Anda di halaman 1dari 25

Formulasi Gel Ekstrak Etanol Kulit Buah

Manggis Manggis (Garcinia mangostana


L.) Sebagai Sediaan Luka Bakar

KELOMPOK 7

1. Ismail
2. Muhammad Fahmi
3. Mira
4. Nining Murita
5. Leni Salmira
6. Aufa Athiyyah Arifin
7. Jusni
8. Nurlaila pawae

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT.yang telah memberikan rahmat dan


hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Formulasi Gel Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis Manggis (Garcinia
mangostana L.) Sebagai Sediaan Luka Bakar” ini tepat pada waktunya.Adapun
tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Formulasi dan Teknologi Sediaan Alam.Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Formulasi dan Teknologi Sediaan Alam bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nur Ida, S.Si., M. Si., Apt.
selaku dosen mata kuliah Formulasi dan Teknologi Sediaan Alam yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna.Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 24 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Buah Manggis..............................................................................................3
B. Tablet...........................................................................................................4
C. Ekstraksi.......................................................................................................5
BAB III METODE KERJA
A. Rancangan Formula.....................................................................................11
B. Cara Kerja....................................................................................................12
C. Alasan Penggunaan Bahan...........................................................................15
BAB IV PEMBAHASAN
A. Metode Penarikan Bahan Aktif ...................................................................16
B. Evaluasi Bahan Aktif ..................................................................................17
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................19
B. Saran.............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................20

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gel merupakan sistem semi padat, penampakannya jernih dan tembus
cahaya. Gel mempunyai kekakuan yang disebabkan oleh jaringan yang saling
menganyam, yaitu fase terdispersi yang berikatan dengan medium pendispersi
(Ansel, 1989).
Berdasarkan penggunaannya secara empiris, berbagai jenis tanaman obat
telahbanyak diteliti dan dikembangkan sebagai sumber utama dalam penemuan
obat-obat baru.Sejumlah bahan aktif yang terkandung dalam tanaman juga telah
berhasil diidentifikasi dan dibuktikan memiliki efek farmakologi, sehingga dapat
dikembangkan lebih lanjut dalam terapi berbagai penyakit.Salah satu khasiat
senyawa obat bahan alam adalah sebagai antidiare.Berdasarkan hal tersebut,
WHO telah lama mendorong untuk dilakukannya berbagai kegiatan penelitian
yang berkaitan dengan penggunaan tanaman obat atau herbal untuk pencegahan
dan terapi diare (Syder dan Merson, 1982).
Obat tradisional telah lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat
Indonesia (Sukandar,2006). Salah satu tanaman yang digunakan untuk pengobatan
diare adalah jambu biji (Psidium guajava L.).Tanaman Jambu biji sangat mudah
diperoleh dan hampir seluruh bagian tanamannya bisa digunakan untuk obat
tradisional.Salah satu khasiat dari Jambu biji yaitu sebagai antidiare.Penggunaan
daun jambu biji di masyarakat untuk pengobatan diare masih sangat sederhana
yaitu dengan cara direbus lalu disaring dan air rebusannya diminum. Biasanya
juga dikonsumsi secara langsung/dikunyah.
Selain penggunaannya secara empiris daun Jambu biji juga telah diteliti
melalui penelitian farmakologi untuk mengetahui efektivitasnya dalam mengobati
diare.Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tannaz (2014), tanaman jambu biji
terutama bagian daun, memiliki efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
beberapa tanaman lain yang digunakan sebagai antidiare. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Katarina, dkk (2019) diketahui bahwa ekstrak daun jambu biji

1
dengan dosis 400mg/Kg BB dapat mengurangi intensitas diare.Efek antidiare ini
disebabkan karena tannin dan flavonoid yang terkandung di dalam daun jambu
biji.Sebagai antidiare, senyawa tannin berfungsi menciutkan permukaan usus
(Adnyana dkk, 2014), sedangkan flavonoid menghambat motilitas usus serta
mengurangi sekresi air (Carlo,et.al.,1993). Untuk penggunaan daun jambu
bijisebagai obat antidiare yang lebih praktis, daun jambu biji dapat dibuat sediaan
farmasi seperti tablet.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Formulasi Sediaan tablet ekstrak daun Jambu biji ?
2. Bagaimana proses pembuatan tablet ekstrak daun Jambu biji ?
3. Evaluasi tablet ekstrak daun Jambu biji ?
C. Tujuan
Untuk membuat sediaan tablet dari ekstrak daun jambu biji, serta
mengetahui metode pembuatan tablet dan untuk mengetahui uji sifat fisik dari
sediaan tablet.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Manggis (Garcinia mangostana L.)


