Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem koloid berhubungan dengan proses – proses di alam yang mencakup

berbagai bidang. Misalnya saja, makanan yang kita makan (dalam ukuran besar)

sebelum digunakan oleh tubuh,terlebih dahulu diproses sehingga berbentuk

koloid, dan protoplasma dalam sel – sel makhluk hidup. Dalam kehidupan

sehari-hari ini, sering kita temui beberapa produk yang merupakan campuran

dari beberapa zat, tetapi zat tersebut dapat bercampur secara merata. Misalnya

saja saat kita membuat susu, serbuk atau tepung susu bercampur secara merata

dengan air panas. Kemudian, es krim yang biasa kita konsumsi, mempunyai rasa

yang beragam, es krim tersebut haruslah disimpan dalam lemari es agar tidak

meleleh. Semua itu merupakan contoh sistem koloid.

Udara juga mengandung sistem koloid, misalnya polutan padat yang

terdispersi (tercampur) dalam udara, yaitu asap dan debu. Juga air yang

terdispersi dalam udara yang disebut kabut merupakan sistem koloid. Mineral –

mineral yang terdispersi dalam tanah, yang dibutuhkan oleh tumbuh – tumbuhan

juga merupakan koloid. Penggunaan sabun untuk mandi dan mencuci berfungsi

untuk membentuk koloid antara air dengan kotoran yang melekat (minyak).

Campuran logam selenium dengan kaca lampu belakang mobil yang

menghasilkan cahaya warna merah juga merupakan sistem koloid.

1
B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah:

1. Apa itu koloid ?

2. Apa saja jenis-jenis koloid ?

3. Apa sifat-sifat dari koloid ?

4. Apa saja contoh koloid dalam kehidupan sehari-hari ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Deskripsi koloid

Istilah koloid pertama kali diutarakan oleh seorang ilmuwan Inggris,

Thomas Graham, sewaktu mempelajari sifat difusi beberapa larutan melalui

membran kertas perkamen. Graham menemukan bahwa larutan natrium

klorida mudah berdifusi sedangkan kanji, gelatin, dan putih telur sangat

lambat atau sama sekali tidak berdifusi. Zat-zat yang sukar berdifusi

tersebut disebut koloid.

Tahun 1907, Ostwald, mengemukakan istilah sistem terdispersi bagi

zat yang terdispersi dalam medium pendispersi. Analogi dalam larutan, fase

terdispersi adalah zat terlarut, sedangkan medium pendispersi adalah zat

pelarut. Sistem koloid termasuk salah satu sistem dispersi. Sistem dispersi

lainnya adalah larutan dan suspensi. Larutan merupakan sistem dispersi

yang ukuran partikelnya sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan antara

partikel dispersi dan pendispersi. Sedangkan suspensi merupakan sistem

dispersi dengan partikel berukuran besar dan tersebar merata dalam medium

pendispersinya . Sistem Koloid adalah suatu bentuk campuran yang

keadaannya terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Secara

makroskopis koloid tampak homogen, tetapi secara mikroskopis bersifat

heterogen. Campuran koloid umumnya bersifat stabil dan tidak dapat

disaring. Ukuran partikel koloid terletak antara 1 nm-10 nm.

Koloid merupakan campuran 2 fase yang terdiri dari fase terdispersi

dan medium pendispersi. Fase terdispersi merupakan zat yang didispersikan

3
dan bersifat diskontinu (terputus-putus), sedangkan medium untuk

mendispersikan disebut medium pendispersi dan berisfat kontinu.

B. Tipe Sistem Koloid

 Koloid Liofil dan Liofob

Koloid yang memiliki medium dispersi cair dibedakan atas koloid liofil

dan koloid liofob. Suatu koloid disebut koloid liofil apabila terdapat gaya tarik-

menarik yang cukup besar antara zat terdispersi dengan mediumnya. Liofil

berarti suka cairan (Yunani: lio = cairan, philia = suka). Sebaliknya, suatu koloid

disebut koloid liofob jika gaya tarik-menarik tersebut tidak ada atau sangat

lemah. Liofob berarti tidak suka cairan (Yunani: lio = cairan, phobia = takut atau

benci). Jika medium dispersi yang dipakai adalah air, maka kedua jenis koloid di

atas masing-masing disebut koloid hidrofil dan koloid hidrofob.

Contoh:

•Koloid hidrofil: sabun, detergen, agar-agar, kanji, dan gelatin.

•Koloid hidrofob: sol belerang, sol Fe(OH)3, sol-sol sulfida, dan sol-sol logam.

Koloid liofil/hidrofil lebih mantap dan lebih kental daripada koloid

liofob/ hidrofob. Butir-butir koloid liofil/hidrofil membungkus diri dengan

cairan/air mediumnya. Hal ini disebut solvatasi/hidratasi. Dengan cara itu butir-

butir koloid tersebut terhindar dari agregasi (pengelompokan). Hal demikian

tidak terjadi pada koloid liofob/hidrofob. Koloid liofob/hidrofob mendapat

kestabilan karena mengadsorpsi ion atau muatan listrik. Sebagaimana telah

dijelaskan bahwa muatan koloid menstabilkan sistem koloid.

4
Sol hidrofil tidak akan menggumpal pada penambahan sedikit elektrolit.

Zat terdispersi dari sol hidrofil dapat dipisahkan dengan pengendapan atau

penguapan. Apabila zat padat tersebut dicampurkan kembali dengan air, maka

dapat membentuk kembali sol hidrofil. Dengan perkataan lain, sol hidrofil

bersifat reversibel. Sebaliknya, sol hidrofob dapat mengalami koagulasi pada

penambahan sedikit elektrolit. Sekali zat terdispersi telah dipisahkan, tidak akan

membentuk sol lagi jika dicampur kembali dengan air.

 Koloid Gabungan (amfifilik)

Koloid gabungan atau amfifilik dicirikan oleh adanya dua daerah yang

berbeda yang memiliki afinitas terhadap larutan yang berlawanan di dalam

molekul atau ion yang sama. Jika terdapat dalam suatu medium cair dengan

konsentrasi yang rendah, amfifil berada dalam keadaaan terpisah-pisahdan

berukuran subkoloid. Jika konsentrasi ditingkatkan, terjadi agregasi pada suatu

kisaran konsentrasi yang sempit. Agregat ini, yang mungkin mengandung 50

monomer atau lebih disebut misel. Konsentrasi monomer saat mulai membentuk

misel disebut konsentrasi misel kritis (critical micelle concentration, CMC).

