BAB VI
SISTIM KOLOID
Bab ini mencakup pengertian sistim koloid, sifat-sifat fisika dan kimia koloid dan metode
pengukuran sifat-sifat koloid. Jika pada kimia dasar I mahasiswa telah mengenal dasar-dasar
dari sistim koloid, maka pada bab ini mahasiswa dapat mempelajari lebih jauh tentang sistim
koloid beserta dengan sifat-sifat dan perhitungannya. Bab ini menjadi dasar untuk
mempelajari kinetika sistim koloid.
terjadi pemisahan permukaan yang jelas antara partikel zat terlarut dan pelarutnya. Tetapi
pada koloid, sistim ini selalu terdiri dari dua fasa dan tiap permukaan partikel koloid jelas
terpisah dari medium pelarutnya.
Dari Tabel 6.1 terlihat bahwa sistim koloid selalu terdiri dari dua fasa yaitu fasa
terdispersi yang terdiri dari partikel-partikel berukuran koloid dan medium pendispersi,
yang merupakan medium tempat partikel-partikel koloid tersebut tersebar.
Jenis dispersi koloid yang paling umum dan penting adalah sol dan emulsi. Bila
medium pendispersinya adalah air, sol yang demikian dinamakan hidrosol.
Aerosol
Aerosol adalah sistim koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas.
Jika zat yang terdispersi berupa zat padat. Sedangkan jika zat yang terdispersi berupa zat
cair disebut aerosol cair. Contoh aerosol cair : kabut dan awan
Sol
55
Sol adalah dispersi zat padat dalam zat padat, zat cair atau gas, tetapi yang paling
penting adalah sol padat dalam cairan. Sol-sol ini dapat diklasifikasikan berdasarkan
cairan yang bertindak sebagai medium pendispersi. Bila zat padat didispersikan dalam air
maka sistim disebut hidrosol, bila alkohol sebagai medium pendispersi disebut alkosol.
Dispersi-dsipersi koloid dapat pula diklasifikasikan berdasarkan cara stabilisasinya, yaitu :
Koloid liofil yang mendapat kestabilannya berdasarkan dengan solvatasi pada
permukaan.
Koloid liofob yang distabilkan oleh gaya-gaya elektristatik repulsi antara partikel-
partikel.
Contoh : Air sungai adalah sol dari lempung (tanah liat) dalam air, sol sabun, sol deterjen,
sol kanji, tinta tulis dan cat.
Emulsi
Emulsi adalah sistim koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain. Ada
dua macam emulsi, yaitu : yang pertama emulsi minyak dalam air (M/A), contohnya :
santan, susu dan lateks. Kedua emulsi air dalam minyak (A/M), contohnya : minyak bumi
dan minyak ikan.
Buih
Buih adalah sistim koloid dalam gas yang terdispersi dalam fasa cair. Contohnya :
buih sabun.
Gel
Gel adalah koloid yang setengah kaku (antara padat dan cair). Contohnya : agar-
agar, lem kanji, gelatin, gel sabun dan gel silikon.
2. Sifat Kinetik
Partikel-partikel koloid mempunyai sifat kinetik karena dipengaruhi dua hal.
Pertama, adalah gerakan termal. Gerakan ini pada skala mikroskopis pertama kali
57
ditemukan oleh Brown. Ketika Brown mempelajari serbuk sari biji-bijian dalam air, ia
mendapatkan bahwa partikel-partikel serbuk sari bergerak zig zag secara acak. Gerakan
ini bukan disebabkan oleh penguapan lokal, tetapi disebabkan oleh tumbukan acak yang
terjadi antara molekul serbuk sari dengan molekul medium pendispersi. Gerak ini dikenal
sebagai gerak Brown. Gerakan partikel dengan ukuran lebih kecil nyata daripada partikel
berukuran besar. Hal kedua yang menyebabkan partikel koloid mempunyai sufat kinetik
adalah gravitasi. Gravitasi ini dapat berupa gravitasi alami yang disebabkan oleh gravitasi
bumi yang menyebabkan pengendapan partikel-partikel besar, atau dapat juga berupa
gravitasi buatan yang dapat dicapai dengan jalan memusingkan larutan koloidal dengan
menggunakan sentrifusa hingga mengakibatkan terjadinya pengendapan fasa terdispersi.
3. Sifat Elektrik
Kebanyakan senyawa termasuk koloid akan membentuk suatu permukaan
bermuatan listrik bila berhubungan dengan medium polar seperti air. Pembentukan
permukaan yang bermuatan ini ada beberapa cara, yaitu :
a. Adsorpsi ion tertentu pada permukaan koloid.
Contoh : > koloid AgI dalam larutan HI akan mengadsorpsi ion I - sehingga permukaan
koloid bermuatan negatif.
koloid AgI dalam larutan AgNO3 akan mengadsorpsi ion Ag+ sehingga permukaan
koloid bermuatan positif.
b. Reaksi Kimia (ionisasi).
Contoh : > protein yang mempunyai gugus -COOH, pada pH tinggi akan
mengadsorpsi ion negatif sehingga permukaankoloid bermuatan negatif.
protein yang mempunyai gugus –NH2 pada pH rendah akan mengadsorpsi ion
positif sehingga permukaan koloid bermuatan positif.
Protein yang mempunyai gugus –COOH dan –NH2,
Pada pH rendah terjadi reaksi :
-NH2 + H+ ----- -NH3+
Pada pH tertentu (pH isoelektrik) terjadi reaksi :
-NH2 + -COOH ---- -NH3+ + -COO-
Pada pH tinggi terjadi reaksi :
-COOH + OH- --- -COO- + H2O
58
2. Cara Dispersi
Pembuatan koloid dengan cara dispersi merupakan pemecahan partikel-partikel kasar
menjadi partikel yang lebih halus/lebih kecil dan dapat dilakukan dengan cara mekanik,
peptisasi atau dengan loncatan bunga listrik (cara busur bredig).
