Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL

METODOLOGI PENELITIAN

“Hubungan Pola Asuh Ibu terhadap Tingginya Kejadian Stunting di Kota Padang”

Tugas Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktikum Metodologi Penelitian

Dosen Pengampu:

Dr. Rika Sabri, S.Kp., M.Kes, Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh:

Nisrina Alifah Fauziah 2111311047

Azzahra Faradisa Marwa 2111312020

Nurul Jannah 2111312023

Kelas A2 2021/B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................

2.1 Balita........................................................................................................................3
2.2 Stunting....................................................................................................................3
2.3 Pola Asuh Ibu..........................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................10

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Status nutrisi yaitu kondisi tubuh sebagai akibat dari asupan nutrisi dan zat-zat
gizi yang terkandung didalam makanan. Status gizi memiliki beberapa kategori yakni
status gizi lebih, status gizi sedang, status gizi kurang, status gizi baik dan status gizi
buruk. Asupan nutrisi atau makanan akan berdampak terhadap status nutrisi seseorang.
Seseorang yangn masuk dalam kategori status gizi kurang akan terjadi jika terdapat satu
atau lebih zat gizi yang esensial yang kurang dalam tubuh. Kurangnya zat gizi khususnya
yang terjadi pada anak bisa menimbulkan dampak negatif baik dalam waktu jangka
pendek (akut) dan jangka waktu yang lama (kronik). Pada anak yang mengalami
kekurangan gizi akut terlihat lemah secara fisik dan bagi anak kurang gizi kronis
pertumbuhan fisik akan terganggu seperti anak menjadi lebih pendek disbanding anak-
anak seusianya, khususnya terjadi pada usia kurang dari dua tahun (Istiany, 2013).
Fenomena masalah balita pendek atau biasa disebut dengan istilah stunting
menjadi satu diantara masalah gizi yang terjadi pada anak. Stunting terjadi pada sekitar
150,8 juta (22,2%) anak usia di bawah lima tahun di dunia. Balita stunting terdapat di
Asia menduduki prevalensi tertinggi didunia yaitu sekitar 55%, Posisi kedua di ikuti oleh
benua afrika dengan angka 39% anak mengalamai stunting. Balita stunting yang ada di
Asia sejumlah 83,6 juta jiwa. Stunting terbanyak terjadi di daerah Asia selatan sebanyak
58,7%, dan yang prevalensi terkecil 0,9% berada di Asia tengah (WHO, 2018).
Indonesia memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu pada tahun 2018 sekitar 30,8%,
dengan rincian didapatkan balita pendek yaitu 19,3% dan balita sanagt pendek 11,5%
balita sangat pendek). Menurut Kemenkes RI dan Badan Pusat Statistik tahun 2018, data
stunting di Sumatera Barat sebesar 20,3% untuk kriteria balita pendek dan 9,6% untuk
kriteria balita sangat pendek. Sementara untuk Kota Padang, pada tahun 2022 angka
stunting pada angka 19,6%. Angka ini mengalami kenaikan dari tahun 2021 yang hanya
18,9%.
Adapun penyebab terjadinya stunting antara lain balita dengan riwayat berat
badan lahir rendah, riwayat penyakit infeksi yang pernah dialami, pola asuh orangtua
terkait nutrisi, pemberian air susu ibu secara ekslusif, ketersedian sandangpangan,
pendidikan orangtua, sosial, budaya, ekonomi. Perilaku terkait pola asuh yang kurang
atau buruk juga dapat menyebabkan stunting secara spesifik dijelaskan seperti,
pengetahuan ibu yang kurang dalam memenuhi nutrisinya saat masa kehamilan, bahkan
persiapan nutrisi yang harus dipenuhi saat mempersiapakan kehamilan serta paska
melahirkan untuk menigkatkan produksi ASI yang baik (Ariyanti, 2015). Jika gizi anak
mengalami kekurangan maka akan berdampak pada terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan otak, penurunan imunitas serta rendahnya imunitas melawan infeksi
rentan terjadi pada anak stunting (Rahmayana, 2015).

