Anda di halaman 1dari 15

DokterSehat.

Com– Penderita masalah bau mulut biasanya hanya berpikir jika


masalah ini disebabkan oleh kebiasaan malas menyikat gigi atau mengonsumsi
makanan tertentu. Padahal, mereka sebaiknya juga mewaspadai adanya
diabetes. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan penderita diabetes untuk
mengalami masalah bau mulut. Sebenarnya, apa sih kaitan antara bau mulut
dan diabetes?

Penderita diabetes tidak mampu memproduksi insulin dengan cukup. Alhasil,


tubuhnya tidak mampu memproduksi energi dengan baik. Tubuh pun akan
berusaha untuk membakar lemak yang ada di dalam tubuh demi mendapatkan
energi. Proses ini memicu produksi keton yang bisa memicu datangnya bau
mulut. Kondisi ini mirip dengan munculnya bau mulut yang menyengat tatkala
kita berpuasa.

Dalam dunia medis, kondisi ini disebut sebagai ketoasidosis diabetik.


Gejalanya tidak hanya berupa bau mulut, namun juga berupa peningkatan
frekuensi buang air kecil, perut yang tidak nyaman, susah bernapas, kadar gula
darah yang sangat tinggi, serta mudah pusing dan linglung.

Penderita diabetes juga cenderung rentan mengalami kerusakan pembuluh


darah. Mereka juga rentan terkena gangguan gusi atau dalam dunia medis
disebut sebagai penyakit periodontal. Penyakit ini bisa berupa gingivitis dan
periodontitis yang menyebabkan peradangan pada gusi. Jika sampai hal ini
terjadi, maka bakteri akan menyerang jaringan pada gigi dan gusi. Tak hanya
menyebabkan masalah bau mulut, kondisi ini juga bisa menyebabkan lonjakan
kadar gula darah dan membuat diabetes menjadi semakin parah.

Melihat adanya fakta ini, ada baiknya setiap orang memeriksakan kondisi
kesehatannya jika sering mengalami masalah bau mulut atau bahkan gangguan
pada gusinya karena bisa jadi hal ini ternyata disebabkan oleh diabetes.
Penyebab bau mulut karena diabetes
1. Penyakit periodontal

Diabetes merupakan kondisi yang dapat merusak pembuluh darah, serta dapat mengurangi
aliran darah ke seluruh tubuh Anda, termasuk gusi. Tanpa disadari, banyak para diabetesi
(sebutan bagi pengidap diabetes) yang memiliki masalah pada gusinya. Masalah pada gusi
ini termasuk dalam penyakit periodontal.

Penyakit periodontal adalah peradangan pada gusi yang termasuk gingivitis, periodontitis
ringan, dan periodontitis lanjut. Saat peradangan ini terjadi, bakteri akan menyerang jaringan
dan tulang yang mendukung gigi Anda. Peradangan ini dapat memengaruhi metabolisme
dan meningkatkan gula darah yang malah dapat memperburuk diabetes Anda.

Menurut laporan di IOSR Journal of Dental and Medical Sciences, diperkirakan satu dari tiga
orang dengan diabetes mengalami penyakit periodontal yang dapat menyebabkan bau
mulut karena diabetes. Pasalnya, jika gusi dan gigi Anda tidak mendapat pasokan darah
yang cukup, mereka jadi lemah dan lebih rentan terhadap infeksi.

Diabetes juga dapat meningkatkan kadar glukosa di mulut yang bisa mendorong
pertumbuhan bakteri, infeksi, dan napas berbau. Tak jarang, kondisi ini membuat diabetesi
lebih sulit menyembuhkan infeksi gusi dan bau mulutnya daripada orang yang sehat-sehat
saja.

Selain bau mulut, penyakit periodontal memiliki tanda-tanda berikut:

 Gusi berwarna merah dan jadi lembut

 Gusi gampang berdarah

 Gigi gampang sensitif

 Gusi jadi surut, atau lebih turun ke bawah memperlihatkan gigi

2. Keton

Pada orang diabetes, tubuh mereka tidak dapat membuat insulin secara cukup sebagai
bahan bakar untuk menghasilkan energi. Lalu untuk mengimbanginya, tubuh Anda akan
beralih membakar lemak. Nah, lemak tubuh yang terbakar ini akan menghasilkan keton
pada tubuh Anda.

