Anda di halaman 1dari 12

ARTIKEL SITOLOGI - HISTOLOGI

“MITOKONDRIA”

Anggota Kelompok :

1. I Gst. Pt. Rai Priawiguna (0913041010)


2. Siti Anis Puadah (0913041014)
3. Luh Putu Welly Sarjani (0913041018)
4. I Gede Aditya Setyawan (0913041026)
5. Cening Putu Ayu Serly M. (0913041027)

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
SINGARAJA
2010

0
MITOKONDRIA

1. ASAL DAN EVOLUSI MITOKONDRIA


Mitokondria baru berasal dari mitokondria yang sudah ada sebelumnya dengan
pertambahan bahan yang menyebabkan pertumbuhan dan kemudian pembelahan organel
tersebut. Selama mitosis, terjadi pembelahan mitokondria yang sama besar, di antara sel
induk dan sel anak.
Fakta bahwa mitokondria mempunyai suatu molekul DNA yang bulat dan enzim
pernapasan dalam membran mereka, seperti dalam bakteri telah menimbulkan spekulasi
mengenai asal usul evolusi dan dan sejarah organel ini. Telah diusulkan bahwa
mitokondria berevolusi dari suatu prokaryot leluhur yang menyesuaikan diri dengan
suatu kehidupan simbiotik di dalam sel eukaryotik tuan rumah. Fakta bahwa proses
sintesis protein di dalam mitokondria jauh lebih mirip dengan yang terjadi di dalam
bakteri daripada di dalam eukaryot memperkuat pendapat ini. Jadi antibiotik tertentu
seperti kloramfenikol menghambat sintesa protein mitokondria dan bakteri, tetapi tidak
mempunyai efek pada sintesa protein sitoplasmik.

2. PENGERTIAN
Mitokondria adalah organel yang tampak nyata di dalam sel eukaryotik, struktur
bervariasi dalam ukuran, bentuk, jumlah dan lokasinya, tergantung pada spesies sel.
Diameternya kurang lebih 1 µm, mendekati ukuran sel bakteri, dan dapat mencapai
panjang sampai 10 µm. Mitokondria cenderung berkumpul di bagian sitoplasma yang
mempunyai kegiatan metabolik lebih besar, seperti pada ujung apikal sel-sel bersilia, di
bagian tengah spermatozoa, atau pada dasar sel pemindah ion. Sel mengandung
mitokondria dalam jumlah besar diperkirakan 2500 dalam satu sel hati, tetapi selalu
dalam suatu jumlah yang khas untuk sel itu. Mitokondria terdiri dari protein , lipid ada
dalam jumlah yang lebih sedikit, bersama-sama dengan DNA dan RNA dalam jumlah
kecil. Seperti kebanyakan komponen sel, mitokondria mempunyai jangka hidup pendek
dan protein selalu diperbaharui. Tiap mitokondria mempunyai dua sistem membran,
membran luar bersifat licin mengelilingi keseluruhan mitokondria. Membran sebelah
dalam berlipat-lipat disebut sebagai krista (cristae). Kedua membran ini mengelilingi dua
ruangan, satu ruangan luar di antara kedua membran tersebut yang disebut intrakrista.,
dan satunya lagi di dalam membran dalam yang ditembus oleh krista tersebut. Yang
1
mengisi ruang di antara krista adalah suatu matriks berbutir halus dengan kepadatan
elektron yang berubah-ubah. Kebanyakan mitokondria mempunyai krista pipih seperti
papan di bagian dalamnya.