Jumlah monomer yang beragregasimembentuk suatu misel disebut bilangan

agregasi misel.

Fenomena pembentukan misel dapat diterangkan sebagai berikut. Di

bawah CMC, konsentrasi amfifil yang mengalami adsorpsi pada antarmuka

udara-air meningkat apabila konsentrasi total amfifil dinaikkan. Kenaikan

kosensetrasi akhirnya mencapai suatu titik ketika antarmuka atau fase bulk jenuh

oleh monomer. Titik inilah yang disebut CMC. Amfifil yang terus ditambahkan

melebihi konsentrasi ini akan beragregasi membentuk misel dalam fase bulk,

5
dengan cara ini energi bebas sistem dikurangi.Efek miselisasi pada beberapa

sifat fisika larutan yang mengandung bahan aktif permukaan dapat dilihat pada

gambar 1.

Gambar 1. Sifat senyawa aktif permukaan yang menunjukkan perubahan tajam

pada konsentrasi misel kritis (di modifikasi dari W.J . preston, phys. Coll. Chem.

1948).

Campuran dua amfifil atau lebih biasa digunakan dalam formulasi

farmasetik. Dengan mengganggap bahwa suatu campuran merupakan campuran

ideal, maka CMC larutan dapat diprediksi dari nilai-nilai CMC amfifil murni

dan fraksi molnya, x, di dalam campuran berdasarkan persamaan


1 𝑥1 𝑥2
= + (1)
𝐶𝑀𝐶 𝐶𝑀𝐶1 𝐶𝑀𝐶2

C. Jenis-Jenis Koloid

Telah kita ketahui bahwa sistem koloid terdiri atas dua fasa, yaitu fasa

terdispersi dan fasa pendispersi (medium dispersi). Sistem koloid dapat

dikelompokkan berdasarkan jenis fasa terdispersi dan fasa pendispersinya.

6
Koloid yang mengandung fasa terdispersi padat disebut sol. Jadi, ada

tiga jenis sol, yaitu sol padat (padat dalam padat), sol cair (padat dalam cair),

dan sol gas (padat dalam gas). Istilah sol biasa digunakan untuk menyatakan

sol cair, sedangkan sol gas lebih dikenal sebagai aerosol (aerosol padat).

Koloid yang mengandung fasa terdispersi cair disebut emulsi. Emulsi juga

ada tiga jenis, yaitu emulsi padat (cair dalam padat), emulsi cair (cair dalam

cair), dan emulsi gas (cair dalam gas). Istilah emulsi biasa digunakan untuk

menyatakan emulsi cair, sedangkan emulsi gas juga dikenal dengan nama

aerosol (aerosol cair). Koloid yang mengandung fasa terdispersi gas disebut

buih. Hanya ada dua jenis buih, yaitu buih padat dan buih cair. Mengapa tidak

ada buih gas? Istilah buih biasa digunakan untuk menyatakan buih cair.

Dengan demikian ada 8 jenis koloid, seperti yangtercantum pada tabel 1

Tabel 1. Jenis-jenis koloid


No Fasa terdispersi Fasa pendispersi Nama Contoh
aerosol Asap
1 Padat Gas
padat
2 Padat Cair sol cat, tinta, agar-agar
3 Cair Gas aerosol cair Kabut
emulsi susu, santan, minyak
4 Cair Cair
ikan, es krim
5 Cair Padat emulsi padat mutiara, jeli, keju
buih, buih sabun, shampoo,
6 Gas Cair
deterjen krim kocok
busa padat karet busa, batu
7 Gas Padat
apung

1. Aerosol

Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas

disebut aerosol. Jika zat yang terdispersi berupa zat padat disebut aerosol padat,

jika zat yang terdispersi berupa zat cair disebut aerosol cair. Aerosol padat

contohnya: asap dan debu di udara, aerosol cair contohnya: kabut dan awan.

7
Banyak produk dibuat dalam bentuk aerosol, seperti semprot rambut

(hair spray), semprot obat nyamuk, parfum, cat semprot, dan lain-lain. Untuk

menghasilkan aerosol diperlukan suatu bahan pendorong (propelan aerosol).

Contoh bahan pendorong yang banyak digunakan adalah senyawa

klorofluorokarbon (CFC) dan karbon dioksida.

2. Sol

Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut

sol. Koloid jenis sol banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari contohnya: sol

sabun, sol detergen, sol kanji, tinta tulis, air sungai berlumpur dan cat.

3. Emulsi

8
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair disebut

emulsi. Syarat terjadinya emulsi ini adalah kedua zat cair tidak saling

melarutkan. Emulsi dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu emulsi minyak

dalam air atau emulsi air dalam minyak. Contoh emulsi minyak dalam air adalah

santan, susu, dan lateks. Contoh emulsi air dalam minyak adalah minyak ikan,

minyak bumi.Emulsi terbentuk karena adanya zat pengemulsi (emulgator),

contoh emulgator adalah sabun yang dapat mengemulsikan minyak dalam air.

Contoh emulgator lainnya adalah kasein dalam susu dan kuning telur

dalam mayonaise.

4. Buih

Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih.

Seperti halnya dengan emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih,

misalnya sabun, deterjen, dan protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan

suatu gas ke dalam zat cair yang mengandung pembuih. Buih digunakan pada

berbagai proses, misalnya buih sabun pada pengolahan bijih logam, pada alat

pemadam kebakaran, dan lain-lain. Adakalanya buih tidak dikehendaki. Zat-zat

yang dapat memecah atau mencegah buih,antara lain eter, isoamil alkohol, dan

lain-lain.

Buih mempunyai fase terdispersi gas. Buih terdiri atas:

 buih padat dengan medium pendispersi padat, contoh batu apung, karet busa,

dan styrofoam;

9
 buih cair atau buih dengan medium pendispersi cair, contoh buih sabun dan

putih telur.

5. Gel

Koloid yang setengah kaku (antara padat dan cair) disebut gel. Contoh :

agar-agar, lem kanji, selai, gelatin, gel sabun, gel silika. Gel dapat terbentuk dari

suatu sol yang mengadsorbsi medium pendispersinya, sehingga terjadi koloid

yang agak padat.