1
Setelah anak tersebut lahir ke dunia, pola asuh ibu masih berperan penting
terhadap proses tumbuh kembang anak. Jika pola asuh ibunya salah, maka akan
berdampak pada tumbuh kembang anak, salah satunya menyebabkan stunting pada anak.
Pola asuh ibu yang salah yang dapat menyebabkan stunting pada anak seperti pemberian
makan yang kurang bergizi dan tidak seimbang, tidak memberikan ASI eksklusif (hingga
anak berusia 2 tahun), kebersihan diri dan lingkungan yang kurang, serta hubungan yang
tidak erat antara ibu dan anak.
Apabila Stunting tidak ditangani dengan baik, maka dapat memiliki dampak
negatif antara lain secara fisik mengalami keterlambatan atau menjadi balita pendek yang
dapat menghambat prestasi dalam hal olahraga serta kemampuan fisik lainnya, selain itu
juga stunting dapat menyebabkan masalah pada aspek kognitif secara intelektual
kemampuan anak dibawah standar tidak seperti anak-anak lainnya yang pertumbuhannya
dalam kategori normal. Jangka panjangnya akan mempengaruhi kualitas sebagai manusia
pada masa produktif sehingga dikemudian hari akan menyumbang peningkatan kejadian
penyakit kronis yang degeneratif (Dasman, 2019).
Upaya yang bisa dilakukan dalam mengatasi stunting di antaranya dengan
meningkatkan pelaksanaan ASI ekslusif minimal selama 6 bulan, penerapan inisiasi
menyusui dini pada masa kelahiran anak, ketersediaan pangan atau makanan baik secara
kuantitas dan kualitasnya, pengasuhan yang baik dan benar (Basri Aramico, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah penelitian melalui
pertanyaan penelitian “Bagaimanakah Hubungan Pola Asuh Ibu terhadap Tingginya
Kejadian Stunting di Kota Padang?”

1.3 Tujuan Penelitian


Mengetahui hubungan antara pola asuh ibu terhadap tingginya kejadian stunting
di Kota Padang.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
hubungan antara pola asuh ibu terhadap tingginya angka stunting di Kota Padang,
dan masukan bagi tenaga pendidik untuk membimbing para ibu dalam mengatasi
permasalahan tersebut agar angka kejadian stunting bisa menurun dan semakin
sedikit balita yang mengalami stunting
2. Bagi Peneliti
Hasil dari penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
peneliti dalam melakukan penelitian mengenai hubungan antara pola asuh ibu
terhadap tingginya angka kejadian stunting di Kota Padang.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Balita
Balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular
dengan pengertian anak dibawah lima tahun. Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-
3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung
penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting seperti mandi, buang air dan
makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun,
kemampuan lain masih terbatas. Masa balita merupakan periode penting dalam proses
tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan dimasa itu menjadi penentu
keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya.

2.2 Stunting
a. Definisi
Stunting merupakan suatu keadaan gagal tumbuh kembang pada bayi (0-
11 bulan) dan anak balita (12-59 bulan) yang mengalami kekurangan gizi kronis
terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan, dapat ditandai dengan tinggi badan
tidak sesuai dengan usianya. (Arnita et al., 2020) Anak yang mengalami stunting
dapat ditandai dengan tinggi atau panjang anak yang tidak sesuai dengan usia < -2
SD berdasarkan table Z-Score (Damanik et al., 2021). Stunting didefinisikan
sebagai kondisi anak usia 0 – 59 bulan, dimana tinggi badan menurut umur berada
di bawah minus 2 Standar Deviasi (<-2SD) dari standar median WHO.

b. Indikator identifikasi stunting


Indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi balita stunting adalah
berdasarkan indeks Tinggi badan menurut umur (TB/U) menurut standar WHO
child growth standart dengan kriteria stunting jika nilai z score TB/U < -2
Standard Deviasi (SD) (Picauly & Toy, 2013; Mucha, 2013).Periode 0- 24 bulan
merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan sehingga disebut dengan
periode emas. Periode ini merupakan periode yang sensitif karena akibat yang
ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat
dikoreksi. Untuk itu diperlukan pemenuhan gizi yang adekuat pada usia ini
(Mucha, 2013).

3
c. Faktor penyebab stunting
 Penyebab langsung
 Kurangnya asupan makanan dan penyakit infeksi
 Ibu yang mengalami kekurangan nutrisi, kehamilan pretern
 Pemberian makanan yang tidak optimal, tidak ASI eksklusif dan infeksi.
 Penyebab lainnya
 Pengetahuan ibu yang kurang
 Pola asuh yang salah
 Sanitasi dan hygiene yang buruk
 Rendahnya pelayanan kesehatan (Unicef, 1990).
 Pendidikan
 Status ekonomi keluarga
 Selain itu masyarakat belum menyadari anak pendek merupakan suatu
masalah,karena anak pendek di masyarakat terlihat sebagai anak-anak
dengan aktivitas yang normal, tidak seperti anak kurus yang harus segera
ditanggulangi. Demikian pula halnya gizi ibu waktu hamil, masyarakat
belum menyadari pentingnya gizi selama kehamilan berkontribusi
terhadap keadaan gizi bayi yang akan dilahirkannya kelak (Unicef
Indonesia, 2013).
 Faktor internal ( Faktor dari dalam diri anak)
 Usia, jenis kelamin, berat badan lahir
 Faktor Eksternal (dari luar ) yaitu dari anak seperti social ekonomi dan praktik
pemberian makanan pada anak memiliki kontribusi terhadap kejadian stunting
misalnya ketidakoptimalan Pemberian ASI Eksklusif (Khususnya pemberian
ASI non-eksklusif) dan pemberian makanan pendamping yang terbatas dalam
jumlah, kualitas dan variasi jenisnya (Damanik et al., 2021).