3. STRUKTUR MITOKONDRIA
Struktur mitokondria terdiri atas 2 membran, yaitu membran luar yang halus dan
membran dalam yang berlipat. Dimana di antara 2 membran tersebut terdapat ruang internal
yang berisi cairan, yaitu matriks mitokondria. Pada matriks mitokondria ini terdapat DNA,
Ribosom dan Ensim.
1. Membran Mitokondria
Mitokondria merupakan organel sel bermembran ganda, yang terdiri dari
membran luar dan membran dalam. Membran dalam dan luar memiliki perbedaan
komposisi kimiawi. Membran luar tersusun atas 50% lipid dan 50% protein. Membran
luar memiliki pori-pori yang permeabel terhadap molekul hingga ukuran 10.000.
Membran luar lebih mirip dengan membran luar bakteri gram negatif. Membran dalam
mitokondria memiliki permeabilitas yang lebih rendah dibandingan dengan membran
luar. Membran dalam tersusun lebih kurang 20% lipid, dan 80% protein. Membran dalam
memiliki permukaan yang lebih luas karena adanya struktur pelipatan ke bagian matriks
mitokondria, yang dinamakan dengan krista (cristae).
2. Matriks
Matriks merupakan cairan yang mengisi bagian paling dalam mitokondria.
Bagian matriks mitokondria mengandung DNA, yang berbeda dengan DNA inti sel.
DNA tersebut sering dinamakan dengan DNA mitokondria, atau mtDNA, yang sifatnya
diturunkan dari ibu atau bersifat maternal.
3. Cristae / krista
Seperti sudah disinggung di atas, krista merupakan salha satu struktur
mitokondria yang terbentuk oleh aktivitas membran dalam (inner membrane)
mitokondria. Proses pembentukan krista melalui pelipatan ke dalam atau lebih sering
dikenal dengan istilah invaginasi.
4. Ruang Inter membran
Itulah beberapa bagian penting dari mitokondria. Di antara kesemua bagian
tersebut, fungsi respirasi seluler berlangsung di bagian membran dalam, dimana protein
yang menyusun 5 kompleks tempat transport elektron berada. Selanjutnya, fungsi
mitokondria seperti yang sudah disinggung diatas adalah sebagai tempat berlangsungnya
respirasi seluler. Akan tetapi, tidak semua tahapan respirasi seluler berlangsung di
mitokondria. Tahapan respirasi seluler yang terjadi pada mitokondria adalah tahapan

2
transpor elektron dan fosforilasi oksidatif. Kedua proses ini terjadi pada bagian membran
dalam, yang mengandung berbagai protein respirasi dan transport. Enzim ATP ase
merupakan salah satu yang terpenting dalam membran dalam. ATPase berperan dalam
membentuk ATP dari ADP + Pi, yang memerlukan satu perpindahan atom hidrogen dari
ruang intermembran ke bagian matriks mitokondria. Perpindahan atom ini dipicu oleh
reaksi pengeluaran ion hidrogen pada kompleks protein selain ATPase, diantaranya
adalah NADH dehidrogenase, kompleks III, dan Kompleks.

Gambar 1. Mitokondria dan bagian-bagiannya.

.
Gambar 2. : Membran mitokondria dan membran
4. FUNGSI MITOKONDRIA dalam yang berlipat-lipat.
Adapun fungsi dari mitokondria adalah untuk :
a. Respirasi seluler
b. Menghasilkan ATP :
Dari pemecahan gula, lemak dan bahan-bahan lainnya
Dalam keberadaan oksigen :
1. Memecah molekul yang lebih besar menjadi lebih kecil untuk
menghasilkan energi (katabolisme).
2. Menghasilkan energi dalam keberadaan oksigen (respirasi aerob).
 Mitokondria Sebagai Sumber Energi
Mitokondria merupakan sumber energi (power house) dari sel berfungsi mengekstrak
energi dari makanan. Mitokondria merupakan organel yang besar dalam sel dan
menempati sekitar 25% volume sitoplasma. Mitokondria mempunyai 2 lapisan membran,
membran luar dan membran dalam. Membran luar mempunyai pori-pori yang

3
memungkinkan molekul besar melewatinya. Membran dalam terdiri dari 80% protein dan
20% lemak dan menonjol ke dalam. Pada tonjolan ini (crista) terdapat banyak enzim-
enzim oksidatuf fosforilase. Enzim ini berperan pada proses oksidasi glukosa dan lemak
serta sintesa ATP dari ADP. Pada bagian dalam mitokondria (matriks) juga terdapat
banyak enzim yang diperlukan untuk ekstraksi energi dari bahan-bahan makanan. Energi
yang dilepaskan digunakan untuk sintesa ATP. Asam piruvat dan asam lemak dan
sebagian besar asam amino akan diubah menjadi asetil-Co A pada matrix mitokondria,
dimana proses tersebut menjadi melalui siklus asam sitrat atau siklus Krebs. Pada siklus
ini, asetil-Co A akan dipecah menjadi hidrogen dan karbon dioksida. Karbon dioksida
akan keluar dari mitokondria. Reaksi ini menghasilkan banyak energi yang digunakan
untuk pembentukan ADP dan ATP. Proses ini sangat kompleks dan melibatkan enzim ATP
sintetase. Pada mitokondria juga terdapat DNA, sama dengan yang terdapat pada inti sel.
DNA ini mengatur kemampuan mitokondria untuk mengadakan self replication bila
aktivitas mitokondria untuk menghasilkan energi meningkat.

