Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

FORMULASI SEDIAAN TABLET EKSTRAK DAUN JAMBU


BIJI (Psidium guajava L.)

KELOMPOK V

1. Desi Renianti
2. Rizki Amalia
3. Lisarni
4. Nabhila Marsyarina Saputri
5. Mardiyana Muhtar
6. Nur Indah Kurnia
7. Riska Ninsi
8. Titis Istiqomah
9. Nia Amelia
10. Rahayu Pertiwi

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Formulasi Sediaan Tablet Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava)” ini tepat
pada waktunya. Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Formulasi dan Teknologi Sediaan Alam. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Formulasi dan
Teknologi Sediaan Alam bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Formulasi dan
Teknologi Sediaan Alam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 24 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Jambu Biji....................................................................................................3
B. Tablet...........................................................................................................4
C. Ekstraksi.......................................................................................................5
BAB III METODE KERJA
A. Rancangan Formula.....................................................................................11
B. Cara Kerja....................................................................................................12
C. Alasan Penggunaan Bahan...........................................................................15
BAB IV PEMBAHASAN
A. Metode Penarikan Bahan Aktif ...................................................................16
B. Evaluasi Bahan Aktif ..................................................................................17
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................19
B. Saran.............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang banyak diproduksi dan disukai
oleh masyarakat karena tablet mempunyai beberapa keuntungan diantaranya
adalah ketepatan dosis, mudah cara pemakaiannya, relatif stabil dalam
penyimpanan, mudah dalam transportasi dan distribusi kepada konsumen, serta
harganya relatif murah. (Banker dan Anderson, 1986).
Berdasarkan penggunaannya secara empiris, berbagai jenis tanaman obat
telah banyak diteliti dan dikembangkan sebagai sumber utama dalam penemuan
obat-obat baru. Sejumlah bahan aktif yang terkandung dalam tanaman juga telah
berhasil diidentifikasi dan dibuktikan memiliki efek farmakologi, sehingga dapat
dikembangkan lebih lanjut dalam terapi berbagai penyakit. Salah satu khasiat
senyawa obat bahan alam adalah sebagai antidiare. Berdasarkan hal tersebut,
WHO telah lama mendorong untuk dilakukannya berbagai kegiatan penelitian
yang berkaitan dengan penggunaan tanaman obat atau herbal untuk pencegahan
dan terapi diare (Syder dan Merson, 1982).
Obat tradisional telah lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat
Indonesia (Sukandar,2006). Salah satu tanaman yang digunakan untuk pengobatan
diare adalah jambu biji (Psidium guajava L.). Tanaman Jambu biji sangat mudah
diperoleh dan hampir seluruh bagian tanamannya bisa digunakan untuk obat
tradisional. Salah satu khasiat dari Jambu biji yaitu sebagai antidiare. Penggunaan
daun jambu biji di masyarakat untuk pengobatan diare masih sangat sederhana
yaitu dengan cara direbus lalu disaring dan air rebusannya diminum. Biasanya
juga dikonsumsi secara langsung/dikunyah.
Selain penggunaannya secara empiris daun Jambu biji juga telah diteliti
melalui penelitian farmakologi untuk mengetahui efektivitasnya dalam mengobati
diare. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tannaz (2014), tanaman jambu biji
terutama bagian daun, memiliki efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan

1
beberapa tanaman lain yang digunakan sebagai antidiare. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Katarina, dkk (2019) diketahui bahwa ekstrak daun jambu biji
dengan dosis 400 mg/Kg BB dapat mengurangi intensitas diare. Efek antidiare ini
disebabkan karena tannin dan flavonoid yang terkandung di dalam daun jambu
biji. Sebagai antidiare, senyawa tannin berfungsi menciutkan permukaan usus
(Adnyana dkk, 2014), sedangkan flavonoid menghambat motilitas usus serta
mengurangi sekresi air (Carlo,et.al.,1993). Untuk penggunaan daun jambu biji
sebagai obat antidiare yang lebih praktis, daun jambu biji dapat dibuat sediaan
farmasi seperti tablet.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Formulasi Sediaan tablet ekstrak daun Jambu biji ?
2. Bagaimana proses pembuatan tablet ekstrak daun Jambu biji ?
3. Evaluasi tablet ekstrak daun Jambu biji ?
C. Tujuan
Untuk membuat sediaan tablet dari ekstrak daun jambu biji, serta
mengetahui metode pembuatan tablet dan untuk mengetahui uji sifat fisik dari
sediaan tablet.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Jambu Biji (Psidium guajava)


