Anda di halaman 1dari 33

BIOLOGI SEL

MITOKONDRIA

Disusun Oleh : Kelompok 5


Anggota : Besty Berliana (2220332003)
Septia Suherlis (2220332007)
Adella Violeta (2220332013)
Lisa Ramadhani (2220332018)

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Arni Amir, MS

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM MAGISTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah “Mitokondria”. Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Biologi Sel. Dalam penyusunan
makalah ini, tak lupa pula kami berterimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik berupa bimbingan, dorongan, doa serta kerjasama yang baik dari
semua pihak. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu kami meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Makalah ini terwujud atas bimbingan dan arahan dan bantuan dari berbagai
pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dan pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada : Prof. Dr. Arni Amir, MS sebagai dosen
pengampu sekaligus penanggung jawab mata kuliah.
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, penyusun menyadari
bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir
kata, penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Padang, Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................vii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus...............................................................................2
1.4. Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Bagi Penulis.....................................................................2
1.4.2 Manfaat Bagi Instansi Pendidikan.................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Mitokondria...........................................................................4
2.2. Sejarah Mitokondria................................................................................4
2.3. Jumlah dan Letak Mitokondria...............................................................6
2.4. Struktur Mitokondria...............................................................................7
2.5. Fungsi Mitokondria.................................................................................9
2.6. Respirasi Seluler di Mitokondria.............................................................11
BAB 3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan................................................................................................
3.2. Saran..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Perbandingan Mitokondria dengan Bakteri...........................................5


Gambar 2.2. Struktur Mitokondria.............................................................................7
Gambar 2.3. Adenosin trifosfat..................................................................................10
Gambar 2.4. Tahap-tahap respirasi seluler.................................................................12
Gambar 2.5. Glukosa menjadi Glukosa-6-fosfat........................................................13
Gambar 2.6. Glukosa-6-fosfat menjadi fruktosa-6-fosfat..........................................14
Gambar 2.7. Fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa-1,6-bifosfat...................................14
Gambar 2.8. Fruktosa-1,6-bifosfat menjadi dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida
3-fosfat..................................................................................................15
Gambar 2.9. Dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida 3-fosfat..............................16
Gambar 2.10. Gliseraldehida 3-Fosfat menjadi 1,3 Bisfosfogliserat.........................17
Gambar 2.11. 1,3 Bisfosfogliserat menjadi 3 Fosfogliserat.......................................17
Gambar 2.12. 3 Fosfogliserat menjadi 2 fosfogliserat...............................................18
Gambar 2.13. 2-Fosfogliserat menjadi fosfoenol-piruvat..........................................18
Gambar 2.14. Fosfoenol-piruvat menjadi asam piruvat.............................................19
Gambar 2.15. Perubahan asam piruvat menjadi asetil KoA......................................20
Gambar 2.16. Siklus Asam Sitrat (Siklus Krebs).......................................................21
Gambar 2.17. Tahapan Siklus Asam Sitrat (Siklus Krebs)........................................21
Gambar 2.18. Fosforilasi Oksidatif............................................................................24

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mitokondria adalah organel energi atau “pembangkit tenaga” sel; organel ini
mengekstraksi energi dari nutrien dalam makanan dan mengubahnya menjadi bentuk
yang dapat digunakan oleh sel untuk beraktivitas. Mitokondria menghasilkan sekitar
90% energi yang sel dan, konsekuensi nya, seluruh tubuh permukaan untuk bertahan
hidup dan menjalankan fungsi. Sebuah sel dapat mengandung beberapa ratus hingga
beberapa ribu mitokondria, bergantung pada kebutuhan energi masing-masing jenis
sel (Sherwood, 2022).
Mitokondria (mitochondria, tunggal mitokondrion) merupakan tempat respirasi
selular, proses metabolik yang menghasilkan ATP dengan cara mengambil energi dari
gula, lemak, dan bahan bakar lain dengan bantuan oksigen. Mitokondria ditemukan
pada hampir semua sel eukariot, termasuk sel tumbuhan, hewan, fungi, dan sebagian
besar protista. Beberapa sel memiliki satu mitokondria besar, namun lebih sering sel
memiliki ratusan atau bahkan ribuan mitokondria. jumlah organel tersebut berkorelasi
dengan tingkat aktivitas metabolisme sel. Mitokondria memiliki panjang kira-kira 1-
10 m. Film dipercepat (time-lapse) yang merekam sel-sel hidup mengungkapkan
bahwa mitokondria bergerak ke sana kemari, berubah bentuk, dan berfusi atau
membelah menjadi dua, tidak seperti silinder statis yang terlihat dalam mikrograf
elektron sel-sel mati (Urry et al., 2021).
Mitokondria diselubungi oleh dua membran, yang masing-masing merupakan
lapisan-ganda fosfolipid dengan sekumpulan unik protein yang tertanam di dalamnya
Membran luar bertekstur mulus, namun membran dalam berlipat-lipat, dengan
pelipatan ke dalam yang disebut krista (crista) (Urry et al., 2021).
Meskipun sangat dihargai bahwa pembelahan, fusi, dan motilitas mitokondria
semuanya berkontribusi pada distribusi mitokondria secara keseluruhan di dalam sel,
kontribusi penting untuk secara aktif menambatkan organel ke situs dan struktur
seluler tertentu menjadi semakin jelas. Mitokondria membuat banyak kontak di dalam

1
sel. Kontak ini, yang dimediasi oleh protein tether, bisa sangat dinamis dan sementara
atau stabil dan dipertahankan dalam jangka waktu yang lama yang berfungsi untuk
menambatkan dan memposisikan mitokondria secara stabil (Kraft dan Lackner,
2018).