5. SIKLUS HIDUP MITOKONDRIA

Mitokondria dapat melakukan replikasi secara mandiri (self replicating) seperti sel
bakteri. Replikasi terjadi apabila mitokondria ini menjadi terlalu besar sehingga melakukan
pemecahan (fission). Pada awalnya sebelum mitokondria bereplikasi, terlebih dahulu
dilakukan replikasi DNA mitokondria. Proses ini dimulai dari pembelahan pada bagian dalam
yang kemudian diikuti pembelahan pada bagian luar. Proses ini melibatkan pengkerutan
bagian dalam dan kemudian bagian luar membran seperti ada yang menjepit mitokondria.
Kemudian akan terjadi pemisahan dua bagian mitokondria.

6. KAITAN MITOKONDRIA DALAM KEHIDUPAN


 Mitokondria DNA Dalam Identifikasi forensik
Identifikasi forensik adalah identifikasi setiap jenis organisme dengan mempelajari
urutan DNA yang masing-masing spesies itu saja. Untuk identifikasi individu ilmuwan
mempelajari 13 forensik DNA lokus atau wilayah yang berbeda-beda dari satu orang ke
orang lain.
Dari data ini, adalah menciptakan suatu profil DNA dari individu tertentu yang kadang-
kadang disebut sebagai sidik jari DNA. Kemungkinan orang lain memiliki sidik jari yang
identik dengan 13 variabel parameter yang sangat terpencil.
4
Ada beberapa metode analisis DNA, salah satunya adalah mitokondria DNA (mtDNA)
analisis. Analisis mtDNA bergantung pada DNA diekstraksi dari organel sel yang bernama
mitokondria. mtDNA dapat menganalisis sampel biologis lebih tua seperti rambut, tulang dan
gigi yang kekurangan bahan nukleasi selular. Analisis mtDNA ditemukan sangat diperlukan
dalam kasus-kasus yang tetap tak terpecahkan selama beberapa tahun.
Karena sel telur ibu adalah sumber mitokondria setiap embrio baru, semua ibu dan anak
memiliki DNA mitokondria identik. Ayah kontribusi melalui sperma hanya DNA nuklir.
Sebuah teknik penting dalam penyelidikan orang hilang adalah perbandingan profil dari
mtDNA dari tetap tidak teridentifikasi dengan ibu yang mungkin relatif.
Identifikasi korban 11 September 2001, World Trade Center bencana adalah salah satu
tantangan yang paling tangguh dalam identifikasi forensik DNA yang modern. Angka semata-
mata menimbulkan masalah yang sangat besar. Akhirnya 20.000 sampel tetap manusia
diterima untuk analisis. Penelitian ini berakhir pada tahun 2005 dengan sekitar 50 persen dari
korban yang diidentifikasi melalui analisis DNA.

Gambar 3. : Perbedaan penurunan DNA nuklir dan DNA mitokondria

Dikutip dari http://www.scumdoctor.com

 Mengetahui Ibu Seseorang Melalui Test DNA Mitokondria

5
Banyak kasus yang mau tidak mau menggunakan tes DNA untuk melihat persamaan
kandungan genetik antara anak dan orang tua. Dan tes ini jauh lebih akurat daripada tes
golongan darah. Pada kasus tertukarnya bayi di rumah sakit akan sangat membantu jika
dilakukan tes DNA masih ingat kasus si Cipluk di era tahun 80-an kemudian kasus bom Bali
kasus bom JW Marriot para penegak hukum berusaha untuk mengumpulkan bagian-bagian
tubuh dari para korban atau pengebom untuk proses identifikasi. sehelai rambut pun sangat
penting karena dalam sehelai rambut terdapat informasi genetika yang bisa diidentifikasi. Jika
ingin mengetahui anak dari ibu siapakah seseorang yang sedang diidentifikasi maka langkah
yang paling tepat adalah menggunakan DNA mitokondria yang terdapat dalam organel
mitokondria di dalam sel tubuh. Mengapa DNA mitokondria kita sama persis dengan DNA
mitokondria ibu, sebab pada saat proses fertilisasi, sperma yang membuahi telur tidak
memasukkan mitokondrianya ke dalam sel telur yang dibuahi. Mitokondria sperma terdapat
pada leher sperma, dan bagian leher sperma tidak masuk ke dalam telur. Sedangkan yang
masuk ke dalam telur hanyalah DNA inti yang nanti akan bersatu dengan DNA inti telur.
Oleh karena itu DNA mitokondria dalam telur tidak pernah bercampur dengan DNA
mitokondria dari sperma. Sehingga DNA mitokondria seorang anak akan sangat mirip dengan
DNA mitokondria ibunya akan berbeda jika pada anak ternyata terjadi mutasi DNA biasanya
mutasi terjadi hanya sebagian kecil dari DNA mitokondria yang dimiliki.

