Anda di halaman 1dari 25

Sistem Koloid

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu ciri manusia sebagai makhluk berakal adalah rasa ingin tahu yang tak pernah
habis selam hidupnya. Manusia selalu ingin mempelajari segala macam perubahan, baik yang dapat
ditangkap oleh panca indera maupun tidak. Mereka banyak menemukan banyak masalah yang
harus dipecahkan, karena di sekitarnya banyak kejadian yang alalmi atau perbuatan manusia yang
dapat membawa keuntungan dan kerugian. Oleh karena itu, manusia harus memanfaatkan
peristiwa yang menguntungkan dan mengurangi yang merugikan dengan cara mempelajari tingkah
laku alam, sebab diyakini bahwa suatu peristiwa disebabkan peristiwa lain yang mendahuluinya dan
untuk memenuhi semuanya itu dibutuhkan metode ilmiah atau ilmu pengetahuan yang dapat
menjawab semua fenomena yang ada dalam hidup. Salah satunya yaitu Ilmu Pengetahuan Alam.

Dalam berbagai peritiwa-peristiwa yang ada, terdapat masalah yang berhubungan dengan
Ilmu Kimia. Ilmu Kimia adalah ilmu yang mempelajari atau mencakup sejumlah aspek mengenai
bahan-bahan kimia yakni komposisi dan struktur zat kimia, serta hubungan keduanya dengan sifat
zat tersebut.

Karena kebanyakan zat dapat berada dalam keadaan koloid , semua cabang ilmu kimia
berkepentingan dengan kimia koloid dalam satu atau lain cara. Semua jaringan hidup bersifat
koloidal. Banyak reaksi kimia yang komples yang perlu untuk kehidupan, harus ditafsirkan secara
kimia koloid.

Untuk itulah, Penyusun terdorong untuk menyusun makalah ini yang membahas mengenai
Koloid.
B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka yang menjadi rumusan
masalah adalah sebagai berikut.

1. Apa pengertian dan klasifiklasi koloid?

2. Bagaimana sifat-sifat koloid?

3. Bagaimana preparasi (penyiapan) koloid?

4. Bagaimana sifat optis koloid?

5. Bagaimana peristiwa elektrokinetik?

6. Apa kegunaan koloid dalam kehidupan sehari-hari?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan penulisan ini sebagai
berikut.

1. Mendeskripsikan pengertian dan klasifiklasi koloid.

2. Mendeskripsikan sifat-sifat koloid.

3. Mendeskripsikan preparasi (penyiapan) koloid.

4. Mendeskripsikan sifat optis koloid.

5. Mendeskripsikan peristiwa elektrokinetik.

6. Mendeskripsikan kegunaan koloid dalam kedidupan sehari-hari.

7. Untuk memenuhi syarat dalam memperoleh nilai pada Mata Kuliah Kimia Fisika II.
D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan penyusun dalam penyusunan makalah ini adalah STUDI
KEPUSTAKAAN, yaitu pemanfaatan berbagai buku dan penjelajahan internet untuk memperoleh
informasi tentang pokok masalah yang dimaksud.
BAB II

PEMBAHASAN

A. KEADAAN KOLOID

1. Sistem Koloid

1.1 Pengertian Koloid

Thomas Graham (1805-1809) banyak mempelajari tentang kecepatan difusi (gerak)


partikel materi sehingga ia dapat merumuskan hukum tentang difusi. Dari pengamatannya,
ternyata gerakan partikel zat dalam larutan ada yang cepat dan lambat. Umumnya yang
berdifusi cepat adalah zat berupa kristal sehingga disebut kristaloid, contohnya NaCl dalam
air. Akan tetapi, istilah ini tidak populer karena ada zat yang bukan kristal berdifusi cepat,
contohnya HCl dan H2SO4. Yang lambat berdifusi disebabkan oleh partikelnya mempunyai
daya tarik (perekat) satu sama lain, contohnya putih telur dalam air. Zat seperti ini disebut
koloid (bahasa Yunani : cola = perekat).

Kecepatan difusi menurut Graham bergantung pada massa partikel, makin besar massa
makin kecil kecepatannya. Massa ada hubungannya dengan ukuran partikel, yang
massanya besar akan besar pula ukuran partikelnya. Berdasarkan ukuran partikel,
campuran dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu larutan sejati (misalnya larutan gula),
koloid (misalnya larutan susu), dan suspensi kasar (misalnya larutan pasir). Perbedaannya
sebagai berikut (Tabel 1).
Tabel 1. Perbedaan Larutan Sejati, Koloid, dan Suspensi Kasar.

Ada dua cara terbentuknya partikel koloid. Pertama, dari senyawa bermolekul besar,
yaitu satu molekul menjadi satu partikel koloid, contohnya protein dan plastik. Kedua, satu
partikel koloid terbentuk dari gabungan (agregat) banyak partikel kecil. Pertikel yang
bergabung itu mungkin dalam bentuk molekul, ion, atau atom. Contoh agregat molekul
adalah koloid belerang, dan As2S3 dalam air. Contoh agregat atom adalah koloid emas
dalam air (sol emas), yaitu gabungan atom-atom emas menjadi kristal kecil melalui ikatan
logam. Contoh agregat ion adalah koloid Fe(OH)3 dan AgCl.