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut,
1) Bagaimana pengertian mitokondria?
2) Bagaimana sejarah mitokondria?
3) Bagaimana jumlah dan letak mitokondria?
4) Bagaimana struktur mitokondria?
5) Bagaimana fungsi mitokondria?
6) Bagaimana respirasi seluler di mitokondria?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui organel sel yaitu mitokondria
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengetahui pengertian mitokondria
2) Mengetahui sejarah mitokondria
3) Mengetahui jumlah dan letak mitokondria
4) Mengetahui struktur mitokondria
5) Mengetahui fungsi mitokondria
6) Mengetahui respirasi seluler di mitokondria

1.4. Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Bagi Penulis
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi
penulis mengenai biologi sel terutama mengenai mitokondria

2
1.4.2 Manfaat Bagi Instansi Pendidikan
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
pengembangan pendidikan kebidanan mengenai biologi sel terutama mengenai
mitokondria.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Mitokondria


Mitokondria (mitochondria, tunggal mitokondrion) merupakan tempat respirasi
selular, proses metabolik yang menghasilkan energi dengan cara mengambil energi
dari gula, lemak, dan bahan bakar lain dengan bantuan oksigen (Urry et al., 2021).
Mitokondria adalah organel yang mengekstraksi energi dari nutrien dalam
makanan dan mengubahnya menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh sel untuk
beraktivitas (Sherwood, 2022). Mitokondria disebut sebagai “gudang energi”
(powerhouse) sel. Tanpa mitokondria, sel tidak akan dapat memperoleh energi yang
cukup dari zat gizi, dan semua fungsi sel akan berhenti (Guyton dan Hall, 2021).
Bentuk mitokondria bervariasi tergantung jenis jaringan dan kondisi fisiologi
mitokondria tetapi bentuk yang paling umum dijumpai adalah bentuk benang dan
granula sesuai dengan arti kata mitokondria (mitos : benang, chondrion : granula).
Mitokondria diselubungi oleh dua membran, yang masing-masing merupakan
lapisan-ganda fosfolipid dengan sekumpulan unik protein yang tertanam di dalamnya.
Membran luar bertekstur mulus, namun membran dalam berlipat-lipat, dengan
pelipatan ke dalam yang disebut krista (crista). Membran dalam membagi
mitokondria menjadi dua kompartemen internal. Yang pertama adalah ruang
antarmembran, wilayah sempit di antara membran daiam dan membran luar.
Kompartemen kedua, matriks mitokondria (mitochondrial matrir), diselubungi oleh
membran dalam (Urry et al., 2021).

2.2. Sejarah Mitokondria


Mitokondria berasal dari sel eukariot yang bersimbiosis dengan sel prokariot
yakni bakteri sehingga membentuk organel sel (sistem endosimbiosis). Mulanya,
mitokondria muncul sekitar dua miliar tahun yang lalu ketika bacterium berfusi
dengan sel arkeal (archaeal cell). Asal usul dari mitokondria terlihat jelas dari
bagian-bagian umum bakteri tersebut. Kekerabatan yang paling dekat dengan ciri

4
mitokondria adalah Rickettsia, sebuah bakteri aerob α-proteobacteria yang merupakan
patogen penyebab tifus dan Rocky Mountain spotted Fever (RMSF) / demam kutu
(Pollard et al., 2017).

Gambar 2.1. Perbandingan Mitokondria dengan Bakteri


Sumber: Pollard et al., 2018

Beberapa hal lainnya yang menunjang kemiripan antara mitokondria dan


bakteri yakni bereproduksi dengan cara membelah diri menjadi dua dan memiliki
DNA sendiri yang berbeda dari DNA yang terdapat di inti sel. Bedanya adalah DNA
mitokondria mengandung kode genetik guna menghasilkan banyak molekul yang
dibutuhkan mitokondria untuk menghasilkan energi (Sherwood, 2022). Selain itu,
mitokondria juga memiliki ribosom yang lebih mirip bakteri dibandingkan ribosom
sel eukariot (Cooper 2000).
Dari asal usulnya dapat disimpulkan bahwa mitokondria adalah turunan bakteri
yang menginvasi atau ditelan oleh sel primitif pada awal sejarah evolusi dan
kemudian menjadi organel permanen. (Sherwood, 2022). Meskipun mitokondria telah

5
mempertahankan karakter membran ganda nenek moyang mereka dan inti produksi
energi, bentuk dan komposisi keseluruhan mereka telah diubah secara drastis, dan
mereka telah memperoleh banyak sekali fungsi tambahan di dalam sel (Friedman dan
Nunnari, 2014).
Mitokondria pertama kali diamati dan diisolasi dari sel pada tahun 1850 oleh
Kollicker melalui pengamatannya pada jaringan otot lurik serangga. Ia menemukan
adanya granula-granula dengan struktur yang bebas dan tidak berhubungan secara
langsung dengan struktur internal sel. Pada tahun 1890, Altmann mengidentifikasi
granula-granula tersebut dan Ia berikan nama bioblast. Istilah tersebut diganti dengan
mitokondria yang diambil dari bahasa Yunani (mitos : benang, chondrion : granula)
sebab penampakan granula-granula tersebut menyerupai benang bila diamati dengan
menggunakan mikroskop cahaya. Pada tahun 1900, Michaelis menunjukkan bahwa di
dalam mitokondria berlangsung reaksi-reaksi oksidatif. Pada tahun 1911, Warburg
menemukan bahwa mitokondria mengandung enzim-enzim yang mengkatalisis
reaksi-reaksi oksidatif sel. Pada tahun 1911, Kingsbury mendukung bahwa
mitokondria merupakan tempat spesifik untuk reaksi- reaksi oksidasi. Pada tahun
1930, Sir Hans Krebs menjelaskan beberapa reaksi siklus asam trikarboksilat atau
daur Krebs. Siklus asam sitrat disebut juga siklus trikarboksilat dan siklus Krebs,
ditemukan oleh Hans Krebs, ilmuwan Jerman pada tahun 1930an (Solomon et al.,
2019).