d. Akibat stunting pada anak balita


Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam
jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada

4
anak. Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat,
sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya. Kekurangan gizi kronis
akan menghambat pertumbuhan otot. Anak stunting terlihat juga lebih mudah
lelah dan selincah anak pada umumnya. Dampaknya, anak memiliki risiko besar
obesitas dan sulit mengerjakan kegiatan dasar sehari-hari.Stunting dapat
berdampak terhadap perkembangan motorik dan verbal, peningkatan penyakit
degeneratif, kejadian kesakitan dan kematian. Selain itu, keadaan stunting akan
mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan sel-sel neuron terhambat
sehingga mempengaruhi perkembangan kognitif pada anak. Menurut Yusuf,
kemampuan kognitif adalah kemampuan anak untuk berfikir lebih komplek serta
melakukan penalaran dan pemecahan masalah, berkembangnya kemampuan
kognitif akan mempermudah anak menguasai pengetahuan umum lebih luas. Hal
ini akan menjadikan anak dapat berfungsi secara wajar dalam kehidupan
bermasyarakat.

2.3 Pola Asuh Ibu


1. Pengertian Pola Asuh Ibu
Pola asuh sendiri merupakan praktik yang di lakukan pengasuh seperti ibu,
bapak, nenek, atau orang lain dalam pemeliharaan kesehatan, pemberian
makanan, dukungan emosional anak dan pemberian stimulasi yang anak butuhkan
dalam masa tumbuh kembang. Pemberian dan kualitas makanan pada bayi sangat
bergantung pada pengetahuan dan pendidikan ibu serta ketersediaan bahan
makanan tersebut. Kesadaran ibu dalam pemenuhan gizi yang baik pada anak
memiliki peran penting dalam menentukan kualitas makanan. pola asuh yang baik
membutuhkan peranan dari keluarga atau tenaga kesehatan maupun pemerintah.
Tenaga kesehatan harus melakukan penyuluhan atau memberi pengetahuan
tentang pola asuh ibu supaya anaknya tidak mengalami stunting dan pengetahuan
tentang tumbuh kembang anak.
Praktek pengasuhan yang memadai sangat penting, tidak hanya bagi daya
tahan anak tetapi juga mengoptimalkan perkembangan fisik dan mental anak serta
baiknya kondisi kesehatan anak. Pengasuhan juga memberikan kontribusi bagi
kesejahteraan dan kebahagiaan serta kualitas hidup yang baik bagi anak secara
keseluruhan. Sebaliknya jika pengasuhan anak kurang memadai, terutama
keterjaminan makanan dan kesehatan anak, bisa menjadi salah satu faktor yang
menghantarkan anak menderita stunting (Bella et al., 2020).