D. Sifat-sifat Koloiddan Pembentukan Permukaan Bermuatan

1. sifat optis koloid


a. Efek Tyndall

Jika seberkas cahaya dilewatkan pada suatu sistem koloid, maka cahaya

tersebut akan dihamburkannya sehingga berkas cahaya tersebut akan kelihatan.

Sedangkan jika cahaya dilewatkan pada larutan sejati maka cahaya tersebut akan

diteruskannya . Sifat koloid yang seperti inilah yang dikenal dengan efek tyndall

dan sifat ini dapat digunakan untuk membedakan koloid dengan larutan sejati.

Gejala ini pertama kali ditemukan oleh Michael Faradaykemudian diselidiki

lebih lanjut oleh John Tyndall (1820 – 1893), seorang ahli Fisikabangsa Inggris.

10
Hamburan dapat digambarkan dengan istilah turbiditas atau kekeruhan

(τ) yaitu penurunan intensitas secara fraksional akibat penghamburan ketika

cahaya masuk melewati 1 cm larutan. Hamburan dapat dihitung dari intensitas

cahaya yang terhambur, asalkan ukuran partikel lebih kecil dibandingkan dengan

panjang gelombang cahaya yang digunakan. bobot molekul koloid dapat

diperoleh dari persamaan berikut:


𝐻𝑐 1
= + 2 𝐵𝑐 (2)
𝜏 𝑀

Keterangan : τ = kekeruhan/hamburan (cm-1), c = konsentrasi zat terlarut dalam

larutan (g/cm3), M = bobot molekul rata-rata (g/mol) dan B= konstanta interaksi.

H bernilai konstan untuk sistem tertentu dan ditulis secara matematis

𝑑𝑛
32𝜋 3 𝑛2 ( 𝑑𝑐 )2
𝐻=
3𝜆4 𝑁

Dengan n adalah indeks bias larutan yang memiliki konsentarasi c pada panjang

gelombang (𝜆), dn/dc adalah perubahan indeks bias sesuai dengan konsentrasi

pada c dan N adalah bilangan avogadro. Plot Hc/τ terhadap konsentrasi

menghasilkan garis lurus dengan kemiringan 2B. 1/M merupakan perpotongan

pada sumbu Hc/τ. Kebalikan dari perpotongan merupakan bobot molekul.

11
Gambar 2. Plot Hc/τ terhadap konsentrasi polimer koloid

2. Sifat Kinetik Koloid

a. Gerak Brown

Gerak brown merupakan gerak patah-patah (zig-zag) partikel koloid

yang terus menerus dan hanya dapat diamati denganmikroskop ultra. Gerak

brown terjadi sebagai akibat tumbukan yang tidak seimbang dari molekul-

molekul medium terhadap partikel koloid.Dalam suspensi tidak terjadi gerak

Brown karena ukuran partikel cukup besar, sehingga tumbukan yang dialaminya

setimbang. Partikel zat terlarut juga mengalami gerak Brown, tetapi tidak dapat

diamati. Semakin tinggi suhu, maka gerak brown yang terjadi juga semakin

cepat, karena energi molekul medium meningkat sehingga menghasilkan

tumbukan yang lebih kuat.Gerak Brown merupakan faktor penyebab stabilnya

partikel koloid dalam medium dispersinya. Gerak brown yang terus menerus

12
dapat mengimbangi gaya gravitasi sehingga partikel koloid tidak mengalami

sedimentasi (pengendapan).

b. Difusi

Difusi merupakan hasil dari gerak brown. Berdasarkan hukum fick pertama,

jumlah zat (dq) yang berdifusi dalam waktu (dt) melalui bidang seluas S

sebanding lurus dengan perubahan konsentrasi (dc) sesuai dengan jarak yang

ditempuh (dx). Hukum fick di jelaskan sebagai berikut:

𝑑𝑐
Dq =-DS 𝑑𝑥 𝑑𝑡 (3)

D merupakan koefisien difusi, jumlah bahan yang berdifusi per satuan

waktu melewati suatu satuan luas pada gradien konsentrasi (dc/dx) adlah satu.

Jadi, D memiliki dimensi luas persatuan waktu.

Jika partikel koloid diperkirakan bulat, maka berlaku persamaan sutherland

dan einstein untuk menentukan jari-jari partikel dan berat partikel atu bobot

molekul:
𝑘𝑇
D = 6𝜋𝜂𝑟

Atau
𝑅𝑇
D = 6𝜋𝜂𝑟𝑁 (4)

D konstanta molar gas, T adalah suhu absolut, 𝜂 adalah viskositas

pelarut, r adalah jari-jari pertikel, N adalah bilangan Avogadro. Persamaan diatas

disebut persamaan Sutherland-Einstein atau Stokes-Einstein. Koefisien difusi

yang diukur dapat digunakan untuk menghitung bobot molekul dari molekul-

13
molekul yang hampir bulat, seperti albumin telur dan hemoglobin dengan

menggunakan persamaan.

𝑅𝑇 4𝜋𝑁
D = 6𝜋𝜂𝑟𝑁 √ 3𝑀ῡ (5)

M adalah bobot molekul, ῡ adalah volume spesifik parsial ( kira-kira

sama dengan volume 1 g zat terlarut dalam satuan cm3 yang diperoleh dari

pengukuran kerapatan).

Dengan menganalilis persamaan 3 dan 4 dapat disimpulkan tiga aturan

utama difusi, yaitu: a. Kecepatan molekul meningkat dengan mengecilnya

ukuran partikel; b. Kecepatan molekul meningkat dengan meningkatnya suhu; c.

Kecepatan molekul menurun dengan meningkatnya viskositas medium.

b. Tekanan Osmotik

Tekanan osmotik (𝛑) larutan koloid encer dijelaskan oleh persamaan

Van’t Hoff:

𝛑 = cRT (6)

c adalah konsentrasi molar zat telarut. Persamaan ini dapat digunakan untuk

menghitung bobot molekul suatu koloid dalam larutan encer. Apabila c dalam

persamaan 6 diganti dengan cg/M (cg adalah gram zat terlarut per liter larutan

dan M adalah bobot molekul) diperoleh persamaan.