2.3. Jumlah dan Letak Mitokondria


Mitokondria terdapat di semua bagian sitoplasma setiap sel, tetapi jumlah total
per sel sangat bervariasi. Mitokondria banyak terdapat pada sel yang memilki
aktivitas metabolisme tinggi dan memerlukan banyak energi dalam jumlah banyak,
misalnya sel otot jantung dan ekor sperma. Mitokondria dapat mereplikasi diri, yang
berarti satu mitokondria dapat membentuk mitokondria kedua, ketiga, dan seterusnya,
bilamana sel perlu untuk menambah jumlah energi (Guyton dan Hall, 2021).
Jumlah dan bentuk mitokondria bisa berbeda-beda untuk setiap sel.
Mitokondria berbentuk elips dengan diameter 0,5 µm – 1,0 µm dan mitokondria

6
memiliki panjang kira-kira 1-10 µm. Film dipercepat (time-lapse) yang merekam sel-
sel hidup mengungkapkan bahwa mitokondria bergerak ke sana kemari, berubah
bentuk, dan berfusi atau membelah menjadi dua, tidak seperti silinder statis yang
terlihat dalam mikrograf elektron sel-sel mati (Urry et al., 2021).

2.4. Struktur Mitokondria


Setiap mitokondria dibungkus oleh membran rangkap, membran luar datar yang
menyelubungi mitokondria itu sendiri dan membran dalam yang membentuk
serangkaian lipatan atau lekukan yang disebut krista, yang mencuat ke rongga dalam
yang terisi larutan mirip gel yang dikenal sebagai matriks. Kedua membran
dipisahkan oleh ruang antarmembran yang sempit. Krista mengandung protein yang
akhirnya menggunakan O2 untuk mengubah banyak energi dalam makanan menjadi
bentuk yang dapat digunakan. Lipatan membran dalam, yang berjumlah banyak,
sangat menambah luas permukaan yang tersedia untuk menyimpan protein-protein
penting ini (Sherwood, 2022).

Gambar 2.2. Struktur Mitokondria


Sumber: Sherwood, 2022

7
Banyak lipatan membran dalam yang membentuk rak-rak, yang merupakan
tempat perlekatan enzim oksidatif. Selain itu, rongga bagian dalam mitokondria juga
dipenuhi dengan matriks yang mengandung sejumlah besar enzim terlarut, yang
dibutuhkan untuk mendapatkan energi dari zat gizi. Enzim-enzim ini bekerja sama
dengan enzim-enzim oksidatif yang berada pada rak untuk mengoksidasi zat gizi,
dengan demikian membentuk karbon dioksida dan air serta pelepasan energi pada
saat yang sama. Energi yang dilepaskan tersebut digunakan untuk sintesis suatu zat
"berenergi tinggi" yang disebut adenosin trifosfat (ATP). ATP kemudian diangkut
keluar dari mitokondria, dan berdifusi ke seluruh bagian sel untuk memberikan
energinya di mana saja energi tersebut dibutuhkan untuk menjalankan fungsi sel
(Guyton dan Hall, 2021).

2.4.1 Membran Mitokondria


1) Membran Luar
Membran luar mitokondria bertekstur halus dengan ketebalan sekitar
4 nm. Oleh karena itu membran ini bersifat permeabel sehingga
memungkinkan molekul-molekul kecil berukuran 10 kilodalton atau bahkan
kurang dari itu keluar masuk dengan mudah. Membran luar terdiri dari
protein (6% dari total protein mitokondria) dan lipid dengan perbandingan
yang sama serta mengandung protein transport (porin). Selain itu, membran
luar juga mengandung enzim yang terlibat dalam biosintesis lipid dan enzim
yang berperan dalam proses transpor lipid ke matriks untuk menjalani
oksidasi menghasilkan Asetil KoA (Solomon et al., 2019).
2) Membran Dalam dan Krista
Membran dalam bersifat kurang permeabel dibandingkan membran
luar. Membran dalam terdiri dari 20% lipid dan 80% protein serta ketebalan
hampir sama dengan membran luar yakni sekitar 4 nm. Membran dalam
memiliki banyak lipatan dan secara ketat mengatur molekul yang dapat
melintasinya yang disebut dengan krista yang mana lipatan ini menonjol ke
matriks. Krista sangat meningkatkan luas permukaan membran dalam

8
mitokondria untuk mengubah banyak energi dalam makanan menjadi
bentuk yang dapat digunakan sehingga proses produksi ATP menjadi
semakin efektif. Lipatan krista menonjol ke matriks berguna untuk
membantu mempercepat komponen matriks masuk ke membran dalam.
Membran dalam juga mengandung enzim dan protein lain yang diperlukan
untuk reaksi ini. Sepanjang krista terdapat protein sitokrom yang berperan
dalam oksidator dan reduktor sehingga dapat membebaskan energi secara
gradual (Solomon et al., 2019).
2.4.2 Kompartemen Mitokondria
1) Ruang Antar Membran
Ruang antar membran terletak antara membran luar dan membran
dalam merupakan tempat dilakukannya reaksi dan suatu proses yang cukup
penting bagi sel itu sendiri. Contohnya proses reaksi β-oksidasi asam, sam
amino hingga siklus krebs.
2) Matriks
Matriks mengandung banyak enzim yang berbeda, serta DNA
mitokondria dan ribosom. Enzim-enzim dalam matriks mengkatalisis
beberapa langkah respirasi selular. Protein-protein lain yang berfungsi
dalam respirasi, termasuk enzim yang membuat ATP, tertanam dalam
membran dalam. Sebagai permukaan yang amat berlipat-iipat, krista
memberikan luas permukaan yang amat besar kepada membran dalam
mitokondria, sehingga meningkatkan produktivitas respirasi selular (Urry et
al., 2021).