5
2. Komponen Pola Asuh Ibu
Menurut Engle (dalam Wahyu dan Zikria, 2018) terdapat empat
komponen penting dalam pola asuh yang berperan penting untuk mencegah
terjadinya stunting pada anak yaitu pemberian makanan, kebersihan, kesehatan
dan stimulasi psikososial.
a. Pemberian Makanan
Pemberian makan dengan carayang sehat, pemberian makan bergizi dan
mengatur porsi yang dihabiskan akan meningkatkan status gizi anak. Makanan
yang baik untuk bayi dan balita harus memenuhi syarat-syarat kecukupan energi
dan zat gizi sesuai umur, pola menu seimbang dengan bahan makanan yang
tersedia, kebiasaan dan selera makan anak, bentuk dan porsi makanan yang
disesuaikan pada kondisi anak dan memperhatikan kebersihan perorangan dan
lingkungan.
Praktek pemberian makan tersebut antara lain meliputi frekuensi
pemberian makan, pemberian makanan selingan, pertimbangan pemilihan jenis,
pemberian makanan lengkap, penentuan waktu dan cara pemberian makan.
Praktek pemberian makan yang kurang baik mengakibatkan anak tidak
memperoleh asupan gizi seimbang dan secara kumulatif mengakibatkan gangguan
pertumbuhan anak.
Salah satu kesalahan pola asuh ibu dalam pemberian makan anak yaitu ibu
tidak memberikan ASI ekslusif sampai anak usia 2 tahun, anak sudah diberikan
makan dan minum di bawah umur 6 bulan, ibu memberikan sarapan pagi tetapi
anak sulit makan, ibu menyiapkan makanan anak anak dengan bubur instan yang
bias dijual di tempat perbelanjaan. Pola pemberian makan ini tidak
memperhatikan kebutuhan zat gizi yang penting bagi pertumbuhan balita
sehingga kemungkinan kebiasaan tersebut berdampak pada status gizi balita.
Pola asuh pemberian makan merupakan kemampuan orang tua dan
keluarga untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam memberikan
makanan kepada anaknya. Terutama pada masa balita, dimana pada masa ini
kebutuhan zat gizi pada anak sangat tinggi yang diperlukan untuk proses tumbuh
kembangnya. Sehingga kesalahan pola asuh pemberian makan pada balita di masa

6
ini berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita (Loya,
2017).
b. Kebersihan/Hygiene
Kebersihan diri maupun lingkungan berperan penting dalam tumbuh
kembang anak. Kebersihan tubuh, makanan dan lingkungan berperan besar dalam
pemeliharaan kesehatan yang akan mencegah penyakit-penyakit infeksi sebagai
faktor penyebab turunnya status gizi anaknya. Kebiasaan kebersihan harus sesuai
dengan syarat kesehatan dalam menjaga kesehatan tubuh dengan mandi dua kali
sehari, rambut, tangan, kaki dan pakaian harus bersih, menggosok gigi, menjaga
kebersihan diri dan lingkungan. Kebersihan diri yang tidak baik akan
memudahkan terjadinya penyakit infeksi saluran pencernaan seperti diare dan
cacingan. Sedangkan kebersihan lingkungan berkaitan dengan penyakit saluran
pernafasan, pencernaan dan penyakit infeksi lainnya.
Tindakan ibu yang bisa membantu mencegah anak dari stunting yaitu
melakukan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, sebelum menyiapkan
makanan, setelah buang air besar dan setelah pegang binatang. Menurut Turnip
(2008), Kebersihan tubuh, makanan dan lingkungan berperan penting dalam
memelihara kesehatan akan serta mencegah penyakit-penyakit diare dan infeksi
kecacingan. Satu kebiasaan yang bersih seperti mencuci tangan dengan sabun
sebelum makan dan setelah buang air besar, telah menjadi fokus kampanye WHO
untuk mengurangi timbulnya penyakit-penyakit diare.
Kebersihan lingkungan perlu di perhatikan oleh seorang ibu agar anaknya
bisa mengeksplorasi diri dengan aman karena lingkungan yang nyaman. Seperti
membuang sampah pada tem-patnya, membuat SPAL di rumah, membersihkan
tempat penampungan air dan menyediakan jamban di dalam rumah dan lain
sebagainya. Karena semua hal itu akan merusak kondisi lingkungan dimana anak
nanti akan bermain dan mengeksplorasi diri. Apabila lingkungan anak kurang
baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit infeksi saluran
pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-
zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi.

7
Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit, dan petumbuhan
akan terganggu.
c. Kesehatan
Dalam komunitas yang sulit mendapatkan akses dan kontak dengan
pelayanan kesehatan, anak-anak lebih rentang terhadap kekurangan gizi sebagai
akibat dari pengobatan penyakit yang tidak memadai, tingkat imunisasi rendah,
dan perawatan kehamilan yang buruk, termasuk pasokan air bersih, juga
menempatkan anak pada resiko infeksi yang meningkatkan kerentanan terhadap
kekurangan gizi.
Imunisasi dasar sangat penting bagi balita untuk mengatasi gangguan
kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi dikarenakan produksi antibodi yang
menurun mengakibatkan mudahnya penyakit masuk ke dalam tubuh balita.
Dampak akhirnya yaitu gagalnya pertumbuhan optimal anak yang sesuai dengan
pertambahan umur sehingga mempertinggi kejadian stunting.
Permasalahan gizi dipengaruhi langsung oleh asupan gizi dan diperburuk
oleh paparan penyakit infeksi pada balita. Kejadian infeksi penyakit pada anak
berkaitan erat dengan akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kebiasaan
dalam upaya mendapatkan pelayanan kesehatan mencakup cara ibu untuk
mengakses pelayanan kesehatan anak dengan memberikan imunisasi yang
lengkap, pengobatan penyakit dan bantuan tenaga profesional dalam menjaga
kesehatan anak. Hal tersebut sangat berperan dalam peningkatan status gizi anak
dimana ibu berupaya memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada untuk
memperoleh informasi kesehatan yang benar.
d. Stimulasi Psikososial
Hubungan yang erat, mesra dan selaras antara orang tua dan anak
merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras, baik
fisik, mental maupun psikososial. Ibu yang memberikan rangsangan psikososial
yang baik pada anak berpengaruh positif pada status gizi anak. Teori positive
deviance (Zeitlin, 1990) mengungkap bahwa asuhan psikososial berupa
keterikatan antara ibu dan anak menjadi faktor penting dalam tumbuh kembang
anak. Selain itu, teori positive deviance juga menyatakan bahwa berbagai stimulus

