Anda di halaman 1dari 6

Presentasi Ilmiah

Pertemuan Ilmiah Bagian


Ulya Uti Fasrini

JALUR MOLEKULER DISFUNGSI MITOKONDRIA

Oleh: Ulya Uti Fasrini

I. Pendahuluan
II. Struktur dan fungsi mitokondria
III. Disfungsi mitokondria
IV. Metabolit dan uncoupling mitokondria
V. Penyakit akibat disfungsi mitokondria

I. Pendahuluan

Mitokondria merupakan pemakai oksigen terbesar di dalam sel dan mengandung


pembawa redoks yang dapat mentransfer elektron tunggal ke oksigen,
menghasilkan superoksida reactive oxygen species(ROS). Mitokondria juga
mempunyai sistim perlindungan antioksidan untuk mendetoksifikasi ROS untuk
menghindarkan sel dari kerusakan oksidatif. Faktor yang dapat memicu terjadinya
stres oksidatif dapat berasal dari genetik, lingkungan seperti radiasi dan toksin,
dan fluktuasi metabolik.

Pemahaman mengenai disfungsi mitokondria dimulai sejak tahun 1960an. Sejak


saat itu pemahaman tentang kesehatan, penyakit dan penuaan semakin
berkembang. Berbagai penyakit yang saling tidak berhubungan seperti epilepsi,
fibromyalgia, retinitis pigmentosa dan hepatitis C ternyata mempunyai
mekanisme yang sama, dikenal dengan ROS, uncoupling mitokondria, dan
akumulasi kerusakan DNA mitokondria (mtDNA) yang bermuara pada disfungsi
mitokondria. Gangguan neurodegeneratif, diabetes dan iskemia jantung juga
dikaitkan dengan disfungsi mitokondria. (Pieczenik & Neustadt, 2007) (Demine, et
al., 2014)

II. Struktur dan fungsi mitokondria

Mitokondria disebut juga power house atau power plant dan mempunyai DNA
sendiri. Berfungsi dalam menghasilkan energi sel melalui serangkaian reaksi kimia
yang merupakan lanjutan glikolisis di sitosol, disebut respirasi sel. Kebutuhan
energi sel menentukan jumlah mitokondria pada tiap sel. Mitokondria terbanyak
terdapat pada sel yang metabolik-aktif, seperti otot rangka, jantung, hepar dan
otak. Pada sel soma, satu sel dapat mengandung 200 -2000 mitokondria. Pada sel
germinal seperti spermatozoa hanya terdapat 16 mitokondria, sedangkan pada sel

1
Presentasi Ilmiah
Pertemuan Ilmiah Bagian
Ulya Uti Fasrini

oosit bisa mengandung hingga 100.000 mitokondria. Satu-satunya sel yang tidak
mempunyai mitokondria adalah sel darah merah matur (eritrosit).

A. Struktur Mitokondria

Mitokondria mempunyai dua membran yang strukturnya mirip plasma membran,


yaitu membran luar yang berbatasan dengan sitosol dan membran dalam yang
berlipat-lipat membentuk krista, tempat dimana ATP dihasilkan. Membran luar
permiabel terhadap larutan halus. Membran dalam mengandung protein yang
tertanam pada membran yang terlibat dalam kerja sel. Ruangan di dalam
membran dalam disebut ruangan membran dalam. Daerah yang diliputi membran
dalam disebut matriks. Di dalam matriks terdapat ribosom dan DNA mitokondria
(mtDNA). Matriks juga mengandung enzim-enzim untuk proses metabolisme
respirasi sel.

Menurut Lynn Margulis 1980 dengan teori endosimbiosis, dianggap berasal dari
bakteri yang melakukan simbiosis mutualisme dengan eukariot (endosimbion).
Karakteristik yang dipertahankan selama perkembangan mitokondria dari
endosimbiosis dapat dibagi menjadi membran luar mitokondria, ruangan dalam
mitokondria, membran dalam mitokondria dan matriks mitokondria. Membran
dalam membentuk invaginasi hingga berbentuk krista dimana rantai transpor
elektron terjadi.

B. Fungsi Mitokondria

Fungsi utama mitokondria adalah untuk menghasilkan energi hingga 90%


kebutuhan melalui jalur oksidasi fosforilatif, yaitu siklus asam sitrat dan rantai
transpor elektron (RTE). Akan tetapi penelitian lain juga menemukan bahwa
mitokondria juga terlibat dalam kematian sel, mitofagi, homeostasis kalsium dan
pensinyalan sel.