2.5. Fungsi Mitokondria


2.5.1 Pembentukan ATP dan Respirasi Sel
Sumber energi bagi tubuh adalah energi kimia yang tersimpan di ikatan
karbon dalam makanan yang ditelan. Namun, sel-sel tubuh tidak memiliki
perangkat untuk menggunakan energi ini secara langsung. Sel harus
mengekstraksi energi dari nutrien makanan dan mengubahnya menjadi bentuk

9
yang dapat digunakan yaitu ikatan fosfat berenergi tinggi adenosin trifosfat
(ATP) yang terdiri atas adenosin dengan tiga gugus fosfat melekat padanya.
Untuk segera memperoleh energi yang berguna, sel memutus ikatan fosfat
terminal pada ATP, yang menghasilkan adenosin difosfat (ADP) ditambah
fosfat inorganik (Pi) dan energi:

ATP → ADP + Pi + energi untuk digunakan oleh sel

ATP adalah suatu nukleotida yang terdiri atas basa nitrogen adenin, gula
pentosa ribosa, dan tiga radikal fosfat. Kedua radikal fosfat terakhir
dihubungkan dengan bagian lain molekul oleh ikatan yang disebut sebagai
ikatan fosfat berenergi tinggi. Setiap ikatan berenergi tinggi ini mengandung
energi sekitar 12.000 kalori per mol ATP, yang jauh lebih besar daripada energi
yang tersimpan dalam ikatan kimia pada umumnya, sehingga menimbulkan
istilah ikatan berenergi tinggi. Lebih lanjut, ikatan fosfat berenergi tinggi
bersifat sangat labil, sehingga langsung dapat dipecah kapanpun energi
dibutuhkan untuk mencetuskan reaksi intraselular yang lain (Guyton dan Hall,
2021).

Gambar 2.3. Adenosin trifosfat


Sumber: Guyton dan Hall, 2021

10
Untuk membentuk kembali ATP sel yang sudah terpakai, energi yang
dihasilkan dan zat gizi sel akan menyebabkan ADP dan asam fosfat bergabung
kembali untuk membentuk ATP yang baru, dan seluruh proses tersebut terjadi
berulang-ulang, Oleh sebab itu, ATP disebut sebagai alat tukar energi sel
karena ATP dapat dipakai dan dibentuk kembali berulang kali, yang memiliki
selang waktu antara dua proses pembentukan beberapa menit saja (Guyton dan
Hall, 2021).
Respirasi selular secara kolektif merujuk pada reaksi intraselular tempat
molekul kaya energi dipecah untuk membentuk ATP, menggunakan O2 dan
menghasilkan CO2 selama prosesnya. Pada sebagian besar sel ATP dihasilkan
dari penguraian berurutan molekul nutrien yang terserap dalam tiga tahap:
glikolisis di sitosol, siklus asam sitrat di matriks mitokondria, dan fosforilasi
oksidatif di membran dalam mitokondria (Sherwood, 2022).
2.5.2 Apoptosis
Selain berperan sentral dalam menghasilkan sebagian besar ATP untuk
digunakan sel, mitokondria memainkan peran kunci tersendiri dalam kematian
sel terprogram, proses yang dikenal dengan apoptosis. Setiap sel memiliki jalur
biokimia intrinsik yang, jika dipicu, menyebabkan sel mengeksekusi dirinya
sendiri akibat lolosnya sitokrom (salah satu komponen sistem transpor elektron)
dari mitokondria, yang di luar mitokondria menjalankan fungsi yang sama
sekali berbeda, yakni mengaktifkan enzim pemotong-protein intraselular yang
memotong sel menjadi bagian-bagian kecil yang layak buang. Apoptosis
merupakan bagian alami kehidupan organisme. Proses ini mengeliminasi sel
yang tidak lagi diperlukan atau rusak (Sherwood, 2022).

2.6. Respirasi Seluler di Mitokondria


Di dalam membran sel terdapat sitosol yang terdiri dari organel-organel sel
termasuk mitokondria. Dalam respirasi aerob, diperlukan glukosa (C6H12O6). Pada sel
hewan, termasuk manusia, glukosa diperoleh dari pemecahan makanan yang yang
mengandung karbohidrat kemudian dipecah menjadi monosakarida. Pada sel

11
tumbuhan, glukosa diperoleh dari proses fotosintesis dengan bantuan cahaya
matahari.
Glukosa akan diangkut pada aliran darah dan masuk ke cairan ekstraseluser
kemudian menuju sitosol dengan melewati membran sel. Glukosa memasuki sitosol
melalui transpor aktif dimana protein membran yang disebut dengan glukosa
transporter 4 (GLUT-4). GLUT-4 bertanggungjawab untuk mengangkut glukosa dari
luar sel ke dalam sel. Ketika glukosa masuk ke dalam sel, maka akan terjadi tahapan
respirasi aerob yang pertama yaitu glikolisis.
Pada tahap glikolisis, glukosa akan diubah menjadi asam piruvat di sitosol.
Kemudian asam piruvat akan memasuki mitokondria dan diubah menjadi asetil
koenzim A (asetil Ko-A) yang disebut dengan proses oksidasi piruvat atau
dekarboksilasi oksidatif. Kemudian Asetil Ko-A akan memasuki siklus asam sitrat
yang dikenal dengan Siklus Krebs dan berakhir di proses fosforilasi oksidatif
(transport elektron dan kemiosmosis). Hasil dari respirasi aerob adalah ATP,
merupakan senyawa berenergi tinggi. Oleh kerana itulah mitokondria disebut sebagai
organel penghasil energi (Urry et al., 2021).

