Anda di halaman 1dari 26

KELOMPOK

6
 DEVI AMIRUDDIN 17031014078

 NURHANUDDIN 17031014112

 NUR ATIKA AQILA 19031014043

 FIRDAWANTI 19031014067

 SRI NURHIDA PUTRI ALI19031014072


KLASIFIKASI
HORMON DAN
ANTIDIABETIK
KLASIFIKASI HORMON
Hormon dibedakan berdasarkan sifat kerjanya dalam menstimulasi organ target. Berdasarkan kriteria
itu, hormon dapat dibedakan sebagai hormon tropik dan nontropik.
Hormon tropik merupakan hormon yang bekerja mempengaruhi kelenjar endokrin lain untuk
mensekresikan hormonnya. Sebagai contoh: Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang disekresikan
hipofisis akan bekerja pada organ endokrin (Kelenjar tiroid) dan memicu sekresi hormon tiroksin. Contoh
lain Adrenocorticotropic Hormone (ACTH). Hormon ini disekresikan hipofisis dan bekerja di bagian
kortek adrenal untuk menstimulasi disintesisnya hormon kortisol.
Sementara itu, hormon nontropik merupakan hormon yang bekerja di jaringan target non-
endokrin. Contohnya: parathormon, merupakan hormon yang disekresikan kelenjar Paratiroid dan bekerja
pada jaringan tulang untuk menstimulasi dibebaskannya kalsium dalam darah. Contoh lain adalah
Aldosteron yang dibebaskan dari bagian kortek adrenal dan bekerja di organ ginjal untuk menstimulasi
reabsorpsi natrium ke dalam darah.
KLASIFIKASI HORMON
Secara struktur kimiawi, hormon diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :
1. Steroid
Hormon kelompok steroid diproduksi oleh bagian kortek adrenal, testes, Ovarium, dan
plasenta. Kelompok hormon ini disintesis dari bahan dasar kolesterol, bersifat larut dalam lipid,
bersifat lipofilik atau hidrofobik sehingga hormon ini dapat melintasi membran sel dengan mudah dan
terikat dengan reseptornya yang berada di intraseluler. Meskipun hormon ini hanya disimpan dalam
jumlah sedikit di sel endokrin penghasilnya, sejumlah besar ester kolesterol yang tersimpan di
vakuola sitoplasma dapat dengan cepat dimobilisasi untuk sintesis steroid setelah adanya stimulus.
Kebanyakan kolesterol di dalam sel penghasil steroid berasal dari plasma, tapi sintesis de novo juga
terjadi di sel penghasil steroid.
KLASIFIKASI HORMON

2. Protein (100 asam amino) dan Polipeptida (kurang 100 asam amino)

Hormon golongan protein dan peptida bersifat larut dalam air atau hidrofilik dan disintesis di

retikulum endoplasma granuler (REG) pada sel endokrin dimulai dari prekursor hormon yang belum

mempunyai aktivitas biologis sebagai hormon, kemudian menjadi prohormon dan dibawa ke badan

Golgi dan dikemas dalam vesikel sekretorik pada akhirnya vesikel disimpan di sitoplasma, apabila

dikeluarkan dengan cara eksositosis.


KLASIFIKASI HORMON
3. Amina

Hormon amina berasal dari tirosin. Dua kelompok hormon yang berasal dari tirosin adalah hormon-

hormon kelenjar tiroid dan medulla adrenal, dibentuk oleh aksi enzim-enzim yang berada di kompartemen

sitoplasmik sel kelenjar. Hormon tiroid disintesis dan disimpan di kelenjar tiroid dan berikatan dengan

makromolekul protein tiroglobulin yang disimpan di folikel besar di kelenjar tiroid. Sekresi hormon terjadi

ketika amina dipisahkan dari tiroglobulin dan hormon berbentuk bebas sekresi dalam aliran darah. Setelah

memasuki peredaran darah, kebanyakan hormon tiroid berkombinasi dengan protein plasma, khususnya

thyroxine-binding globulin, yang perlahan-lahan melepaskan hormon ke jaringan target.


