Anda di halaman 1dari 12

53

BAB VI
SISTIM KOLOID

Bab ini mencakup pengertian sistim koloid, sifat-sifat fisika dan kimia koloid dan metode
pengukuran sifat-sifat koloid. Jika pada kimia dasar I mahasiswa telah mengenal dasar-dasar
dari sistim koloid, maka pada bab ini mahasiswa dapat mempelajari lebih jauh tentang sistim
koloid beserta dengan sifat-sifat dan perhitungannya. Bab ini menjadi dasar untuk
mempelajari kinetika sistim koloid.

Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat
mengerti definisi dan mampu menjelaskan sistim koloid serta sifat-
sifat fisika dan kimianya.

A. Pengertian sistem koloid.


Koloid adalah suatu suspensi partikel-partikel yang mempunyai ukuran tertentu
dalam suatu medium kontinu. Thomas Graham membedakan antara koloid seperti protein
dan polisakarida dengan kristaloid yang terdiri dari senyawa dengan berat molekul yang
lebih rendah. Dalam percobaan yang dilakukannya, Graham mendapatkan bahwa
kristaloid dapat berdifusi melalui membran, sedangkan koloid tidak. Proses pemisahan
yang berdasarkan difusi tersebut oleh Graham disebut sebagai dialisis. Perbedaan yang
paling utama antara koloid dan larutan kristaloid sejati adalah ukuran partikelnya.
Sistim koloid sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, hampir
semua bahan pangan mengandung partikel dengan ukuran koloid, seperti protein,
karbohidrat, dan lemak. Emulsi seperti susu juga termasuk koloid. Dalam bidang farmasi ,
kebanyakan produknya juga berupa koloid, misalnya krim, saleb adalah emulsi. Dalam
industri cat, semen, dan industri karet untuk membuat ban semuanya melibatkan sistim
koloid. Semua bentuk spray untuk serangga, hair spray, dan sebagainya adalah juga
koloid. Dalam bidang pertanian, tanah juga dapat digolongkan sebagai koloid. Jadi terlihat
betapa pentingnya koloid dalam kehidupan manusia.
Alasan mengapa kimia permukaan sering dibicarakan bersama-sama dengan koloid
adalah karena ciri utama sistim koloid. Yang membuat sistim ini mempunyai sifat yang
khas adalah nilai nisbah permukaan dan volume yang besar. Pada larutan sejati, nisbah
permukaan dan volume ini tidak ada karena larutan hanya terdiri satu fasa.Jadi tidak
54

terjadi pemisahan permukaan yang jelas antara partikel zat terlarut dan pelarutnya. Tetapi
pada koloid, sistim ini selalu terdiri dari dua fasa dan tiap permukaan partikel koloid jelas
terpisah dari medium pelarutnya.

Klasifikasi sistim koloid.


Sistim koloid terdiri atas fasa terdispersi dengan ukuran tertentu dalam medium
pendispersi. Zat yang didispersikan disebut fasa terdispersi, sedangkan medium yang
digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi.

Tabel 6.1 : Kalsifikasi sistim koloid (Ross, Sydney., 1988)


Jenis Fasa Terdispersi Fasa Contoh
Sistim (berukuran koloid) Pendispersi
Busa Gas Cairan Busa sabun
Busa padat Gas Padat Polistirena
Foam spons
Aerosol Cair Cairan Gas Spray serangga
Emulsi Cairan Cairan Susu, kecap
Emulsi padat Cairan Padat Margarin
Asap Padat Gas Debu, asap
Sol Padat Cairan Pasta gigi,
Suspensi tanah liat
Sol padat Padat Padat Gelas berwarna

Dari Tabel 6.1 terlihat bahwa sistim koloid selalu terdiri dari dua fasa yaitu fasa
terdispersi yang terdiri dari partikel-partikel berukuran koloid dan medium pendispersi,
yang merupakan medium tempat partikel-partikel koloid tersebut tersebar.
Jenis dispersi koloid yang paling umum dan penting adalah sol dan emulsi. Bila
medium pendispersinya adalah air, sol yang demikian dinamakan hidrosol.
Aerosol
Aerosol adalah sistim koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas.
Jika zat yang terdispersi berupa zat padat. Sedangkan jika zat yang terdispersi berupa zat
cair disebut aerosol cair. Contoh aerosol cair : kabut dan awan
Sol
55

