Anda di halaman 1dari 16

Kestabilan koloid

Koloid merupakan sistem dispersi yang relatif kurang stabil dibandingkan larutan. Untuk menjaga
kestabilan koloid dapat dilakukan cara-cara sebagai berikut :

1. Menghilangkan muatan koloid

Koagulasi dapat dipecah dengan menghilangkan muatan dari koloid tersebut. Pada pembuatan suatu
koloid, sering terdapat ion-ion yang dapat mengganggu kestabilan koloid tersebut. Proses
penghilangan muatan koloid ini dilakukan dengan proses dialisis. Dalam proses ini, sistem koloid
dimasukkan ke dalam suatu kantong koloid (terbuat dari selaput semipermeabel, yang dapat
melewatkan partikel-partikel kecil, seperti ion atau molekul sederhana tetapi menahan partikel
koloid), kemudian kantong ini dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air mengalir. Ion-ion akan
keluar dari kantong dan terbawa aliran air.

Salah satu pemanfaatan proses dialysis adalah alat pencuci darah (Haemodialisis). Pada proses ini
darah kotor dari pasien dilewatkan dalam pipa-pipa yang terbuat dari membrane semipermeabel.
Pipa semipermeabel ini dialiri cairan yang berfungsi sebagai pencuci (biasanya plasma darah), ion-
ion dalam darah kotor akan terbawa aliran plasma darah.

Gambar proses dialisis

2) Penambahan Stabilisator Koloid

Dengan menambahkan suatu zat ke dalam suatu sistem koloid dapat menstabilkan koloid, misalnya
penambahan emulgator dan koloid pelindung.

a. Emulgator

Emulgator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu emulsi (koloid cair dalam cair atau cair
dalam padat). Emulgator merupakan senyawa organik yang mengandung kombinasi gugus polar dan
non polar sehingga mampu mengikat zat polar (air) dan zat non polar.

Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari adalah susu, dimana lemak terdispersi dalam air. Susu
mengandung kasein yaitu suatu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi. Jika susu menjadi
masam, akibat laktosa (gula susu) teroksidasi menjadi asam laktat, kasein akan terkoagulasi dan
tidak dapat menstabilkan emulsi lagi. Akibatnya lemak dan kasein akan terpisah dari susu. Coba anda
amati peristiwa tersebut dengan membiarkan susu dalam suatu wadah transparan menjadi masam !
Apa yang anda lihat ? Peristiwa ini banyak dimanfaatkan dalam industri obat-obatan dan kosmetika,
seperti dalam pembuatan salep, cream, lotion, dan minyak ikan. Contoh lainnya adalah penambahan
amonia dalam pembuatan emulsi pada kertas film.

b. Koloid Pelindung

Koloid pelindung merupakan koloid yang ditambahkan ke dalam system koloid agar menjadi stabil.
Misalnya penambahan gelatin pada pembuatan es krim dengan maksud agar es krim tidak cepat
memisah sehingga tetap kenyal, serta penambahan gum arab pada pembuatan semir, cat dan tinta
dapat bertahan lama karena menggunakan koloid pelindung.
b. Koloid liofil dan liofob

Koloid yang memiliki medium dispersi cair dibedakan atas koloid liofil dan koloid liofob. Berdasarkan
interaksi antara partikel terdispersi dengan medium pendispersinya.

- Koloid liofil adalah koloid yang fase terdispersinya suka menarik medium pendispersinya, yang
disebabkan gaya tarik antara partikel-partikel terdispersi dengan medium pendispersinya kuat.

- Koloid liofob adalah sistem koloid yang fase terdispersinya tidak suka menarik medium
pendispersinya.

Bila medium pendispersinya air maka koloid liofil disebut koloid hidrofil, sedangkan koloid liofob
disebut koloid hidrofob.