𝑐𝑔
𝛑= RT (7)
𝑀

Jadi
𝜋 𝑅𝑇
= (8)
𝑐𝑔 𝑀

14
Persamaan ini berlaku untuk larutan yang sangat encer. Besar 𝛑/cg untuk polimer

yang mempunyai bobot molekul, katakanlah 50000 sering kali merupakan fungsi

linear dari konsentrasi (cg) dapat dituliskan persamaan berikut:


𝜋 1
= 𝑅𝑇(𝑀 𝐵𝑐𝑔 ) (9)
𝑐𝑔

B adalah konstanta untuk suatu sistem pelarut/zat terlarut tertentu, dt intn

bergantung pada derajat interaksi antara molekul pelarut dan molekul zat

terlarut. Bcg dalam persamaan 9 diperlukan karena persamaan 8 hanya berlaku

untuk larutan ideal, yaitu larutan yang mengandung koloid bulat (psherocolloid)

dalam karena molekul-molekul zat terlarut mengalami solvasi yang

mengakibatkan pengurangan konsentrasi pelarut dan peningkatan nyata

konsentrasi zat terlarut.

Plot 𝛑/cg terhadap cg umumnya menghasilkan satu dari tiga garis(gambar

2), tergantung pada apakah sistem tersebut ideal (garis 1) atau nyata (garis 2 han

3). Persamaan 8 berlaku untuk garis 1, sedangkan persamaan 9 menjelaskan

garis 2 dan 3.Perpotongan garis adalah RT/M dan jika suhu saat penentuan

diketahui maka bobot molekul zat terlarut dapat dihitung. Untuk garis 2 dan 3

kemiringan garis tersebut adalah B yaitu konstanta interaksi. Untuk garis 1, B

sama dengan 0 dan merupakan ciri khas sistem koloid bulat encer. Garis 3

merupakan tipe koloid linear dalam pelarut yang mempunyai afinitas tinggi

untuk partikel-partikel terdispersi. Pelarut semacam ini dikatan sebagai pelarut

yang baik untuk koloid tersebut. Terjadi penyimpangan yang nyata dari keadaan

ideal apabila konsentrasi ditingkatkan dan B bernilai besar. Pada konsentrasi

yang lebih tinggi, atau apabila interaksi nyata tipe garis 3 dapat menjadi

nonlinear.

15
Gambar 3. Penentuan bobot molekul dengan menggunakan metode tekanan

osmotik. Ekstrapolasi garis ke sumbu vertikal (Cg=0) menghasilkan RT/M; dari

sini, harga M diperoleh. Makna garis I, II dan III dapat dilihat pada teks. Garis II

dan III diberikan untuk menggambarkan dua sampel suatu jenis hemoglobin.

Hal ini mengharuskan persamaan 9 diperluas dan ditulis sebagai deret pangkat:
𝜋 1
= 𝑅𝑇(𝑀 + 𝐵𝑐𝑔 + 𝐶𝑐𝑔2 + ⋯ ) (10)
𝑐𝑔

C adalah konstanta interaksi lain.Garis 2 menggambarkan keadaaan ketika

koloid yang sama terdapat dalam pelarut yang relatif buruk dan afinitasnya

terhadap bahan-bahan terdispersi berkurang. Akan tetapi, perhatikan bahwa

perpotongan yang diekstrapolasi pada sumbu 𝛑/cg bernilai sama untuk garis 2

dan 3. Ini menunjukkan bahwa bahwa bobot molekul terhitung tidak bergantung

pada pelarut yang di gunakan.

c. Sedimentasi

Kecepatan sedimentasi (v) partikel-partikel bulat yang mempunyai

densitas (ρ) dalam medium yang memiliki densitas ρ0 dan viskositas 𝜂0

berdasarkan hukum Stokes:

16
2𝑟 2 (𝜌−𝜌0 )𝑔
v= (11)
9𝜂0

g adalah percepatan grafitasi. Jika partikel hanya mengalami gaya gravitasi,

batas bawah ukuran partikel yang memiliki persamaan Stokes kira-kira 0,5 μm.

Gerak Brown cenderung mengimbangi sedimentasi akibat gravitasi dan bahkan

mendorong terjadi pencampuran. Akibatnya, harus diberikan gaya yang lebih

kuat untuk menimbulkan sedimentasi partikel koloid dalam jumlah yang

kuantitatif dan dapat diukur. Hal ini dapat diperoleh dengan menggunakan

ultrasentrifuga (dikembangakan oleh Svendberg pada tahun 1925).

Dalam suatu sentrifuga percepatan gravitasi digantikan oleh ω2x; dalam

persamaan ini ω adalah kecepatan sudut dan x adalah jarak partikel dari pusat

rotasi. Dengan demikian persamaan 10 dimodifikasi menjadi:

𝑑𝑥 2𝑟 2 (𝜌−𝜌0 )𝑤 2 𝑥
v= 𝑑𝑡 = 9𝜂0

kecepatan kerja sentrifuga biasanya dinyatakandalam bentuk jumlah

putaran per menit (rpm) yang biasa dinyatakan dalam bentuk percepatan sudut

(ω2x) atau bilangan yang menunjukan berapa kali lipat grafitasi terlampaui.

Kecepatan seketika, v=dx/dt, suatu partikel dalam suatu bidang

sentrifugal dinyatakan dalam bentuk koefisien sedimentasi Svedberg, yaitu s.

𝑑𝑥/𝑑𝑡
s= (12)
𝑤2𝑥

Karena gaya sentrifugal, partikel-partikel yang mempunyai bobot

molekul besar lewat dari posisis x1 pada waktu t1 ke posisi x2 pada waktu t2.

Selanjutnya, koefisien sedimentasi diperoleh dengan mengintegralkan

persamaan 12 dan didapatkan persamaan berikut.

17
ln(𝑋2/ 𝑋1
s= 𝜔2 (𝑡 (13)
2− 𝑡1

koefisien sedimentasi dapat dihitung menggunakan persamaan di atas

setelah kedua jarak x1 dan x2 diukur pada fotograf schlieren yang diperoleh pada

waktu t1 dan t2; kecepatan sudut (ω) sama dengan 2𝛑 kali kecepatan perputaran

rotor per detik. dengan mengetahui s dan memperoleh D dari data difusi, bobot

molekul suatu polimer dapat ditentukan menggunakan persamaan 14.