Selain saat lemak dibakar, keton juga dapat muncul saat Anda berpuasa atau jika Anda
sedang diet tinggi protein dan diet rendah karbohidrat. Sayangnya, kondisi lemak yang
dibakar tubuh sebagai bahan bakar energi ini sering menghasilkan dampak bau mulut.

Untuk para diabetesi, kondisi bau mulut karena diabetes ini sering disebut ketoasidosis
diabetik (DKA). Gejala DKA meliputi:

 Napas bau

 Lebih sering buang air kecil daripada biasanya


 sakit perut, mual, atau muntah

 Kadar gula dalam darah tinggi

 Sesak atau sulit bernapas

 Merasa linglung atau pusing

DKA adalah kondisi berbahaya, sebagian besar sering terjadi pada orang-orang dengan
diabetes tipe 1 yang gula darahnya tidak terkontrol. Jika Anda memiliki gejala-gejala ini,
segera konsultasi ke dokter untuk mendapatkan perawatan yang tepat.

Bagaimana mencegah bau mulut karena


diabetes?
Pencegahan bau mulut karena diabetes dapat dilakukan jika Anda menjalani pola hidup
sehat dan olahraga teratur. Coba untuk mengurangi asupan karbohidrat berlebih seperti nasi
dan roti tawar. Mulai beralih ke makanan kaya akan serat dan protein.

Jika Anda kesulitan untuk mengurangi porsi nasi dalam makanan sehari-hari, coba ganti
nasi putih dengan nasi merah yang kandungan seratnya 6 kali lipat nasi putih, sehingga
lebih mengenyangkan dan sangat dianjurkan bagi diabetesi.

Berikut merupakan pencegahan bau mulut karena diabetes lainnya yang bisa Anda ikuti:

 Sikat gigi paling sedikit dua kali dalam sehari.

 Lakukan flossing atau menggunakan benang untuk mengangkut sisa makanan di


sela gigi

 Jangan lupa untuk menyikat atau membersihkan lidah Anda. Lidah merupakan salah
satu tempat berkembang biak utama untuk bakteri yang memicu napas bau.

 Minumlah air cukup dan jangan biarkan mulut atau tenggorokan jadi kering.

 Jaga kadar gula darah Anda dalam angka yang normal.

 Gunakan permen atau permen karet tanpa kandungan gula untuk merangsang air
liur.

 Jika ingin makan atau minum yang manis-manis, gunakan pemanis rendah kalori.

 Kunjungi dokter gigi untuk mendapatkan perawatan lanjut. Pastikan dokter gigi tahu
Anda menderita diabetes.

 Dokter atau dokter gigi Anda mungkin meresepkan obat untuk merangsang produksi
air liur.

 Jika Anda memakai gigi palsu, pastikan ukuran dan posisinya pas di mulut. Jangan
lupa untuk mencopot gigi palsu di malam hari saat mau tidur
 Jangan merokok!
Perbanyak jumlah serat dalam makanan sehari-hari

Mengkonsumsi karbohidrat kompleks dan makanan berserat sebagai pengganti karbohidrat sederhana (seperti
tepung atau gula). Serat yang terkandung dalam sayur dan buah, tidaklah terdapat pada daging, susu, keju
maupun minyak. Sedangkan proses pemutihan tepung terigu justru akan menghilangkan kandungan serat
gandum. Serat bermanfaat memperlambat waktu pencernaan makanan, sehingga rasa kenyang terasa lebih
lama dan tubuh dapat menyerap zat gizi dari makanan dengan baik. Serat juga berikatan dengan asam empedu
yang mengandung kolesterol dan akan mengeluarkannya dari tubuh lewat tinja, sehingga akhirnya kadar
kolesterol akan turun. Manfaat serat yang lainnya yang tak kalah penting adalah efek anti sembelit yang
dimilikinya, sehingga kesehatan usus menjadi lebih baik karena buang air besar dapat dilakukan secara lancar
setiap hari.

Minimalkan penggunaan lemak jenuh

Lemak jenuh yang terkandung pada produk hewani seperti daging, susu, dan keju akan meningkatkan risiko
kanker dan penyakit jantung koroner. Bahan pangan yang dapat digunakan untuk menggantikan lemak jenuh
adalah minyak nabati seperti minyak zaitun dan minyak canola yang mengandung lemak tak jenuh. Selain
mengurangi risiko penyakit, minyak nabati relatif tidak meningkatkan berat badan.