8
yang rutin diberikan oleh ibu atau pengasuh terhadap bayi, baik stimulus visual,
verbal dan auditif akan dapat menyebabkan stimulasi growth hormone,
metabolisme energi menjadi normal dan imun respon lebih baik. Secara tidak
langsung asuhan psikososial berkaitan dengan asuhan gizi dan kesehatan yang
berpengaruh positif pada status gizi, tumbuh dan kembang.
Peran orang tua sedini mungkin akan menjalin rasa aman pada anaknya.
Hal tersebut diwujudkan dengan kontak fisik dan psikologis sejak anak lahir
hingga dalam proses tumbuh kembangnya. Kurangnya kasih sayang orang tua di
tahun-tahun pertama berdampak negatif pada tumbuh kembang anak baik fisik,
mental, maupun sosial emosi. Kasih sayang orang tua akan menciptakan ikatan
yang erat (bonding) dan kepercayaan dasar (basic trust).

9
BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Teori

Balita → Pola asuh ibu → Pola asuh ibu yang salah yang dapat
menyebabkan stunting:

1. Pemberian makan yang kurang


bergizi dan tidak seimbang
2. Tidak memerikan ASI eksklusif
(hingga usia 2 tahun)
3. Kebersihan diri dan lingkungan
yang kurang
4. Hubungan yang tidak erat antara
ibu dan anak

Stunting pada anak

Dampak jangka panjang stunting pada anak:

1. Gangguan kognitif
2. Kesulitan belajar
3. Rentan mengalami penyakit tidak menular
(obesitas, penyakit jantung, hipertensi)
4. Kekebalan tubuh lebih rendah
5. Produktivitas dan performa kerja rendah

3.2 Kerangka Konsep


 Variabel independen (memoengaruhi): pola asuh
 Variabel dependen (dipengaruhi): stunting

3.3 Hipotesis

10
Berdasarkan kerangka konsep dari penelitian, maka hipotesis alternatif (Ha) dalam

penelitian ini sebagai berikut :

Ha : Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua berdasarkan pemberian
nutrisi dengan kejadian stunting di Kota Padang

11
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskripsi analitik yaitu jenis penelitian uatu metode
yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran suatu objek yang diteliti
melalui data atau sampel yang telah dikumpulkan sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum

4.2 Populasi dan Sampel

1. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


a. Kriteria Inklusi

1) Merupakan Balita di Kecamatan Pauh

2) Balita stunting yang kurang mampu

3) Bersedia menjadi responden.

b. Kriteria Eksklusi

1) Tidak hadir saat penelitian.

2) Balita yang pindah Kk

2. Populasi

Populasi adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang
ditetapkan (Nursalam, 2018). Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh ibu dan balita di
Kota Padang 2023, sebanyak 250 balita.

3.Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subyek
penelitian melalui sampling (Nursalam, 2018). Sampel pada penelitian ini adalah sebagian ibu
dan balita di kota Padang sebanyak 153 balita. Besar sampel (sample size) adalah banyaknya
individu, subyek atau elemen dari populasi yang diambil sebagai sampel. Besar sampel tersebut
diperoleh menggunakan rumus sebagai berikut:

Besar sampel (sample size) adalah banyaknya individu, subyek atau elemen dari

populasi yang diambil sebagai sampel. Besar sampel tersebut diperoleh menggunakan

12
rumus sebagai berikut:
N
n
1  N (d)2

Keterangan:

n = Besar Sampel

N = Besar Populasi

d = Tingkat signifikansi populasi > 100 (d = 0,1) (Nursalam, 2018).