Gambar 2.4. Tahap-tahap respirasi seluler


Sumber: Urry et al., 2021)

12
2.6.1 Glikolisis
Glikolisis terjadi di sitosol terbagi menjadi 10 reaksi kimia yang
mengubah 1 molekul glukosa menjadi beberapa senyawa dan pada hasil
akhirnya terbentuk 2 molekul asam piruvat (Urry et al., 2021).
1) Glukosa menjadi Glukosa-6-Fosfat
Molekul glukosa (C6H12O6) berbentuk seperti cincin yang memiliki 6
atom karbon. Ketika glukosa memasuki sel, glukosa akan difosfolirasi oleh
enzim heksokinase. Fosfolirasi adalah penambahan gugus fosfat pada suatu
molekul, dalam hal ini glukosa. Fosfat berasal dari ATP. Jadi pada reaksi
pertama ini akan melepaskan 1 atom H yang kemudian digantikan oleh 1
fosfat yang berasal dari ATP. Oleh karena telah digunakan 1 fosfat, maka
ATP berubah menjadi ADP. Atom fosfat ini berikatan dengan atom karbon
nomor 6 sehingga disebut dengan glukosa-6-fosfat, artinya glukosa yang
terikat dengan 1 fosfat pada atom karbon nomor 6.
Tujuan reaksi pertama ini adalah untuk mempertahankan glukosa agar
tetap berada di dalam sel (tidak didifusi kembali keluar sel). Dengan adanya
ikatan tersebut menyebabkan glukosa menjadi ion yang lebih besar
sehingga membran sel tidak lagi permeabel terhadap glukosa dengan 1
fosfat. Tujuan lainnya yakni untuk membuat glukosa lebih reaktif sehingga
akan mudah dibentuk menjadi senyawa lain dalam proses glikolisis

Gambar 2.5. Glukosa menjadi Glukosa-6-fosfat


Sumber: Urry et al., 2021

13
2) Glukosa-6-Fosfat menjadi Fruktosa-6-Fosfat
Reaksi yang terjadi adalah isomerisasi yang dikatalisasi oleh enzim
fosfoglukoisomerase. Isomerisasi berasal dari kata isomer yaitu suatu
senyawa yang memiliki rumus kimia yang sama, namun strukturnya
berbeda. Glukosa-6-fosfat yang berbentuk cincin berisomerisasi menjadi
struktur cincin dengan 1 atom oksigen, 4 atom karbon dan fosfat akan tetap
berikatan dengan atom nomor 6 sehingga penamaannya menjadi fruktosa-6-
fosfat.

Gambar 2.6. Glukosa-6-fosfat menjadi fruktosa-6-fosfat


Sumber: Urry et al., 2021

3) Fruktosa-6-Fosfat menjadi Fruktosa-1,6-Bifosfat


Sama dengan reaksi pertama, pada reaksi ketiga ini terjadi fosfolirasi
yaitu penambahan fosfat dan menggunakan ATP. Satu atom fosfat
ditambahkan ke atom karbon nomor 1 dari fruktosa-6-fosfat sehingga ATP
menjadi ADP dan penamaanya menjadi fruktosa-1,6-bifosfat yang berarti
fruktosa dengan fosfat yang berikatan pada atom karbon nomor 1 dan
nomor 6. Reaksi ini dikatalisasi oleh enzim fosfofruktokinase.

Gambar 2.7. Fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa-1,6-bifosfat


Sumber: Urry et al., 2021

14
4) Fruktosa-1,6-Bifosfat menjadi Dihidroksiaseton Fosfat dan Gliseraldehida
3-fosfat
Pada reaksi keempat, terjadi reaksi lisis (pemecahan) dengan
dikatalisasi oleh enzim aldolase yang memecah fruktosa-1,6-Bifosfat
menjadi 2 gula yang berkarbon 3 dan masing-masing memiliki atom fosfat
yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida 3-fosfat. Dihidroksiaseton
fosfat dan gliseraldehida 3-fosfat merupakan isomer satu sama lain.

Gambar 2.8. Fruktosa-1,6-bifosfat menjadi dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida 3-


fosfat
Sumber: Urry et al., 2021

5) Dihidroksiaseton Fosfat dan Gliseraldehida 3-Fosfat


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dihidroksiaseton
fosfat dan gliseraldehida 3-fosfat merupakan isomer satu sama lain, pada
reaksi kelima ini terdapat enzim isomerase yang dapat mengubah
dihidroksiaseton fosfat menjadi gliseraldehida 3-fosfat atau sebaliknya.
Reaksi ini disebut dengan reaksi reversibel (reaksi bolak balik). Tujuannya
untuk mencapai kesetimbangan di dalam sel. Oleh karena enzim berikutnya
menggunakan gliseraldehida 3-fosfat sebagai substratnya maka
dihidroksiaseton fosfat akan diubah menjadi gliseraldehida 3-fosfat oleh
enzim isomerase. Jadi hasil akhir dari reaksi ini adalah 2 molekul
gliseraldehida 3-fosfat.

15
Gambar 2.9. Dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida 3-fosfat
Sumber: Urry et al., 2021

6) Gliseraldehida 3-Fosfat menjadi 1,3 Bisfosfogliserat


Perubahan ini dikatalisasi oleh enzim gliseraldehida 3-fosfat
dehidrogenase dengan reaksi yang terjadi yaitu oksidasi dan fosforilasi.
Enzim gliseraldehida 3-fosfat dehidrogenase akan mengoksidasi
gliseraldehida 3-fosfat yang kemudian akan melepaskan atom hidrogen.
Dua atom hidrogren dilepas dan berikatan dengan 2 NAD + menghasilkan 2
NADH. Oksidasi juga menyebabkan penggabungan atom oksigen ke
gliseraldehida 3-fosfat setelah atom hidrogen dilepas pada atom karbon
nomor 1.
Kemudian terjadi fosforilasi ke gliseraldehida 3-fosfat. Fosfat ini
diperoleh dari fosfat inorganik (Pi) yang terdapat di sitosol. Jika
sebelumnya fosfat ditransfer dari ATP, maka pada langkah ini fosfat
diambil dari yang tersedia di sitosol. Jadi terdapat 2 fosfat yang akan
ditransfer dan berikatan dengan atom karbon nomor 1 yang sebelumnya
telah beroksidasi dengan atom oksigen sehingga dihasilkan 1,3

16
bisfosfogliserat, yang berarti karbon nomor 1 dan nomor 3 masing-masing
berikatan dengan 1 gugus fosfat