Dikutip dari http//:id.shvoong.com

 Screen test mtDNA untuk Diagnosis Gangguan Mitokondrial dengan


Cepat dan Mudah
Tidak lama lagi anda bisa melakukan screen genetik
untuk mendeteksi gangguan mitokondrial
(mitochondrial) dengan cepat dan komprehensif.
Laporan penelitian yang diterbitkan dalam BioMed
Central, Genome Medicine, menguraikan tes
diagnostik klinis inovatif untuk identifikasi awal dari
berbagai gangguan mitokondrial.
Mutasi ke salah satu gen mitokondria atau sejumlah
gen nuclear dalam fungsi mitokondria, dapat
6

Gambar 4. : mtDNA
menyebabkan penyakit yang memiliki gejala yang sangat mirip, membuat mereka sulit untuk
mendiagnosa dan mengobati. Peneliti dari Seattle Children's Research Institute bekerja sama
dengan para peneliti dari Genome Sciences and Pediatrics Departments, University of
Washington untuk menciptakan alat diagnostik molekuler yang ditargetkan pada layar DNA
milik pasien untuk variasi dalam gen 362 yang telah diasosiasikan dengan penyakit atau
fungsi mitokondria. Mereka diuji dengan menggunakan layar tiga sampel DNA. Dua sampel
tersebut diambil dari pasien dengan gangguan mitokondria, yang sebelumnya didiagnosis
dengan metode tradisional, sementara yang ketiga berasal dari individu yang sehat dipilih
dari Coriell Repositories HapMap catalogue of human DNA samples. Para peneliti kemudian
menilai dampak potensial dari semua novel mutasi yang terdeteksi. Mereka menemukan
bahwa metode baru mampu mengidentifikasi secara akurat mutasi yang mendasari masing-
masing kondisi pasien. Banyaknya gen diperiksa kemungkinan untuk meningkatkan
sensitivitas identifikasi gen yang sebelumnya tidak dikenal yang bertanggung jawab atas
gangguan mitokondria.
"Diagnosis dini dan efektif pada gangguan mitokondrial gangguan adalah penting
untuk memungkinkan manajemen yang tepat dan konseling akurat," kata Jay Shendure dan
Sihoun Hahn. "Penyakit mitokondria mempengaruhi 1 pada 5.000 anak-anak, namun
diagnosis ini sangat sulit karena jumlah potensi gen yang bertanggung jawab atas gangguan
ini. Untuk alasan ini, beberapa pasien mungkin tetap tidak terdiagnosis dan bahkan mati
karena penyakit yang tidak diobati," kata Dr Hahn. Selain memberikan diagnosis yang akurat,
sejumlah besar gen yang digunakan dalam metode ini memungkinkan potensi berbahaya
untuk dideteksi mutasi yang tidak boleh dilewatkan, "Studi kami menunjukkan bahwa
penggunaan teknologi sekuensing generasi berikutnya memegang janji besar sebagai alat
untuk memeriksa gangguan mitokondrial."