KLASIFIKASI HORMON
KLASIFIKASI HORMON

Selain dibedakan berdasarkan struktur kimiawi, hormon juga dibedakan berdasarkan fungsi

umumnya, yaitu:

1. Hormon perkembangan atau growth hormone, yaitu hormon yang memegang peranan di dalam

perkembangan dan pertumbuhan.

2. Hormon metabolism, hormon yang termasuk golongan ini mengatur proses homeostasis glukosa

dalam tubuh. Fungsi ni dikendalikan dan 8 diatur bermacam-macam hormon, contoh glukokortikoid,

glukagon, dan katekolamin.


KLASIFIKASI HORMON

3. Hormon tropik, hormon kelompok ini dihasilkan oleh struktur khusus dalam pengaturan fungsi

endokrin yakni kelenjar hipofisis sebagai hormon perangsang pertumbuhan folikel (FSH) pada

ovarium dan proses spermatogenesis (LH).

4. Hormon pengatur metabolisme air dan mineral, contoh kelompok hormon ini adalah kalsitonin

dihasilkan oleh kelenjar tiroid untuk mengatur metabolisme kalsium dan fosfor.
KLASIFIKASI ANTIDIABETIK
1. Antidiabetik Oral
Untuk menangani pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula darah dan mencegah
komplikasi. Indikasi antidiabetik oral adalah terutama ditujukan untuk membantu penanganan diabetes
melitus tipe 2 atau non-insulin-dependent diabetes melitus (NIDDM) ringan sampai sedang yang gagal
dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta olah raga. Obat golongan ini
ditambahkan bila setelah 4- 8 minggu upaya diet dan olah raga dilakukan, kadar gula darah tetap diatas
200 mg% dan HbA1c diatas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan upaya diet, melainkan membantunya
(Murniningdyah, 2009).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat antidiabetik oral dapat dibagi menjadi 5 golongan, yaitu:
Sulfonilurea, Biguanida, Penghambat enzim α-glikosidase, Thiazolidindion, Miglitinida.
KLASIFIKASI ANTIDIABETIK
a) Sulfonilurea

Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari pulau Langerhans, sehingga sekresi insulin ditingkatkan.

Disamping itu kepekaan sel-sel beta bagi kadar glukosa darah juga diperbesar melalui pengaruhnya atas

protein transport glukosa. Obat ini hanya efektif pada penderita NIDDM ( tidak tergantung insulin) yang

tidak begitu berat, yang sel-sel betanya masih bekerja cukup baik. Contoh obat golongan sulfonilurea

antara lain tolbutamida, klorpropamida, tolazamida, glibenklamida, glikazida, glipizida, dan glikidon (Tjay,

2002).
KLASIFIKASI ANTIDIABETIK

b) Biguanida

Metformin satu-satunya golongan biguanid yang tersedia, mempunyai mekanisme kerja yang berbeda

dengan sulfonilurea, keduanya tidak dapat dipertukarkan. Efek utamanya adalah menurunkan

glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa dijaringan. Karena kerjanya hanya bila ada

insulin endogen, maka hanya efektif bila masih ada fungsi sebagian sel islet pankreas (Tjay, 2002).

c) Penghambat enzim α-glikosidase

Obat golongan penghambat enzim α-glikosidase ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida, dekstrin,

dan disakarida di intestin. Dengan menghambat kerja enzim α-glikosidase di brush border intestin,

dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM (Gunawan, 2007).
KLASIFIKASI ANTIDIABETIK

d) Thiazolidindion

Kegiatan farmakologisnya luas dan berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan

meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati. Sebagai efeknya

penyerapan glukosa ke dalam jaringan lamak dan otot meningkat (Tjay, 2002).