𝑠 𝑅𝑇
M= 𝐷(1−ῡ𝜌 (14)
0)

d. Viskositas

Viskositas menyatakan tahanan suatu sistem untuk mengalir pada suatu

tekanan yang diberikan. Makin kental suatu cairan, makin besar gaya yang

diperlukan untuk membuat cairan tersebut dapat mengalir dengan laju tertentu.

Einstein mengembangkan suatu persamaan aliran yang berlaku pada

dispersi koloid encer dari pertikel-pertikel berbentuk bola, yakni.

𝜂=𝜂(1+2,5ϕ) (15)

Persamaan ini didasrkan pada teori hidrodinamik, 𝜂0 adalah viskositas medium

dispersi dan 𝜂 adalah viskositas dispersi ketika fraksi volume partikel-partikel

koloid yang ada adalah ϕ.

Beberapa koefisien viskositas dapat ditentukan dengan mengacu pada

persamaan ini, antara lain viskositas relatif (𝜂rel), viskositas spesifik (𝜂sp) dan

viskositas intrinsik (𝜂) dari persamaan 15,


𝜂
𝜂rel= 𝜂 = 1 + 2,5𝜙 (16)
0

Dan
𝜂 𝜂−𝜂0
𝜂sp=𝜂 -1= = 2,5𝜙 (17)
0 𝜂0

18
Atau
𝜂𝑠𝑝
= 2,5 (18)
𝜙

Karena fraksi volume berhubungan langsung dengan konsentrasi, persamaan 18

dapat dituliskan sebagai berikut:


𝜂𝑠𝑝
=k (19)
𝑐

c dinyatakan dalam gram partikel koloid per 100 mL dispersi total.

Untuk bahan-bahan polimer yang terdispersi ke dalam suatu medium pada

konsentrasi sedang, persamaan tersebut paling tepat dinyatakan sebagai deret

pangkat:
𝜂𝑠𝑝
= 𝑘1 + 𝑘2 𝑐 + 𝑘3 𝑐 2 (20)
𝑐

Dengan menentkan 𝜂 pada berbagai konsentrasi dan mengetahui 𝜂0, kita dapat

menghitung𝜂sp menggunakan persamaan 17. Jika 𝜂sp/c di plot terhadap c dan

garis dieksplorasikan ke pengenceran tidak terhingga, perpotongan adalah k1.

Konstanta ini, biasanya dikenal sebagai viskositas intrinsik [𝜂] digunakan untuk

menghitung bobot molekul kira-kira dari polimer. Menurut persamaan Mark-

Houwink.

[𝜂] = KMa (21)

K dan a adalah konstanta yang khas untuk sistem polimer-pelarut tertentu.

Konstanta ini, yang sebenarnya tidak bergantung pada bobot molekul, diperoleh

mula-mula dengan menentukan [𝜂] secara eksperimental untuk fraksi polimer

yang bobot molekulnya sudah ditentukan dengan metode lain, seperti metode

hamburan cahaya, tekanan osmotik atau sedimentasi. Jika K dan a sudah

diketahui, pengukuran [𝜂] memberikan metode yang sederhana dan akurat

untuk memperoleh bobot molekul fraksi-fraksi yang belum ditentukan dengan

19
menggunakan metode lain. Viskositas intrinsik [𝜂] dan konstanta interaksi (k’)

memberikan persamaan 𝜂sp/c =[𝜂] + k’ [𝜂]2c yang digunakan untuk memilih

campuran-campuran pelarut untuk polimer selaput.

3. Sifat Elektris Koloid

Elektroforesis

Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik karena partikel koloid

bermuatan listrik. Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik ini disebut

elektroforesis. Jika dua batang elektrode dimasukkan kedalam sistem koloid dan

kemudian dihubungkan dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan

bergerak kesalahsatu elektrode tergantung pada jenis muatannya. Koloid

bermuatan negatif akan bergerak ke anode (elektrode positif) sedang koloid

bermuatan positif akan bergerak ke katode (elektrode negatif).

Bidang geser partikel yang terletak pada batas luar lapisan yang terikat

kuat, potensial penentu laju disebut dengan potensial zeta. Dengan mengetahui

arah dan kecepatan perpindahan,tanda dan besar potensial zeta dalam suatu

sistem koloid dapat ditentukan. Persamaan yang sesuai,

𝑣 4𝑣𝑣
ζ=𝑣 𝑣 𝑣 (9𝑣104 ) (22)
𝑣

yang menghasilkan potensial zeta (ζ=volt) memerlukan data kecepatan migas sol

(v = cm/detik), dalam suatu tabung elektroforesis yang memiliki panjang tertentu

(cm), viskositas medium 𝜂 (poise=dyne detik/cm2), konstanta dielektrik medium

(𝜂) dan gradien potensial E (volt/cm). Bentuk v/E dikenal sebagai mobilitas.

20
Analisis dimensi untuk persamaan 22 sebaiknya dilakukan. Dalam salah

satu sistem satuan elektris dasar, kuat medan listrik (E) dapat dinyatakan dalam

satuan elektrostatik statvolt/cm (1 coulomb = 3 x 109 statcoulomb; 1= 300 volt

praktis). Dalam sistem ini, konstanta dielektrik takberdimensi; namun, dari

hukum coulomb, dapat dinyatakan dalam satuan statcoulomb2/(dyne.cm2).

Selanjutnya, dengan mengetahui bahwa statvolt x statcoulomb = dyne. cm,

persamaan:

𝑣 4𝑣𝑣
ζ=𝑣 (23)
𝑣

dapat dituliskan berdasarkan dimensi sebagai,

𝑣𝑣/𝑣𝑣𝑣 𝑣𝑣𝑣𝑣 𝑣𝑣𝑣/ 𝑣𝑣2


ζ = 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣 =statvolt (24)
𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣2 / (𝑣𝑣𝑣𝑣 𝑣𝑣2 )

potensial zeta lebih mudah dinyatakan dalam volt praktis daripada

statvolt. Karena 1 statvolt = 300 volt praktis, persamaan (24) dikalikan dengan

300 untuk menghasilkan konversi ini, yaitu statvolt x 300 volt praktis/statvolt =

300 statvolt praktis. Selanjutnya,E biasanya diukur dalam volt praktis/cm dan

bukan dalam statvolt/cm; konversi ini dibuat dengan sekali lagi mengalikan

sisikanan persamaan 24 dengan 300. Hasil akhir adalah persamaan 22; dalam

persamaan ini, faktor 300 x 300 = 9 x 104 mengubah satuan elektrostatik menjadi

volt.