2. Taksonomi Jambu Biji
Jambu biji yang memiliki bahas ilmiah Psidium guajava L. adalah salah
satu contoh tanaman yang sering kita jumpai di alam sekitar kita, pekarangan
rumah, sekolah atau dipinggir jalan. Tanaman atau tumbuhan jambu biji ini
memiliki rasa yang enak dan memiliki khasiat yang banyak. Taksonomi dari
tanaman jambu biji adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiosperma
Kelas : Dicotylenodae
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Psidium
Jenis : Psidium guajava L. (Anonim, 1985)
3. Uraian Tanaman
Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang gembur
maupun liat, pada tempat terbuka, dan mengandung air yang cukup banyak.
Pohon jambu biji banyak ditanam sebagai pohon buah-buahan. Namun sering
tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1 m sampai 1.200 m dari
permukaan laut. Jambu biji berbunga sepanjang tahun. Perdu atau pohon kecil,
tinggi 2 m sampai 10 m, percabangan banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit
batang licin, berwarna coklat kehijauan. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak
berhadapan, daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua licin. Helaian
daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata
agak melekuk ke atas, pertulangan menyirip, panjang 6 sampai 12 cm, lebar 3 cm
sampai 6 cm. Bunga tunggal, bertangkai, keluar dari ketiak daun, berkumpul 1
sampai 3 bunga, berwarna putih. Buahnya buah buni, berbentuk bulat sampai

3
bulat telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan. Daging buah tebal, buah
yang masak bertekstur lunak, berwarna putih kekuningan atau merah jambu. Biji
buah banyak mengumpul ditengah, kecil-kecil, keras, berwarna kuning kecoklatan
(Dalimartha, 2000).
3. Kandungan Daun Jambu Biji
Daun Jambu Biji mengandung Flavonoid, tanin, minyak atsiri (eugenol),
minyak lemak, dammar, zat samak, triterpenoid, dan asam malat (Dalimartha,
2004).
Tanin secara ilmiah didefinisikan sebagai senyawa polipenol yang mempunyai
berat molekultinggi dan mempunyai gugus hidroksil dan guguslainnya (seperti
karboksil) sehingga dapat membentuk kompleks dengan protein (Danarto, dkk.,
2011).
Menurut teori warna, struktur tanin dengan ikatan rangkap dua yang
terkonjugasi pada polifenol sebagai kromofor (pengemban warna) dan adanya
gugus (OH) sebagai auksokrom (pengikat warna) dapat menyebabkan warna
coklat (Wijaya, dkk., 2011).
4. Khasiat Jambu Biji
Beberapa khasiat dari jambu biji ini antara lain sebagai antidiare,
antibakteri, antioksidan dan analgesik, antiinflamasi. Bagian tanaman yang
digunakan agar diperoleh masing-masing aktivitas biologi dan farmakologi
tersebut tidak selalu sama, misalnya agar diperoleh aktivitas sebagai alternatif
pada terapi supportif demam berdarah dan antibakteri digunakan bagian daun,
sedangkan jika diinginkan kandungan vitamin C digunakan buahnya. Pengolahan
untuk mendapatkan efek-efek tersebut juga berbeda, untuk buah biasanya bisa
dimakan langsung, sedangkan daun direbus terlebih dahulu. Rebusan daun jambu
biji dengan berbagai konsentrasi diketahui dapat menghambat pertumbuhan
beberapa strain bakteri, termasuk bakteri mulut. Rebusan daun jambu biji ini
biasanya digunakan sebagai obat kumur. Kandungan yang diketahui berperan
sebagai senyawa antibakteri adalah flavonoid guaijaverin dan avikularin (Prabu
dkk., 2006).

4
Secara tradisional, akar, kulit kayu, daun dan buah dari Psidium guajava
yang belum matang, digunakan dalam pengobatan gastroenteritis, diare dan
disentri. Daun dipakai untuk bisul dan linu, meredakan sakit gigi (Heinrich et al.,
1998). Rebusan tunas psidium guajava yang baru digunakan sebagai obat penurun
panas. Campuran daun dan kulit digunakan untuk melepaskan plasenta setelah
melahirkan (Mart'ınez dan Barajas, 1991). Ekstrak air daun Psidium guajava
digunakan untuk menurunkan kadar glukosa darah pada penderita diabetes
(Aguilar et al., 1994). Hasil penelitian aktivitas biologi psidium guajava anti diare,
anti mikoba, mengobati lesi jerawat, mengurangi plak gigi, anti malaria, anti
genotoksik dan anti mutagenik, antialergi, antioksidan, anti tumor, anti kanker,
anti hiperglikemik, anti hipertensi, anti inflammasi, anti nossiseptive.
5 Aktivitas Farmakologi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh John, salah satu bahan aktif
yang terkandung dalam daun jambu biji yang memiliki peranan paling efektif
sebagai antidiare adalah flavonoid. Senyawa turunan flavonoid yang terkandung
dalam daun jambu biji adalah kuersetin. Kuersetin merupakan senyawa golongan
flavonoid jenis flavonol dan flavon. Senyawa kuersetin memiliki potensi sebagai
agen antidiare dengan menghambat pelepasan asetilkolin yang dapat
meningkatkan kontraksi usus akibat adanya iritasi oleh bakteri penyebab diare
seperti Staphylocuccus aureus, E.coli, dsb.
Senyawa tannin yan terkandun dalam daun jambu biji dapat diperkirakan
memiliki jumlah sebanyak 9-12%. Tannin berfungsi untuk memperlancar sistem
pencernaan, dan sirkulasi darah. Tannin sebagai pengelat berefek spasmolitik
yang mengkerutkan usus sehingga gerak peristaltic usus berkurang (Indriani,
29006).
B. Tablet
1. Pengertian Tablet
Tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling populer di
masyarakat. Bentuk sediaan tablet terbukti menguntungkan, karena masanya dapat