Sol adalah dispersi zat padat dalam zat padat, zat cair atau gas, tetapi yang paling
penting adalah sol padat dalam cairan. Sol-sol ini dapat diklasifikasikan berdasarkan
cairan yang bertindak sebagai medium pendispersi. Bila zat padat didispersikan dalam air
maka sistim disebut hidrosol, bila alkohol sebagai medium pendispersi disebut alkosol.
Dispersi-dsipersi koloid dapat pula diklasifikasikan berdasarkan cara stabilisasinya, yaitu :
 Koloid liofil yang mendapat kestabilannya berdasarkan dengan solvatasi pada
permukaan.
 Koloid liofob yang distabilkan oleh gaya-gaya elektristatik repulsi antara partikel-
partikel.
Contoh : Air sungai adalah sol dari lempung (tanah liat) dalam air, sol sabun, sol deterjen,
sol kanji, tinta tulis dan cat.

Emulsi
Emulsi adalah sistim koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain. Ada
dua macam emulsi, yaitu : yang pertama emulsi minyak dalam air (M/A), contohnya :
santan, susu dan lateks. Kedua emulsi air dalam minyak (A/M), contohnya : minyak bumi
dan minyak ikan.

Buih
Buih adalah sistim koloid dalam gas yang terdispersi dalam fasa cair. Contohnya :
buih sabun.

Gel
Gel adalah koloid yang setengah kaku (antara padat dan cair). Contohnya : agar-
agar, lem kanji, gelatin, gel sabun dan gel silikon.

Cara penggolongan koloid yang lebih umum adalah sebagai berikut :


1. Dispersi koloid : sistim ini secara termodinamik tidak stabil karena nisbah
permukaan volume yang sangat besar.
2. Larutan koloid sejati : yang terdiri dari larutan dengan zat terlarut yang berat
molekulnya tinggi (makromolekul seperti protein, karbohidraty, dan sebagainya).
Sistim ini secara termodinamik stabil.
56

3. Koloid asosiasi (Association Colloid) kadang-kadang dinamakan koloid elektrolit


(Colloidal Electrolyte). Sistim ini terdiri dari molekul-molekul yang beragregasi
membentuk partikel berukuran koloid. Sistim ini juga stabil secara termodinamik.

Sifat-sifat koloid (Ross, Sydney., 1988)


1. Sifat Optik
Tyndall menemukan bahwa apabila suatu berkas cahaya dilewatkan pada larutan
koloid, maka berkas cahaya tadi akan tampak. Tetapi apabila berkas cahaya yang sama
dilewatkan pada larutan sejati, berkas cahaya tadi tidak kelihatan. Efek ini dikenal dengan
Efek Tyndall. Berkas cahaya menjadi tampak karena adanya pantulan dan hamburan
cahaya oleh permukaan partikel-partikel koloid.
Karena intensitas hamburan cahaya bergantung pada ukuran partikel, maka efek
Tyndall dapat digunakan untuk memperkirakan berat molekul koloid. Efek Tyndall juga
dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa warna langit pada siang hari, pada waktu
matahari terbit, dan pada waktu matahari terbenam berbeda-beda. Karena adanya debu
dan polusi udara, udara dapat digolongkan sebagai dispersi koloid (padatan yang
terdispersi dalam gas). Partikel-partikel koloid yang mempunyai ukuran kecil, cenderung
untuk menghamburkan cahaya dengan panjang gelombang pendek yaitu bagian biru dari
spektrum cahaya. Sebaliknya partikel-partikel koloid yang mempunyai ukuran besar
cenderung untuk meghamburkan cahaya dengan panjang gelombang yang lebih panjang
yaitu bagian jingga dan merah dari spektrum cahaya. Partikel-partikel debu yang besar
cenderung terletak dekat permukaan bumi, sedang partikel debu yang kecil cenderung
terletak pada ketinggian yang lebih tinggi.
Pada tengah hari, cahaya yang dihamburkan oleh partikel-partikel kecil lebih
memegang peranan karena sinar matahari tegak lurus jatuh ke permukaan bumi. Karena
itu, langit akan tampak biru. Tetapi pada waktu matahari terbit atau terbenam, sinar
matahari hampir sejajar dengan permukaan bumi dan karenanya partikel-partikel koloid
besar yang terletak dekat permukaan bumi akan memegang peranan, dan langit akan
tampak merah atau jingga.