Untuk suatu sistem koloid pada 200 C dengan medium dispersi air,

persamaan 22 kira-kira berubah menjadi


𝑣
ζ ≡ 141 𝑣 (25)

koefisiaen 141 pada suhu 200C berubah menjadi 128 pada suhu 250C.

21
Elektroforesis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel koloid. Jika

partikel koloid berkumpul dielektrode positif berarti koloid bermuatan negatif,

jika partikel koloid berkumpul dielektrode negatif bearti koloid bermuatan

positif. Peristiwa elektroforesis ini sering dimanfaatkan kepolisian dalam

identifikasi/tes DNA pada jenazah korban pembunuhan/ jenazah tak dikenal.

d. Adsorpsi

Adsorpsi adalah peristiwa di mana suatu zat menempel pada permukaan zat

lain, seperti ion H+ dan OH– dari medium pendispersi. Untuk berlangsungnya

adsorpsi, minimum harus ada dua macam zat, yaitu zat yang tertarik disebut

adsorbat, dan zat yang menarik disebut adsorban. Apabila terjadi penyerapan

ion ada permukaan partikel koloid maka partikel koloid dapat bermuatan listrik

yang muatannya ditentukan oleh muatan ion-ion yang mengelilinginya.

22
Partikel koloid mempunyai kemampuan menyerap ion atau muatan listrik pada

permukaannya. Oleh karena itu partikel koloid bermuatan listrik. Penyerapan

pada permukaan ini disebut dengan adsorpsi. Contohnya sol Fe(OH)3 dalam air

mengadsorpsi ion positif sehingga bermuatan positif dan sol As2S3 mengadsorpsi

ion negatif sehingga bermuatan negatif. Pemanfaatan sifat adsorpsi koloid dalam

kehidupan antara lain dalam proses pemutihan gula tebu, dalam pembuatan norit

(tablet yang terbuat dari karbon aktif) dan dalam proses penjernihan air dengan

penambahan tawas.

e. Koagulasi

Koagulasi adalah peristiwa pengendapan atau penggumpalan koloid. Koloid

distabilkan oleh muatannya. Jika muatan koloid dilucuti atau dihilangkan, maka

kestabilannya akan berkurang sehingga dapat menyebabkan koagulasi atau

penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis

atau jika elektrolit ditambahakan ke dalam system koloid. Apabila arus listrik

dialirkan cukup lama kedalam sel elektroforesis, maka partikel koloid akan

digumpalkan ketika mencapai electrode. Koagulasi koloid karena penambahan

elektrolit terjadi karena koloid bermuatan positif menarik ion negative dan

koloid bermuatan negative menarik ion positif. Ion-ion tersebut akan

membentuk selubung lapisan kedua. Jika selubung itu terlalu dekat, maka

selubung itu akan menetralkan koloid sehingga terjadi koagulasi.

Beberapa contoh peristiwa koagulasi dalam kehidupan sehari-hari adalah:

23
– Pembentukan delta di muara sungai karena koloid tanah liat dalam air

sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air

laut.

– Karet dalam latek digumpalkan dengan menambahkan asam formiat

– Lumpur koloidal dalam air sungai dapat digumpalkan dengan

menambahkan tawas

– Asap atau debu pabrik dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik dari

cottrel.

Koloid Pelindung

Ada koloid yang bersifat melindungi koloid lain supaya tidak mengalami

koagulasi. Koloidsemacam ini disebut koloid pelindung. Koloid pelindung ini

membentuk lapisan di sekeliling partikel koloid yang lain sehingga melindungi

muatan koloid tersebut. Koloid pelindung ini akan membungkus partikel zat

terdispersi, sehingga tidak dapat lagi mengelompok

Contoh pemanfaatan koloid pelindung adalah sebagai berikut:

1. Pada pembuatan es krim digunakan gelatin untuk mencegah pembentukan

Kristal besar atau gula

2. Cat dan tinta dapat bertahan lama karena menggunakan suatu koloid

pelindung.

24
3. Zat-zat pengemulsi seperti sabun dan detergen juga tergolong koloid

pelindung.

Dialisis

Untuk stabilitas koloid diperlukan sejumlah muatanion suatu elektrolit. Akan

tetapi, jika penambahan elektrolit ke dalam sistem koloid terlalu banyak,

kelebihan ini dapat mengendapkan fase terdispersi dari koloid itu. Hal ini akan

mengganggu stabilitas sistem koloid tersebut. Untuk mencegah kelebihan

elektrolit, penambahan elektrolit dilakukan dengan cara dialisis.

Dialisis merupakan proses pemurnian koloid dengan membersihkan atau

menghilangkan ion-ion pengganggu menggunakan suatu kantong yang terbuat

dari selaput semipermiabel. Caranya, sistem koloid dimasukkan ke dalam

kantong semipermeabel, dan diletakkan dalam air. Selaput semipermeabel ini

hanya dapat dilalui oleh ion-ion, sedang partikel koloid tidak dapat melaluinya,

dengan demikian akan diperoleh koloid yang murni. Ion-ion yang keluar melalui

selaput semipermeabel ini kemudian larut dalam air. Dalam proses dialisis

hilangnya ion-ion dari sistem koloid dapat dipercepat dengan menggunakan air

yang mengalir. Peristiwa dialisis ini diaplikasikan dalam proses pencucian darah

di dunia kedokteran.

25
E. Peranan Koloid dalam Kehidupan Sehari-hari

a. Mengurangi polusi udara

Gas buangan pabrik yang mengandung asap dan partikel berbahaya dapat diatasi

dengan menggunakan alat yang disebut pengendap cottrel. Prinsip kerja alat ini

memanfaatkan sifat muatan dan penggumpalan koloid sehingga gas yang

dikeluarkan ke udara telah bebas dari asap dan partikel berbahaya.