e) Miglitinida : Repaglinida

Repaglinid dan Nateglinid merupakan golongan meglinid, mekanisme kerjanya sama dengan

sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda. Golongan ADO ini merangsang insulin

dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel beta pankreas (Gunawan, 2007).
KLASIFIKASI ANTIDIABETIK
2. Insulin
Untuk pasien yang tidak bisa mengontrol diabetes dengan diet atau pengobatan oral, kombinasi insulin dan obat-
obatan lain bisa sangat efektif. Insulin kadang kala dijadikan pilihan sementara, misalnya selama kehamilan. Namun
pada pasien dengan tipe 2 yang memburuk, maka penggantian insulin total menjadi suatu kebutuhan. Insulin
merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi
insulin antara lain menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian
glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian
glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa (Mutchler, 1991).
Ada 3 macam sediaan insulin yaitu:
a) Insulin kerja singkat (short-acting): mula kerja relatif cepat, yaitu insulin soluble, insulin lispro dan insulin
aspart.
b) Insulin kerja sedang (intermediate-acting): misalnya insulin isophane dan suspensi insulin seng.
c) Insulin kerja panjang dengan mulai kerja lebih lambat: misalnya suspensi insulin seng.
METODE UJI
ANTIDIABETI
K
METODE UJI ANTIDIABETIK

PENGUJIAN PENGUJIAN PENGUJIAN


IN VIVO IN VITRO IN SILICO

1. Uji Streptozocin 1. α-glucosidase


Molecular Docking
2. Uji Aloksan inhibitory assay
3. Uji Toleransi dan 2. α-amylase uptake
Uji Resistensi 3. RIN-5F cell lines
4. Aktivitas
Antihipoglikemik
METODE UJI ANTIDIABETIK

Pengujian aktivitas antidiabetes banyak dilakukan dalam upaya menemukan obat dalam pengobatan penyakit
diabetes mellitus. Banyak studi menggunakan tiga pengujian utama yaitu in vitro, in vivo, dan in silico.
1. Pengujian In Vivo
a) Uji Streptozocin
In vivo streptozotocin merupakan metode yang digunakan dengan cara menginduksi tikus atau mencit hingga
mencapai kadar gula darah > 200 mg/dL. Mekanisme kerja streptozotocin dalam meningkatkan gula darah
disebabkan oleh sifat toksik yang ditimbulkan akan merusak sel β pankreas (Pathak, et al, 2008). Contoh
penggunaan metode pada penelitian yang dilakukan oleh Yanto, et al (2016) menggunakan streptozotocin untuk
mengetahui aktivitas antidiabetik dari seduhan jahe. Prosedur induksi dilakukan dengan cara tikus dipuasakan
selama 8 jam dan diberikan streptozotocin single dose 40 mg/kg BB secara i.p dan ditunggu hingga kadar gula
darah lebih dari 200 mg/dL.
METODE UJI ANTIDIABETIK

