan kesehatan yang tidak
memadai akan mempengaruhi pada kecukupan gizi. Kejadian kurang gizi yang terus
berlanjut dan karena kegagalan dalam perbaikan gizi akan menyebabkan pada kejadian
stunting atau kurang gizi kronis. Hal ini terjadi karena rendahnya pendapatan sehingga
tidak mampu memenuhi kecukupan gizi yang sesuai (Maryunani, 2016).

Pada balita dengan kekurangan gizi akan menyebabkan berkurangnya lapisan


lemak di bawah kulit hal ini terjadi karena kurangnya asupan gizi sehingga tubuh
memanfaatkan cadangan lemak yang ada, selain itu imunitas dan produksi albumin juga
ikut menurun sehingga balita akan mudah terserang infeksi dan mengalami perlambatan
pertumbuhan dan perkembangan. Balita dengan gizi kurang akan mengalami peningkatan
kadar asam basa pada saluran cerna yang akan menimbulkan diare (Maryunani, 2016).

E. Dampak Stunting.
Menurut Kementrian desa, 2017 dampak buruk yang ditimbulkan akibat stunting antara
lain:
 Anak akan mudah mengalami sakit.
 Postur tubuh tidak maksimal saat dewasa.
 Kemampuan kognitif berkurang.
 Fungsi tubuh tidak seimbang.

F. Pemeriksaan Penunjang.
Menurut Nurarif dan Kusuma, 2016 mengatakan pemeriksaan penunjang untuk stunting
antara lain:
 Melakukan pemeriksaan fisik.
 Melakukan pengukuran antropometri BB, TB/PB, LILA, lingkar kepala.
 Melakukan penghitungan IMT.
 Pemeriksaan laboratorium darah: albumin, globulin, protein total, elektrolit
serum.
G. Penatalaksanaan Stunting
Menurut Khoeroh dan Indriyanti, 2017 beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mengatasi stunting yaitu.
 Penilaian status gizi yang dapat dilakukan melalui kegiatan posyandu
setiap bulan.
 Pemberian makanan tambahan pada balita.
 Pemberian vitamin A.
 Memberi konseling oleh tenaga gizi tentang kecukupan gizi balita.
 Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai usia 2
tahun dengan ditambah asupan MP-ASI.
 Pemberian suplemen menggunakan makanan penyediaan makanan dan
minuman menggunakan bahan makanan yang sudah umum dapat
meningkatkan asupan energi dan zat gizi yang besar bagi banyak pasien.
 Pemberian suplemen menggunakan suplemen gizi khusus peroral siap
guna yang dapat digunakan bersama makanan untuk memenuhi
kekurangan gizi.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Stunting adalah kondisi serius pada anak yang ditandai dengan tinggi badan anak di
bawah rata-rata atau anak sangat pendek serta tubuhnya tidak bertumbuh dan
berkembang dengan baik sesuai usianya dan berlangsung dalam waktu lama.
B. Saran
 Untuk pencapaian hasil keperawatan yang diharapkan, diperlukan hubungan yang
baik dan keterlibatan klien dan keluarga
 Perawat sebagai petugas pelayanan kesehatan hendaknya mempunyai
pengetahuan, keterampilan yang cukup dan dapat bekerjasama dengan tim
kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
stunting

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. d. (2011). Gizi Seimbang dalam daur kehidupan. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka.
Anisa, P. (2012). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita Usia 25-60 Bulan Di Kelurahan Kalibaru Depok Tahun 2012.
Astutik, R. M. (2018). Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak Balita Usia 24- 59
Bulan (Studi Kasus di Wilayah Puskesmas Gabus II Kabupaten Pati Tahun 2017). Jurnal
Kesehatan Masyarakat(6(1)), 409-418.
Black RE et al, .. (2008). Maternal and child undernutrition: global and regional
exposures and health consequence. The Lancet, 371(9608), 243-260.
Dewi, C. d. (2016). Pengaruh Konsumsi Protein Dan Seng Serta Riwayat PenyakitInfeksi
Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Balita Umur 24- 59 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Nusa Penida III. 3(1), 33-46.
Faramita, I. &. (2014). Hubungan faktor-faktor sosial ekonomi keluarga dengan
stunting pada anak usia 24-59 bulan diwilayah kerja puskesmas barombong kota
makassar tahun 2014. Ql-sihah: Public health science journal.

Anda mungkin juga menyukai