Contoh:

Koloid hidrofil : sabun, detergen, agar-agar, kanji, dan gelatin. Koloid hidrofob : sol belerang, sol-sol
sulfida, sol Fe(OH)3, sol-sol logam. Koloid liofil/hidrofil lebih kental daripada koloid liofob/hidrofob.
Sol hidrofil tidak akan menggumpal pada penambahan sedikit elektrolit. Zat terdispersi dari sol
hidrofil dapat dipisahkan dengan pengendapan atau penguapan. Apabila zat padat tersebut
dicampurkan kembali dengan air maka dapat membentuk kembali sol hidrofil (bersifat reversibel).
Sebaliknya , sol hidrofob akan terkoagulasi pada penambahan sedikit elektrolit. Sekali zat terdispersi
sudah dipisahkan , tidak akan membentuk sol lagi jika dicampur kembali dengan air.

http://sahri.ohlog.com/sistem-koloid.cat3441.html

Sistem Koloid

Di Industri ter dapat berbagai produk yang komponennya tidak dapat


saling melarutkan, namun tetap dapat bercampur secara homogen. Sebagai contoh, mayones
dan cat. Mayones adalah campuran homogen dari air dan minyak. Sedangkan cat adalah
campuran homogen zat padat dan zat cair. Produk-produk demikian merupakan sistem

koloid.
Fenomena sistem koloid juga dapat dijumpai di alam dan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Udara di atmosfer bumi mengandung debu, partikel-partikel zat padat dan zat cair lainnya
yang tersebar secara homogen membentuk suatu sistem koloid. Hal inilah yang menyebabkan
langit terkadang tampak berwarna biru dan merah-orange. Di dalam tubuh manusia, ginjal
berfungsi mengatur komposisi zat-zat kimia dalam darah. Dengan mengambil zat-zat yang
diperlukan dan membuang zat-zat yang berbahaya dalam darah. Fungsi ginjal tersebut
memanfaatkan sistem koloid. Pemahaman sistem koloid pada ginjal ini telah membawa pada
penemuan alat dialisator pengganti fungsi ginjal untuk pasien gagal ginja.

A. Komponen dan Pengelompokan Sistem Koloid

1. Pengertian Sistem Koloid

Koloid adalah suatu campuran zat heterogen antara dua zat atau lebih dimana partikel-
partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi) tersebar merata dalam zat lain (medium
pendispersi). Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm (10-7 – 10-5 cm). Bentuk
partikel koloid dapat bermacam-macam seperti ditunjukkan pada gambar berikut. Oleh
karena itu, yang dimaksud dengan ukuran koloid dapat berupa diameter, panjang, lebar
ataupun tebal.

Perbedaan larutan sejati, koloid dan Suspensi dapat dirangkum sebagai berikut.

Aspek Larutan Sejati Sistem Koloid Suspensi Kasar


Jumlah fase 1 2 2
Distribusi partikel Homogen Heterogen Heterogen
Ukuran partikel < 10-7 cm 10-7 – 10-5 cm > 10-5 cm
Penyaringan Tidak dapat Dapat disaring jika Dapat disaring
disaring dengan penyaring
ultra
Kestabilan Stabil Stabil Tidak stabil
Contoh Larutan gula Mayones Campuran pasir
dan air

2. Jenis-Jenis Koloid

Sistem koloid terdiri dari dua fase, yaitu fasa dispersi dan medium pendispersi. Kedua fasa
tersebut, dapat berwujud zat cair, zat padat atau berwujud gas. Berdasarkan hubungan antar
fase dispersi dan medium dispersi, maka koloid dapat kita kelompokan