5
dibuat secara mesin dan harganya murah, tablet takarannya tepat, praktis
transportasi dan penyimpannya, stabilitas obatnya terjaga dalam sediaannya, serta
mudah cara pemakaiannya (Voigt, 1994). Berdasarkan metode pembuatan, tablet
dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat
dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam
lubang cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada
serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai
ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan.
Komposisi utama dari tablet adalah zat berkhasiat yang terkandung di dalamnya,
sedangkan bahan pengisi yang sering digunakan dalam pembuatan tablet yaitu
bahan penghancur, bahan penyalut, bahan pengikat, bahan pemberi rasa dan bahan
tambahan lainnya (Ansel, 1989).
2. Syarat-Syarat Tablet
Syarat-syarat tablet adalah sebagai berikut:
a. Keseragaman ukuran.
b. Diameter tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari satu sepertiga
kali tebal tablet.
c. Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan
Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif merupakan
bagian terbesar dari tablet dan cukup mewakili keseragaman kandungan.
Keseragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari keseragaman
kandungan jika zat aktif merupakan bagian terkecil dari tablet atau jika tablet
bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet bersalut
dan tablet yang mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif lebih
kecil dari 50% bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji keseragaman kandungan
yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet.
d. Waktu hancur
Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberi per oral, kecuali tablet
yang harus di kunyah sebelum di telan. Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan
kesesuaian batas waktu hancur yang ditetapkan pada masing-masing monografi.
Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlalu

6
sempurna. Pada pengujian waktu hancur, tablet dinyatakan hancur jika ada bagian
tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali fragmen yang berasal dari zat penyalut.
Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan keenam
tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalutdan tidak lebih dari 60
menit untuk tablet bersalut.
e. Uji Disolusi
Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk padat
ke dalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui Penetapan
kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar zat aktif yang
terkandung di dalam suatu sediaan sesuai dengan yang tertera pada etiket dan
memenuhi syarat seperti yang tertera pada masing-masing monografi. Bila zat
aktif obat tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak akan memberikan efek
terapi dan juga tidak layak untuk dikonsumsi. Banyaknya zat aktif yang
terabsorbsi dan memberikan efek terafi di dalam tubuh. Kecepatan absorbsi obat
tergantungpda cara pemberian yang dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan
frekuensi pemberian obat.
f. Penetapan kadar zat aktif
Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar zat
aktif yang terkandung di dalam suatu sediaan sesuai dengan yang tertera pada
etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera pada masing-masing monografi.
Bila zat aktif obat tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak akan
memberikan efek terapi dan juga tidak layak untuk dikonsumsi.
3. Bahan Tambahan Pembuatan Tablet
Bahan tambahan dalam pembuatan tablet adalah suatu bahan pembantu
yang turut memberikan bentuk pada sediaan. Pada dasarnya bahan tambahan
harus bersifat netral, tidak berbau, tidak berasa dan sedapat mungkin tidak
berwarna.
Untuk pembuatan tablet diperlukan zat tambahan berupa :
1. Bahan pengisi
Bahan pengisi diperlukan untuk memungkinkan suatu pencetakan
sehingga menjamin tablet memiliki ukuran atau massa yang dibutuhkan.

7
Bahan pengisi harus memenuhi persyaratan:
a) Non toksik
b) Tersedia dalam jumlah yang cukup
c) Harga cukup murah
d) Inert atau netral secara fisiologis
e) Stabil secara fisik dan kimia, baik dalam kombinasi dengan berbagai obat atau
komponen tablet lain
f) Bebas dari mikroba.
Bahan pengisi yang biasa digunakan antara lain: laktosa, sukrosa, amilum,
kaolin, kalsium karbonat, dekstrosa, manitol, sorbitol, sellulosa, dan bahan lain
yang cocok (Siregar, 2010).
2. Bahan pengikat
Zat pengikat ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan selama
granulasi basah untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakan kohesi
bagi tablet yang dicetak langsung. Penggunaan bahan pengikat yang terlalu
banyak akan menghasilkan massa granul yang terlalu basah dan granul yang
terlalu keras, sehingga tablet yang dihasilkan mempunyai waktu hancur yang
lama. Sebaliknya, kekurangan bahan pengikat akan menghasilkan daya rekat yang
lemah, sehingga tablet akan rapuh dan terjadi capping (Siregar, 2010). Bahan
pengikat yang biasa digunakan adalah polivinil pirolidon (PVP), gom akasia,
gelatin, sukrosa, povidon, metil selulosa, karboksimetilselulosa, dan pasta pati
terhidrolisis. Bahan pengikat kering yang paling efektif adalah selulosa
mikrokristal.
3. Bahan penghancur
Zat penghancur ditambahkan guna memudahkan pecahnya atau hancurnya
tablet ketika kontak dengan cairan saluran pernafasan. Dapat juga berfungsi
menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet pecah menjadi
bagian-bagiannya. Fragmen-fragmen tablet itu mungkin sangat menentukan
kelarutan selanjutnya dari obat dan tercapainya bioavailabilitas yang diharapkan
(Siregar, 2010). Bahan penghancur yang dapat digunakan adalah pati dan selulosa
yang termodifikasi secara kimia, asam alginat, selulosa mikrokristal, dan povidon.