N
n=
1+ N (d ²)

250
=
1+ 250(0 , 05²)

250
=
1,625

= 153

= 153 orang

Keterangan:

n : sampel yang digunakan

N : Jumlah populasi

e : Tingkat kesalahan 5% = 0,05

Jadi, diperoleh sampel penelitian sebanyak 250 orang. Untuk mengantisipasi kemungkina

n berkurang sampel, dilakukan penambahan responden sebesar 10% dari jumlah sampel yang ing

in dicapai pada penelitian ini yaitu sebanyak 250 orang. Maka dibutuhkan sebanyak 153 respond

en untuk sampel yang akan diteliti.

4.3 Tempat dan waktu penelitian

4.1.1 Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September tahun 2023.

13
4.1.2 Tempat pengumpulan data

Lokasi penelitian dilakukan di kuranji ,pauh Kota Padang

4.4 Variabel dan Definisi operasional

Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan
(Sugiyono, 2018).

Variabel penelitian ini yaitu:

1. Variabel independent atau variabel bebas adalah merupakan variabel yang


mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependent (terikat) (Sugiyono, 2018). Variabel independent penelitian ini yaitu
pola asuh ibu dalam pemberian makan.
2. Variabel dependent atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2018). Variabel
dependent penelitian ini yaitu kejadian stunting.

Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu
yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2018)

14
Definisi
Variabel operasional Indikator Alat ukur Skala Kategori
Variabel Bentuk pola Pola Asuh dalam Kuesioner Ordinal Skor :
independen: asuh yang pemberian makan: Tidak pernah (0),
Pola asuh diterapkan Parenteral demandingness Nomor: Jarang (1),
ibu dalam ibu dalam (D) mencakup: 1-17 Kadang-kadang (2),
pemberian pemberian 1) Pantau item dalam Sering (3),
makan makan pada pilihan makanan dan Selalu (4).
balita perilaku makan anak
(pengawasan), Kategori pola asuh
2) Membatasi dalam pemberian
pengendalian berat makan terdapat 4
badan anak jenis pola asuh,
(pembatasan), yang meliputi:
3) Batasi jumlah 1. Pola asuh
makanan dalam jatah demokratis
makan (tekanan saat (authoritative),
makan), D ≥ 34,
4) Mendorong atau R ≥ 26.
memaksa anak untuk 2. Pola asuh
makan dan anjuran otoriter
pencegahan dan (authoritarian),
pengobatan kelebihan D ≥ 34,
berat badan (kontrol R < 26.
anak). 3. Pola asuh
permisif
Parenteral responsiveness Nomor: (permissive),
(R) mencakup: 18-30 D < 34,
1) Item yang R ≥ 26.
memberikan contoh 4. Pola asuh
perilaku makan orang pengabaian,
tua terhadap anaknya D < 34,
(model item), R < 26.
2) Pengaturan emosi saat
makan (emotion
regulation),
3) Pendidikan kesehatan
dan gizi (Pendidikan
Gizi),
4) Makanan sebagai
hadiah (makanan
sebagai hadiah),
5) Partisipasi anak dalam
pemilihan makanan
(participation),

Definisi
Variabel operasional Indikator Alat ukur Skala Kategori
6) Tingkatkan
keseimbangan dan
variasi makanan

15
Variabel Ukuran Pengukuran secara Observasi Ordinal Kejadian stunting:
dependen: tinggi badan antropometri gizi dengan Pengukuran 1. Mengalami
Kejadian balita yang mengukur TB/U tinggi badan stunting, jika
stunting tidak sesuai balita dan Z score -2 SD
dengan usia umur balita sampai 2 SD
melalui KMS 2. Tidak
balita Stunting, jika
Z score < -2
SD ≥ -3 SD

4.5 Instrumen Penelitian

a. Instrument Pengumpulan Data

Instrument adalah alat pada waktu penelitian menggunakan suatu metode (Arikunto, 2018). Jenis
instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah lembar kuesioner
dan lembar observasi.

Kuesioner merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Observasi merupakan
suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan
psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses- proses pengamatan dan ingatan
(Sugiyono, 2018).

Pengambilan data pola asuh ibu dalam pemberian makan pada balita menggunakan lembar
kuesioner. Sedangkan observasi dilakukan untuk mengetahui kejadian stunting pada balita
melalui pengukuran tinggi badan balita dan pencatatan umur balita berdasarkan KMS balita.
Kejadian stunting pada balita diketahui melalui pengukuran tinggi badan secara langsung pada
balita. Sedangkan untuk mengetahui data karakteristik responden (umur balita, jenis kelamin,
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua) dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

4.6 Etika Penelitian

Terdapat 4 dasar etika penelitian (Suprajitno 2016), yaitu :

1. Menghormati Harkat Dan Martabat Manusia (Respect For Humanity Dignity)

Saat melakukan pengumpulan data kepada masyarakat, sebelumnya peneliti sudah

memberikan penjelasan dan tentunya sudah mendapatkan persetujuan tertulis (Informed

consent). Selain itu pengumpulan data ini juga tidak boleh mengganggu aktivitas dan jam

pembelajaran di sekolah.