Dari segi bentuknya, partikel koloid dapat berupa lembaran (laminar), serat (febrilar),
dan butiran (korpuskular). Bentuk itu ditentukan oleh jenis dan cara terbentuknya koloid.
Koloid yang terbentuk dengan cara rekristalisasi mempunyai bentuk sesuai dengan
struktur kristalnya tetapi bila dibuat dengan memecah atau menggerus partikel besar akan
berbentuk acak atau beraneka ragam.

Jadi, pengertian koloid adalah suatu suspensi partikel-partikel yang mempunyai ukuran
tertentu dalam suatu medium kontinyu.
1.2 Klasifikasi Koloid

Dipandang dari kelarutannya, koloid dapat dibedakan sebagai berikut.

1. Koloid Dispersi

Koloid dispersi adalah koloid yang partikelnya tidak dapat larut secara individu
dalam medium. Yang terjadi hanyalah penyebaran (dispersi) partikel tersebut. Yang
ternasuk kelompok ini adalah koloid mikromolekul ( protein dan plastik), agregat
molekul ( koloid belerang), dan agregat atom (sol emas dan platina).

2. Koloid asosiasi

Koloid asosiasi adalah koloid yang terbentuk dari gabungan (asosiasi) partikel kecil
yang larut dalam medium, contohnya koloid Fe(OH)3. Senyawa ini larut menjadi ion
Fe3+ dan OH-. Jika larutan Fe3+ dan OH- dicampur sedemikian rupa sehungga berasosiasi
membentuk kristal kecil yang melayang-layang dalam air sebagai koloid.

Suatu koloid selalu mengandung dua fasa yang berbeda, mungkin berupa gas, cair,
atau padat. Pengertian fasa di sini tidak sama dengan wujud, karena ada wujud sama
tetapi fasanya berbeda, contohnnya campuran air dan minyak bila dikocok akan
terlihat butiran minyak dalam air. Butiran ini mempunyai fasa berbeda dengan air
walaupun keduanya cair. Oleh sebab itu, suatu koloid selalu mempunyai fasa
terdispersi dan fasa pendispersi. Fasa terdispersi mirip dengan zat terlarut (dispers
fase) dan fasa pendispersi mirip dengan pelarut (dispers medium) pada suatu larutan.
Berdasarkan fasa terdispersi dan fasa pendispersinya, koloid disebut juga dispersi
koloid yang dapat dibagi atas delapan jenis (Tabel 2.).
3. Koloid Makromolekul

Koloid Makromolekuler adlah koloid yang terbentuk dari molekul tunggal yang sangat
besar (makromolekul). Contoh : protein dan polimer tinggi seperti karet dan plastk.

Tabel 2. Jenis Sistem Dispersi Koloid

Fasa
Fasa terdispersi Nama Contoh
pendispersi
Gas Cair Buih atau busa Busa sabun, busa
air
Gas Padat Buih
padat/busa Batu apung,karet
Cair Gas
padat busa

Cair Cair
Aerosol cair Karet

Cair Padat
Emulsi cair Susu

Padat Gas
Emulsi padat Mentega

Padat Cair
Aerosol padat Asap, abu

Padat Padat
Sol (gel) Cat

Sol padat Gelas berwarna

Ditinjau dari interaksi fasa terdispersi dengan fasa pendisperasi (medium), koloid
dapat dibedakan sebagai berikut.

1. Koloid Liofil

Koloid liofil adalah koloid yang suka berikatan dengan mediumnya sehingga
sulit dipisahkan atau sangat stabil. Liofil berarti suka cairan (Yunani: lio = cairan,
philia = suka). Contohnya agar-agar, tepung kanji, gelatin dalam air panas , lem
karet, protein, sabun, detergen, dan cat.
2. Koloid Liofob

Koloid liofob adalah koloid yang tidak menyukai mediumnya sehingga


cenderung memisah, dan akibatnya tidak stabil. Liofob berarti takut cairan (Yunani
= phobia = takut/benci). Koloid liofob biasanya terdiri atas zat anorganik semula.
Contoh koloid liofob adalah sol emas.

Koloid dapat berubah menjadi tidak koloid atau sebaliknya. Berdasarkan


perubahan itu, koloid dapat dibedakan sebagai berikut.

1. Koloid Reversibel

Koloid reversibel adalah suatu koloid yang dapat berubah jadi tak koloid,
dan kemudian menjadi koloid kembali. Contohnya air susu (koloid) bila
dibiarkan akan mengendap (tidak koloid) dan airnya terpisah, tetapi bila
dikocok akan bercampur seperti semula (koloid).

2. Koloid Irreversibel

Koloid irreversibel adalah koloid yang setelah berubah menjadi bukan


koloid tidak dapat menjadi koloid lagi, contohnya sol emas.

Ada beberapa tipe koloid yaitu :

1. Sol (fase terdispersi padat)

a. Sol padat adalah sol dalam medium pendispersi padat

Contoh: paduan logam, gelas warna, intan hitam

b. Sol cair adalah sol dalam medium pendispersi cair

Contoh: cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat

c. Sol gas adalah sol dalam medium pendispersi gas

Contoh: debu di udara, asap pembakaran

2. Emulsi (fase terdispersi cair)


Emulsi adalah suatu sistem koloid yang fase terdispersinya dapat berupa zat
padat, cair, dan gas, tapi kebanyakan adalah zat cair (contohnya: air dengan
minyak). Pada umumnya emulsi kurang mantap, kemantapan emulsi dapat terlihat
pada keadaannya yang selalu keruh seperti; susu, santan, dsb. Untuk
memantapkan emulsi diperlukan zat pemantap yang disebut emulgator.