Terkait dengan produksi energi, pada fosforilasi oksidatif mitokondria mensintesis


ATP dari ADP dan fosfat inorganik, dimana dalam prosesnya membutuhkan
oksigen. Meskipun pada siklus asam sitrat juga dihasilkan ATP dari karbohidrat
dan lemak, akan tetapi fungsi utamanya adalah menghasilkan ko-enzim NADH dan
FADH untuk masuk ke RTE.

C. Mitokondria dan Metabolisme

Selain untuk menghasilkan energi untuk kebutuhan sel, mitokondria juga


berperan penting dalam pengaturan metabolisme. Berbagai proses yang
melibatkan mitokondria antara lain β-oksidasi asam lemak bebas, ketogenesis,
glutaminolisis, katabolisme asam amino bercabang.

2
Presentasi Ilmiah
Pertemuan Ilmiah Bagian
Ulya Uti Fasrini

Proses metabolisme lain yang terjadi di dalam mitokondria adalah pemecahan


glutamin yang kaya asam amino untuk menghasilkan energi, dikenal dengan
glutaminolisis. Prosesnya dimulai dari pengambilan glutamin oleh membran
plasma atau melalui kerja glutamin sintetase terhadap glutamat dan amonia.
Kerja berkebalikan oleh glutamase bila dibutuhkan glutamat dari glutamin di
mitokondria. Deaminasi glutamat menghasilkan α-ketoglutarat untuk
menghasilkan energi di siklus TCA, namun dikurangi jumlahnya pada lipogenesis
oleh isositrat dehidrogenase. Terutama dikaitkan dengan sel yang mengalami
hipoksia.

Selain penguraian glutamin, metabolisme valin, leusin dan isoleusin yang


tergolong asam amino bercabang juga terjadi di mitokondria. Hal ini menjadi
penting karena asam amino bercabang ini mampu meregulasi aktifitas peroxisome
proliferator-activated receptor γ (PPARγ) yang sangat penting dalam biogenesis
mitokondria dan diferensiasi adiposit. Selain itu juga berperan dalam perbaikan
kerusakan DNA akibat stres oksidatif, pengaturan makroautofagi, metabolisme
glukosa berkaitan dengan sensitifitas insulin.

Mitokondria juga terlibat dalam steroidogenesis atau sintesis steroid yang


membutuhkan kolesterol dari berbagai sumber; disintesis di retikulum
endoplasma, dibawa oleh HDL atau LDL atau diekstrak dari droplet lemak.

III. Disfungsi Mitokondria

Disfungsi mitokondria dapat didefinisikan sebagai perubahan pada mitokondria


termasuk uncoupling, depolarisasi, inhibisi rantai pernafasan, fragmentasi
jaringan kerja mitokondria, mutasi DNA inti atau mtDNA dan akumulasi agregat
protein dalam mitokondria.

A. Patofisiologi kerusakan karena ROS

Kerusakan mitokondria terutama disebabkan oleh reactive oxygen species (ROS)


akibat proses yang terjadi di dalam mitokondria itu sendiri, terutama merupakan
hasil kompleks I dan III. Mitokondria menggunakan oksigen hingga 85%, yang
selama proses normal sebagian kecilnya diubah menjadi radikal superoksida atau
O2-. Superoksida ini dengan bantuan enxim mangan superoksida dismutase
(MnSOD; SOD2) atau copper/zinc superoksida dismutase (Cu/Zn SOD; SOD1) akan
diubah menjadi hidrogen peroksida atau H2O2. Bila glutation peroksidase (GPX)
atau peroksiredoksin III (PRX III), kurang cepat merubah H2O2 menjadi O2 barulah
terjadi kerusakan oksidatif dan akumulasi radikal bebas di mitokondria. Glutation
yang mengandung glutamin, glisin dan sistein merupakan antioksidan utama di
dalam tubuh, yang membutuhkan selenium sebagai kofaktornya.

3
Presentasi Ilmiah
Pertemuan Ilmiah Bagian
Ulya Uti Fasrini

Kerusakan kompleks I terutama akibat kerusakan oleh NO menyebabkan kematian


syaraf, yang dikaitkan dengan kelainan neuropati optik herediter Leber, penyakit
Parkinson dan neurodegeneratif lainnya. Produksi superoksida oleh sel endotelial,
yang diiinduksi oleh hiperglikemia pada diabetes, dapat menyebabkan komplikasi
penyakit kardiovaskuler. Selain itu juga menyebabkan aterosklerosis, hipertensi,
gagal jantung, penuaan, sepsis, cidera iskemia-perfusi dan hiperkolesterolemia.