Gambar 2.10. Gliseraldehida 3-Fosfat menjadi 1,3 Bisfosfogliserat


Sumber: Urry et al., 2021

7) 1,3 Bisfosfogliserat menjadi 3-Fosfogliserat


Perubahan ini dikatalisasi oleh enzim fosfogliserokinase. Enzim
fosfogliserokinase akan hanya melepas 1 fosfat yang terikat pada karbon
nomor 1 yang kemudian ditransfer ke 2 ADP sehingga terbentuk 2 ATP.
Oleh karena karbon nomor 1 telah dilepas, maka terjadi perubahan dari 1,3
bisfosfogliserat menjadi 3 fosfogliserat

Gambar 2.11. 1,3 Bisfosfogliserat menjadi 3 Fosfogliserat


Sumber: Urry et al., 2021

8) 3-Fosfogliserat menjadi 2-Fosfogliserat


Perubahan ini dikatalisasi oleh enzim fosfogliseromutase dan terjadi
isomerisasi. Enzim fosfogliseromutase akan melepas fosfat pada karbon
nomor 3 dan direlokasi ke karbon nomor 2. Mula-mula atom H dilepas dan

17
kemudian berikatan dengan atom O pada nomor 3. Fosfat akan bertukar
tempat dengan atom H sehingga P berikatan pada nomor 2 dan H berikatan
pada nomor 3. Oleh karena itu dinamakan sebagai 2-fosfogliserat, yaitu
gugus fosfat terikat pada karbon nomor 2.

Gambar 2.12. 3 Fosfogliserat menjadi 2 fosfogliserat


Sumber: Urry et al., 2021

9) 2-Fosfogliserat menjadi fosfoenol-piruvat


Pada langkah ini 2-fosfogliserat akan mengalami dehidrasi menjadi
fosfoenol-piruvat, dikatalasisasi oleh enzim enolase. Pada karbon nomor 2
terikat 1 atom H, 1 atom H ini kemudian dilepas. Kemudian pada karbon
nomor 3 tedapat gugus hidroksil (OH). OH akan berikatan dengan atom H
menjadi 2 H2O dan juga terbentuk 2 fosfoenol-piruvat.

Gambar 2.13. 2-Fosfogliserat menjadi fosfoenol-piruvat


Sumber: Urry et al., 2021

18
10) Fosfoenol-piruvat menjadi Asam piruvat
Pada langkah ini dikatalisasi oleh enzim piruvat kinase. Proses yang
terjadi adalah transfer gugus fosfat dari fosfoenol-piruvat ke 2 ADP. Oleh
karena ditransfernya fosfat dari fosfoenol-piruvat maka terjadi perubahan
struktur menjadi 2 molekul piruvat. Jadi hasil akhir dari glikolisis adalah
terbentuknya 2 asam piruvat yang kemudian memasuki tahap dekarboksilasi
oksidatif.

Gambar 2.14. Fosfoenol-piruvat menjadi asam piruvat


Sumber: Urry et al., 2021

2.6.2 Dekarboksilasi Oksidatif


Dekarboksilasi adalah reaksi kimia yang menyebabkan hilangnya gugus
karboksil dan melepaskan karbondioksida dari suatu senyawa. Senyawa yang
dimaksud dalam konteks ini adalah asam piruvat yang terbentuk pada tahap
glikolisis. Prinsip dekarboksilasi oksidatif adalah mengubah asam piruvat
menjadi asetil Koenzim A (asetil KoA). Piruvat yang terbentuk disitosol akan
masuk melalui protein transpor menuju matriks mitokondria.
Asam piruvat memiliki 3 atom karbon. Pada proses ini, yang dilepaskan
adalah 1 atom karbon dan 2 atom oksigen sehingga terlepas dalam bentuk
karbondioksida (CO2). Setelah melepaskan karbondioksida (CO2), yang tersisa
adalah 2 atom karbon. Selanjutnya terjadi reaksi atau ikatan dengan koenzim A.
Koenzim A adalah suatu senyawa pengandung sulfur yang berasal dari vitamin

19
B sehingga terbentuklah atom S pada struktur asetil koenzim A (asetil KoA).
Selanjutnya juga terbentuk NADH dari NAD+ kemudian terjadi reaksi reduksi
yaitu pengikatan elektron sehingga menjadi NADH

Gambar 2.15. Perubahan asam piruvat menjadi asetil KoA


Sumber: Urry et al., 2021

2.6.3 Siklus Asam Sitrat (Siklus Krebs)


Siklus asam sitrat disebut juga siklus asam trikarboksilat atau sikius
Krebs, sebagai penghormatan terhadap Hans Kebs, ilmuwan Jerman-Inggris
yang mendeskripsikan sebagian besar jalur metabolik ini pada tahun 1930-an.
Siklus ini berfungsi sebagai tungku metabolik yang mengoksidasi bahan-bakar
organik yang berasal dari piruvat (Urry et al., 2021).
Siklus asam sitrat merupakan sebuah siklus delapan reaksi biokimia yang
dikatalisis oleh enzim-enzim matriks mitokondria. Pada masing-masing tahap
dalam siklus ini, enzim-enzim matriks memodifikasi molekul penumpangnya
untuk membentuk molekul yang sedikit berbeda (Sherwood 2022).