a. Emulsi padat adalah emulsi dalam medium pendispersi padat

Contoh: Jelly, keju, mentega, nasi

b. Emulsi cair adalah emulsi dalam medium pendispersi cair

Contoh: susu, mayones, krim tangan

c. Emulsi gas adalah emulsi dalam medium pendispersi gas

Contoh: hairspray dan obat nyamuk

3. BUIH (fase terdispersi gas)

Buih adalah koolid dengan fase terdisperasi gas dan medium pendisperasi zat
cair atau zat padat. Baerdasarkan medium pendisperasinya

a. Buih padat adalah buih dalam medium pendispersi padat

Contoh: Batu apung, marshmallow, karet busa, Styrofoam

b. Buih cair adalah buih dalam medium pendispersi cair

Contoh: putih telur yang dikocok, busa sabun

2. Preparasi (penyiapan) Koloid.

Koloid dapat dibuat baik dari larutan sejati ataupun dari suspensi. Koloid dari larutan sejati
dibuat dengan cara menggabungkan (agregasi) partikel-partikel dalam larutan sejati sedangkan
koloid yang dibuat dari suspensi dibuat dengan cara menghaluskan partikel-partikel kasar dalam
suspensi kemudian mendispersikannya dalam medium pendispersi. Pembuatan koloid dari
larutan sejati disebut dengan cara kondensasi sedangkan pembuatan koloid dari suspensi
disebut cara dispersi.
a. Cara Kondensasi

Pembuatan koloid dengan cara kondensasi yaitu suatu cara pembuatan koloid dengan
mengubah partikel-partikel larutan sejati yang terdiri atas molekul-molekul atau ion-ion
menjadi partikel koloid. Cara kondensasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara kimia
dan cara fisika. Cara kimia maupun cara fisiska banyak digunakan untuk membuat koloid,
misalnya sol belerang, sol emas.

1. Cara Kimia

Merupakan pembentukan partikel koloid dari partikel larutan sejati melalui reaksi
kimia, seperti reaksi pengendapan, reaksi hidrolisis, reaksi resdoks, dan reaksi
pemindahan.

Reaksi Pengendapan

Caranya dua buah larutan elektrolit encer dicampurkan sehingga menghasilkan


endapan yang berukuran koloid.

Contoh:

Sol AgCl dapat dibuat dengan mencampur larutan AgNO3 encer dengan larutan HCl
encer atau NaCl encer.

Reaksinya: AgNO3(aq) + HCl(aq) AgCl(s) + HNO3(aq)

AgNO3(aq) +NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)

Sol As2S3 yang berwarna kuning dapat dibuat dengan mengalirkan gas H2S ke dalam
larutan encer H3AsO3.

Reaksinya : 2H3AsO3(aq) + 3H2S(g) As2S3(s) + 6H2O(l)

Reaksi Hidrolisis

Hidrolisis adalah peristiwa terjadinya reaksi antara garam dengan air, misalnya pada
pembuatan sol Fe(OH)3. Sol Fe(OH)3 dibuat dengan menambahkan larutan FeCl3 ke
dalam air mendidih. Fe3+ akan mengalami reaksi hidrolisis menjadi Fe(OH)3.
Reaksinya : FeCl3(aq) + 3H2O(l) Fe(OH)3(s) + 3HCl(aq)

Reaksi Redoks

Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi.

Contoh:

1. Cara Reduksi, yaitu mereduksi logam dari senyawa sehingga terbentuk agregat atom
logam. Contohnya membuat koloid emas dengan mereduksi emas klorida dengan
stanni klorida.

2AuCl3 + 3SnCl2 2Au + 3SnCl4

2. Cara oksidasi, yaitu mengoksidasi unsur dalam senyawa sehingga terbentuk unsur
bebas. Contohnya dalam membuat koloid belerang dengan mengoksidasi hidrogen
sulfida dengan SO2.

2H2S + SO2 2S + H2O

Reaksi pemindahan

Contoh :

Apabila ke dalam larutan Na2S2O3 ditambahklan larutan HCl, ke dalam larutan


tersebut akan terbentuk partikel-partikel yang berukuran koloid. Belerang yang
terbentuk akan membesar sampai mencapai ukuran partikel koloid.

Reaksinya : Na2S2O3(aq) + 2HCl(aq) 2NaCl(aq) + H2SO3(aq) + S(s)

Selain itu, sol As2S3 juga dapat dibuat dengan reaksi pemindahan. Sol As2S3
terbentuk bila larutan arsen(III) oksida dialiri dengan gas asam sulfida.

Reaksinya : As2O3(aq) + 3H2S(g) As2S3(s) + 3H2O(l)

2. Cara Fisika

Cara fisika yang dilakukan untuk mengkondensasikan partikel sebagai berikut


Pendinginan

Kelarutan suatu zat sebanding dengan suhu sehingga pendinginan dapat


menggumpalkan menjadi koloid. Contohnya dalam membuat koloid belerang, dengan
menambahkan air ke dalam larutan belerang dalam alkohol.

Pengembunan Uap

Uap raksa yang dialirkan melalui air dingin dapat membentuk sol raksa Penggantian
pelarut

Sol belerang dalam air, dapat dibuat dengan melarutkan belerang ke dalam alkohol.
Kemudian larutan jenuh yang terjadi, diteteskan ke dalam air sedikit demi sedikit.
Contohnya membuat koloid es dengan mendinginkan campuran eter atau kloroform
dengan air.

b. Cara Dispersi

Koloid yang berasal dari suspensi kasar dapat dibuat dengan cara dispersi.
Pembuatan koloid secara dispersi dapat dilakukan sebagai berikut.