8
4. Bahan pelicin (Glidan)
Bahan pelicin berfungsi sebagai bahan pengatur aliran, dan bahan pemisah
hasil cetakan. Bahan pelicin mengurangi gesekan selama proses pengempaan
tablet. Pada umumnya bahan pelicin bersifat hidrofobik sehingga cenderung
menurunkan kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, oleh karena itu kadar
pelicin yang berlebihan harus dihindari. Bahan pelicin yang biasa digunakan
antara lain talk, magnesium stearat, aluminium stearat, asam stearat, asam
palmitat, dan pati (Siregar, 2010).
5. Bahan Pelincir (Lubrikan)
Suatu pelincir diharapkan dapat mengurangi gesekan antara dinding tablet
dengan dinding die pada saat tablet akan ditekan ke luar. Pemberian pelincir harus
sesuai dengan jumlahnya. Kekurangan lubrikan yang relative banyak dapat
menyebabkan tablet mengalami goresan pada tepinya, sehingga kuran halus dan
dapat menyebabkan fraktur/pecah pada bagian atas. Kelebihan lubrikan akan
menyebabkan tablet pecah berkeping-keping saat dikeluarkan (Siregar, C.J.P dan
Wikarsa, S. 2010).
4. Metode pembuatan tablet
a. Metode granulasi basah (wet granulation)
Granulasi basah merupakan suatu proses perubahan dari bentuk serbuk
halus menjadi granul dengan bantuan larutan bahan pengikat yang sesuai. Pada
metode granulasi basah ini bahan pengikat yang ditambahkan harus mempunyai
jumlah yang relatif cukup, karena kekurangan atau kelebihan sedikit saja bahan
pengikat akan menyebabkan granul yang tidak sesuai dengan yang diinginkan dan
akan mempengaruhi hasil akhir tablet (Robert dkk, 1990).
Keuntungan metode granulasi basah:
1) Meningkatkan kohesifitas dan kompaktibilitas serbuk sehingga diharapkan
tablet yang dibuat dengan mengempa sejumlah granul pada tekanan kompresi
tertentu akan menjadi massa yang kompak, mempunyai penampilan, cukup
keras dan tidak rapuh.

9
2) Untuk obat dengan sifat kompaktibilitas rendah, dalam takaran tinggi dibuat
dengan metode ini tidak perlu bahan penolong yang menyebabkan bobot tablet
lebih besar.
3) Sistem granulasi basah mencegah terjadinya segregasi komponen penyusun
tablet yang homogen selama proses pencampuran.
4) Untuk yang hidrofob maka granulasi basah dapat memperbaiki kecepatan
pelarutan kecepatan obat dengan memilih bahan pengikat yang cocok
(Bandelin, 1989).
Kelemahan granulasi basah yaitu tidak memungkinkan untuk dikerjakan
pada obat-obat yang sensitif terhadap kelembaban dan panas serta disolusi obat
lebih lambat. Pada metode ini memerlukan peralatan dan penanganan khusus serta
tenaga yang cukup besar (Bandelin, 1989).
b. Metode granulasi kering (dry granulation)
Metode pembuatan tablet yang digunakan jika dosis efektif terlalu tinggi
untuk pencetakan langsung, obatnya peka terhadap pemanasan, kelembaban, atau
keduanya yang mana merintangi dalam granulasi basah. Pada metode granulasi
kering, granul terbentuk oleh penambahan bahan pengikat kedalam campuran
serbuk obat dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya lebih besar
(slugging) dari campuran serbuk, dan setelah itu memecahkannya menjadi
pecahan-pecahan kedalam granul yang lebih kecil (Ansel, 1989).
c. Metode cetak langsung (direct granulation)
Keuntungan penggunaan metode ini adalah waktu produksi yang lebih
singkat, dapat dipakai untuk bahan yang tidak tahan air, tetapi kerugiannya adalah
sering terjadi pemisahan antar partikel (segregation) pada waktu partikel turun di
hopper ke die sehingga terjadi ketidakseragaman bahan aktif (Ansel, 1989).
5. Komposisi Tablet
a. Daun Jambu Biji (Zat aktif)
Zat aktif adalah bahan atau zat yang mempunyai efek utama pada sediaan
(Scoville’s,1957).
Alasan penggunaan Tanaman jambu biji untuk diare sebagai zat aktif yaitu
karena tanaman jambu biji terutama bagian daun, memiliki efektivitas yang lebih