Diabetes melitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein, tembus atau pancuran air)
(bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit
kencing manis adalah kelainan metabolik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti
kurangnya insulin atau ketidakmampuan tubuh untuk memanfaatkan insulin (Insulin resistance),
dengan simtoma berupa hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein, sebagai akibat dari:

 defisiensi sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, atau keduanya.[2]

 defisiensi transporter glukosa.

 atau keduanya.

Glukosa adalah bukan gula biasa yang umum tersedia di toko atau pasar. Glukosa adalah
karbohidrat alamiah yang digunakan tubuh sebagai sumber energi. Yang banyak dijual adalah
sukrosa dan ini sangat berbeda dengan glukosa. Konsentrasi tinggi dari glukosa dapat
ditemukan pada minuman ringan (soft drink) dan buah-buah tertentu. Kadar gula darah hanya
menyiratkan kadar glukosa darah dan tidak menyatakan kadar fruktosa, sukrosa, maltosa dan
laktosa (banyak pada susu).[3] Yang bukan glukosa akan diubah sebagian menjadi glukosa
melalui proses yang bisa panjang tergantung jenisnya, karenanya mungkin tidak cepat
menaikkan kadar gula darah. Buah selain memiliki glukosa juga memiliki fruktosa dengan
komposisi yang berbeda-beda tergantung buahnya. Sukrosa termasuk cepat berubah menjadi
glukosa, tetapi gula batu karena proses pembuatannya berbeda lebih baik dari gula pasir,
sedangkan gula aren dan gula jawa jauh lebih baik bagi penderita diabetes.

Kadar glukosa pada darah dikendalikan oleh beberapa hormon. Hormon adalah zat kimia di
dalam badan yang mengirimkan tanda pada sel-sel ke sel-sel lainya. Insulin adalah hormon yang
dibuat oleh pankreas. Ketika makan, pankreas membuat insulin untuk mengirimkan pesan pada
sel-sel lainnya di tubuh. Insulin ini memerintahkan sel-sel untuk mengambil glukosa dari darah.
Glukosa digunakan oleh sel-sel untuk pembuatan energi. Glukosa yang berlebih disimpan dalam
sel-sel sebagai glikogen. Pada saat kadar gula darah mencapai tingkat rendah tertentu, sel-sel
memecah glikogen menjadi glukosa untuk menciptakan energi.

Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes melitus, antara lain:
Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington, kelainan mitokondria,
distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom Werner, sindrom Wolfram,[4]
leukoaraiosis, demensia,[5] hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme,[6] dan lain-lain.

Pada tahun 2013, Indonesia memiliki sekitar 8,5 juta penderita Diabetes yang merupakan jumlah
ke-empat terbanyak di Asia dan nomor-7 di dunia.[7] Dan pada tahun 2020, diperkirakan
Indonesia akan memiliki 12 Juta penderita diabetes, karena yang mulai terkena diabetes
semakin muda.
Tanda-tanda Diabetes

ƒ*Sering berkemih (Frequent urination)

 Haus berlebihan (Excessive thirst)

Tanda-tanda dan  Lapar sekali (Increased hunger)


gejala-
 Kehilangan berat badan (Weight loss)
gejalanya[sunting |
sunting sumber]  Nafas berbau buah (Fruity breath odor)

Tanda-tanda klasik dari diabetes yang  Kelelahan (Tiredness)


tidak diobati adalah hilangnya berat
badan, polyuria (sering berkemih),  Kehilangan perhatian dan konsentrasi (Lack of
polydipsia (sering haus), dan interest and concentration)
polyphagia (sering lapar).[8] Gejala-
 Muntah dan nyeri lambung, seringkali diduga flu
gejalanya dapat berkembang sangat
(Vomiting and stomach pain, often mistaken as
cepat (beberapa minggu atau bulan
the flu)
saja) pada diabetes type 1, sementara
pada diabetes type 2 biasanya
 A tingling sensation or numbness in the hands or
berkembang jauh lebih lambat dan
feet
mungkin tanpa gejala sama sekali
atau tidak jelas.
 Kaburnya penglihatan (Blurred vision)
Beberapa tanda-tanda lainnya dan
 Sering terinfeksi (Frequent infections)
gejala-gejalanya dapat menunjukkan
adanya diabetes, meskipun hal ini
 Penyembuhan luka yang lambat (Slow-healing
tidak spesifik untuk diabetes. Mereka wounds)
adalah pandangan yang kabur, sakit
kepala, fatigue, penyembuhan luka  Mengompol waktu tidur, pada anak-anak maupun
yang lambat, dan gatal-gatal. dewasa (Bedwetting, in children and adults)
Tingginya tingkat glukosa darah yang
lama dapat menyebabkan penyerapan
glukosa pada lensa mata, yang menyebabkan perubahan bentuk, dan perubahan ketajaman
penglihatan. Sejumlah gatal-gatal karena diabetes dikenal sebagai diabetic dermadromes.