59
a. Cara Mekanik
Dengan cara ini butir-butir kasar digerus dengan lumpang atau penggiling koloid
sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu kemudian diaduk dengan medium dispersi.
Contoh : Sol belerang dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-sama dengan
suatu zat inert (seperti gula pasir), kemudian mencampur serbuk halus itu dengan air.
b. Cara Peptisasi
Pembuatan koloid dengan cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar
atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecahan).
Contoh : Agar-agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh aseton, karet oleh bensin dan
sebagainya.
c. Cara Busur Bredig
Digunakan untuk membuat sol-sol logam yang akan dijadikan koloid untuk digunakan
sebagai elektroda yang dicelupkan dalam medium pendispersi. Kemudian diberi
loncatan listrik diantara kedua ujungnya. Mula-mula alami kondensasi sehingga
membentuk partikel koloid jadi. Cara ini merupakan penggabungan antara cara dispersi
dengan cara kondensasi.
C. Kestabilan koloid
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kestabilan koloid adalah muatan
permukaan koloid tersebut. Dengan adanya muatan ini, maka partikel-partikel tersebut
akan tolak-menolak dan mencegah terjadinya agregasi yang dapat menyebabkan
pengendapan. Besarnya muatan pada permukaan partikel juga dipengaruhi oleh
konsentrasi elektrolit pada medium pendispersi. Penambahan kation pada partikel dengan
muatan permukaan negatif akan menetralkan muatan tersebut yang dapat menyebabkan
koloid menjadi tidak stabil.
Koloid liofobik jauh lebih peka terhadap adanya ion dibandingkan dengan koloid
liofilik. Secara umum dapat dikatakan bahwa untuk menghilangkan kestabilan koloid
liofilik dibutuhkan ion dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan yang
dibutuhkan untuk menghilangkan kestabilan koloid liofobik.
60
Tabel 6.2 : Konsentrasi minimum berbagai jenis ion yang dapat menyebabkan terjadinya
pengendapan dispersi koloid Arsen (III) sulfida yang berkonsentrasi 1,85 gram/liter.
Pengaruh penambahan elektrolit pada sol liofobik dapat dilihat dalam tabel 7.2.
Karena koloid As2S3 bermuatan negatif, maka kestabilannya dapat dihilangkan dengan
menggunakan kation. Dari Tabel 6.2 terlihat bahwa makin besar muatan kation, makin
efisien kation tersebut menyebabkan terjadinya pengendapan..
Ada 2 (dua) gaya pada sistim koloid yang menentukan kestabilan koloid, yaitu :
1. Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan nama gaya London-van der Waals. Gaya ini
cenderung menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan
kemudian mengendap.
2. Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpangtindihanm lapisan ganda
elektrik yang bermuatan sama. Gaya ini akan menstabilkan dispersi koloid.
Derjaguin dan Landau, serta Verwey dan Overbeek telah merumuskan sebuah teori
tentang kestabilan koloid. Dalam teori ini, kestabilan sol liofobik dicoba diuraikan dari
segi perubahan energi yang berlangsung ketika dua partikel koloid saling mendekat satu
sama lainnya. Teori ini memperkirakan peranan energi tarik menarik V A (gaya London
van der Waals) dan energi tolak-menolak VR (pertumpangtindihan lapiasan ganda) sebagai
fungsi dari jarak antar partikel.
Gambar 6.1 memperlihatkan secara grafik plot V A dan VR sebagai fungsi jarak
antara dua partikel koloid. Pada gambar juga diperlihatkan kurva potensial total V (=V A +
61
VR ). Dari gambar kurva tampak bahwa dalam kasus ini terdapat suatu energi penghalang
ER yang mencegah kedua partikel tersebut untuk beragregasi.
Positif (tolak-menolak)
Energi potensial
Jarak antarpartikel
62
Energi potensial
Latihan
Bekerjalah dalam kelompok untuk mengerjakan latihan ini.
63
Suatu contoh koloid tanah liat mempunyai luas permukaan 360 m 2 per gram. Berapa
volume air (pada STP) yang teradsorpsi pada permukaan satu gram tanah liat ini, bila
adsorpsi air pada permukaan tanah liat membentuk monolayer. (Anggap bahwa luas
permukaan tanah liat yang ditempati satu molekul air pada adsorpsi ini adalah 10,6 A2).
Rangkuman
Bab ini menjelaskan pengertian sistim koloid, sifat-sifatnya yang meliputi sifat
optik, sifat kinetik, dan sifat elektrik, pembuatannya yang meliputi cara fisika maupun
kimia dan kestabilan koloid. Agar mahasiswa dapat memberikan definisi koloid dan
mampu menjelaskan koloid serta sifat-sifatnya. Berdasarkan penjelasan yang diberikan
dalam bab ini diharapkan mahasiswa dapat mengikuti uraian pada kinetika koloid pada
bab berikutnya.
Tes Formatif
1. Gejala atau proses yang paling tidak ada kaitannya dengan sistim koloid adalah :
A. Efek Tyndall
B. Koagulasi
C. Elektrolisis
D. Dialisis
E. Emulsi
2. Sistim koloid yang dibentuk dengan mendispersikan partikel zat padat ke dalam zat
cair disebut :
A. Gel
B. Buih
C. Emulsi
D. Sol
E. Aerosol
Tindak lanjut.
Jika kurang dari 80 % jawaban saudara benar, pelajario kembali bab ini, lalu ulangi
mengerjakan tes formatif yang diberikan. Gunakan alat bantu/peraga jika diperlukan untuk
membantu saudara dalam belajar.