1. Koloid yang dibentuk oleh fasa terdispersinya gas dalam medium pendispersinya cair
adalah buih atau busa. Contoh untuk koloid ini adalah putih telur yang dikocok
dengan kecepatan tinggi.
2. Buih atau busa padat adalah jenis koloid yang fasa terdispersinya gas dan medium
pendispersinya padat, jenis koloid ini dapat berupa batu apung dan karet busa.
3. Koloid dengan fasa terdispersi cair dan medium pendispersinya gas dikenal dengan
aerosol cair. Contoh koloid ini adalah kabut, awan, pengeras rambut (hair spray) dan
parfum semprot.
4. Emulsi merupakan jenis koloid yang dibentuk oleh fasa terdispersi cair di dalam
medium pendispersi cair. Emulsi dapat kita temukan seperti susu, santan, mayonaise
dan minyak ikan.
5. Koloid yang disusun oleh fasa terdispersi cair dalam medium pendispersi padat
disebut dengan emulsi padat atau gel. Koloid ini sering kita jumpai dalam keju,
mentega, jeli, semir padat ataupun lem padat.
6. Aerosol padat merupakan yang disusun oleh fasa terdispersi padat dengan medium
dispersinya berupa gas. Contohnya asap dan debu di udara.
7. Sol merupakan koloid yang fasa terdispersinya berwujud padat dengan medium
pendispersinya berwujud cair. Sol paling banyak kita jumpai seperti, agar-agar panas,
cat, kanji, putih telur, sol emas, sol belerang, lem dan lumpur.
8. Jenis koloid yang terakhir adalah koloid yang memiliki fasa terdispersi dan medium
pendispersinya zat padat, jenis koloid ini disebut dengan sol padat. Contoh sol padat
adalah; batuan berwarna, gelas berwarna, tanah, perunggu, kuningan dan lain-lain.

Sebagai catatan, jika fase terdispersi dan medium pendispersi sama-sama berupa gas, maka
campurannya tergolong larutan.

Paduan logam baja tahan karat (stainless steel) termasuk sol pad at dengan
fase terdispersi padat (logam Ni dan Cr) dan medium pendispersi padat (logam Fe)

Bahan styrofoam termasuk buih padat dengan fase terdispersi gas (CO2, udara) dan
medium pendispersi padat (polistirena)

Obat nyamuk dalam kemasan kaleng semprot termasuk aerosol cair dengan fase terdispersi
cair dan medium pendispersi gas (udara)

B. Koloid Sol

Sol adalah suatu jenis koloid dengan fase terdispersi padat dan medium pendispersi berupa
zat padat, cair atau gas. Ada 3 jenis sol, yaitu:

 Sol padat
 Sol cair (sol)
 Sol gas (aerosol padat)

1. Sifat-sifat Koloid Sol

 Efek Tyndall

Sifat penghamburan cahaya oleh sistem koloid ditemukan oleh John


Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Efek Tyndall digunakan untuk membedakan
sistem koloid dari larutan sejati. Dalam kehidupan sehari-hari efek Tyndall dapat diamati
pada langit yang berwarna biru di siang hari karena adanya pantulan cahaya dari partikel
koloid di udara. Demikian pula pada saat matahari terbenam pantulan partikel di udara
memberikan warna jingga. Apabila sinar diarahkan pada sistem koloid dan larutan sejati,
contohnya koloid kanji dan larutan Na2Cr2O7, maka sinar tersebut akan dihamburkan oleh
sistem koloid tetapi tidak dihamburkan oleh larutan sejati.

 Gerak Brown

Di bawah mikroskop ultra, partikel koloid akan tampak sebagai titik cahaya kecil sesuai
dengan sifatnya yang menghamburkan cahaya. Jika pergerakan titik cahaya atau partikel
tersebut diikuti, ternyata partikel tersebut bergerak terus menerus dengan gerakan zig zag.
Gerakan acak ini disebut gerak Brown, yang ditemukan oleh seorang ahli botani Inggris,
Robert Brown pada tahun 1827. Adanya gerak Brown membuat partikel-partikel ini tidak
memisahkan diri dari medium pendispersinya.

 Adsorpsi Koloid
Adsorpsi terjadi apabila partikel-partikel sol padat
ditempatkan dalam zat cair atau gas, maka partikel-partikel zat cair atau gas akan
terkonsentrasi pada permukaan zat padat tersebut.

Partikel koloid sol memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi partikel-partikel pendispersi


pada permukaannya, baik itu partikel netral atau partikel bermuatan (kation dan anion). Daya
adsorpsi partikel koloid tergolong besar karena partikel-partikelnya memberikan suatu
permukaan yang sangat luas. Pada proses penyerapan air oleh kapur tulis, sol Fe(OH)3 dalam
air mengandung ion Fe3+ yang diadsorpsi. Sedangkan untuk yang bermuatan negatif adalah
molekul As2S3, ion S2- yang diadsorpsi. Pemanfaatan sifat adsorpsi dari koloid anatara lain
dalam penjernihan air, misalnya penggunaan tawas untuk mengikat kotoran atau zat warna
dari tanah.