b) Uji Aloksan
Uji aloksan digunakan untuk menginduksi diabetes. Aloksan tetrahidrat merupakan substansi diabetogenik
yang secara selektif bekerja pada sel β pankreas sebagai organ yang memproduksi insulin. Aloksan dalam
darah akan berikatan dengan GLUT-2 (pengangkut glukosa) yang merupakan fasilitas untuk masuknya aloksan
ke dalam sitoplasmasel β pankreas. Di dalam sel β, aloksan akan menimbulkan depolarisasi berlebih pada
mitokondria sebagai akibat pemasukan ion Ca2+ yang diikuti dengan penggunaan energi berlebih sehingga
terjadi kekurangan energi dalam sel. Dua mekanisme ini mengakibatkan kerusakan baik dalam jumlah sel
maupun massa sel pankreas sehingga terjadi penurunan pelepasan insulin yang akan menyebabkan
hiperglikemia (Lenzen, 2008).
METODE UJI ANTIDIABETIK
c) Uji Toleransi dan Uji Resistensi
Uji toleransi dan uji resistensi insulin merupakan uji secara in vivo yang digunakan kepada hewan uji. Uji toleransi
merupakan uji untuk melihat bagaimana toleransi dari penurunan kadar gula darah pada pemberian obat uji
tertentu (Susilawati, et al, 2016). Rohdiana et al (2012) pada penelitiannya untuk menentukan toleransi dari
ekstrak teh hijau menggunakan cara dengan membagi 6 kelompok tikus kelompok normal, kontrol negatif, kontrol
positif dan tiga variasi dosis yang diberikan secara oral dan diamati kadar gula darah. Tikus yang diberi makan
selama 7 hari dan dipuasakan 18 jam dilihat kadar gula darahnya pada interval waktu 0, 60, 120, 180, dan 240
menit. Hasil yang didapat berupa aktivitas antidiabetes dan penurunan kadar gula darah. Uji resistensi merupakan
metode untuk melihat aktivitas antidiabetes dalam kerjanya meningkatkan sensitivitas insulin. Uji dilakukan
dengan membagi kelompok hewan uji dan menginduksi hewan uji dengan menggunakan emulsi tinggi lemak selama 14
hari, hal ini akan menginduksi terjadinya resistensi insulin. Susilawati et al (2016) pada penelitiannya menunjukan
bahwa daun singalawang memiliki aktivitas antidiabetes dengan meningkatkan sensitivitas insulin pada fraksi n-
heksan.
METODE UJI ANTIDIABETIK
d) Aktivitas Antihipoglikemik
Aktivitas hipoglikemik merupakan uji secara in vivo yang digunakan untuk menentukan penurunan
kadar gula darah hingga menyebabkan kondisi hipoglikemia (Uddin, et al, 2014). Pengujian ini
dilakukan pada hewan uji yang dipuasakan. Uddin et al (2014) pada penelitiannya menggunakan tikus
yang dipuasakan dan tikus diberikan glibenklamid dan ekstrak buah Citrus macroptera Montr.
menunjukan adanya efek hipoglikemik. Pengujiannya dilakukan dengan cara tikus dipuasakan selama
24 jam dan hanya diberi minum, tikus diambil darahnya sebelum pemberian dan setelah 2 jam
pemberian obat. Penurunan kadar gula darah terjadi pada glibenklamid namun tidak pada ekstrak
buah Citrus macroptera Montr.
METODE UJI ANTIDIABETIK