Asap dari pabrik sebelum meninggalkan cerobong asap dialirkan melalui ujung-

ujung logam yang tajam dan bermuatan pada tegangan tinggi (20.000 sampai

75.000 volt). Ujung-ujung yang runcing akan mengionkan molekul-molekul

dalam udara. Ion-ion tersebut akan diadsorpsi oleh partikel asap dan menjadi

bermuatan. Selanjutnya, partikel bermuatan itu akan tertarik dan diikat pada

elektrode yang lainnya. Pengendap Cottrel ini banyak digunakan dalam industri

untuk dua tujuan, yaitu mencegah polusi udara oleh buangan beracun dan

memperoleh kembali debu yang berharga (misalnya debu logam).

26
b. Penggumpalan lateks

Getah karet dihasilkan dari pohon karet atau hevea. Getah karet merupakan sol,

yaitu dispersi koloid fase padat dalam cairan. Karet alam merupakan zat padat

yang molekulnya sangat besar (polimer). Partikel karet alam terdispersi sebagai

partikel koloid dalam sol getah karet. Untuk mendapatkan karetnya, getah karet

harus dikoagulasikan agar karet menggumpal dan terpisah dari medium

pendispersinya. Untuk mengkoagulasikan getah karet, biasanya digunakan asam

formiat; HCOOH atau asam asetat; CH3COOH. Larutan asam pekat itu akan

merusak lapisan pelindung yang mengelilingi partikel karet. Sedangkan ion-ion

H+-nya akan menetralkan muatan partikel karet sehingga karet akan

menggumpal.

Selanjutnya, gumpalan karet digiling dan dicuci lalu diproses lebih lanjut

sebagai lembaran yang disebut sheet atau diolah menjadi karet remah (crumb

rubber). Untuk keperluan lain, misalnya pembuatan balon dan karet busa, getah

karet tidak digumpalkan melainkan dibiarkan dalam wujud cair yang disebut

lateks. Untuk menjaga kestabilan sol lateks, getah karet dicampur dengan larutan

amonia; NH3. Larutan amonia yang bersifat basa melindungi partikel karet di

dalam sol lateks dari zat-zat yang bersifat asam sehingga sol tidak menggumpal.

c. Membantu pasien gagal ginjal

Proses dialisis untuk memisahkan partikel-partikel koloid dan zat terlarut

merupakan dasar bagi pengembangan dialisator. Penerapan dalam kesehatan

adalah sebagai mesin pencuci darah untuk penderita gagal ginjal. Ion-ion dan

molekul kecil dapat melewati selaput semipermiabel dengan demikian pada

27
akhir proses pada kantung hanya tersisa koloid saja. Dengan melakukan cuci

darah yang memanfaatkan prinsip dialisis koloid, senyawa beracun seperti urea

dan keratin dalam darah penderita gagal ginjal dapat dikeluarkan. Darah yang

telah bersih kemudian dimasukkan kembali ke tubuh pasien.

d. Penjernihan air

Untuk memperoleh air bersih perlu dilakukan upaya penjernihan air.

Kadang-kadang air dari mata air seperti sumur gali dan sumur bor tidak dapat

dipakai sebagai air bersih jika tercemari. Air permukaan perlu dijernihkan

sebelum dipakai. Upaya penjernihan air dapat dilakukan baik skala kecil (rumah

tangga) maupun skala besar seperti yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air

Minum (PDAM). Pada dasarnya penjernihan air itu dilakukan secara bertahap.

Mula-mula mengendapkan atau menyaring bahan-bahan yang tidak larut

dengan saringan pasir. Kemudian air yang telah disaring ditambah zat kimia,

misalnya tawas atau aluminium sulfat dan kapur agar kotoran menggumpal dan

selanjutnya mengendap, dan kaporit atau kapur klor untuk membasmi bibit-bibit

penyakit. Air yang dihasilkan dari penjernihan itu, apabila akan dipakai sebagai

air minum, harus dimasak terlebih dahulu sampai mendidih beberapa saat

lamanya.

Untuk memperjelas tentang penjernihan air perhatikan gambar berikut!

28
Proses pengolahan air tergantung pada mutu baku air (air belum diolah), namun

pada dasarnya melalui 4 tahap pengolahan. Tahap pertama adalah pengendapan,

yaitu air baku dialirkan perlahan-lahan sampai benda-benda yang tak larut

mengendap. Pengendapan ini memerlukan tempat yang luas dan waktu yang

lama. Benda-benda yang berupa koloid tidak dapat diendapkan dengan cara itu.

Pada tahap kedua, setelah suspensi kasar terendapkan, air yang mengandung

koloid diberi zat yang dinamakan koagulan. Koagulan yang banyak digunakan

adalah aluminium sulfat, besi(II)sulfat, besi(III)klorida, dan klorinasi koperos

(FeCl2Fe2(SO4)3). Pemberian koagulan selain untuk mengendapkan partikel-

partikel koloid, juga untuk menjadikan pH air sekitar 7 (netral). Jika pH air

berkisar antara 5,5–6,8, maka yang digunakan adalah aluminium sulfat,

sedangkan untuk senyawa besi sulfat dapat digunakan pada pH air 3,5–5,5.

Pada tahap ketiga, air yang telah diberi koagulan mengalami proses

pengendapan, benda-benda koloid yang telah menggumpal dibiarkan

mengendap. Setelah mengalami pengendapan, air tersebut disaring melalui

penyaring pasir sehingga sisa endapan yang masih terbawa di dalam air akan

tertahan pada saringan pasir tersebut.

29
Pada tahap terakhir, air jernih yang dihasilkan diberi sedikit air kapur untuk

menaikkan pHnya, dan untuk membunuh bakteri diberikan kalsium hipoklorit

(kaporit) atau klorin (Cl2).

e. Sebagai deodoran

Deodoran mengandung aluminium klorida yang dapat mengkoagulasi atau

mengendapkan protein dalam keringat.endapan protein ini dapat menghalangi

kerja kelenjer keringat sehingga keringat dan potein yang dihasilkan berkurang.

f. Sebagai bahan makanan dan obat

Ada zat-zat yang tidak larut dalam air sehingga harus dikemas dalam bentuk

koloid sehingga mudah diminum. Contohnya obat dalam bentuk kapsul.

g. Sebagai bahan kosmetik

Ada berbagai bahan kosmetik kosmetik berupa padatan, tetapi lebih baik

digunakan dalam bentuk cairan. Untuk itu biasanya dibuat berupa koloid dengan

tertentu.

h. Sebagai bahan pencuci

Prinsip koloid juga digunakan dalam proses pencucian dengan sabun dan

detergen. Dalam pencucian dengan sabun atau detergen, sabun/ detergen

berfungsi sebagai emulgator. Sabun/detergen akan mengemulsikan minyak

dalam air sehingga kotoran-kotoran berupa lemak atau minyak dapat

dihilangkan dengan cara pembilasan dengan air.