 Muatan Koloid Sol

Semua partikel koloid memiliki muatan sejenis (positif


atau negatif). Oleh karena muatannya sejenis, maka terdapat gaya tolak-menolak antar
partikel koloid. Hal ini mengakibatkan partikel-partikel koloid tidak dapat bergabung
sehingga memberikan kestabilan pada sistem koloid. Partikel-partikel koloid mendapatkan
muatan listrik dengan proses adsorpsi dan proses ionisasi gugus permukaan partikelnya.

Muatan Beberapa Partikel Koloid dalam Medium Pendispersi Air

Partikel koloid Partikel koloid bermuatan


bermuatan positif negatif
Fe(OH)3 As2S3

Al(OH)3 Logam seperti Au, Ag, Pt

Hemoglobin Tanah liat

 Koagulasi
Partikel-partikel koloid bersifat stabil karena memiliki muatan listrik yang sejenis. Apabila
muatan listrik tersrbut hilang maka partikel-partikel koloid tersebut akan bergabung
membentuk gumpalan. Proses penggumpalan ini disebut flokulasi dan gumpalannya disebut
flok. Gumpalan ini akan mengendap akibat pengaruh gravitasi. Proses penggumpalan
partikel-partikel koloid dan pengendapannya ini disebut koagulasi. Peristiwa koagulasi terjadi
pada kehidupan sehari-hari seperti pada pembentukan delta. tanah liat atau lumpur
terkoagulasi karena adanya elektrolit air laut. Proses koagulasi dari karet juga terjadi karena
adanya penambahan asam formiat kadalam lateks. Demikian pula halnya dengan lumpur
koloid dapat dikoagulasikan dengan tawas yang bermuatan.

Penghilangan muatan listrik pada partikel koloid ini dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu:

a. Menggunakan prinsip elektroforesis

Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke elektrode


dengan muatan berlawanan. Ketika partikel-partikel ini mencapai elektrode, maka partikel-
partikel tersebut akan kehilangan muatannya sehingga menggumpal dan mengendap di
elektrode.

b. Penambahan koloid lain dengan muatan berlawanan

Apabila suatu sistem koloid bermuatan dicampur dengan sistem koloid lain yang bermuatan
negatif maka kedua sistem koloid tersebut akan saling mengadsorpsi dan menjadi netral.
Akibatnya, terbentuk koagulasi.

c. Penambahan elektrolit

Jika suatu elektrolit ditambahkan ke dalam sistem koloid maka partikel-partikel koloid yang
bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation) dari elektrolit. Sementara itu. Partikel-
patikel koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion) dari elektrolit. Hal ini
menyebabkan partikel-partikel koloid tersebut dikelilingi oleh lapisan kedua yang memiliki
muatan berlawanan dengan muatan lapisan pertama. Apabila jarak antara lapisan pertama dan
kedua cukup dekat maka muatan keduanya akan hilang sehingga terjadi koagulasi.

d. Pendidihan

Sol, seperti belerang dan perak halida yang terdispersi dalam air dapat mengalami koagulasi
dengan mendidihkannya. Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan jumlah tumbukan
antara partikel-partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini
menyebabkan lepasnya elektrolit yang teradsorpsi pada permukaan partikel koloid.
Akibatnya, partikel-partikel koloid menjadi tidak bermuatan sehingga terjadi koagulasi.

 Koloid Pelindung

Berdasarkan perbedaan daya adsorpsi dari fase terdispersi terhadap medium pendispersinya
yang berupa zat cair, koloid dapat dibedakan menjadi dua jenis. Sistem koloid dimana
partikel terdispersinya mempunyai daya adsorpsi yang relatif besar disebut koloid liofil
sedangkan sistem koloid dimana partikel terdispersinya mempunyai daya adsorpsi yang
relatif kecil disebut kolid liofob. Koloid liofil bersifat lebih stabil sedangkan koloid liofob
bersifat kurang stabil. Koloid liofil yang berfungsi sebagsi koloid pelindung. Contoh menarik
adalah penambahan koloid liofil ke dalam liofob, dimana koloid liofob terbungkus tidak
mengumpul, seperti pembuatan es krim agar tidak menggumpat ditambahkan gelatin.
Demikian pula halnya dengan cat dan tinta memiliki koloid pelindung agar tidak mengendap
atau menggumpal.