16
2. Menghormati Privasi Dan Kerahasiaan Subjek Riset (Respect For Privacy And

Confidentiality)

Dalam hal ini privasi dan kerahasiaan subjek dijaga dengan cara hanya menampilkan k

ode responden dan tidak menampilkan informasi mengenai data diri responden.

3. Keadilan Dan Inklusivitas (Respect For Justice And Inclusiveness)

Prosedur Penelitian sudah dijelaskan peneliti sebelum melakukan penelitian, dan juga

menjamin perlakuan yang sama pada seluruh responden. Responden dipilih bukan

berdasarkan hal tertentu, melainkan berdasarkan tujuan penelitian, sehingga setiap orang

mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi responden secara adil.

4. Memperhitungkan Manfaat Dan Kerugian Yang Ditimbulkan (Balancing Harm And

Benefits)

Dalam melakukan penelitian, peneliti harus bisa meminimalisir dampak dan juga membawa

manfaat dalam penelitian yang dilakukannya.

4.6 Metode Pengumpulan Data

2. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari pengisian kuesioner oleh responden, sebelumnya peneliti

menjelaskan tujuan dari penelitian. Lembar informed consent ditanda tangani oleh sampel

sebagai bentuk pernyataan bersedia menjadi responden. Data yang didapat yaitu tentang pap

aran media pornografi dan perilaku seksual pranikah.

3. Data Sekunder

Data sekunder berupa data yang didapatkan peneliti dari Dinas kesehatan kota Padang,

Puskesmas dan kader .Data tersebut didapatkan melalui surat izin yang dikeluarkan oleh

Fakultas Keperawatan.

17
4.7 Prosedur Pengumpulan Data

1. Tahap Persiapan

a. Pengurusan surat izin pengambilan data dan penelitian dari kampus dan

mengajukan surat penelitian ke SMK N X Kota Padang ke Dinas Pendidikan Provin

si Sumatera Barat.

b. Memasukan surat ke SMK N X, dan diberi lembar izin penelitian.

c. Peneliti diarahkan kepada guru bimbingan konseling untuk meminta izin keguru ya

ng sedang mengajar di kelas.

d. Peneliti meminta waktu 10-15 menit kepada guru kelas untuk penjelasan dan pengis

ian kuesioner.

e. Dalam penyebaran kuesioner peneliti dibantu oleh 2 orang enumerator yang terlebih

dahulu sudah dilajukan persamaan persepsi dengan peneliti.

f. Pengumpulan data dilakukan kepada 16 kelas dalam waktu 7 hari.dengan teknik si

mple random sampling

g. Pengambilan data dilakukan mengikuti urutan absensi sesuai dengan jumlah perhitu

ngan sampel untuk setiap kelas.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Peneliti memperkenalkan diri di kelas dan menjelaskan tujuan penelitian

b. Peneliti membagikan kuesioner kepada siswa yang berisi lembar informed consent

dan juga kuesioner paparan media pornografi dan perilaku seksual pranikah pada

remaja.

c. Pengisian kuesioner dilakukan secara langsung, selama 10-15 menit.

18
d. Setelah diisi, kuesioner dikumpulkan kepada peneliti. Peneliti kemudian melakukan

pemeriksaan, apakah semua pertanyaan sudah dijawab oleh responden.

e. Setelah terpenuhi jumlah sampel, peneliti melapor kepada kepala sekolah bahwa

penelitian telah selesai dilakukan dan dikeluarkan surat telah selesai penelitian oleh

sekolah.

f. Peneliti melakukan proses pengolahan yang sudah didapatkan dengan teknik

pengolahan data melalui komputerisasi,

g. Peneliti membuat hasil dan kesimpulan dari penelitian.

A. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data adalah proses yang sangat penting sehingga harus dilakukan dengan

baik dan benar. Setelah data dikumpulkan, tahapan berikutnya adalah


(Alamsyah and Muliawati 2018)
:

a. Pemeriksaan Data (Editing)

Pemeriksaan data merupakan langkah untuk meneliti kelengkapan data yang sudah diisi,

hal ini meliputi : kelengkapan pengisian, konsistensi dan relevansi dari setiap jawaban

yang diberikan.hasil yang didapatkan adalah semua data yang terisi dengan lengkap dan

benar.

b. Koding Data (Coding)

Merupakan langkah mengklasifikasikan jawaban sesuai dengan jenisnya. Dilakukan

dengan memberikan tanda pada masing-masing jawaban dengan kode berupa angka.