1. Cara Mekanik

Pembuatan koloid dengan cara penggerusan zat padat hingga halus kemudian
didispersikan ke dalam medium pendispersi. Bila perluditambahkan zat pemantap
(stabilizer) untuk mencegah penggumpalan kembali.

Contoh :

Sol belerang dapat dibuat dengan menumbukan dan menggerus butir-butir belerang
yang dicampur dengan kristal gula pasir. Serbuk belerang dan serbuk gula hasil
penggerusan kemudian dicampur dengan air sebagai medium pendispersi.

2. Cara Peptisasi

Pembuatan koloid dengan memecah molekul besar menjadi molekul yang lebih
kecil dengan menambahkan zat kimia dengan zat elektrolit yang mengandung ion
sejenis dengan menghilangkan ion-ion elektrolit yang menyebabkan pengendapan.
Contoh :

- Endapan Al(OH)3 yang terdapat dalam air jika ditambahkan larutan AlCl3 akan
berubah menjadi sol Al(OH)3

- Pembuatan sol perak iodida (Agl) diawali dengan mencampur larutan AgNO3
dengan larutan KI berlebihan. Agl yang diendapkan jika dicuci, akan mengalami
peptisasi yaitu timbulnya partikel AgI. Perak iodida mengendap karena
konsentrasi elektrolit yang tinggi. Pada saat pencucian, kelebihan elektrolit akan
hilang sehingga memungkinkan terdispersinya perak iodida kembali.

3. Cara Busur Bredig ( cara elektrodispersi)

Pembuatan partikel koloid dengan cara busur bredig, yaitu partikel-partikel fase
terdispersi dibuat dengan menggunakan loncatan bunga api listrik. Cara ini biasanya
digunakan dalam pembuatan sol logam. Logam yang didispersikan dipasang sebagai
elektroda-elektroda yang dihubungkan dengan sumber arus listrik bertegangan tinggi
dan suatu interuptor. Loncatan bunga api listrik di antara kedua elektroda akan
menguapkan sebagian logam. Uap logam yang terjadi di dalam medium dispersi (air
yang mengandung sedikit larutan KCl 0,001 atau elektrolit lain) akan menyublim
berupa partikel halus.

Contoh: Pembuatan sol emas dan sol platina.

4. Cara Homogenisasi

Pembuatan koloid jenis emulsi dapat dilakukan dengan cara homogenisasi, yaitu
suatu cara yang digunakan untuk membuat suatu zat menjadi homogen dan
berukuran koloid. Contoh cara homogeniosasi adalah pada pembuatan susu. Partikel
lemak dari susu diperkecil sampai berukuran koloid dengan cara melewatkan zat
tersebut melalui lubang berpori dengan tekanan tinggi. Apabila ukuran partikel sudah
berukuran koloid, zat tersebut didispersikan ke dalam medium pendispersinya.

3. Pemurnian Dispersi Koloid

Suatu koloid biasanya mengandung senyawa lain yang terlarut, yang dapat dimurnikan dengan cara
dialisis, penyaring ultra, atau elekroforensis.

a) Cara Dialisis

Dialisis adalah cara mengurangi ion-ion pengganggu yang terdapat dalam sistem koloid
dengan menggunakan semipermeabel atau pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan
yang menempel pada permukaannya. Pada proses dialisis ini digunakan selaput
semipermeabel. Pergerakan ion-ion dan molekul molekul kecil melalui selaput
semipermiabel disebut dialysis. Suatu koloid biasanya bercampur dengan ion-ion
pengganggu, karena pertikel koloid memiliki sifat mengadsorbsi. Pemisahan ion penggangu
dapat dilakukan dengan memasukkan koloid ke dalam kertas/membran semipermiabel
(selofan), baru kemudian akan dialiri air yang mengalir. Karena diameter ion pengganggu
jauh lebih kecil daripada kolid, ion pengganggu akan merembes melewati pori-pori kertas
selofan, sedangkan partikel kolid akan tertinggal. Proses dialisis untuk pemisahan partikel-
partikel koloid dan zat terlarut dijadikan dasar bagi pengembangan dialisator. Salah satu
aplikasi dialisator adalah sebagai mesin pencuci darah untuk penderita gagal ginjal.
Jaringan ginjal bersifat semipermiabel, selaput ginjal hanya dapat dilewati oleh air dan
molekul sederhana seperti urea, tetapi menahan partikel-partikel kolid seperti sel-sel
darah merah.

Prinsip kerja dalam prosese dialisis sebagai berikut. Dispersi kolid dimasukan ke
dalam kantong yang terbuat dari membran semipermeabel, seperti perkamen, selofan,
dsb. Karena ion-ion atau molekul larutan memiliki ukuran lebih kecil dari partikel koloid,
ion-ion atau molekul tersebut dapat melalui membran lebih cepat daripada partikel koloid.
Sehingga partikel koloid akan tetap berada dalam kantong membran. Untuk mempercepat
proses dialisis dapat digunakan cara elektrodialisis. Pada elektrodialisis keluarnya ion-ion
kantong semipermeabel dapat dipercepat dengan adanya elektroda-elektroda di dekatnya
yang menarik ion-ion tersebut. Proses dialisis digunakan untuk memurnikan protein dari
partikel-partkel lain yang ukurannya lebih kecil dari protein. Dalam industri, teknik dialisis
digunakan untuk memisahkan tepung tapioka dari ion-ion sianida yang terkandung dalam
sianida.