2. Sifat Kinetik
Partikel-partikel koloid mempunyai sifat kinetik karena dipengaruhi dua hal.
Pertama, adalah gerakan termal. Gerakan ini pada skala mikroskopis pertama kali
57

ditemukan oleh Brown. Ketika Brown mempelajari serbuk sari biji-bijian dalam air, ia
mendapatkan bahwa partikel-partikel serbuk sari bergerak zig zag secara acak. Gerakan
ini bukan disebabkan oleh penguapan lokal, tetapi disebabkan oleh tumbukan acak yang
terjadi antara molekul serbuk sari dengan molekul medium pendispersi. Gerak ini dikenal
sebagai gerak Brown. Gerakan partikel dengan ukuran lebih kecil nyata daripada partikel
berukuran besar. Hal kedua yang menyebabkan partikel koloid mempunyai sufat kinetik
adalah gravitasi. Gravitasi ini dapat berupa gravitasi alami yang disebabkan oleh gravitasi
bumi yang menyebabkan pengendapan partikel-partikel besar, atau dapat juga berupa
gravitasi buatan yang dapat dicapai dengan jalan memusingkan larutan koloidal dengan
menggunakan sentrifusa hingga mengakibatkan terjadinya pengendapan fasa terdispersi.

3. Sifat Elektrik
Kebanyakan senyawa termasuk koloid akan membentuk suatu permukaan
bermuatan listrik bila berhubungan dengan medium polar seperti air. Pembentukan
permukaan yang bermuatan ini ada beberapa cara, yaitu :
a. Adsorpsi ion tertentu pada permukaan koloid.
Contoh : > koloid AgI dalam larutan HI akan mengadsorpsi ion I - sehingga permukaan
koloid bermuatan negatif.
 koloid AgI dalam larutan AgNO3 akan mengadsorpsi ion Ag+ sehingga permukaan
koloid bermuatan positif.
b. Reaksi Kimia (ionisasi).
Contoh : > protein yang mempunyai gugus -COOH, pada pH tinggi akan
mengadsorpsi ion negatif sehingga permukaankoloid bermuatan negatif.
 protein yang mempunyai gugus –NH2 pada pH rendah akan mengadsorpsi ion
positif sehingga permukaan koloid bermuatan positif.
 Protein yang mempunyai gugus –COOH dan –NH2,
Pada pH rendah terjadi reaksi :
-NH2 + H+ ----- -NH3+
Pada pH tertentu (pH isoelektrik) terjadi reaksi :
-NH2 + -COOH ---- -NH3+ + -COO-
Pada pH tinggi terjadi reaksi :
-COOH + OH- --- -COO- + H2O
58

c. Disolusi Ion (ion dissolution).


Pada cara ini permukaan partikel memperoleh muatan dengan cara disolusi tak
imbang dari ion yangmuatannya berlawanan dengan muatan yang kelak akan
dikandungnya.
Contoh : Apabila partikel AgBr ditrempatkan dalam larutan yang mengandung
ion Br- berlebihan, maka partikel tersebut akan kehilangan ion perak dan akan
bermuatan negatif. Sebaliknya, bila medium pendispersi kelebihan ion Ag +, ion Br-
yang berasal dari partikel koloid akan larut kembali untuk mempertahankan agar
medium pendispersi tetap netral, dan ini akan mengakibatkan partikel koloid
bermuatan positif.

B. Pembuatan koloid (Ross, Sydney., 1988)


Larutan koloid dapat dibuat dengan 2 (dua) cara, yaitu :
1. Kondensasi
Kondensasi adalah penggabungan partikel-partikel halus (molekuler) menjadi yang lebih
besar. Pembuatan koloid dengan cara ini dilakukan melalui :
a. Cara Kimia
Partikel-partikel koloid dibentuk melalui reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi hidrolisis,
reaksi reduksi-oksidasi, atau reaksi subsitusi.
 Hidtrolisis merupakan reaksi suatu zat dengan air.
 Reaksi reduksi-oksidasi merupakan reaksi yang disertai perubahan bilangan
oksidasi.
 Reaksi subsitusi merupakan reaksi penggantian misalnya penggantian ion.
b. Cara Fisika
Dilakukan dengan jalan menurunkan kelaruitan dari zat terlarut, yaitu dengan jalan
pendinginan atau pengubahan pelarut sehingga terbentuk satu sol koloid.