Kedaruratan diabetes[sunting | sunting sumber]

Penderita (biasanya diabetes type 1) dapat juga mengalami diabetic ketoacidosis, sebuah
masalah metabolisme yang dicirikan dengan mual, muntah, dan nyeri abdomen, bau aseton
pada pernapasan, bernapas dalam yang dikenal sebagai Kussmaul breathing, dan pada kasus
yang berat berkurangnya tingkat kesadaran.[9]

Jarang, tetapi berat juga adalah kemungkinan adanya Nonketotic hyperosmolar coma, yang
lebih umum terjadi pada diabetes type 2 dan hal ini terutama disebabkan adanya dehidrasi.[9]

Komplikasi[sunting | sunting sumber]

Diabetic retinopathy, adalah penyakit mata yang terutama disebakan oleh diabetes, merusak retina
di kedua belah mata, menyebabkan masalah penglihatan hingga kebutaan
Ulcers pada kaki adalah komplikasi umum pada diabetes dan dapat mengakibatkan amputasi. Ulcer
ini adalah komplikasi lanjut dari gangrene kering dan/atau basah.

Semua bentuk diabetes meningkatkan risiko komplikasi dalam jangka panjang. Hal ini
berkembang setelah 10-20 tahun, tetapi bisa saja gejala pertama muncul pada mereka yang
belum terdiagnosis selama waktu tersebut.

Komplikasi utama jangka panjang adalah rusaknya pembuluh darah. Penderita diabetes dua
kali lebih berisiko untuk mendapat penyakit kardiovaskular[10] dan sekitar 75 persen kematian
akibat diabetes disebabkan oleh penyakit jantung korner.[11] Penyakit pembuluh besar lainnya
adalah stroke, dan penyakit pembuluh darah tepi (peripheral vascular disease).

Komplikasi pembuluh darah mikro akibat diabetes termasuk kerusakan pada mata, ginjal, dan
saraf.[12] Kerusakan pada mata dikenal sebagai diabetic retinopathy, yang disebabkan oleh
kerusakan pembuluh darah pada retina, dan dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan
secara berangsur dan akhirnya buta.[12] Kerusakan pada ginjal dikenal sebagai diabetic
nephropathy, dapat menimbulkan parut, kehilangan protein, dan kadang-kadang mengalami
ginjal kronis, yang kadang-kadang memerlukan dialisa atau transplantasi ginjal.[12] Kerusakan
pada saraf dikenal sebagai diabetic neuropathy, yang biasanya merupakan komplikasi utama
dari diabetes.[12] Gejala-gejalnya dapat meliputi numbness, tingling, nyeri, dan sensasi nyeri
lainnya, yang bisa menyebabkan kerusakan pada kulit. Diabetic foot (seperti diabetic foot
ulcers) mungkin timbul, dan sulit untuk ditangani, kadang-kadang memerlukan amputasi.
Sebagai tambahan, proximal diabetic neuropathy menyebabkan nyeri pada muscle wasting
dan menjadi lemah.

Terdapat hubungan antara berkurangnya kognitif dengan diabetes. Dibandingkan mereka


yang tanpa diabetes, penderita diabetes mengalami penurunan fungsi kognitif 1,2 hingga 1.6
kali lebih besar.[13]

Klasifikasi[sunting | sunting sumber]


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes melitus berdasarkan
perawatan dan simtoma:[2]

1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di dalam
pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik. Diabetes
melitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau defisiensi mitokondria, tidak
termasuk pada penggolongan ini.