10
tinggi dibandingkan dengan beberapa tanaman lain yang digunakan sebagai
antidiare. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Katarina, dkk (2019) diketahui
bahwa ekstrak daun jambu biji dengan dosis 500 mg/Kg BB dapat mengurangi
intensitas diare. Efek antidiare ini disebabkan karena tannin dan flavonoid yang
terkandung di dalam daun jambu biji. Sebagai antidiare, senyawa tannin berfungsi
menciutkan permukaan usus (Adnyana dkk, 2014), sedangkan flavonoid
menghambat motilitas usus serta mengurangi sekresi air (Carlo,et.al.,1993).
Untuk penggunaan daun jambu biji sebagai obat antidiare yang lebih praktis, daun
jambu biji dapat dibuat sediaan farmasi seperti tablet.
b. Laktosa (Pengisi)
Bahan pengisi diperlukan pada sediaan padat khususnya tablet, yang
berfungsi untuk meningkatkan atau memperoleh massa agar mencukupi jumlah
massa campuran sehingga dapat dikompresi/dicetak.
Laktosa merupakan eksipien yang baik sekali digunakan dalam tablet yang
mengandung zat aktif konsentrasi kecil karena mudah melakukan pencampuran
yang homogen, selain itu harga laktosa juga lebih murah dari pengisi lainnya
(Siregar, 2010). Umumnya formulasi memakai laktosa menunjukkan laju
pelepasan obat yang baik, granulnya cepat kering, dan waktu hancurnya tidak
terlalu peka terhadap perubahan pada kekerasan tablet. Laktosa menghasilkan
kompresibilitas yang baik, tidak berbau, dan bersifat inert (Lachman, 1994).
c. Amilum Protablet (Penghancur)
Penghancur merupakan eksipien yang berfungsi untuk memfasilitasi
hancurnya tablet ketika terjadi kontak dalam saluran cerna, bekerja dengan cara
menarik air kedalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet pecah menjadi
bagian-bagian kecil.
Amprotab yaitu amilum yang dikhususkan untuk penggunaannya dalam
pembuatan tablet. Kekuatan amprotab yaitu pada aksi kapiler yang terjadi. Aksi
ini akan melawan aksi bahan pengikat dan aksi ini akan membantu pengembangan
dari beberapa komponen yang akan membantu hancurnya tablet. Pati memiliki
sifat hidrofilik yang mempunyai kemampuan menyerap air dan membentuk pori-

11
pori dalam tablet. Hal ini akan meningkatkan penetrasi air kedalam tablet
sehingga akan mempercepat waktu hancur tablet (Voigt, 1971).
Amilum digunakan sebagai bahan penghancur pada konsentrasi 3-15 %.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Era Kurnializa (2013), bahwa
penggunaan amprotab dalam konsentrasi 15 % dapat mengoptimalkan waktu
hancur obat didalam tubuh.
d. PVP (Pengikat)
Bahan pengikat merupakan eksipien yang digunakan dalam formulasi
sediaan tablet yang memberikan gaya kohesi yang cukup pada serbuk antar
partikel eksipien sehingga membentuk struktur tablet yang kompak dan kuat
setelah pencetakan. Bahan pengikat tidak boleh menghalangi disintegrasi tablet
maupun pelepasan zat aktif untuk diabsorbsi.
Berdasarkan penelitian Muktamar (2007), PVP bagus untuk proses
penggranulan, hasil granul lebih cepat kering, memiliki sifat alir yang baik, sudut
diam minimum, menghasilkan fines lebih sedikit dan daya kompatibilitasnya lebih
baik sehingga dapat menghasilkan tablet yang lebih bagus.
Keunggulan PVP dibandingkan dengan pengikat lain yaitu dapat berfungsi
sebagai pengikat yang baik untuk granulasi basah, granulasi kering, dan kempa
langsung (Folttmann, et.al., 2008). Penggunaan pengikat PVP 2% dalam
formulasi tablet ekstrak daun jambu biji menghasilkan tablet yang memenuhi
syarat evaluasi fisik tablet (Suryaningsih, 2011).
e. Mg. Stearat (Pelincir)
Pelincir berfungsi untuk mengurangi gesekan antara dinding tablet
dengan dinding die saat tablet akan ditekan keluar.
Magnesium stearate adalah suatu contoh dari pelincir tipe batas, dimana
pelincir tipe ini lebih baik dari pelincir tipe cairan karena kemampuan pelincir
batas pada dinding die lebih baik dari jenis cairan. Penggunaan mg. stearate
sebagai bahan pelincir menguntungkan karena sifatnya yang tidak higroskopis
(PDF III).