30
Soal-soal

1. Hitunglah CMC suatu campuran yang terdiri atas n-dodesiloktaoksietilen

glikol monoeter (C12E8) dan n-dodesil β-D-maltosida(DM). CMC C12E8

adalah CMC1=8,1x10-5 M (mol/liter) dan fraksi molnya adalah x1=0,75;

CMC DM adalah CMC2=15 x 10-5 M.

Jawaban:
Dik, CMC1=8,1x10-5 M 1 𝑥1 𝑥2
CMC2=15 x 10-5 M = +
𝐶𝑀𝐶 𝐶𝑀𝐶1 𝐶𝑀𝐶2
x1=0,75
dit, CMC
penyelesaian, 0,75
CMC = 8,1 𝑥 10−5 +
0,25
1 𝑥1 𝑥2
= + 15 𝑥 10−5
𝐶𝑀𝐶 𝐶𝑀𝐶1 𝐶𝑀𝐶2
CMC = 1/ 10926
x2 = (1-x1) = (1-0,75) = 9,15 x 10-5
= 0,25

2. Koefisien sedimentasi (s) untuk fraksi metilselulosa tertentu pada suhu 20 oC

(293 K) adalah 1,7 x 10-13 detik. Koefisien difusi (D) bernilai 15 x 10-7

cm2/detik. Volume spesifik parsial (ῡ) gom ini adalah 0,72 cm3/g dan

densitas air pada 20oC adalah 0,998 g/cm3. Hitunglah bobot molekul

metilselulosa. Konstanta gas (R) adalah 8,31 x 107 erg/(derajat mol).

Jawaban :
Dik, s =1,7 x 10-13 detik
D = 15 x 10-7 cm2/detik
ῡ = 0,72 cm3/g
ρ0 =0,998 g/cm3
R = 8,31 x 107 erg/(derajat mol)
T = 293 K
Dit, M =?
𝑠 𝑅𝑇 8,31 x 107 x 293 x 1,7 x 10−13
Penyelesaian: M =𝐷 (1−ῡ𝜌 =
0 15 x 10−7 [1−(0,72x0,998)]
= 9800g/mol

31
3. Suatu sentrifuga berotasi dengan kecepatan 1500 rpm. Titik tengah sel yang

berisi sampel terletak pada 7,5 cm dari pusat rotor (artinya x= 7,5 cm).

Berapakah kecepatan sudut rata-rata dan bilangan g pada partikel-partikel

tersuspensi?

Jawaban :
Dik, percepatan sudut = ω2x
1500 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 2𝜋 2
Maka, ( 𝑥 ) x 7,5 cm =1,851 x 105 cm/det2
𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 60

1,851 x 105 cm/det2


Bilangan g = = 188,7 g
981 𝑐𝑚/𝑑𝑒𝑡 2

Artinya, gaya yang dihasilkan 188,7 kali gaya gravitasi

4. Koefisien difusi suatu protein berbentuk bulat pada 200C adalah 7,0 x 10-7

cm2/detik dan volume spesifik parsial adalah 0,75 cm3/g. Viskositas pelarut

adalah 0,01 poise ( 0,01 g/cm detik). Hitunglah:

a. Bobot molekul

b. Jari-jari partikel

Jawaban :
1 1 𝑅𝑇
a. M = 162ῡ(𝜋𝑁)2(𝐷𝜂)3
1 1 (8,31𝑥107 )𝑥 293
= 162 𝑥 0,75 ( 3,14 𝑥 (6,02 𝑥 1023 ) )2((7,0𝑥10−7 )𝑥 0,01)3
= 100000 g/mol

𝑅𝑇 (8,31𝑥107 )𝑥 293
b. r = 6𝜋𝜂𝑁𝐷 = 6 𝑥 3,14 𝑥 (6,02 𝑥 1023 )𝑥 (7,0𝑥10−7 )
= 31 x 10-8 cm
= 31 Å
= 31 nm

32
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan:

1. Sistem Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak

antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Secara makroskopis koloid

tampak homogen, tetapi secara mikroskopis bersifat heterogen.

Campuran koloid umumnya bersifat stabil dan tidak dapat disaring.

Ukuran partikel koloid terletak antara 1 nm-10 nm.

2. Tipe sistem koloid terbagi atas 3 yaitu: liofob, liofil dam amfifil

3. Sifat-sifat dari koloid terdiri atas: 1. Sifat optik; 2. Sifat kinetik; dan

3.Sifat elektris.

33
B. Saran

Sebaiknya dalam memanfaatkan penerapan sistem koloid ini, kita

harus tetap berpegang teguh pada prinsip agar apapun yang nantinya akan

kita lakukan tidak melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat

sertabtidak merugikan pihak lain. Dengan begitu semua pihak akan merasa

diuntungkan oleh apa yang kita lakukan.

34
DAFTAR PUSTAKA

Atkins Peter., Julio De Paula. 2006. PhysicalChemistry.University of Oxford.,


Oxford.

D, Satya. 2012. Hubungan Detergen dengan Tegangan Permukaan Air .


(Onlone), (http://satyad.blogspot.com/2012/02/hubungan-deterjen-
dengan-tegangan.html

Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta: EGC. Giancoli. 2001. Fisika
Edisi ke-5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta: EGC. Giancoli. 2001. Fisika
Edisi ke-5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Grolimund D., Borkovec M., Barmetller K., and Sticher H., “Colloid Facilitated
Transport in Natural Porous Media” Environ. Sci.Technol. 1996, 30,
3118-3123.

Ibrahim, Solihin. 2000. Fisika. erlangga: Jakarta Kanginan, Marthen. Physics for
Senior High School 2nd Semester Grade XI. 2010. Jakarta: Erlangga

Rizky.2012. Tegangan Permukaan. (Online),


(http://riizky007.blogspot.com/2012/10/tegangan-permukaan.html

35

Anda mungkin juga menyukai