2. Cara Dispersi
Pembuatan koloid dengan cara dispersi merupakan pemecahan partikel-partikel kasar
menjadi partikel yang lebih halus/lebih kecil dan dapat dilakukan dengan cara mekanik,
peptisasi atau dengan loncatan bunga listrik (cara busur bredig).
59

a. Cara Mekanik
Dengan cara ini butir-butir kasar digerus dengan lumpang atau penggiling koloid
sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu kemudian diaduk dengan medium dispersi.
Contoh : Sol belerang dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-sama dengan
suatu zat inert (seperti gula pasir), kemudian mencampur serbuk halus itu dengan air.
b. Cara Peptisasi
Pembuatan koloid dengan cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar
atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecahan).
Contoh : Agar-agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh aseton, karet oleh bensin dan
sebagainya.
c. Cara Busur Bredig
Digunakan untuk membuat sol-sol logam yang akan dijadikan koloid untuk digunakan
sebagai elektroda yang dicelupkan dalam medium pendispersi. Kemudian diberi
loncatan listrik diantara kedua ujungnya. Mula-mula alami kondensasi sehingga
membentuk partikel koloid jadi. Cara ini merupakan penggabungan antara cara dispersi
dengan cara kondensasi.

C. Kestabilan koloid
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kestabilan koloid adalah muatan
permukaan koloid tersebut. Dengan adanya muatan ini, maka partikel-partikel tersebut
akan tolak-menolak dan mencegah terjadinya agregasi yang dapat menyebabkan
pengendapan. Besarnya muatan pada permukaan partikel juga dipengaruhi oleh
konsentrasi elektrolit pada medium pendispersi. Penambahan kation pada partikel dengan
muatan permukaan negatif akan menetralkan muatan tersebut yang dapat menyebabkan
koloid menjadi tidak stabil.
Koloid liofobik jauh lebih peka terhadap adanya ion dibandingkan dengan koloid
liofilik. Secara umum dapat dikatakan bahwa untuk menghilangkan kestabilan koloid
liofilik dibutuhkan ion dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan yang
dibutuhkan untuk menghilangkan kestabilan koloid liofobik.
60

Tabel 6.2 : Konsentrasi minimum berbagai jenis ion yang dapat menyebabkan terjadinya
pengendapan dispersi koloid Arsen (III) sulfida yang berkonsentrasi 1,85 gram/liter.

Kation Konsentrasi minimum yang menyebabkan pengendapan (mol/liter)


Monovalen :
58 x 10-3
+
Li
51 x 10-3
Na+
50 x 10-3
K+
Divalen :
0,72 x 10-3
2+
Mg
0,65 x 10-3
2+
Ca
0,68 x 10-3
2+
Zn
Trivalen :
0,080 x 10-3
Co3+
0,093 x 10-3
Al3+

Pengaruh penambahan elektrolit pada sol liofobik dapat dilihat dalam tabel 7.2.
Karena koloid As2S3 bermuatan negatif, maka kestabilannya dapat dihilangkan dengan
menggunakan kation. Dari Tabel 6.2 terlihat bahwa makin besar muatan kation, makin
efisien kation tersebut menyebabkan terjadinya pengendapan..
Ada 2 (dua) gaya pada sistim koloid yang menentukan kestabilan koloid, yaitu :
1. Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan nama gaya London-van der Waals. Gaya ini
cenderung menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan
kemudian mengendap.
2. Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpangtindihanm lapisan ganda
elektrik yang bermuatan sama. Gaya ini akan menstabilkan dispersi koloid.
Derjaguin dan Landau, serta Verwey dan Overbeek telah merumuskan sebuah teori
tentang kestabilan koloid. Dalam teori ini, kestabilan sol liofobik dicoba diuraikan dari
segi perubahan energi yang berlangsung ketika dua partikel koloid saling mendekat satu
sama lainnya. Teori ini memperkirakan peranan energi tarik menarik V A (gaya London
van der Waals) dan energi tolak-menolak VR (pertumpangtindihan lapiasan ganda) sebagai
fungsi dari jarak antar partikel.

Gambar 6.1 memperlihatkan secara grafik plot V A dan VR sebagai fungsi jarak
antara dua partikel koloid. Pada gambar juga diperlihatkan kurva potensial total V (=V A +
61

VR ). Dari gambar kurva tampak bahwa dalam kasus ini terdapat suatu energi penghalang
ER yang mencegah kedua partikel tersebut untuk beragregasi.