Kerusakan kompleks III dapat disebabkan oleh mediator inflamasi seperti tumor
necrosis factor alpha (TNF-α) sehingga menyebabkan kerusakan pada mtDNA.
Kekurangan besi ini mengakibatkan gangguan fungsi mitokondria di kompleks IV
dan meningkatkan stress oksidatif. Metal toksik, khususnya merkuri, bertanggung
jawab terhadap beberapa keadaan antara lain kerusakan DNA, peroksidasi lipid,
dan deplesi sulfhidril protein atau glutation; yang merupakan mekanisme utama
kerusakan mitokondria akibat keracunan metal. Selain merkuri logam berat lain
yang dapat merusak jalur produksi energi sel adalah arsen, dengan menghambat
PDH. Selain itu arsen juga menghambat enzim isositrat dehidrogenase, alfa-
ketoglutarat dehidrogenase, suksinat dehidrogenase, NADH-dehidrogenase dan
sitokrom C-oksidase.

B. Uncoupling mitokondria dan keluarga protein UCP

Yang dimaksud dengan uncoupling mitokondria adalah memudarnya gradien


proton membran dalam mitokondria yang menyebabkan produksi panas dan
penurunan sintesis ATP oleh ATP sintase atau komplek V. Sedangkan uncoupling
protein (UCP), dari lima kelas protein yang mentranspor proton dari ruang dalam
mitokondria ke matriks, UCP-1 terdapat pada fibroblas manusia. UCP-2 berfungsi
membatasi produksi ROS bersama-sama dengan UCP-4 dan UCP-5, dan sebagai
transporter malat, oksaloasetat dan aspartat. UCP-3 berfungsi dalam transpor ion
Ca2+ dan Cl-, membatasi translokasi proton. UCP-4 selain membatasi produksi ROS
juga mengatur aktifitas kompleks II di mitokondria, seperti halnya UCP-5.
Meskipun UCP tersebut mempunyai aktifitas yang sama, namun mereka terdapat
pada tempat yang berbeda.

C. Mutasi DNA mitokondria (mtDNA)

Mitokondria mengandung sistim genetik sendiri dengan DNA mitokondria


(mtDNA). Akan tetapi, semua aktifitas mitokondria dikode oleh gen nukleus untuk
menjalankan fungsi biologisnya. Secara spesifik gen inti menentukan komponen
struktural dan katalitik yang terlibat langsung pada metabolisme energi. Selain itu
mengontrol mitokondria dalam hal transkripsi, translasi dan replikasi DNAnya.
Pada percobaan menggunakan mencit diketahui bahwa pertumbuhan
mitokondria dipengaruhi oleh antara lain :
- kebutuhan dan pemakaian oksigen sel,
- pergerakan pada rangka,

4
Presentasi Ilmiah
Pertemuan Ilmiah Bagian
Ulya Uti Fasrini

- adaptasi terhadap cuaca dingin dengan aktifasi dan induksi UCP-1 untuk
memproduksi panas.
Mitokondria selama masa fertilisasi hingga pembentukan organel sempurna dan
berkembang mengikuti kebutuhan setelah mencapai bentuk mtDNA dewasa, yang
akan bereaksi terhadap paparan oksigen dari dunia luar.

Meskipun pernah dilaporkan ditemukannya turunan paternal pada jaringan


somatik, namun pada umumnya mtDNA paternal hilang selama pembelahan sel
masa embrio sehingga tidak diturunkan pada anak. Pernah juga dilaporkan
rekombinasi genom paternal dan maternal. Hal yang unik mengenai pewarisan ini
adalah karena mtDNA merupakan genom yang multicopy, artinya pada satu
individu bisa terdapat lebih dari satu urutan yang disebut heteroplasmi yang
bersifat low-copy. Pada low-copy varian yang mengalami kerusakan tidak
melewati ambang batas sehingga tidak mempengaruhi fungsi sel. Namun,
perubahan dari heteroplasmi menjadi homoplasmi dapat terjadi hanya dalam satu
generasi, sehingga dapat muncul pada keturunan berikutnya yang terlihat secara
fenotip.

IV. Metabolit dan uncoupling mitokondria

Jumlah metabolit mempengaruhi proses uncoupling mitokondria dan begitu juga


sebaliknya. Metabolit yang telah diketahui pengaruhnya antara lain glukosa,
nukleotida, asam amino, lipid, benda keton dan flavonoid. Meskipun sebagian
besar penelitian menggunakan mencit namun ada beberapa keadaan yang
berkesuaian dengan UCP yang terdapat pada manusia.

