MODUL 2
ISOLASI DNA PLASMID BAKTERI
Oleh :
Joshua Harry Chandra
260110200101
Perlakuan Hasil
b. Prosedur
Perlakuan Hasil
Tutup botol Buffer PD2 segera Botol PD2 telah ditutup dan
setelah digunakan untuk telah didiamkan pada suhu
menghindari pengasaman CO2. kamar selama dua menit
Diamkan pada suhu kamar
selama minimal 2 menit untuk
memastikan lisatnya homogen.
II. Pembahasan
Plasmid merupakan molekul DNA ekstrakromosomal yang dapat
bereplikasi (memperbanyak diri) secara mandiri dan ditemukan dalam sel
prokariot dan eukariot. Secara alami plasmid terdapat pada bakteri dan
beberapa organisme eukariot seperti Escherichia coli . Ukuran plasmid
bervariasi antara 1 kb sampai 200 kb. Dalam penelitian rekayasa genetika,
plasmid digunakan sebagai kendaraan molekuler untuk memasukkan gen dari
luar ke dalam sel inang. Plasmid mempunyai 3 komponen penting yaitu: 1)
Origin of replication (ORI), sehingga plasmid dapat bereplikasi secara
mandiri, 2) mempunyai daerah unik sebagai situs pemotongan enzim
endonuklease, yang biasa disebut multiple cloning site (MCS), 3) membawa
penanda seleksi (biasanya resistensi terhadap antibiotika) untuk membedakan
antara sel inang yang mengandung plasmid atau tidak (Hardianto dkk., 2015).
Sejak ditemukan plasmid, telah banyak metode dikembangkan untuk
mengisolasi plasmid. Metode isolasi plasmid yang tepat sangat penting untuk
mendapatkan plasmid dengan konsentrasi dan kemurnian yang tinggi.
Keberhasilan Polymerase Chain Reaction (PCR), penentuan urutan DNA
(sequencing), dan kloning gen sangat ditentukan oleh konsentrasi dan
kemurnian plasmid. Beberapa metode isolasi plasmid antara lain: lisis alkali,
lisis dengan pemanasan, menggunakan bahan kimia sesium klorida, metode
dengan menggunakan microwave, dan metode kromatografi. Metode isolasi
plasmid yang biasa dipakai adalah lisis alkali dan lisis dengan pemanasan.
Kelemahan metode lisis dengan pemanasan adalah beberapa E. coli seperti
HB101t selnya tidak dapat dilisis dengan pemanasan. Metode lain untuk
isolasi plasmid dengan menggunakan sesium klorida, yang sangat mahal,
korosif, toksik, dan memerlukan waktu yang sangat lama, sehingga metode ini
jarang digunakan. Banyak kit untuk isolasi plasmid beredar di pasaran. Kit ini
menggunakan kolom kromatografi sekali pakai untuk mengabsorpsi plasmid.
Matriks yang digunakan beragam, antara lain gelas, resin anion
(dietilaminoetil, dietil-2- hidroksipropil-aminoetil). Isolasi plasmid
menggunakan kit relatif lebih mudah tetapi mahal jika dilakukan secara rutin.
Dari metode-metode isolasi di atas, metode lisis alkali merupakan metode
isolasi plasmid yang banyak digunakan karena simpel, relatif murah, dan
reprodusibilitas tinggi (Sambrook dan Russell, 2001).
Biasanya plasmid diisolasi dari hasil kultivasi E. coli dalam media LB
cair yang mengandung antibiotika tetapi E. coli dalam LB padat dapat juga
digunakan untuk isolasi plasmid. Penggunaan E. coli dalam LB padat lebih
menghemat waktu karena tidak memerlukan tahap sentrifugasi untuk
mendapatkan sel E. coli dari media cair. Pada kegiatan ini plasmid diisolasi
dari bakteri E. coli menggunakan metode alkaline lysis. Secara umum, isolasi
plasmid bertujuan mengekstrak plasmid dan memisahkannya dari berbagai
komponen selular bakteri lainnya, seperti protein, lemak, RNA, dan DNA
kromosomal. Yang menjadi tantangan besar dalam isolasi plasmid adalah
pemisahan DNA plasmid dari DNA kromosomal bakteri. Metode alkaline
lysis secara garis besar terbagi ke dalam enam tahap, yakni tahap kultivasi
bakteri dan pemanenan sel, tahap resuspensi sel, tahap lisis sel dan denaturasi
DNA, tahap netralisasi, tahap purifikasi, dan tahap pemekatan DNA
(Mujayana dan Nurjanna, 2015).