Berdasarkan affinitas partikel-partikel fase dispersi terhadap medium dispersi, maka


terdapat dua macam sistem koloid:

1. Koloid Liofil (suka cairan) : adalah koloid yang memiliki gaya tarik menarik antara
partikel-partikel terdispersi dengan medium pendispersi. Medium pendispersi dalam
liofil sering disebut juga dengan hidrofil. Partikel koloid juga dapat mengadsorpsi
molekul cairan sehingga terbentuk selubung disekeliling partikel koloid. Keberaadan
selubung inilah yang menyebabkan koloid liofil lebih stabil.
2. Koloid Liofob (takut cairan): adalah koloid yang memiliki gaya tarik menarik yang
lemah antara partikel-partikel terdispersi dengan medium pendispersi. Medium
pendispersinya sering disebut dengan hidrofob. Pertikel-partikel koloid tidak dapat
mengadsorpsi pelarutnya sehingga koloid ini kurang stabil dan dapat dengan mudah
terkoagulasikan dengan penambahan elektrolit.

Perbedaan Sifat-Sifat Sol Liofil/ Hidrofil dan Sol Liofob/ Hidrofob

Sifat-sifat Sol liofil/ hidrofil Sol liofob/ hidrofob


1. Pembuatan Sol liofil dapat dibuat Sol liofob tidak dapat
langsung dengan dibuat hanya dengan
mencampurkan fase mencampurkan fase
terdispersi dengan terdispersi dan medium
medium pendispersinya
pendispersinya. perkecualiannya adalah
pada konsentrasi yang
kecil
2. Muatan partikel Partikel-partikel sol Partikel-partikel sol
hidrofil mempunyai hidrofob memiliki muatan
muatan yang kecil atau positif atau negatif.
tidak bermuatan
3. Adsorpsi Partikel-partikel sol Partikel-partikel sol
medium hidrofil mengadsorpsi hidrofob tidak
pendispersi medium mengadsorpsi medium
(proses solvasi/ pendispersinya. pendispersinya. Muatan
hidrasi) Akibatnya terbentuk partikel-partikel sol
lapisan medium diperoleh dari adsorpsi
pendispersi yang partikel-partikel ion yang
teradsorpsi di bermuatan listrik
sekeliling partikel.
Proses ini disebut
solvasi/ hidrasi
4. Viskositas Viskositas sol liofil Viskositas sol hidrofob
lebih besar hampir sama dengan
dibandingkan viskositas medium
viskositas medium pendispersinya
pendispersinya
5. Penggumpalan Tidak mudah Mudah menggumpal
menggumpal dengan dengan penambahan
penambahan elektrolit elektrolit
6. Efek Tyndall Sol liofil memberikan Sol liofob dapat
efek Tyndall yang memberikan efek Tyndall
lemah yang jelas
7. Migrasi dalam Partikel-partikel sol Partikel-partikel sol
medan listrik liofil dapat bermigrasi liofob akan bergerak ke
ke anode, katode atau anode atau ke katode. Hal
tidak bermigrasi sama ini tergantung jenis
sekali dalam medan muatan partikel
listrik

2. Pembuatan Koloid Sol

Ada dua metode dasar pembuatan sistem koloid sol, yaitu:

a. Metode kondensasi, adalah metode dimana partikel-partikel kecil larutan sejati (atom, ion
atau molekul) bergabung membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Hal ini dilakukan
dengan reaksi kimia (dekomposisi rangkap, hidrolisis dan redoks) atau penggantian pelarut.
Contoh:

Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan AgNO3 encer dan larutan HCl encer

AgNO3(aq) + HCl(aq) –> AgCl (koloid) + HNO3(aq) (reaksi dekomposisi rangkap)

Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air mendidih

AlCl3(aq) + 3H2O(l) –> Al(OH)3 (koloid) + 3HCl(aq)

Cara Busur Bredig

Cara mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat padat dengan penggilingan
untuk membentuk partikel-partikel berukuran koloid.