20
Gambar 2.16. Siklus Asam Sitrat (Siklus Krebs)
Sumber: Sherwood, 2022

Gambar 2.17. Tahapan Siklus Asam Sitrat (Siklus Krebs)


Sumber: Urry et al., 2021

21
1) Tahap 1 - Kondensasi
Tahap pertama dimulai dengan kondensasi oksaloasetat, yang
memiliki 4 atom karbon, dengan gugus asetil dari asetil KoA, yang memilki
2 atom karbon. Kondensasi berarti membentuk ikatan antara oksaloasetat
dengan gugus asetil menjadi asam sitrat, yang jumlah atom karbonnya 6.
Sitril KoA yang berasal dari asetil KoA telah dihidrolisis sehingga ikatan
sitril KoA lepas dengan asetil KoA dan asam sitrat tidak lagi memiliki sitril
KoA. Enzim yang terlibat adalah sitrat sintase. Hasil akhirnya asam sitrat.
2) Tahap 2 - Isomerisasi
Isomerisasi adalah perubahan senyawa menjadi senyawa lain yang
masih memiliki gugus yang sama, namun rumus strukturnya berbeda. Tahap
ini mengubah sitrat menjadi isositrat untuk mengubah tempat atom hidrogen
(H) dan gugus hidroksil (OH). Enzim yang terlibat adalah aconitase.
3) Tahap 3 - Isositrat menjadi α-Ketoglutarate
Pada tahap ini dikatalis oleh enzim isositrat dehidrogenase. Isositrat
akan melepaskan 2 atom hidrogen (H). NAD+ sebagai akseptor elektron
menyebabkan terbentuknya NADH sebagai hasil oksidasi. Isositrat yang
kehilangan 2 atom H kemudian mengalami dekarboksilasi yaitu
pengurangan 1 atom karbon sehingga isositrat yang awalnya memiliki 6
atom karbon menjadi α-Ketoglutarate yang memiliki 5 atom karbon.
4) Tahap 4 - α-Ketoglutarate menjadi Suksinil KoA
α-Ketoglutarate mengalami dekarboksilasi yang awalnya memiliki 5
atom karbon yang memiliki 4 atom karbon. Dekarboksilasi menyebabkan
pelepasan CO2. Pada tahap ini juga terbentuk NADH yang merupakan hasil
oksidasi. Selain itu terdapat juga senyawa koenzim A yang masuk ke dalam
reaksi ini sehingga disebut dengan Suksinil KoA. Enzim yang berperan
disini adalah α-Ketoglutarate dehidrogenase.
5) Tahap 5 - Suksinil KoA menjadi Suksinat
Pada tahap ini tidak terjadi pengurangan karbon. Adanya fosfat
inorganik (Pi) yang tujuan untuk melepaskan ikatan dengan koenzim A

22
sehingga terbentuk suksinat. Kemudian fosfat menuju ke GTP dan GTP
dapat menyumbangkan salah satu fosfatnya ke ADP untuk membentuk
ATP.
6) Tahap 6 - Suksinat menjadi Fumarat
Pada tahap ini tidak terjadi pengurangan karbon. Suksinat akan
melepaskan 2 atom H yang kemudian diterima oleh FAD menjadi FADH 2.
Enzim yang terlibat adalah suksinat dehidrogenase.
7) Tahap 7 - Fumarat menjadi Malat
Pada tahap ini terjadi penambahan air (H2O) yang dinamakan proses
hidrasi, yang mana 1 atom hidrogen dan 1 gugus hidroksil akan berikatan
dengan karbon yang berbeda kemudian membentuk senyawa yang disebut
dengan malat.
8) Tahap 8 - Malat menjadi Oksaloasetat
Pada tahap ini terjadi pelepasan 1 atom hidrogen dari gugus hidroksil
kemudian diterima oleh NAD+ yang membentuk NADH. Malat adalah
gugus hidroksil, karena kehilangan gugus hidrogen maka menjadi gugus
karbonil yaitu senyawa Oksaloasetat.
Hasil dari siklus Krebs ini adalah 1 NADH pada tahap 3, 1 NADH pada
tahap 4 dan 1 NADH pada tahap 8. Berarti terdapat 3 NADH. Kemudian
terdapat juga 1 FADH2 pada tahap 6 dan 1 ATP pada tahap 5. Namun perlu
diingat bahwa ini hanya 1 asetil KoA, sementara pada dekarboksil oksidatif
dihasilnya 2 asetil KoA sehingga jumlah keseluruhan hasilnya adalah 6 NADH,
2 FADH2 dan 2 ATP.

2.6.4 Fosforilasi Oksidatif


Sejumlah besar energi yang belum terpakai masih tersimpan di dalam
hidrogen yang dibebaskan, yang mengandung elektron pada tingkat energi
tinggi. Fosforilasi oksidatif merujuk pada proses sintesis ATP dengan
menggunakan energi yang dibebaskan elektron ketika elektron dipindahkan ke

23
O2. Proses ini melibatkan dua kelompok protein, keduanya terletak di membran
dalam mitokondria: sistem transpor elektron dan ATP sintase.

Gambar 2.18. Fosforilasi Oksidatif


Sumber: Sherwood, 2022

Struktur mitokondria memiliki dua membran yaitu membran luar dan


membran dalam. Pada membran dalam membentuk lipatan-lipatan yang disebut
dengan krista. Lipatan-lipatan ini bertujuan untuk menambah luas permukaan
membran dalam mitokondria sehingga memaksimalkan proses transpor
elektron. Membran dalam tersusun dari lipid bilayer yang membuatnya menjadi
impermeabel sehingga tidak dapat ditembus oleh berbagai macam ion. Selain
itu membran dalam juga memiliki kompleks protein sehingga memiliki
kemampuan dalam memompa proton dan memindahkan elektron yang
memberikan energi untuk penghasilan ATP. Adanya protein ini menyebabkan
membran dalam menjadi permeabel selektif, yaitu hanya dapat dilewati oleh
molekul-molekul hasil metabolisme dan sebagai lalu lintas enzim yang
dibutuhkan dalam metabolisme.
Sebagian besar komponen transpor elektron adalah protein yang terdapat
sebagai kompleks protein bernomor I, II, III, dan IV. Protein tersebut ada yang