Prinsip dialisis saat ini digunakan sebagai proses cuci darah bagi penderita gagal ginjal,
yang dikenal dengan blood dialisis.

b) Penyaring Ultra

Partikel-partikel kolid tidak dapat disaring biasa seperti kertas saring, karena pori-pori kertas saring
terlalu besar dibandingkan ukuran partikel-partikel tersebut. Tetapi, bila kertas saring
tersebut diresapi dengan selulosa seperti selofan, maka ukuran pori-pori kertas akan sering
berkurang. Kertas saring yang dimodifikasi tersebut disebut penyaring ultra. Proses
pemurnian dengan menggunakan penyaring ultra ini termasuklambat, jadi tekanan harus
dinaikkan untuk mempercepat proses ini. Terakhir, partikel-pertikel koloid akan teringgal
di kertas saring. Partikel-partikel kolid akan dapat dipisahkan berdasarkan ukurannya,
dengan menggunakan penyaring ultra bertahap.

c) Elekroforensis

Campuran beberapa koloid yang bermuatan listrik dapat dipisahkan dengan cara elekrtoforesis karna
koloid akan tertarik ke elektroda yang berlawanan muatannya. Tabung U yang berisi dua
macam koloid atau lebih. Kemudian masing-masing kakinya diberi elektroda. Setelah dialiri
arus searah koloid bermuatan positif akan tertarik ke katoda dan bermuatan negative ke
anoda sehingga keduanya dapat dipisahkan koloid yang sama muatanya dapat dipisahkan
berdasarkan perbedaan difusinya. Koloid yang cepat berdifusi akan sampai dielektroda
lebih dahulu. Cara in biasa dipakai dalam analisis protein, asam nukleat, dan polisakarida
dalam biokimia dan biologi.

B. SIFAT SIFAT KOLOID

1. Sifat Optis

Ukuran partikel koloid lebih besar dari larutan sejati, sehingga bla seberkas cahaya melewatinya
akan dipantulkan. Arah pantulan ini tidak teratur, karena partikel-partikel koloid terbesar secara
acak, sehingga pantulan cahaya itu berhamburan (diserahkan) ke segala arah. Peristiwa
penghamburan cahaya oleh partikel partikel koloid ini disebut Efek Tyndall
Efek Tyndall

Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini
disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini ditemukan oleh
John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut efek
tyndall. Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan
sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya,
sedangkan pada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel
koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar
tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan
yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengamati efek Tyndall ini antara lain:

1. Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut.

2. Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap/berdebu.

3. Berkas sinar matahari melalui celah daun pohon-pohon pada pagi hari yang berkabut. Hal ini
karena adanya debu dan polusi udara yang dapat digolongkan sebagai dispersi koloid (padat
yang terdispersi dalam gas). Partikel-partikel koloid yang mempunyai ukuran kecil,
cenderung untuk menghamburkan cahaya dengan panjang gelombang pendek yaitu bagian
biru dari spektrum cahaya. Sebaliknya, yang berukuran besar cenderung untuk
menghamburkan cahaya yang lebih panjang yaitu bagian jingga dan merah dari spektrum
cahaya. Partikel-partikel debu yang besar cenderung terletak dekat permukaan bumi
sedangkan partikel debu yang kecil cenderung terletak pada ketinggian yang lebih besar.
Pada tengah hari, cahaya yang dihamburkan oleh partikel-partikel kecil lebih memegang
peranan karena sinar matahari tegak lurus jatuh ke permukaan bumi. Karena itu, langit
tampak biru. Tapi pada waktu matahari terbit atau terbenam, sinar matahari hampir sejajar
dengan permukaan bumi dan karenanya partikel-partikel koloid besar yang terletak dekat
permukaan bumi akan lebih memegang peranan dan langit akan tampak berwarna jingga
atau merah

2. Sifat Fisik

Sifat-sifat fisik koloid berbeda-beda tergantung jenisnya. Pada koloid hidrofob sifat-sifat seperti rapatan
tegangan muka dan viskositas hampir sama dengan medium pendispersinya. Sedangkan koloid
hidrofil karena terjadi hidrasi, sifat-sifat fisiknya sangat berbeda dengan mediumnya.
Viskositasnya lebh besar dan tegangan mukanya lebih kecil.

Koloid Liofil dan Koloid Liofob

Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan medium pendispersinya cairan.

Koloid Liofil Koloid Liofob 3. Sifat Koligatif

sistem koloid yang affinitas fase sistem koloid yang affinitas fase
Suatu kolid dalam
terdispersinya besar terhadap terdispersinya kecil terhadap
medium cair juga
medium pendispersinya. medium pendispersinya.
mempunyai sifat
koligatif. Sifat ini hanya
Contoh: sol kanji, agar-agar, lem, Contoh: sol belerang, sol emas.
bergantung pada
cat
jumlah partikel koloid
bukan pada sifatnya. Sifat-sifat koligatif koloid umumnya lebh rendah daripada larutan sejati
dengan jumlah partikel yang sama. Sifat koligatif larutan berguna untuk menghitung konsentrasi
atau jumlah partikel koloid. Kecuali pengukuran tekanan Osmosa, dipakai untuk menetapkan
berat molekul rata-rata koloid makromolekul.