Peptisasi adalah proses dispersi endapan menjadi sistem koloid dengan penambahan zat
pemecah yang dapat berupa elektrolit.

Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol logam seperti Ag, Au dan Pt. Logam yang
akan diubah menjadi partikel-partikel koloid digunakan sebagai elektrode.

3. Pemurnian Koloid Sol

Partikel-partikel zat terlarut yang tidak diinginkan dapat mengganggu kestabilan koloid
sehingga harus dihilangkan/ dimurnikan. Beberapa metode pemurnian yang dapat dilakukan
antara lain:
 Dialisis

Proses dialisis

Pergerakan ion-ion dan molekul-molekul kecil melalui selaput semipermeabel disebut


dialisis. Proses dialisis untuk pemisahan partikel-partikel koloid dan zat terlarut dijadikan
dasar bagi pengembangan dialisator sebagi mesin pencuci darah bagi penderita gagal ginjal.

 Elektrodialisis

Pada dasarnya proses elektrodialisis merupakan proses dialisis di bawah pengaruh medan
listrik dan hanya dapat digunakan untuk memisahkan partikel-partikel zat terlarut elektrolit.
Pada proses elektrodialisis, listrik tegangan tinggi dialirkan melalui dua layar logam yang
menyokong selaput semipermeabel. Akibatnya, partikel-partikel zat terlarut dalam sistem
koloid berupa ion-ion akan bergerak menuju elektrode dengan muatan berlawanan.

 Penyaring Ultra

Partikel-partikel koloid tidak dapat disaring dengan penyaring biasa seperti kertas saring
karena pori-pori kertas saring terlalu besar dibandingkan ukuran partikel-partikel koloid.
Namun, apabila kertas saring tersebut diresapi dengan selulosa seperti selofan, maka ukuran
pori-pori kertas saring akan berkurang. Kertas saring yang telah dimodifikasi ini disebut
penyaring ultra.

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/sifat-koligatif-dan-koloid/macam-
macam-koloid/

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&sqi=2&ved=0CEA
QFjAD&url=http%3A%2F%2Fpolarisasi.files.wordpress.com%2F2012%2F05%2Fkoloid-
1.ppt&ei=HndFUsrGLomMrQed8IDADg&usg=AFQjCNEKUIw7LKicks4kb9k846b_qtB-
pQ&bvm=bv.53217764,d.bmk

Seri Hofmeister atau seri lyotropic adalah klasifikasi ion dalam urutan kemampuan mereka
untuk garam keluar atau garam dalam protein . Efek dari perubahan ini pertama kali
dikerjakan oleh Franz Hofmeister , yang mempelajari efek kation dan anion pada kelarutan
protein . [ 1 ]

Hofmeister menemukan serangkaian garam yang memiliki efek yang konsisten pada
kelarutan protein dan ( ditemukan kemudian) pada stabilitas struktur sekunder dan tersier
mereka. Anion tampaknya memiliki efek lebih besar daripada kation , dan biasanya
memerintahkan

\ mathrm { F ^ { - } \ approx SO_ { 4 } ^ { 2 - } > HPO_ { 4 } ^ { 2 - } > asetat > Cl ^ { -


} > NO_ { 3 } ^ { - } > Br ^ { - } > ClO_ { 3 } ^ { - } > I ^ { - } > ClO_ { 4 } ^ { - } > SCN ^
{-}}

( Ini adalah daftar parsial , lebih banyak garam telah dipelajari . ) Urutan kation biasanya
diberikan sebagai

\ mathrm { NH_ { 4 } ^ { + } > K ^ { } + > Na ^ { + } > Li ^ { + } > Mg ^ { 2 } + > Ca ^ {


2 } + > guanidinium }

Mekanisme seri Hofmeister tidak sepenuhnya jelas , tetapi tampaknya tidak disebabkan oleh
perubahan struktur air umum, bukan interaksi yang lebih spesifik antara ion dan protein dan
ion dan molekul air langsung menghubungi protein mungkin lebih penting . [ 2 ]