2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai dengan
sindrom resistansi insulin

3. Diabetes Tipe Spesifik lain yang meliputi defek genetik fungsi sel beta pankreas, defek
genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, pengaruh obat atau zat
kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan sindrom genetik lain yang berhubungan
dengan diabetes mellitus .
4. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT dan
gestational diabetes mellitus, GDM.

dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:

5. Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus defisiensi peptida-C.

6. Insulin requiring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi insulin endogenus tidak cukup
untuk mencapai gejala normoglicemia, jika tidak disertai dengan tambahan hormon dari luar
tubuh.

7. Not insulin requiring diabetes.

Kelas empat pada tahap klinis serupa dengan klasifikasi IDDM (bahasa Inggris: insulin-
dependent diabetes mellitus), sedang tahap kelima dan keenam merupakan anggota
klasifikasi NIDDM (bahasa Inggris: non insulin-dependent diabetes mellitus). IDDM dan
NIDDM merupakan klasifikasi yang tercantum pada International Nomenclature of Diseases
pada tahun 1991 dan revisi ke-10 International Classification of Diseases pada tahun 1992.

Klasifikasi Malnutrion-related diabetes mellitus, MRDM, tidak lagi digunakan oleh karena,
walaupun malagizi dapat memengaruhi ekspresi beberapa tipe diabetes, hingga saat ini belum
ditemukan bukti bahwa malagizi atau defisiensi protein dapat menyebabkan diabetes. Subtipe
MRDM; Protein-deficient pancreatic diabetes mellitus, PDPDM, PDPD, PDDM, masih
dianggap sebagai bentuk malagizi yang diinduksi oleh diabetes melitus dan memerlukan
penelitian lebih lanjut. Sedangkan subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes, FCPD,
diklasifikasikan sebagai penyakit pankreas eksokrin pada lintasan fibrocalculous
pancreatopathy yang menginduksi diabetes melitus.

Klasifikasi Impaired Glucose Tolerance, IGT, kini didefinisikan sebagai tahap dari cacat
regulasi glukosa, sebagaimana dapat diamati pada seluruh tipe kelainan hiperglisemis.
Namun tidak lagi dianggap sebagai diabetes.

Klasifikasi Impaired Fasting Glycaemia, IFG, diperkenalkan sebagai simtoma rasio gula
darah puasa yang lebih tinggi dari batas atas rentang normalnya, tetapi masih di bawah rasio
yang ditetapkan sebagai dasar diagnosis diabetes.

Diabetes melitus tipe 1[sunting | sunting sumber]

Diabetes melitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes,


juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi
karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil
insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun
orang dewasa.

Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet
maupun olahraga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan
yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh
terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi
autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat
dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan
pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.
Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah
penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma
bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya
hidup (diet dan olahraga.[14] Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga
dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian
masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan
pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan
juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".

Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitas-
aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam
pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe
1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80–120 mg/dl, 4-6 mmol/l).[butuh rujukan] Beberapa
dokter menyarankan sampai ke 140–150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang
bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events".[butuh
rujukan]
Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan
buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi.[butuh rujukan] Angka di atas
300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke
ketoasidosis.[butuh rujukan] Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat
menyebabkan kehilangan kesadaran. Pada orang yang sudah sepuh, biasanya gula darah
sewaktunya dijaga di bawah 200 mg/dl saja dan tidak lebih rendah, karena dikhawatirkan
dapat terjadinya 'hipo' atau gula darah di bawah 100 mg/dl, karena misalnya telat makan,
makan lebih sedikit dari biasanya atau terlalu senang dengan aktivitas berlebih dari biasanya.

Saat ini mulai banyak dilakukan pemberian insulin kepada penderita diabetes type 2 yang
secara terus menerus gula darah sewaktunya selalu di atas 200 mg/dl, walaupun telah
diberikan berbagai kombinasi obat oral. Insulin yang diberikan adalah yang bersifat 'long
acting' atau 24 jam sekali dan tetap minum obat oral dengan dosis yang lebih rendah tiap kali
makan besar.

Diabetes melitus tipe 2[sunting | sunting sumber]

Diabetes melitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-
insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes melitus yang terjadi
bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan
metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen,[15] termasuk yang
mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap
insulin[16] yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10[17] dengan kofaktor hormon resistin yang
menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin[18] serta
RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula
darah oleh hati.[18] Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan
kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.[19]
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi,[20] rasio RBP4 dan hormon resistin
yang tinggi,[18] peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati,[18]
penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.[21]

NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia[22], lipodistrofi,[18] dan sindrom resistansi
insulin.

Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin,
yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.[butuh rujukan] Hiperglisemia
dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin
atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin
pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.[butuh rujukan] Ada beberapa
teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun
obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin,
dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines itu merusak toleransi glukosa.[butuh rujukan]
Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis
2 kencing manis.[butuh rujukan] Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di
dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-
anak.[butuh rujukan]

Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2
biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga),[23] diet
(umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat
memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah
rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg (10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada
di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan
lisan antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan
pada awalnya tak terhalang, lisan (sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap
digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin (e.g., sulfonylureas) dan mengatur
pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati (dan menipis pembalasan
hormon insulin sampai taraf tertentu (e.g., metformin), dan pada hakikatnya menipis
pembalasan hormon insulin (e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan
hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan
glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah
direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil
kebanyakan pengobatan.

Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini
diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes melitus tipe 2.[24] Seperti zat
penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi
perkembangan sel tumor maupun kanker.[25][26]

Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi
metabolisme oksidatif di dalam mitokondria[27] pada otot lurik.[28][29] Sebaliknya, hormon tri-
iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP
sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV,
menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif,[30] sedang hormon melatonin
akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas
respiratory chain, terutama pada kompleks I, III dan IV.[31] Bersama dengan insulin, ketiga
hormon ini membentuk siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot
lurik.[32] Di sisi lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi
risiko defisiensi otot jantung pada penderita diabetes.[33][34][35]

Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan
pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedah bypass usus. Hal ini diketahui sebagai
akibat dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan
apakah metode ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan
homeostasis glukosa.[36]

Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin,
diketahui menyebabkan:[37]

 peningkatan mRNA glukokinase,

 peningkatan ekspresi GLUT4 pada hati dan jaringan

 peningkatan pencerap gamma proliferator peroksisom

 peningkatan rasio plasma hormon insulin, protein C dan leptin[38]

 penurunan ekspresi GLUT2 pada hati

 penurunan rasio plasma asam lemak dan kadar trigliserida pada hati

 penurunan rasio plasma dan kadar kolesterol dalam hati, antara lain dengan menekan 3-
hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme reductase, asil-KoA, kolesterol asiltransferase

 penurunan oksidasi asam lemak di dalam hati dan aktivitas karnitina palmitoil, antara lain
dengan mengurangi sintesis glukosa-6 fosfatase dehidrogenase dan fosfatidat fosfohidrolase

 meningkatkan laju lintasan glikolisis dan/atau menurunkan laju lintasan glukoneogenesis

sedang naringin sendiri, menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat karboksikinase dan


glukosa-6 fosfatase di dalam hati.

Hesperidin merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan pada buah jenis jeruk,
sedang naringin banyak ditemukan pada buah jenis anggur.

Diabetes melitus tipe 2 dapat dicegah atau diperlambat munculnya dengan mengembangkan
Pola Hidup Sehat:[39]

 Pola makan sehat dengan memperbanyak konsumsi sayur dan buah

 Olahraga 3 kali dalam seminggu, masing-masing setidaknya 20 menit [40]

 Jaga berat badan ideal

 Menghindari rokok

 Mengurangi asupan alkohol


Pria dengan berat badan normal risikonya 70 persen lebih rendah daripada yang obes,
sedangkan wanita dengan berat badan normal risikonya 78 persen lebih rendah daripada yang
obes. Lakukanlah selalu Tes Gula Darah, karena seseorang yang terdiagnosis mulai
Prediabetes, tetapi segera melakukan Perubahan Gaya Hidupnya, maka ia akan terhindar dari
Diabetes melitus tipe 2 atau setidaknya memperlambat munculnya Dibetes melitus tipe 2.

Diabetes melitus tipe 3[sunting | sunting sumber]

Diabetes melitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant type 1


diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin,
latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau
diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan
keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya.[41] GDM
mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita
GDM bertahan hidup.[butuh rujukan]

Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM
bersifat temporer dan dapat meningkat maupun menghilang setelah melahirkan. GDM dapat
disembuhkan, namun memerlukan pengawasan medis yang cermat selama masa kehamilan.

Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan
kesehatan janin maupun sang ibu. Risiko yang dapat dialami oleh bayi meliputi makrosomia
(berat bayi yang tinggi/diatas normal), penyakit jantung bawaan dan kelainan sistem saraf
pusat, dan cacat otot rangka. Peningkatan hormon insulin janin dapat menghambat produksi
surfaktan janin dan mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan. Hyperbilirubinemia dapat
terjadi akibat kerusakan sel darah merah. Pada kasus yang parah, kematian sebelum kelahiran
dapat terjadi, paling umum terjadi sebagai akibat dari perfusi plasenta yang buruk karena
kerusakan vaskular. Induksi kehamilan dapat diindikasikan dengan menurunnya fungsi
plasenta. Operasi sesar dapat akan dilakukan bila ada tanda bahwa janin dalam bahaya atau
peningkatan risiko luka yang berhubungan dengan makrosomia, seperti distosia bahu.

Patofisiologi[sunting | sunting sumber]


Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon
sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang laik daun
saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes melitus sering disebut terkait oleh
akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.

Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi
insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia, yang
berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.[42]

GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi


glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak. Sebaliknya,
insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin, terutama pada otot
lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat menurunkan
resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.
Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi
karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi pada
toleransi glukosa.

Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi penyebab


obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya
toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis.
Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko
kardiovaskular.

Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan
hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.

Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh
hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma,
glukagonoma dan somatostatinoma.

Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon
berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-α, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel
beta, baik in vitro maupun in vivo.[43] Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL,
[44][45]
dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain hiperaktivitas
sel T CD8- dan CD4-.[45]
Komplikasi[sunting | sunting sumber]
Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal
(penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta
kerusakan saraf dan pembuluh darah yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan
risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum terjadi, bila kontrol kadar gula darah
buruk. Komplikasi berarti beberapa organ dan fungsi tubuh terganggu sekaligus. Menurut Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemkes RI, penderita diabetes dapat
mengalami komplikasi sebagai berikut: 50.9 persen mengalami penurunan fungsi seksual, 30.6
persen refleks tubuhnya terganggu, 29.3 persen retinanya terganggu (retinopati diabetik), 16.3
persen mengalami katarak awal (lebih cepat terjadi dari umur seharusnya). 50 persen penderita
diabetes akan meninggal, karena penyakit kardiovaskuler. [46]
Ketoasidosis diabetikum[sunting | sunting sumber]

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan
cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di
dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula
tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan
menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah
menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan
sering kencing, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernapasan
menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau
napas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa
berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai
menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka
melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau
penyakit yang serius. Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa
tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering
kencing dan haus. Jarang terjadi ketoasidosis.[butuh rujukan] Jika kadar gula darah sangat tinggi
(sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan),
maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental,
pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
[butuh rujukan]

Retinopathy diabetes[sunting | sunting sumber]

Retinopathy diabetes adalah terganggunya Retina Mata, karena kaku dan rapuhnya pembuluh
darah retina, karena adanya diabetes. Akibatnya pembuluh darah dapat pecah atau sebaliknya
menjadi tersumbat dan membentuk pembuluh darah baru. Retinopathy diabetes biasanya tanpa
gejala apapun, oleh karenanya penderita diabetes seharusnya memeriksakan matanya
sedikitnya sekali setahun. Jika melihat seolah-olah ada benda terbang melayang-layang atau
pandangan kabur atau malah hilang sama sekali (1 mata), segeralah berobat, karena dipastikan
terjadi robek atau bahkan lepasnya sebagian/seluruh retina. Hampir semua Klinik Mata dan
Rumah Sakit Mata yang memiliki bagian Retina atau lebih khusus lagi bagian Retinopathy
Diabetes memiliki alat Photo Fundus (Funduscopy) atau yang lebih canggih lagi yang dapat
mengetahui adanya gangguan pada Retina dan bila ditemukan gangguan yang significant, maka
akan diadakan Laser terhadap Retina tersebut selama kurang lebih 20 menit. Biaya Funduscopy
relatif murah, tetapi biaya Laser agak tinggi. 8 persen dari penderita diabetes type apapun akan
mengalami risiko kebutaan pada masa tuanya.[47][48]

Anda mungkin juga menyukai