Positif (tolak-menolak)

ER Jarak antarpartikel koloid (Ǻ)


Energi potensial

Negatif Gambar 6.1. Energi


(tarik-menarik) potensial sebagai fungsi jarak antara dua partikel koloid
(Ross, Sydney., 1988)

Pengaruh peningkatan konsentrasi elektrolit terhadap energi potensial dapat dilihat


pada gambar 6.2. Terlihat bahwa peningkatan konsentrasi elektrolit akan menurunkan
energi penghalang dan apabila konsentrasi makin ditingkatkan energi tersebut akan hilang
sama sekali. Dengan kata lain, apabila konsentrasi elektrolit dalam sistim meningkat,
sistim koloid akan makin tidak stabil dan lama kelamaan apabila konsentrasi terus
ditingkatkan dapat terjadi pengendapan. Peningkatan konsentrasi elektrolit

Energi potensial

Jarak antarpartikel
62

Gambar 6.2. Energi potensial interaksi sebagai fungsi konsentrasi elektrolit


Gambar 6.3. memperlihatkan pengaruh besar muatan pada permukaan partikel
(dinamakan potensial permukaan o) terhadap kestabilan secara keseluruhan. Dari kurva
jelas terlihat bahwa peningkatan muatan pada permukaan akan meningkatkan kestabilan.
Karena mobilitas secara langsung berhubungan dengan muatan permukaan, nilai o dapat
diduga dari pengukuran mobilitas.

Peningkatan potensial permukaan Ψ0

Energi potensial

Jarak antar partikel

Latihan
Bekerjalah dalam kelompok untuk mengerjakan latihan ini.
63

Suatu contoh koloid tanah liat mempunyai luas permukaan 360 m 2 per gram. Berapa
volume air (pada STP) yang teradsorpsi pada permukaan satu gram tanah liat ini, bila
adsorpsi air pada permukaan tanah liat membentuk monolayer. (Anggap bahwa luas
permukaan tanah liat yang ditempati satu molekul air pada adsorpsi ini adalah 10,6 A2).

Rangkuman
Bab ini menjelaskan pengertian sistim koloid, sifat-sifatnya yang meliputi sifat
optik, sifat kinetik, dan sifat elektrik, pembuatannya yang meliputi cara fisika maupun
kimia dan kestabilan koloid. Agar mahasiswa dapat memberikan definisi koloid dan
mampu menjelaskan koloid serta sifat-sifatnya. Berdasarkan penjelasan yang diberikan
dalam bab ini diharapkan mahasiswa dapat mengikuti uraian pada kinetika koloid pada
bab berikutnya.

Tes Formatif
1. Gejala atau proses yang paling tidak ada kaitannya dengan sistim koloid adalah :
A. Efek Tyndall
B. Koagulasi
C. Elektrolisis
D. Dialisis
E. Emulsi
2. Sistim koloid yang dibentuk dengan mendispersikan partikel zat padat ke dalam zat
cair disebut :
A. Gel
B. Buih
C. Emulsi
D. Sol
E. Aerosol

3. Stabilitas Sol tidak tergantung pada :


A. Viskositas medium pendispersi.
64

B. Viskositas fasa terdispersi.


C. Kekuatan lapisan ganda listrik.
D. Tegangan permukaan antara kedua fasa.
E. Adanya surfaktan pada medium pendispersi.
4. Diantara campuran berikut yang tidak menghasilkan sistim koloid adalah :
A. Gula dan NaCl
B. Tepung terigu dan air panas
C. Sabun dan air
D. FeCl3 dan air panas
E. Protein dan minyak
5. Larutan -laktoglobulin dalam air :
A. Merupakan contoh koloid asosiasi
B. Merupakan contoh emulsi
C. Merupakan larutan koloid sejati
D. Merupakan gel
E. Merupakan larutan sejati

Tindak lanjut.
Jika kurang dari 80 % jawaban saudara benar, pelajario kembali bab ini, lalu ulangi
mengerjakan tes formatif yang diberikan. Gunakan alat bantu/peraga jika diperlukan untuk
membantu saudara dalam belajar.

Kunci jawaban tes formatif


1. C
2. D
3. B
4. A
5. C

Anda mungkin juga menyukai