Anggota awal dari seri meningkatkan tegangan permukaan pelarut dan mengurangi kelarutan
molekul nonpolar ( " salting out " ) , yang berlaku , mereka memperkuat interaksi hidrofobik .
Sebaliknya , garam kemudian di seri meningkatkan kelarutan molekul nonpolar ( " salting in
" ) dan mengurangi urutan air, pada dasarnya , mereka melemahkan efek hidrofobik .
Pengasinan Efek keluar umumnya dimanfaatkan dalam pemurnian protein melalui
penggunaan ammonium sulfat .

Namun , garam-garam ini juga berinteraksi langsung dengan protein ( yang dibebankan dan
memiliki momen dipol yang kuat ) dan bahkan dapat mengikat secara khusus ( misalnya ,
fosfat dan sulfat mengikat ribonuklease A ) . Ion yang memiliki kuat ' salting in ' efek seperti
I - dan - SCN adalah denaturan kuat , karena mereka garam dalam kelompok peptida , dan
dengan demikian berinteraksi jauh lebih kuat dengan membuka bentuk protein dibandingkan
dengan bentuk aslinya . Akibatnya, mereka menggeser kesetimbangan kimia dari reaksi
berlangsung menuju dilipat protein . [ 3 ]

Zwitter-ion
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari

Zwitter-ion
Zwitter-ion

Zwitter-ion (Jerman "Zwitter", blaster, banci) adalah senyawa yang memiliki sekaligus
gugus bersifat asam dan basa. Pada pH netral zwitter-ion akan bermuatan positif (kation)
maupun bermuatan negatif (anion). Biasanya zwitter-ion mudah larut dalam air karena
bermuatan (air adalah pelarut polar) dan sukar larut dalam pelarut nonpolar.

Karena perilakunya, zwitter-ion merupakan larutan penyangga yang baik. Apabila terdapat
ion hidrogen berlebih (larutan bersifat asam), zwitter-ion akan menangkapnya (berperan
sebagai basa). Sebaliknya, apabila larutan bersifat basa, zwitter-ion akan melepas ion
hidrogen ke dalam larutan. Akibatnya pH tidak mudah berubah. Zat dengan karakteristik ini
dikenal sebagai zat amfoter.

Contoh umum zwitter-ion:

 Asam amino, yang memiliki gugus karboksil yang bersifat asam dan gugus amina
yang bersifat basa.
 Beberapa alkaloid alami seperti psilocybin dan asam lisergat.
 Senyawa penyangga seperti HEPES, PIPES, CAPS, atau MOPS.

Cara menggunakan pH meter digital


Minggu lalu kita telah membahas tentang fungsi dan penjelasan mengenai pH meter kali
ini kita akan membahas mengenai cara menggunakan pH meter .

pH meter adalah alat elektronik yang digunakan untuk mengukur pH (keasaman atau
alkalinitas) dari cairan (meskipun probe khusus terkadang digunakan untuk mengukur pH zat
semi-padat).

Cara Penggunaan :
Bersihkan botol dengan solusi penyimpanan, bilas elektroda,
hingga kering

Ukur pH 4 buffer, yang merah muda.


Sesuaikan meter untuk membaca 4 dengan Cal 1 tombol di sebelah
kiri.

Bersihkan pH 4 penyangga, bilas elektroda, hingga kering


Ukur pH 10 buffer, yang berwarna biru.
Sesuaikan meter untuk membaca 10 dengan Cal 2 tombol di sebelah kanan.

Bersihkan pH 10 penyangga, bilas elektroda, menghapuskan


kering.

Ukur pH 4 penyangga lagi. pH harus membaca 4. Jika tidak, menyesuaikan Cal 1 tombol.

Kembali ke pH 10 penyangga. pH harus membaca 10. Jika tidak, menyesuaikan Cal 2


tombol.

Ulangi standarisasi menggunakan Cal 1 tombol dengan pH 4 penyangga dan Cal 2 tahu
dengan 10 pH buffer sampai pembacaan konsisten diperoleh.

Anda mungkin juga menyukai