12
C. Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengektraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua pelarut diuapkan dan serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995).
Proses ekstraksi bahan nabati atau tumbuhan dapat dilakukan berdasarkan
teori penyarian. Penyarian merupakan suatu proses pemindahan massa dari bahan
ke cairan penyari. Beberapa metode penyarian antara lain : maserasi, perkolasi,
dan Soxhletasi (Anonim, 1986).
1. Maserasi
Maserasi merupakan proses penyarian yang paling sederhana dan banyak
digunakan untuk menyari bahan obat yang berupa serbuk simplisia halus.
Simplisia ini direndam dalam cairan penyari sampai meresap dan melemahkan
susunan sel sehingga zat-zat akan larut. Serbuk simplisia yang akan disari
ditempatkan dalam wadah atau bejana bermulut besar, ditutup rapat kemudian
dikocok berulang-ulang sehingga memungkinkan pelarut masuk ke seluruh
permukaan serbuk simplisia (Anonim, 1986).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan
cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Serbuk simplisia
ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat
berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut,
cairan penyari akan melarutkan zat aktif yang dilalui sampai mencapai keadaan
jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan
diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan
(Anonim, 1986).
3. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendinginan balik (Anonim,
2000).

13
B. Uraian Bahan
1. Amprotab (Ditjen POM, 1995) (Allen, 2009)
Nama resmi : AMYLUM MANIHOT
Nama lain : Pati singkoong
Pemerian : Serbuk sangat halus
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol
Stabilitas : Dalam keadaan kering, pati stabil jika dilindungi dari
kelembapan tinggi merupakan zat kimia inert
dibawah penyimnana normal.

Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan oksidator kuat dan


senyawa dibentuk iodium.

Konsentrasi : 1-25 %

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik ditempat gelap & kering.

Kegunaan : Sebagai zat penghancur.

2. PVP (Ditjen POM, 1979) (Allen, 2009).

Nama resmi : POVIDONUM

Nama lain : Polivinil Pirolidon

RM/BM : (C6H9NO)12 / 10000-70000

Rumus Bangun :

Serbuk putih atau putih kekuningan, berbau lemah


atau tidak berbau.
14 Higroskopik.
Pemerian :

Kelarutan : Mudah larut dalam etanol (95%) P dan dalam


kloroform P, kelarutan tergantung dari bobot molekul
rata-rata, praktis tidak larut dalam eter P.

Stabilitas : Povidone menggelapkan sampai batas tertentu


pada pemanasan dengan dengan suhu 150 oC
dalam kelarutan air, hal ini stabil terhadap paparan
panas sekitar 110o-130oC. Sterilisasi uap dan
sebuah larutan berair tidak mengubah sifat-sifatnya,
larutan berair tidak mengubah/rentang terhadap
pertumbuhan jamurdan akibattnya memerlukan
pengawet yang sesuai.

Inkompatibilitas : Povidone kompatibel dalam larutan dengan


berbagai macam resin anorganik & resin sintetis,
dan lainnya membentuk larutan molekular dalam
larutan dengan asam salisilat, natrium salisilat,
salfatozole, fenobarbital, tanin, & senyawa lainnya.

Konsentrasi : 0,5-5 %

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai zat pengikat

3. Laktosa (Ditjen POM, 1979) (Allen, 2009)

15
Nama resmi : LACTOSUM

Nama lain : Laktosa, Saccharaum Lactis

RM/BM : C12H22O11H2 / 342,3

Rumus bangun :

Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau, & rasa nya manis.

Kelarutan : Larut dalam 6 bagian air, larut dalam 1 bagian air


mendidih, sukar larut dalam kloroform P, dan dalam
eter P.

Stabilitas : Laktosa dapat menyebabkan pada pewarnaan


coklat, pada penyimpanan reaksi dipercepat oleh
kondisi hangat dan lembab.

Inkompatbilitas : Inkompatibel dengan oksidasiknat, bila campuran


mengandung antagonis leukotrien hidroksil dan
laktosa disimpan selama 6 minggu.

Konsentrasi : 65-85 %

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai zat pengisi

4. Magnesium Stearat (Ditjen POM, 1979) (Allen, 2009)

16
Nama resmi : MAGNESII STEARAT

Nama lain : Magnesium stearat

RM/BM : (C18H35O2)2 / 581,24

Rumus bangun :

Pemerian : Serbuk hablur putih, lilin, mudah melekat pada kulit,


bau lemah khas.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam etanol (95 %) P,


dan dalam eter P.

Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan asam kuat alkali dan


garam hasil hidrasi pencampuran dengan bahan
pengoksidasi kuat, tidak digunakan dalam produk
yang mengandung.

Stabilitas : Stabil dan harus disimpan dalam wadah


tertutup baik.