Dikutip dari www.kesimpulan .com

 Keterlibatan Mitokondria pada Penyakit Hati

Kehidupan dan kematian merupakan dua hal yang selalu terjadi pada setiap sel. Pada
kedua hal itu, mitokondria terlibat aktif dan memiliki fungsi yang penting. Untuk kehidupan
sel, mitokondria berperan menghasilkan energi yang digunakan untuk melakukan berbagai
fungsi sel. Kerusakan mitokondria dapat menyebabkan kegagalan sintesis adenosin
7
triphospate (ATP), kerusakan membran mitokondria yang pada akhirnya akan diikuti
kematian sel. Di samping itu, mitokondria juga memiliki peran penting dalam suatu sistem
untuk mengatur kematian sel yang disebut apoptosis, yakni program sel untuk menghilangkan
sel-sel yang tidak berguna, misalnya karena sel tua atau rusak.
Semua jaringan dan sel yang hidup dengan berbagai derajat yang berbeda menurut
fungsi masing-masing memerlukan energi dalam bentuk ATP yang dihasilkan mitokondria
melalui proses fosforilasi oksidatif. Disfungsi mitokondria dapat terjadi pada semua sistem
organ, maka manifestasi klinik kelainan mitokondria dapat bervariasi menurut organ yang
terlibat. Gangguan ini bisa berupa gangguan fungsi sampai kerusakan sistem organ. Hal itu
disampaikan oleh dr David Handojo Muljono dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman
Jakarta dalam suatu seminar tentang Mitokondria.
Menurut dia, satu organ yang mempunyai reaksi fosforilasi oksidatif yang aktif adalah
hati. Keterlibatan mitokondria pada penyakit hati telah diketahui sejak setengah abad yang
lalu, yakni sejak diketahui kerusakan hati akibat alkohol.
Dengan berkembangnya imunologi, diketahui bahwa kerusakan hati pada primary
biliary cirrhosis (PBC) terjadi karena kerusakan mitokondria akibat antibodi terhadap protein
mitokondria. Selanjutnya terungkap bahwa penyakit hati yang disebabkan oleh penimbunan
lemak, terjadi melalui kerusakan mitokondria sel hati. Non alcoholic fatty liver disease
(NAFLD) merupakan penyakit hati akibat penimbunan dan infiltrasi lemak pada sel hati.
Kelainan metabolis itu sering dituding sebagai penyebab timbulnya NAFLD, pada keadaan
genetik yang normal dan abnormal.
Kelainan mitokondria ini terjadi sebagai akibat peningkatan sintesis asam lemak yang
diikuti mekanisme kompensasi sel berupa fat disposal melalui esterifikasi lemak menjadi
trigliserida dan oksidasi di tiga organel sel yakni mitokondria, peroksisom dan mikrosom.
Kelainan pada mitokondria itu juga terjadi karena pembentukan bahan-bahan yang bersifat
toksik terhadap berbagai protein respirasi, fosfolipid dan DNA mitokondria.
Bahan-bahan bersifat toksik ini akan menyebabkan kenaikan sistem peroksida lemak,
yang selanjutnya akan memicu timbulnya reaksi radang, induksi sitokin, aktivasi fibrosis dan
sebagian langsung menyebabkan kematian sel.
Selain akibat penimbunan lemak, kelainan mitokondria pada penyakit hati juga
diakibatkan pengaruh obat. Obat merupakan bahan kimia yang bekerja dengan berbagai cara
yakni langsung pada reseptor, memodulasi enzim atau berikatan dengan protein sel untuk

8
menimbulkan efek baru. Di lain pihak, hati merupakan organ yang bertugas menetrasisasi
bahan-bahan toksik yang memasuki tubuh.
Untuk keperluan ini, sel hati dilengkapi berbagai sistem biokimia guna melakukan
metabolisme bahan-bahan yang masuk ke dalam sel hati. Dalam melaksanakan metabolisme
itu, pada umumnya tidak dilakukan oleh organ tunggal melainkan satu organ bekerjasama
dengan organ lain secara sinergis.
Kegagalan suatu sistem akan menyebabkan akumulasi bahan tertentu yang akan
merupakan bahan toksis untuk enzim pada organel tertentu atau pada organel berikutnya.
Mitokondria sel hati pada penyakit hati karena pengaruh obat dapat berperan ganda yakni
sebagai penyebab kegagalan dan sebagai organel yang menerima akibat pengaruh obat. (N-5)