4. Sifat Listrik

Sifat listrik atau Elektrik pada koloid atau Partikel-partikel koloid bermuatan listrik. Ada yang
bermuatan positif dan ada yang bermuatan negatif. Adanya muatan listrik pada koloid dapat
dijelaskan dengan elektoforesis, dan adsorpsi.

Elektoforesis

Permukaan partikel koloid mempunyai muatan listrik disebabkan terjadinya ionisasi atau
penyerapan ion-ion dalam larutan. Akibatnya partikel koloid dapat bergerak dalam medan
listrik. Bila ke dalam sistem koloid dimasukan sepasang elektroda yang dialiri arus listrik searah
maka partikel-partikel koloid yang bermuatan negatif akan bergerak menuju elektroda positif
(anoda). Sebaliknya yang bermuatan negatif (katoda). Bergeraknya partikel-partikel koloid oleh
pengaruh medan listrik ini disebut elektroforesis. selain karena adanya gerakan Brown. Pada
peristiwa elektroforesis, partikel koloid akan dinetralkan muatannya dan digumpalkan pada
elektroda. Kegunaan dari sifat ini adalah untuk menentukan muatan yang dimiliki oleh suatu
partikel koloid. Hal ini dilakukan dengan cara memasukan dua batang elektroda ke dalam sistem
koloid dan menghubungkannya dengan sumber arus searah. Kondisi ini memungkinkan partikel
koloid bergerak ke salah satu elektroda yang sesuai dengan jenis muatannya. Koloid yang
bermuatan negatif bergerak ke elektroda positif (anoda) dan koloid yang bermuatan positif
akan bergerak ke elektrode negatif (katoda).

Adsorbsi

Adsorbsi adalah proses penyerapan suatu zat di permukaan zat lain. Zat yang diserap
disebut fase terserap dan zat yang menyerap disebut adsorpen. Adsorpen dapat berupa zat
padat dan zat cair. Adsorpsi dapat terjadi antara zat padat dan zat cair, zat padat dan zat gas,
zat cair dan zat cair, atau zat gas dan zat cair.

Contoh pemanfaatan adsorpsi koloid sebagai berikut.

1. Penyembuhan sakit perut yang disebabkan oleh bakteri patogen dengan serbuk karbon
atau norit. Di dalam usus, norit akan menjadi koloid yang dapat mengadsorpsi zat racun
(bakteri patogen)

2. Penjernihan air keruh dengan tawas (Al2(SO4)3). Di dalam air tawas terhidrolisis menjadi
Al(OH)3 yang berbentuk koloid yang mampu mengadsorpsi kotoran dalam air khususnya
zat warna.

3. Pencelupan serat wol, kapas, atau sutra. Serat yang akan diwarnai dicelupkan Al2(SO4)3
atau larutan basa.

Sumber muatan koloid sol

Partikel-partikel koloid mendapat muatan listrik melalui dua cara, yaitu :

Proses adsorpsi
Partikel koloid dapat mengadsorpsi partikel bermuatan dari fase pendispersinya. Jenis muatan
tergantung dari jenis partikel yang bermuatan. Partikel sol Fel (OH)3 kemampuan untuk
mengadsorpsi kation dari medium pendisperinya sehingga bermuatan positif, sedangkanl
partikel sol As2S3 mengadsorpsi anion dari medium pendispersinya sehingga bermuatan
negatif. Sol AgCI dalam medium pendispersi dengan kation Ag+ berlebihan akan
mengadsorpsi Ag+ sehingga bermuatan positif. Jika anion CI- berlebih, maka sol AgCI akan
mengadsorpsi ion CI- sehingga bermuatan positif.

Proses ionisasi gugus permukaan partikel

Beberapa partikel koloid memperoleh muatan dari proses ionisasi gugus-gugus yang ada
pada permukaan partikel koloid. Contohnya adalah koloid protein dan koloid sabun/
deterjen. Berikut penjelasannya:

1. Koloid protein

Koloid protein adalah jenis koloid sol yang mempunyai gugus yang bersifat asam (-
COOH) dan biasa (-NH2). Kedua gugus ini dapat terionisasi dan memberikan muatan
pada molekul protein. Pada ph rendah , gugus basa NH2 akan menerima proton dan
membentuk gugus NH3. pH tinggi, gugus COOH akan mendonorkan proton dan
membentuk gugus COO-. Pada pH intermediet partikel protein bermuatan netral
karena muatan NH3+ dan COO- saling meniadakan.

2. Koloid sabun dan deterjen

Pada konsentrasi relatif pekat, molekul ini dapat bergabung membentuk


partikel berukuran koloid yang disebut misel. Zat yang molekulnya bergabung secara
spontan dalam suatu fase pendispersi dan membentuk partikel berukuran koloid
disebut koloid terasosiasi. Sabun adalah garam karboksilat dengan rumus R-COO-Na+.
Anion R-COO- terdiri dari gugus R- yang bersifat non pola. Gugus R- atau ekor non-
polar tidak larut dalam air sehingga akan terorientasi ke pusat.

5. Koagulasi

Koagulasi atau penggumpalan adalah peristiwa pengendapan partikel-partikel koloid sehingga


fase terdispersi dari medium pendispersinya. Koagulasi disebabkan oleh hilangnya kestabilan
untuk mempertahankan partikel-partikel agar tetap tersebar di dalam medium pendispersinya.
Dalam koagulasi terjadi hal-hal sebagai berikut.