Konsentrasi : 0,25-5 %

17
BAB III
METODE KERJA
A. Rancangan Formula
Ekstrak daun Jambu Biji 400 mg
Amprotab 15 %
PVP 2%
Mg. Stearat 1%
Laktosa q.s

B. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain batang
pengaduk,belender, corong, kertas saring, oven, rotary evaporator, erlenmeyer,
gelas ukur, ayakan mesh 14, ayakan mesh 16, ayakan mesh 30, mesin pencetak
tablet , timbangan analitik.
Bahan-bahan yang digunakan antara lain, Ekstrak daun jambu biji,
Amprotab, Pvp, Mg stearat, Laktosa, etanol 70%
C. Metode Pengumpulan Data
1. Pengambilan Sampel
Sampel daun jambu biji di peroleh Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan,
daun yang dipetik adalah daun yang sehat, daun yang tidak terlalu muda dan tidak
terlalu tua. Sampel diambil pagi hari sekitar pukul 09.00 WITA.
2. Pengolahan Sampel
Sebelum dilakukan penyarian atau maserasi, terlebih dahulu daun jambu
biji yang telah dipetik disortasi basah, daun dicuci dengan menggunakan air yang
bersih dan mengalir, setelah proses pencucian, kemudian daun dikeringkan
dengan cara mengangin-anginkan didalam ruangan yang terlindung oleh cahaya
matahari langsung. Simplisia yang telah kering selanjutnya diserbukkan dengan
cara di blender, lalu diayak dengan ayakn no. 30 sehingga diperoleh serbuk
simplisia daun jambu biji dengan derajat kehalusan tertentu.

18
3. Pembuatan Ekstrak
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan etanol 70%
sebagai cairan penyari. Maserat dipekatkan dengan destilasi vakum untuk
mendapatkan ekstrak kental. Lalu dibuat ekstrak kering dengan dikeringkan pada
suhu 40°C selama 24 jam, selanjutnya dilakukan pencampuran dengan zat
tambahan sesuai formula.
4. Pembuatan Granul dengan metode Granulasi Basah
Metode yang digunakan pada pembuatan tablet ini adalah Granulasi basah,
alasan memilih menggunakan granulasi basah karena dapat meningkatkan
fluiditas dan kompaktibilitas tablet. Sistem granulasi basah dapat mencegah
segregasi komponen penyusun tablet yan telah homogen selama proses
pencampuran sehingga tidak terjadi pemisahan komponen campuran selama
proses produksi berlangsung dan menghasilkan distribusi yang baik (Siregar,
2000).
a. Semua bahan diayak, lalu gerus ekstrak kering dengan laktosa dan amprotab
sampai homogen.
b. Tambahkan larutan PVP (Polivinilpirolidon) sedikit demi sedikit sambil digerus
sampai terbentuk massa granul yang baik.
c. Selanjutnya massa granul dilewatkan pada ayakan mesh 14 dan dikeringkan
pada suhu 50°C selama 24 jam.
d. Timbang granul yang sudah kering, lalu diayak lagi dengan ayakan no.16.
e. Lakukan evaluasi sifat fisik granul ekstrak daun Jambu biji meliputi waktu alir,
sudut diam dan kompresibilitas.
5. Pembuatan Tablet
a. Granul yang sudah diayak, dilakukan evaluasi sifat fisik granul kemudian
ditambahkan Magnesium stearat di botol kosong bermulut lebar, lalu dikocok
homogen.
b. Cetak granul menjadi tablet dengan mesin pencetak tablet, dengan bobot tiap
tablet 600 mg.

19
c. Lakukan evaluasi sifat fisik tablet ekstrak daun Jambu Biji meliputi
keseragaman bobot, keseragaman ukuran, kekerasan, kerapuhan, dan waktu
hancur.

20
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Metode Penarikan Bahan Aktif (Flavonoid)


Metode isolasi senyawa flavonoid yang digunakan pada formulasi ini yaitu
ekstraksi maserasi, karena berdasarkan penelitian Indriani (2006) bahwa ekstrak
daun jambu biji lokal berdaging putih memiliki potensi antioksidan terbaik yang
diekstrak dengan etanol 70 % secara maserasi. Metode maserasi digunakan karena
sederhana, relative murah, dan terjadinya kontak antara sampel dengan pelarut
yang cukup lama memudahkan pelarut untuk mengikat senyawa yang ada pada
sampel serta dapat menghindari kerusakan komponen senyawa yang tidak tahan
panas. Menurut Bimakra (2010) Etanol merupakan pelarut yang aman dengan
toksisitas rendah bila dibandingkan dengan methanol. Selain itu, hasil ekstrak
kasar dan konsentrasi yang tinggi dari bioaktif senyawa flavonoid pada tanaman
bisa diisolasi dengan pelarut tersebut.
Pada penelitian ini menggunakan daun jambu biji yang telah dikeringkan
dan diserbuk haluskan. Serbuk daun nangka ditimbang sebanyak 600 g lalu
dimaserasi dengan pelarut etanol 70% selama 5 hari. Maserat kemudian didestilasi
vakum, didapatkan 89,63 gram ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh dari
ekstrak daun jambu biji sebesar 14,93%. Ekstrak kental dikeringkan terlebih
dahulu sehingga didapatkan ekstrak kering daun jambu biji.Lalu ekstrak kering
dicampur dengan bahan-bahan lain untuk dibuat menjadi granul dan dilakukan
evaluasi granul yang meliputi kecepatan alir, sudut diam dan kompresibilitas.
B. Evaluasi Bahan Aktif
1. Uji Kualitatif
Uji kualitatif flavonoid bertujuan untuk memastikan ada tidaknya
kandungan flavonoid yang terdapat pada ekstrak daun jambu biji. Uji ini
dilakukan dengan menggunakan larutan FeCl3 10% dalam aquadest. Hasilnya
hijau kehitaman yang berarti positif mengandung flavonoid. Warna hijau
kehitaman tersebut terbentuk karena terjadi reaksi kompleks logam Fe dari FeCl3
dengan gugus hidroksil flavonoid.