2. Pengujian In Vitro
a) α-glucosidase inhibitory assay
Metode pengujian dengan cara In vitro α-glucosidase inhibitory assay merupakan pengujian yang
digunakan untuk melihat aktivitas penghambatan enzim α-glucosidase (Kim, et al, 2008). Berdasarkan
ulasan yang dilakukan oleh Bösenberg (2008) enzim α-glucosidase berperan dalam mengkonversi
karbohidrat menjadi glukosa, oleh karena itu jika ada penghambatan aktivitas dari α-glucosidase akan
menurunkan gula darah. Pengujian dengan cara sampel ditambahkan dimetil sulfoksidan dan ditambahkan
p-nitrofenilα-D-glukopiranosida agar terjadi reaksi enzimatis dan diinkubasi, reaksi dihentikan dengan
Na2CO3 dan dilihat absorbansinya pada panjang gelombang 400 nm. Aktivitas dihitung dengan rumus:
METODE UJI ANTIDIABETIK
b) α-amylase uptake
α-amylase uptake merupakan metode secara in vitro, berbeda dengan αglucosidase enzim ini
mengkatalisis hidrolisis dari α-1,4-glikosidik polisakarida menjadi dekstrin, oligosakarida, maltose, dan
D-glukosa (Wang, 2009). Pengujian αamilase berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Uddin et al
(2014) dan Kumar et al (2013) ada tiga metode yaitu dengan dinitrosalicylic acid method (DNSA)
(Miller, 1959), starch iodine colour assay (Xiao, et al, 2006), dan modified starch iodine protocol
(Hossan, 2009). DNSA merupakan metode dengan melakukan penambahan reagen DNSA ke dalam
campuran sampel yang ditambahkan buffer natrium fosfat, larutan α amylase, dan larutan pati yang
kemudian dilihat pada Panjang gelombang 540 nm dan untuk mengetahui aktivitasnya digunakan rumus:
METODE UJI ANTIDIABETIK
c) RIN-5F cell lines
RIN-5F cell lines merupakan metode in vitro. RIN-5F merupakan kloning dari sel β pankreas dan memiliki
fungsi yang sama. RIN-5F adalah klon sekunder dari garis sel tumor islet tikus RIN-m (ECACC c atalogue no.
EC95071701). Kloning dilakukan dengan pengenceran terbatas di RPMI 1640, FBS 10% dan medium
berkondisi 20%. Media yang dikondisikan mengandung hormon pertumbuhan dan prolaktin yang diproduksi
oleh sel tumor hipofisis tikus GH3 (katalog ECACC no. EC87012603). Sel RIN-5F mengeluarkan insulin,
menghasilkan tingkat tinggi dari enzim APUD kunci, L – dopa - dekarboksilase dan mengandung butiran
sekarat yang terikat dengan membrane (Oie, et al, 1983). Secara singkat metode ini digunakan untuk
melihat efek sekresi insulin oleh penambahan obat. Obat yang mensekresikan insulin adalah glibenklamid
dimana digunakan untuk mengobati pasien dengan DM tipe 2 jika kekurangan insulin. Ketika sel RIN-5F
ditambahkan glibenklamid atau sampel maka insulin akan disekresikan sesuai waktu yang ditentukan dengan
jumlah nanogram per juta sel.
METODE UJI ANTIDIABETIK
3. Pengujian In Silico
a) Molecular Docking
Uji in silico, merupakan uji dengan menggunakan komputasi dalam mengetahui struktur 3D molekul dan
mempelajari sisi aktif yang berperan didalam molekul. Salah satu metode yang digunakan adalah
molecular docking. Uji ini dilakukan untu//k menentukan bagian yang berperan dalam aktivitas
antidiabetes. Vo et al (2016) pada penelitiannya mengenai uji in silico tanaman Euphorbia thymifolia
Linn. menggunakan metode molecular docking. Metode molecular docking meliputi penyiapan struktur
reseptor, penyiapan senyawa bioaktif, simulasi docking, dan analisis farmakofor.
REFERENCES

● Kim, KA, N., H, K., & SM, K. 2008. Potent α-glucosidase Inhibitors Purified from the Red
Alga Grateloupia elliptica. Phytochemistry, 2820- 2825.
● Lenzen. 2008. The Mechanisms of Alloxan and Streptozotocin Induced Diabetes.
Diabetalogia, 216-226.
● Pathak S, D. H. 2008. Chemical Dissection of the Link between Streptozotocin, O-GlcNAc,
and Pancreatic Cell Death. Pubmed Central Journal, 799-807.
● Susilawati, E., Adnyana, I. K., & Fisheri, N. 2016. Kajian Aktivitas Antidiabetes dari Ekstrak
Etanol dan Fraksinya dari Daun Singalawang (Petiveria alliacea L.). PHARMACY, 182-191.
● Uddin, N., & al, e. 2014. In vitro α-amylase inhibitory activity and in vivo hypoglycemic
effect of methanol extract of Citrus macroptera Montr. Fruit. Asian Pacific Journal of
Tropical Biomedicine, 473-479.
● Oie, H. K., & al, e. 1983. Clonal Analysis of Insulin and Somatostatin Secretionand L-Dopa
Decarboxylase Expression by a Rat Islet Cell Tumor. Endocrinology, 1070-1075.
THAN
K YOU

Anda mungkin juga menyukai