1. Kestabilan koloid disebabkan oleh adanya muatan listrik pada permukaan partikel koloid dan
adanya fase terdispersi yang afinitasnya lebih tinggi daripada medium pendispersi. Hal ini
dapat terjadi di dalam sel elektroforesis dan juga apabila sistem koloid ditambah dengan
elektrolit. Sedangkan apabila sistem koloid ditambah dengan elektrolit maka koloid yang
bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation) dan sebaliknya koloid yang bermuatan
positif akan menarik ion negatif (anion). Selanjutnya ion-ion tersebut akan membentuk
selubung yang melapisi partikel koloid. Jika selubung tersebut terlalu dekat dengan partikel
koloid maka akan menetralkan muatan koloid sehingga akan terjadi koagulasi. Semakin besar
muatan ion menyebabkan gaya tarik-menarik antara ion dan partikel koloid semakin besar
sehingga koagulasi semakin cepat terjadi.

2. Koagulasi koloid dapat dilakukan dengan cara mekanik dan kimiawi. Cara mekanik, misalnya
pemanasan, pendinginan, dan pengadukan. Cara kimiawi, misalnya penetralan siang atau
menghilangkan muatan elektrolisis, penambahan elektrolit.

Proses-proses yang memanfaatkan sifat koagulasi koloid, sebagai berikut.

1. Proses pengolahan karet dari bahan mentahnya (lateks), dengan koagulan berupa asam
format

2. Proses penjernihan air dengan menggunakan tawas. Tawas dapat digunakan untuk
menggumpalkan lumpur koloid atau sol tanah liar dalam air, karena penggotor tersebut
umumnya bermuatan negatif sedangkan tawas mengandung ion Al3+ sehingga penggotor
tersebut dapat digumpalkan oleh tawas.

3. Proses yang dilakukan ion Al3+ atau Fe3+pada penetralan partikel albuminoid yang
terkandung dalam darah sehingga terjadi penggumpalan yang dapat menutupi luka.

6. Kestabilan Koloid

Terdapat beberapa gaya pada sistem koloid yang menentukan kestabilan koloid, yaitu sebagai
berikut : Gaya pertama ialah gaya tarik menarik yang dikenal dengan gaya London Van der
Waals. Gaya ini menyebabkan partikel partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan
akhirnya mengendap. Gaya kedua ialah gaya tolak menolak. Gaya ini terjadi karena
pertumpangtindihan lapisan ganda listrik yang bermuatan sama. Gaya tolak menolak tersebut
akan membuat dispersi koloid menjadi stabil. Gaya ketiga ialah gaya tarik menarik antara
partikel koloid dengan medium pendispersinya. Terkadang, gaya ini dapat menyebabkan
terjadinya agregasi partikel koloid dan gaya ini juga dapat meningkatkan kestabilan sistem koloid
secara keseluruhan. Salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas koloid ialah muatan
permukaan koloid. Besarnya muatan pada permukaan partikel dipengaruhi oleh konsentrasi
elektrolit dalam medium pendispersi. Penambahan kation pada permukaan partikel koloid yang
bermuatan negatif akan menetralkan muatan tersebut dan menyebabkan koloid menjadi tidak
stabil. Banyak koloid yang harus dipertahankan dalam bentuk koloid untuk penggunaannya.
Contoh: es krim, tinta, cat. Untuk itu digunakan koloid lain yang dapat membentuk lapisan di
sekeliling koloid tersebut. Koloid lain ini disebut koloid pelindung. Contoh: gelatin pada sol
Fe(OH)3.

Untuk koloid yang berupa emulsi dapat digunakan emulgator yaitu zat yang dapat tertarik pada
kedua cairan yang membentuk emulsi. Contoh: sabun deterjen sebagai emulgator dari emulsi
minyak dan air.

C. Peristiwa Elektrokinetik

Kebanyakan senyawa, termasuk koloid akan membentuk suatu permukaan bermuatan listrik
bila berhubungan dengan medium polar seperti air misalnya. Sumber muatan ini bermacam-
macam. Untuk sol hidrofilik seperti larutan protein, muatan diperoleh terutama karena ionisasi

gugus COO- dan gugus amino . Karena ionisasi dari gugus tersebut bergantung pada pH,
maka muatan bersih larutan protein akan bergantung pada pH. Pada pH tinggi, protein akan
bermuatan negatif, sedangkan pada pH rendah protein akan bermuatan positif.

Partikel-partikel koloid mempunyai sifat kinetik

Sifat Kinetik

Sifat kinetik dipengaruhi dua hal.

1. Pertama, adalah gerak termal. Gerakan ini pada skala mikroskopik pertama kali ditemukan
oleh seorang ahli biologi bernama Brown.

Gerak Brown
Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus
tapi tidak menentu (gerak acak/tidak beraturan). Jika kita amati koloid dibawah mikroskop
ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk
zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown. Partikel-partikel suatu zat senantiasa
bergerak.

Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas, atau hanya bervibrasi di
tempat seperti pada zat padat. Untuk koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas,
pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid
itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel
cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat
suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga
terjadi gerak zigzag atau gerak Brown. Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat
gerak Brown terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat
gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam
larutan dan tidak ditemukan dalam zat padat (suspensi). Gerak Brown juga dipengaruhi
oleh suhu. Semakin tinggi suhu system koloid, maka semakin besar energi kinetic yang
dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-
partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu
system koloid, maka gerak Brown semakin lambat.