24
tertanam dalam membran yang disebut dengan protein integral dan ada protein
pada permukaannya saja yang disebut sebagai protein perifer. Komponen
lainnya yaitu molekul carier sebagai pembawa elektron.
Transpor elektron akan memfasilitasi pergerakan proton (H+) dari
matriks mitokondria ke intermembran. Proton akan menumpuk di
intermembran yang akan menyebabkan perbedaan gradien elektron kimia di
matriks dan intermembran. Saat proses tersebut terjadi, proses kemiosmosis
berjalan untuk menghasilkan ATP ketika proton masuk kembali ke matriks
melalui ATP sintase
1) Kompleks I
Kompleks protein I merupakan kompleks protein terbesar, tersusun
atas 40 rantai polipeptida. Kompleks protein I ini disebut dengan NADH
dehidrogenase karena berkaitan dengan fungsinya yakni menerima
elektron dari NADH. Disini NADH akan dioksidasi dan melepaskan
elektron yang tinggi. Protein ini memiliki sifat dapat memompa proton
(H+) dari matriks ke membran dalam mitokondria.
2) Kompleks II
Kompleks protein II menerima elektron dari FADH2. Dari
strukturnya, kompleks protein II hanya tertanam di salah satu sisi
fosfolipid bilayer (protein perifer) sehingga protein ini tidak memiliki sifat
dapat memompa proton. Hal ini berkaitan dengan jumlah ATP yang
terbentuk dari oksidasi NADH dan FADH2 saat kemiosmosis.
3) Ubiquinone
Ubiquinone merupakan molekul non protein yang berfungsi sebagai
pembawa elektron. Molekul ini bebas bergerak didalam mitokondria untuk
membawa satu atau dua elektron secara bersamaan dari kompleks protein
I, kompleks protein II menuju kompleks protein III.
4) Kompleks III
Kompleks protein III berfungsi menerima elektron dari ubiquinone.
Protein ini mengandung 11 rantai polipeptida. Ketika elektron diterima

25
kompleks protein III, elektron akan diteruskan ke sitokrom C untuk
dibawa ke kompleks sitokrom oksidase sebagai kompleks protein IV.
5) Sitokrom C
Sitokrom C menerima elektron dari kompleks protein III untuk
diteruskan ke kompleks protein IV. Sitokrom C juga sebagai pembawa
elektron.
6) Kompleks IV
Kompleks protein IV menerima elektron dari sitokrom C untuk
diteruskan ke penerima elektron terakhir yaitu oksigen, disebut juga
sebagai sitokrom C oksidase. Berbeda dengan molekul lain kompleks
protein IV hanya dapat menerima 1 elektron tiap waktu dan memiliki
sistem yang menampung elektron. Kemudian menyerahkan 4 elektron
sekaligus ke oksigen sebagai reseptor terakhir dalam transpor elektron.
7) ATP sintase
ATP sintase berguna dalam mensintesis molekul ATP dalam
mekanisme kemiosmosis.

26
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Mitokondria adalah organel energi atau “pembangkit tenaga” sel; organel ini
mengekstraksi energi dari nutrien dalam makanan dan mengubahnya menjadi bentuk
yang dapat digunakan oleh sel untuk beraktivitas. Mitokondria menghasilkan sekitar
90% energi yang sel dan, konsekuensi nya, seluruh tubuh permukaan untuk bertahan
hidup dan menjalankan fungsi. Sebuah sel dapat mengandung beberapa ratus hingga
beberapa ribu mitokondria, bergantung pada kebutuhan energi masing- masing jenis
sel.
Mitokondria merupakan struktur berbentuk batang atau oval seukuran bakteri.
Pada kenyataannya, mitakondria adalah turunan bakteri yang menginvasi atau ditelan
oleh sel primitif pada awal sejarah evolusi dan kemudian menjadi organel permanen.
Karena asal usulnya berlainan, mitokondria memiliki DNA sendiri, berbeda dari
DNA yang terdapat di inti sel. Bedanya adalah DNA mitokondria mengandung kode
genetik guna menghasilkan banyak molekul yang dibutuhkan mitokondria untuk
menghasilkan energi. Setiap mitokondria dibungkus oleh membran rangkap,
membran luar datar yang menyelubungi mitokondria itu sendiri dan membran dalam
yang membentuk serangkaian lipatan atau lekukan yang disebut krista, yang mencuat
ke rongga dalam yang terisi larutan mirip gel yang dikenal sebagai matriks.
Kedua membran dipisahkan oleh ruang antarmembran yang sempit. Krista
mengandung protein yang akhirnya menggunakan O2 untuk mengubah banyak energi
dalam makanan menjadi bentuk yang dapat digunakan. Lipatan membran dalam,
yang berjumlah banyak, sangat menambah luas permukaan yang tersedia untuk
menyimpan protein- protein penting ini. Matriks terdiri atas campuran pekat ratusan
enzim terlarut berbeda-beda yang mempersiapkan molekul nutrien untuk ekstraksi
akhir energi yang berguna oleh protein-protein krista. Mitokondria merupakan
organel yang berfungsi menyediakan energi selular (ATP).

27
3.2. Saran
Dengan adanya materi tentang Mitokondria diharapkan kepada pembaca untuk
mengerti dan memahami teori tentang Mitokondria baik itu pengertian, fungsi, dan
struktur.

28
DAFTAR PUSTAKA

Cooper, G. M. 2000. The Cell: A Molecular Approach 2nd Edition. Sunderland:


Sinauer Associates. Diakses melalui www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK9896.
Friedman, J. R. dan J. Nunnari. 2014. Mitochondrial Form and Function. Nature
505:335-343.
Kraft, L. M. dan L. L. Lackner. 2018. Mitochondrial Anchors: Positioning
Mitochondria and More. Biochem Biophys Res Commun. 500(1):2-8.
Hall, J.L. dan M. E. Hall. 2021. Guyton And Hall Textbook of Medical Physiology,
Fourteenth Edition. Philadelpia: Elsevier.
Sherwood, L. 2022. Human Physiology: From Cells to Systems, 9th Edition.
Belmont: Brooks/Cole.
Solomon, E. P., C. E. Martin, D. W. Martin, dan L. R. Berg. 2019. Biology 11th
edition. Boston: Cengage.
Urry, L. A., M. L. Cain, S. A. Wasserman, P. V. Minorsky, R. B. Orr, dan N. A.
Campbell. 2021. Campbell Biology. NJ: Pearson.

29

Anda mungkin juga menyukai