Tahap pertama isolasi DNA plasmid bakteri ini adalah penyiapan
suspensi bakteri. Suspensi bakteri yang digunakan adalah bakteri hasil
kultivasi shift C yang pada minggu lalu salah satu kelompoknya berhasil
melakukan transformasi plasmid ke dalam bakteri. Sebanyak 1 koloni bakteri
E. coli JM109 diambil dari plat biakan, lalu diinokulasikan ke dalam 5 mL
medium LB. Biakan diinkubasi selama 12-16 jam pada suhu 37oC dengan
pengocokan 150-180 rpm. Untuk hasil maksimal, volume labu Erlenmeyer
yang digunakan minimal 4 kali volume biakan. Sebanyak 1,5 mL biakan
bakteri dimasukkan dalam tabung Eppendorf 1,5 mL, disentrifugasi pada
kecepatan 8.000 rpm (6.800 x g) selama 2 menit, lalu supernatannya dibuang.
Sebanyak 1,0 mL biakan bakteri ditambahkan ke dalam pelet bakteri,
disentrifugasi pada kecepatan 8.000 rpm (6.800 x g) selama 2 menit, lalu
supernatannya dibuang. Pelet bakteri ditambahkan 1,0 mL aquabides,
disentrifugasi pada kecepatan 8.000 rpm (6.800 x g) selama 1 menit, lalu
supernatannya dibuang. Tahap pencucian ini dilakukan sebanyak 2 kali.
Seluruh prosedur dilakukan pada suhu kamar. Tahap selanjutnya
adalah menambahkan RNAse sebanyak 2 µL ke dalam tabung
microcentrifuge 1,5 mL yang berisi pelet bakteri. Penambahan RNAse
berfungsi untuk mendegradasi RNA. Lalu, ditambahkan 200 µL PD1 buffer
ke dalam tabung yang sama. PD1 buffer terdiri atas sukrosa, 25 mM Tris-HCl
pH 8 dan 10 mM EDTA. Sukrosa berfungsi untuk menjaga osmolaritas dan
mencegah buffer untuk memecahkan sel bakteri. Tris-HCl berfungsi untuk
menjaga pH selama penambahan reagen lain. Selain itu, EDTA juga dapat
mengkelat kation, seperti Mg2+. Kation ini merupakan kofaktor dalam
nuklease bakteri. Oleh karena itu, penambahan EDTA dapat menghambat
kerja nuklease, sehingga dinding sel dan membran sel pecah (Das dan Dash,
2015). Pelet sel selanjutnya diresuspensi sepenuhnya dengan vortex selama 10
detik sampai jejak pelet sel larut.
Kemudian, ditambahkan 200 µL PD2 Buffer ke dalam sampel yang
telah disuspensikan kembali, kemudian aduk perlahan dengan membalik
tabung sebanyak 10 kali. PD2 Buffer terdiri atas 200 mM NaOH dan Sodium
Dodesil Sulfat (SDS) 1% (b/v). NaOH digunakan untuk memisahkan DNA
genom dan DNA plasmid. Penambahan NaOH akan membuat medium
menjadi basa, sehingga molekul dsDNA akan terdenaturasi dan basa
komplemennya tidak akan saling berikatan lagi. Namun, DNA plasmid yang
terdenaturasi tidak mengalami pemisahan basa komplemen karena strukturnya
yang sirkuler, sehingga dapat kembali terenaturasi ketika larutan basa
dinetralisasi. Penambahan SDS berfungsi untuk mengikat protein-protein sel
(Das dan Dash, 2015). Tutup botol buffer PD2 ditutup segera setelah
digunakan untuk menghindari pengasaman CO2. Tabung didiamkan pada suhu
kamar selama minimal 2 menit untuk memastikan lisatnya homogen.