Kemudian kodetersebut dimasukan ke tabel kerja untuk mempermudah pembacaan dan

pengolahan data.

c. Memasukan Data (Entry)

19
Memasukan data yang telah di-coding untuk menghindari kesalahan dalam pemasukan

data melalui program analisis data.

d. Membersihkan Data (Cleaning)

Langkah untuk melakukan pengecekan kembali data yang telah di-entry untuk

mengetahui adanya kesalahan dengan cara memeriksa masing- masing variabel apakah

telah sesuai dengan yang telah diklasifikasikan peneliti.

4.8 Analisa Data

Data yang telah terkumpul tersebut diolah menggunakan piranti lunak komputer yaitu

SPSS (Statistical Product and Service Solutions) versi 25. Selanjutnya dilakukan analisa

data deskriptif yaitu menggambarkan variabel dalam bentuk distribusi frekuensi, prosentase

dan tabulasi silang antar dua variabel.

Metode analisis data yang digunakan untuk mengetahui hubungan pola asuh ibu

dalam pemberian makan dengan kejadian stunting pada balita di Desa Jamberejo

Kecamatan Kedungadem Kabupaten Bojonegoro dengan analisis statistik uji korelasi

Rank Spearman. Alasan pemilihan uji korelasi Rank Spearman yaitu: karena tujuan

penelitian untuk mencari korelasi (hubungan) antar variabel dan dengan skala ukur

variabel adalah skala ordinal (Nursalam, 2018).

Dari uji korelasi Rank Spearman akan diperoleh nilai signifikan () yaitu nilai

yang menyatakan besarnya peluang hasil penelitian (probabilitas) dengan batas

kesalahan atau nilai alpha (α=0,05). Kesimpulan hasilnya diinterpretasikan dengan

membandingkan nilai  dan nilai alpha (α=0,05). Jika signifikan () di bawah atau

sama dengan 0,05 maka H1 diterima dan H0 ditolak, dan dapat disimpulkan bahwa ada

20
pengaruh antara variabel independent terhadap variabel dependent yang diteliti tersebut

(Sugiyono, 2017).

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia Daracantika, d. (2021). Systematic Literature Review: Pengaruh Negatif Stunting


terhadap Perkembangan Kognitif Anak. 1, 125 - 135.

Awa Ramdhani, d. (2020). HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN KEJADIAN


STUNTING. 28 - 35.

Bella, F. D. (2019). Hubungan pola asuh dengan kejadian stunting balita dari keluarga miskindi
Kota Palembang. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 8, 31 - 39.

Evy Noorhasanah, N. I. (2021, Mei 30). Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Kejadian Stunting
Anak Usia 12-59 Bulan. Jurnal Ilmu Keperawatan Anak, 4, 37 - 42.

Noviana, U. H. (2019). ANALISIS FAKTOR BERAT BADAN LAHIR, STATUSEKONOMI


SOSIAL, TINGGI BADAN IBU DAN POLA ASUH MAKAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING. Prosiding Seminar Nasional Poltekkes Karya Husada Yogyakarta, 1, 31 -
45.

Pekanbaru, L. S. (2015, Mei). Stunting Problems and Interventions to Prevent Stunting (A


Literature Review). Jurnal Kesehatan Komunitas, 2, 254 - 261.

21
Rahmayana, I. A. (2014). Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Kejadian Stunting Anak Usia 24-59
Bulan Di Posyandu Asoka II Wilayah Pesisir Kelurahan Ba-rombong Kecamatan
Tamalate Kota Makassar Tahun 2014. Al-Sihah : Public Health Science Journal, 6, 424-
436.

Rosuliana, N. E. (2022). HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN KASUS STUNTING


PADA ANAK USIA 12-59 BULAN. Jurnal Ilmu Kesehatan, 10, 173 - 179.

Sudarman, S. A. (2021). Hubungan Tipe Pola Asuh dan Perilaku Makan dengan Status Gizi
Anak Disabilitas Di SLB Negeri 1 Makassar Tahun 2020.

Tobing, M. L. (2021). POLA ASUH IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK
USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KELURAHAN
SEKUPANG KOTA BATAM. PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5, 448 - 465.

22

Anda mungkin juga menyukai