2. Kedua, adalah gravitasi yang dapat berupa gravitasi alami yang disebabkan gravitasi bumi
yang menyebabkan pengendapan partikel-partikel besar, atau dapat juga berupa gravitasi
buatan yang dapat dicapai dengan jalan memusing larutan koloidal dengan menggunakan
sentrifusa sehingga mengakibatkan terjadinya pengendapan fasa terdispersi. Sentrifusa
juga dapat digunakan untuk menentukan berat molekul.
Gerak nisbi antara suatu zat padat dan suatu zat cair serta beda potensial listrik, sangkut
menyangkut dalam gejala elektrokinetik yang terdiri dari 4 efek yaitu, elektroforesa, elektroosmosa,
potensial endapan dan potensial aliran. Ke-empat efek dapat digolongkan

A. Beda potensial yang diadakan pada sistem zat padat-zat cair menimbulkan gerak yaitu :

A1. Gerak zat padat pada elektroforesa

A2. Gerak zat cair pada elektroosmosa

B. Beda potensial yang diadakan pada sistem zat padat-zat cair menimbulkan beda potensial,
yaitu :

B1. Potensial endapan pada gerak zat padat

B2. Potensial aliran pada gerak zat cair.

Pada efek elektroforesa, maka butir-butir ataupun butir-butir yang lebih kasar bergerak oleh
beda potensial terpasang. Butir positif bergerak dari katoda ke anoda, butir negative sebaliknya.
Butir-butir ini selain padat juga cair atau gas. Efek elektroosmosa ditemukan Reuss dalam tahun
1809. Serupa pada osmosa, maka zat cair bergerak dari pori-pori zat padat, misalnya membrane
atau lempeng tembikar, tetapi disini dengan pengaruh potensial antara elektroda di sebelah-
menyebelahnya.

Potensial sendimentasi diseldiki oleh Dorn dalam tahun 1880 dan dinamakan efek Dorn. Butir-
butir kecil jatuh oleh gaya berat dalam air, maka dapat diamati suatu beda potensial antara dua
elektroda yang ditempatkan pada tinggi yang berbeda dalam arus butr-butir yang mengendap itu.

Potensial aliran ditemukan Quincke dalam tahun 1859. Ditekan zat cair melalui suatu pipa
kapiler atau melalui pori-pori suatu lempeng tembikar. Maka akan terjadi beda potensal antara dua
titik sepanjang arah gerak. Beda potensial itu timbul oleh pergeseran lapisan kembar bermuatan
terhadap sesamanya. Efek potensial aliran dapat dianggap kebalikan dari efek elektroosmosa dan
efek potensal sedimentas kebalikan dari efek elektroforesa.

Aplikasi dari peristiwa elektrokinetik adalah metode perbaikan tanah dengan cara memberikan
tegangan pada elektroda yang ditanam di tanah untuk memperbaiki karakteristik geoteknik dari
tanah lunak. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh J. Q. Shang dan K. L. Masterson ,
perbaikan karakteristik tanah ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai kuat geser sebesar 69
persen, modulus geser sebesar 151 persen, dan tegangan pra-konsolidasi sebesar 700 persen.
Pada hasil penelitian selanjutnya, dengan pengaturan penempatan elektroda yang lebih baik,
kapasitas daya dukung dari suatu model pondasi meningkat sampai 4 kali lipat dan kuat geser
undrained meningkat sampai 3 kali lipat setelah diberi tegangan DC sebesar 5.2 Volt secara terus
menerus selama 14 hari [1].

Pada saat dua kutub elektroda (anoda dan katoda) ditanam di dalam tanah dan dialiri dengan
arus listrik, maka akan terjadi proses elektrolisis di elektroda dengan persamaan sebagai berikut :

Anoda : O2 + 4H+ 2H2O 4e- (1)

Katoda : 2H2O + 2e- H2 + 2OH- (2)

Proses elektrolisis di atas diikuti dengan perpindahan H+ ke kutub katoda dan OH- ke kutub
anoda (electromigration) serta perpindahan air pori tanah dari area di sekitar anoda menuju ke
katoda (electroosmosis). Perpindahan air pori tanah ini mempunyai pengaruh yang besar dalam
peningkatan daya dukung tanah di sekitar kutub anoda.

Metode elektrokinetik sebagai alternatif perbaikan tanah memiliki beberapa kelebihan, seperti:
dapat diterapkan pada tanah yang memiliki permeabilitas rendah, efektif untuk tanah yang memiliki
butiran sangat halus, dan derajat kontrol arah aliran air pori tinggi. Beberapa faktor yang
berpengaruh pada proses elektrokinetik yaitu : Ukuran butiran tanah dan tipe mineral, Kadar garam,
pH, current density, dan macam elektroda.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada penulisan di atas, maka kesimpulan yang dapat diambil sebagai berikut.

Campuran yang terletak antara medium dispersi disebut koloid.

Sifat-sifat koloid dapat ditemukan dilingkungan sekitar kita.

Koloid dapat dibuat dengan cara kondensasi dan dispersi.


Dalam koloid terdapat peristiwa elektrokinetik.

Dengan mengetahui tentang koloid, dapat dihindari hal yang merugikan dan menciptakan
keuntungan dalam kehidupan.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah kita harus memahami secara benar tentang koloid
karena di lingkungan kita terdapat banyak sistem koloid.

Anda mungkin juga menyukai