Glukosa diketahui dapat memodulasi ekspresi UCP-famili dan menyebabkan


peningkatan ROS. Kadar glukosa yang tinggi juga dikaitkan dengan peningkatan
aktifitas enzim glikolitik seperti heksokinase I, laktat dehidrogenase dan asil KoA
dehidrogenase. Juga diketahui bahwa glukosa meningkatkan ekspresi UCP 2 dan
aktifitas SOD2.

Nukleotida dan asam amino baru diketahui meningkatkan ekspresi UCP 1 pada
mencit dan belum diketahui pengaruhnya pada manusia.

Lipid terutama asam lemak bebas rantai panjang dan tak jenuh mempunyai efek
protonoforik, sehingga menurunkan transpor elektron di komplek I dan III. Selain
itu juga menurunkan fluiditas membran dan meningkatkan ROS. Akan tetapi
disebutkan bahwa asam lemak bebas ini tergantung pada arah arus elektron.
Dimana diet tinggi lemak meningkatkan produksi anion superoksida (O-) dan
mengaktifasi NFκB dan menginduksi iNOS (inducible NOS). Paparan terhadap asam
lemak bebas dapat menimbulkan akumulasi hidroksi butirat (benda keton) secara
langsung.

5
Presentasi Ilmiah
Pertemuan Ilmiah Bagian
Ulya Uti Fasrini

Sebaliknya dengan asam lemak tak jenuh rantai panjang (PUFA) seperti
dokosaheksanoat (DHA) dan eikosapentanoat (EPA) mempunyai efek peningkatan
fungsi mitokondria.

Asam lipoat menghambat RTE dan produksi ATP dengan meningkatkan ekspresi
UCP 2 dan beberapa gen yang terlibat dalam β-oksidasi serta lipogenesis. Selain
itu asam lipoat meningkatkan glukostransferase 4 (GLUT4) di plasma membran
yang merupakan efek menguntungkan bagi sensitifitas insulin.

Dampak benda keton terhadap ekspresi UCP adalah meningkatkan ekspresi UCP
terutama UCP 1 dan UCP 2. Overekspresi UCP 1 dan UCP 2 meningkatkan sintesis
benda keton. Molekul ini dihasilkan matrik mitokondria selama peningkatan
energi dan kekurangan glukosa. Dimana hidroksi butirat yang merupakan benda
keton bersama-sama dengan inositol dan glukosa dikaitkan dengan
perkembangan sindroma metabolik.

Flavonoid yang merupakan metabolit tanaman terbesar mempunyai senyawa


antioksidan yang poten, dimana quarcetin dan galangin dianggap lebih efisien dari
flavonoid lain. Akan tetapi, fukosantin yang merupakan karotenoid dapat
menginduksi UCP 1 pada jaringan lemak putih dan mengaktifasi uncoupling
mitokondria.

V. Penyakit akibat disfungsi mitokondria

Penyakit yang disebabkan oleh disfungsi atau kerusakan mitokondria baik akibat
superoksida, logam berat atau penuaan terutama ditemukan pada organ
metabolik aktif seperti otot, otak, saraf, ginjal, jantung, hati, mata, telinga,
pankreas, dan gangguan sistemik. Sedangkan kerusakan mtDNA yang bersifat
diturunkan antara lain mengenai mata, jantung, telinga, otot, otak dan saraf.

Daftar referensi
Albert, B. et al., 2014. Essential Cell Biology. 4th edn. New York: Garland Sciences, Taylor
& Francis Group.
Demine, S. et al., 2014. Unraveling Biochemical Pathways Affected by Mitochondrial
Dysfunctions Using Metabolomic Approaches. Metabolites, Issue 4, pp. 831-878.
Li, C. et al., 2012. Pathways related to mitochondrial dysfunction in cartilage of endemic
osteoarthritis patients in China. Life Sciences, 55(12), p. 1057–1063.
O'Connor, C. & Adams, J., 2010. Essentials of Cell Biology, Cambridge: NPG Education.
Pieczenik, S. & Neustadt, J., 2007. Mitochondrial dysfunction and molecular pathways of
disease. Experimental and Molecular Pathology, Issue 83, pp. 84-92.
Scarpulla, R., 2008. Transcriptional Paradigms in Mammalian Mitochondrial.
Physiological Reviews, Issue 88, p. 611–638.

Anda mungkin juga menyukai