21
2. Uji Kuantitatif
Sampel yang dinyatakan positif mengandung flavonoid selanjutnya
dilakukan uji kuantitatif penetapan kadar dengan metode spektrofotometri UV,
karena metode ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat
yang sangat kecil, selain itu hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka
yang terbaca langsung dicatat oleh detector dan tercetak dalam bentuk angka
digital ataupun grafik yang sudah diregresikan. Analisis flavonoid ni dapat
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri UV-Visible karena flavonoid
memiliki sistem aromatic yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan
kuat pada daerah spectrum sinar UV dan spectrum sinar tampak (Indriyani. 2008).

22
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Pada formulasi ekstrak daun jambu biji ini, metode yang
digunakan yaitu granulasi basah. Granulasi basah merupakan suatu proses
perubahan dari bentuk serbuk halus menjadi granul dengan bantuan larutan bahan
pengikat yang sesuai. Pada metode granulasi basah ini bahan pengikat yang
ditambahkan harus mempunyai jumlah yang relatif cukup, karena kekurangan
atau kelebihan sedikit saja bahan pengikat akan menyebabkan granul yang tidak
sesuai dengan yang diinginkan dan akan mempengaruhi hasil akhir tablet.
B. Saran
Masih perlu tambahan referensi mengenai komposisi yang sesuai dengan
lebih banyak variasi formulasi bahan tambahan yang digunakan untuk pembuatan
tablet ekstrak daun jambu biji.

23
DAFTAR PUSTAKA

Adnyana., Yulinah., Sigit., Fisheri and Insanu, 2004. Efek Ekstrak Daun Jambu
Biji Daging Buah Putih dan Merah Sebagai Antidiare. Departemen
Farmasi. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Ansel, H.C, 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi II. Terjemahan oleh:
F.Ibrahim. University Indonesia Press, Jakarta, Indonesia, halaman 244-
272, 605-

Banker, G.S. and Anderson, N.R., 1986, Tablet, in Lachman, L., Lieberman, H.A.
and Kanig, J.L., The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 3rd
Edition, 683-703, Lea and Febiger, Philadelphia.

Carlo G., Autore, G., Izzo, A.A.,Maiolino, P., Mascolo, N., Viola, P., Diurno
M.V.and Capasso,1993.Inhibition of Intestinal Motility and Secretion by
Flavonoids in Mice and Rats.Structure Activity Relationships, J Pharm
Pharmacol, volume12 halaman 1054-1059

Dalimartha.S.,2000.AtlasTumbuhanObat Indonesia Jilid 5.Puspa Swara,


Jakarta,Indonesia,halaman118-121.

Depkes., 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 7, 300, 404, 488-489, 515-616,
519, Depkes RI, Jakarta.

FolttmannH.,Anisul,2008. Polyvinylpyrrolidone (PVP) – One


OfTheMostWidelyUsedExcipients In Pharmaceuticals. Drug Delivery
Technology.Vol8 (6) halaman 24.

Lachman,L.,Lieberman,H.A.,Kanig,J.L., 1994. Teori dan Praktek Farmasi


Industri Edisi III.UI Press, Jakarta, Indonesia, halaman645–705.

Parrot, E.L., 1971, Pharmaceutical Technology: Fundamental Pharmaceutics, 3rd


Edition, 73-89, 158-171, 389-390, Burgess Publishing Company,
Minneapolis.

Siregar, C.J.P. and Saleh, W., 2008, Teknologi Farmasi : Sediaan Tablet Dasar-
Dasar Praktis, 145-146, 160, 169-170, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

24
Syder, J.D, and Merson, M.H., 1982, The Magnitude of the Global Problems of
Acute Diarrheal Disease: A Review of Active Surveillance Data. Bull
WHO, 60, 605-613.

Voigt, R., 1994, Buku pelajaran teknologi farmasi Edisi V, soendani noerono,
penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University press, terjemahan dari:
Lehrbuch der Pharmazeutischen Tecnologie

25

Anda mungkin juga menyukai