Dikutip dari http://www.suarapembaruan.com

 The Ageing Mitochondrial Genome


Dalam artikel “The Ageing Mitochondrial Genome” (Nucleic Acid Research, 2007, 1-
7) Krishnan, et.al mereview dan mendiskusikan data-data hasil penelitian seputar mutasi pada
DNA mitokondria (mtDNA) yang berhubungan dengan penuaan ( ageing ) serta bukti-bukti
pendukung bahwa mutasi tersebut berkontribusi pada proses ageing. Garis besar topik yang
ditinjau antara lain mengenai:
 Bukti adanya akumulasi mutasi mtDNA dengan bertambahnya usia
 Penting tidaknya mutasi mtDNA dalam penuaan manusia
 Tinjauan terhadap hasil beberapa studi mengenai ageing menggunakan model
tikus
 Keterlibatan ekspansi klonal pada mutasi mtDNA
 Petunjuk penting untuk mitochondrial ageing yang diperoleh dari studi
mitochondrial disease
 Hubungan mutasi mtDNA pada kematian sel
Berbagai studi seputar mutasi mtDNA yang berhubungan dengan usia menunjukkan
adanya akumulasi mutasi dan delesi pada genom mitokondria dengan bertambahnya usia.
Dapat disarankan bahwa mutasi titik pada genom mitokondria dapat spesifik pada jaringan
yang berbeda-beda. Akan tetapi belum ditemukan bukti untuk ‘hot-spots’ mutasi spesifik
jaringan dengan distribusi mutasi titik yang tersebar ke seluruh genom.
Dari studi mengenai akumulasi delesi mtDNA yang berhubungan dengan usia, memang
terbukti adanya akumulasi delesi pada jaringan-jaringan penuaan seperti misalnya delesi

9
4977bp yang dikenal dengan ‘common deletion’. Delesi ini terdeteksi pada sejumlah pasien
penyakit mitokondria (Kearns Sayre Syndrome dan chronic progressive external
ophthalmoplegia) dan pada orang normal yang sudah tua. Namun delesi tersebut jarang yang
lebih dari 1%. Karena itu delesi yang berhubungan dengan usia ini tampaknya tidak
berkontribusi pada proses ageing. Hanya saja jika mutasi ini terakumulasi hingga tingkat
tinggi memang terbukti menyebabkan defisiensi rantai repirasi sel. Dalam sejumlah jaringan,
sel-sel dengan defisiensi respirasi menunjukkan akumulasi seiring usia. Baru-baru ini
dilaporkan adanya akumulasi delesi mtDNA yang berhubungan dengan usia pada saraf
substantia nigra hingga tingkat yang sangat tinggi (~50%). Analisis studi tersebut
menunjukkan bahwa peningkatan delesi mtDNA tersebut terjadi melalui ekspansi klonal.
Peran langsung mutasi mtDNA terhadap proses ageing didukung oleh studi dengan
model tikus yang dibuat berfenotip untuk penuaan prematur dengan adanya mutasi pada
domain exonuclease POL-G (polymerase gamma), yaitu polymerase yang bertanggungjawab
pada proses replikasi dan perbaikan mtDNA. Mutasi pada domain ini meningkatkan laju
mutasi mtDNA. Akan tetapi pengamatan pada tikus POL G tidak menunjukkan peningkatan
produksi ROS sebagaimana diprediksikan oleh teori ageing mitokondria. Beberapa penelitian
lain juga tampak menunjukkan data yang kontradiktif terhadap asumsi sederhana bahwa
peningkatan produksi ROS mempercepat penuaan. Akan tetapi sejumlah pengamatan
membuktikan bahwa peningkatan tekanan oksidatif memang menyebabkan kerusakan
mtDNA dan menghasilkan mutasi. Tampaknya faktor-faktor lain seperti background genetis
inti juga memainkan peran penting terhadap kecenderungan peningkatan tekanan oksidatif.
Kontribusi ROS mitokondria terhadap proses ageing sendiri dibuktikan dengan adanya
perpanjangan jangka hidup dengan dihambatnya peningkatan tekanan oksidatif.
Dalam hubungannya dengan apoptosis (kematian sel yang terprogram), mitokondria
memainkan peran sentral. Oleh karena itu, sangat mungkin mutasi mtDNA dapat
menghasilkan apoptosis karena mutasi tersebut menyebabkan disfungsi mitokondria.
Banyak sekali hasil-hasil penelitian yang ditinjau dan dibahas dalam artikel. Kesimpulan
Krishnan, et. al secara keseluruhan yaitu bahwa mutasi mtDNA dapat disebabkan baik oleh
peningkatan tekanan oksidatif (produksi ROS mitokondria) maupun oleh kesalahan replikasi.
Jika mtDNA termutasi dibiarkan terus bereplikasi dan berekspansi konal di dalam sel, maka
sel tersebut mengalami defisiensi rantai respirasi. Keterhambatan produksi energi tersebut
dapat menyebabkan kematian sel. Disfungsi jaringan dapat terjadi akibat jumlah kematian sel
yang signifikan dan lebih lanjut mengakibatkan penuaan.

10
Dikutip dari http://id.shvoong.com/

11

Anda mungkin juga menyukai