Pengocokan tidak boleh menggunakan vortex, karena dapat menyebabkan
pemotongan DNA kromosom. Larutan tidak boleh diinkubasi lebih dari 5
menit, karena dapat menyebabkan denaturasi bentuk superkoil dari DNA
plasmid.
Selanjutnya, ditambahkan 300 µL PD3 Buffer kemudian dicampurkan
segera dengan membalik tabung sebanyak 10 kali. PD3 buffer terdiri atas 5 M
kalium asetat dan asam asetat glasial. Kalium asetat berfungsi untuk
mengendapkan DNA genom dan komponen selular bakteri. Selain itu, kalium
asetat juga dapat mengikat SDS menjadi kalium dodesil sulfat (KDS)
sehingga kontaminan protein dapat lebih mudah dibuang. Sementara itu, asam
asetat glasial dapat menetralkan medium sehingga DNA plasmid dapat
terenaturasi (Das dan Dash, 2015). Pengocokan harus dilakukan perlahan
untuk mencegah terbentuknya endapan debris sel bakteri. Jangan divortex
untuk menghindari pemotongan DNA genomik. Sentrifugasi pada 15.000 x g
selama 3 menit pada suhu kamar untuk memisahkan pelet debris sel dan DNA
kromosom. Lisat bakteri yang dinetralkan akan berwarna keruh dan kental.
Selama sentrifugasi, kolom PDH ditempatkan dalam tabung kolektor 2
mL. Supernatan dipipet ke dalam kolom PDH dan tabung kolektornya.
Endapan putih jangan sampai terpipet. Supernatan tersebut disentrifugasi pada
kecepatan 15.000 xg selama 30 detik pada suhu kamar kemudian buang
flow-through. Tempatkan kolom PDH kembali ke dalam tabung kolektor yang
sama. Sebanyak 600 μL wash buffer ditambahkan ke dalam kolom PDH, lalu
disentrifugasi pada kecepatan 15.000 xg selama 30 detik. Cairan pada tabung
kolektor dibuang, lalu kolom diletakkan pada tabung kolektor yang sama.
Sentrifugasi pada 15.000 xg selama 3 menit pada suhu kamar untuk
mengeringkan matriks kolom. Tahap pencucian atau purifikasi ini
menggunakan wash buffer yang mengandung etanol. Penambahan etanol
bertujuan untuk mengendapkan plasmid karena adanya perbedaan polaritas.
Pada saat penambahan garam yaitu Na-asetat yang berfungsi sebagai
penetralisasi pada gula fosfat DNA, maka ion-ion seperti kation Na+ akan
menyelimuti rantai DNA yang bermuatan negatif. Jika di dalam air, gaya
elektrostatik antara ion positif (Na+) dan negatif (DNA) masih lemah karena
sebagian rantai DNA masih berikatan dengan air. Air memiliki konstanta
dielektrik yang tinggi, sehingga penambahan pelarut organik seperti etanol
dapat menurunkan konstanta dielektrik tersebut atau memperbanyak ikatan
DNA dengan Na+ sehingga membuat DNA lebih mudah terpresipitasi. Selain
itu, penambahan etanol juga berfungsi untuk membersihkan sisa-sisa larutan
yang digunakan untuk mengendapkan plasmid sebelumnya sehingga
diperoleh plasmid yang murni (Brown, 2010).
Kolom dipindahkan ke tabung Eppendorf 1,5 mL baru, lalu
ditambahkan 50 μL elution buffer ke bagian tengah membran spin kolom
untuk mengelusi DNA plasmid (tip mikropipet tidak boleh menyentuh
membran kolom). Tabung diinkubasi selama 2 menit pada suhu ruang, lalu
disentrifugasi pada kecepatan 15.000 x g selama 2 menit. Tahap elusi diulangi
dengan menambahkan 50 μL elution buffer yang sama ke bagian tengah
membran spin kolom. Tabung diinkubasi selama 2 menit pada suhu ruang,
lalu disentrifugasi pada kecepatan 15.000 x g selama 2 menit. Tahap ini dapat
melepaskan sisa DNA dari membran dan meningkatkan perolehan DNA
sekitar 10-20%. Kolom dilepaskan, lalu tabung berisi DNA plasmid disimpan
pada suhu -20oC.