1. Taksonomi Manggis
Taksonomi dari tanaman jambu biji adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiosperma
Kelas : Dicotylenodae
Bangsa : Guttifernales
Suku : Guttiferae
Marga : Garcinia
Jenis : Garcinia mangostana L. (Tjitrosoepomo,1994)
3. Uraian Tanaman
Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana Linn. merupakan
tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis
di kawasan Asia Tenggara, seperti di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Tanaman
manggis mudah dijumpai di Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Tanaman
yang sekerabat dengan kandis ini dapat mencapai tinggi 25 m dengan diameter
batang mencapai 45 cm. Pohon manggis mampu tumbuh dengan baik pada
ketinggian 0-600 m dpl, suhu udara rata-rata 20-300C, pH tanah berkisar 5-7.
Lahan dengan pH asam seperti di lahan gambut, manggis tetap mampu tumbuh
dengan baik. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan manggis berkisar 1500-
300 mm/tahun yang merata sepanjang tahun (Mardiana, 2012)..
Pohon manggis memiliki cabang yang teratur, berkulit cokelat, dan
bergetah. Bentuk buahnya khas, kulitnya berwarna merah keunguan (Gambar 1.)
ketika matang, terdapat varian warna lain di kulit, yakni merah cerah. Buah
manggis memiliki beberapa ruang atau segmen dengan satu biji pada tiap
segmennya, namun yang dapat menjadi biji sempurna hanya 1-3 biji. Setiap biji
diselubungi oleh selaput berwarna putih bersih, halus, disertai rasa segar. Secara

3
organoleptik, rasa manggis cenderung seragam, yaitu manis, asam, sedikit sepat
(Mardiana, 2012).
3. Kandungan Kimia Manggis
Kandungan nutrisi buah manggis per 100 gram yaitu kalori 63 kkal,
karbohidrat 16,50 g, lemak 0,60 g, protein 0,60 g, kalsium 8,00 mg, Vitamin C
2,00 mg, Vitamin B1 0,03 mg, fosfor 12 mg, zat besi 0,80 mg, bagian yang dapat
dimakan 29% (Hasyim dan Iswari, 2012).
Kandungan metabolit sekunder dalam kulit buah manggis yaitu tannin dan
xanthone. Xanthone merupakan substansi kimia alami yang tergolong senyawa
polyphenolic. Xanthone sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh sebagai
antioksidan, antiproliferatif, antiinflamasi dan antimikroba (Mardiana, 2012).
Dalam Alam Sumber Kesehatan, senyawa xanthone, mangostin, garsinone,
flavonoid dan tannin di buah manggis merupakan senyawa bioaktif fenolik.
Senyawa-senyawa ini diduga berperan dalam menentukan jumlah antioksidan di
manggis. Kulit buah manggis yang mengandung senyawa xanthone memiliki
fungsi antioksidan tinggi sehingga dapat menetralkan dan menghancurkan radikal
bebas yang memicu munculnya penyakit degeneratif, seperti kanker, jantung,
arthritis, katarak, dan diabetes mellitus (Soedibyo, 2008).
4. Khasiat Buah Manggis
Buah manggis muda memiliki efek speriniostatik dan spermisida. Secara
tradisional buah digunakan untuk mengobati diare, radang, amandel, keputihan,
disentri, wasir dan borok. Kulit buah manggis digunakan untuk mengobati
sariawan, disentri, nyeri urat, sembelit dan kulit batang digunakan untuk
mengatasi nyeri perut dan akar untuk mengatasi haid yang tidak teratur
(Kastaman, 2007).
5 Aktivitas Farmakologi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh John, salah satu bahan aktif
yang terkandung dalam daun jambu biji yang memiliki peranan paling efektif
sebagai antidiare adalah flavonoid.Senyawa turunan flavonoid yang terkandung
dalam daun jambu biji adalah kuersetin.Kuersetin merupakan senyawa golongan
flavonoid jenis flavonol dan flavon.Senyawa kuersetin memiliki potensi sebagai

4
agen antidiare dengan menghambat pelepasan asetilkolin yang dapat
meningkatkan kontraksi usus akibat adanya iritasi oleh bakteri penyebab diare
seperti Staphylocuccus aureus, E.coli, dsb.
Senyawa tannin yan terkandun dalam daun jambu biji dapat diperkirakan
memiliki jumlah sebanyak 9-12%.Tannin berfungsi untuk memperlancar sistem
pencernaan, dan sirkulasi darah.Tannin sebagai pengelat berefek spasmolitik yang
mengkerutkan usus sehingga gerak peristaltic usus berkurang (Indriani, 29006).
B. Gel
1. Pengertian Gel
Gel merupakan sistem semi padat, penampakannya jernih dan tembus
cahaya. Gel mempunyai kekakuan yang disebabkan oleh jaringan yang saling
menganyam, yaitu fase terdispersi yang berikatan dengan medium pendispersi
(Ansel, 1989).
Gel adalah sistem semipadat di mana fase cairnya dibentuk dalam suatu
matriks polimer tiga dimensi (terdiri dari gom alam atau gom sintetis) yang
tingkat ikatan silang fisinya (atau kadang-kadang kimia) tinggi. Polimer-polimer
yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam
tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan
semisintetis seperti metilselulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan
Carbopol (Lachman, 1994)
Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik
meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahanbahan
sintetis dan semisintetis seperti metil selulosa, hidroksi etil selulosa, karboksi
metil selulosa, dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus
karboksil yang terionisasi. Gel dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan
suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel (Lachman
dkk, 2008). Bahan pembentuk gel untuk farmasi dan kosmetik idealnya harus
bersifat inert, aman dan tidak bereaksi dengan bahan-bahan lain dalam formula,
tidak menunjukkan perubahan viskositas yang berarti pada penyimpanan normal
(Zats & Gregory, 1996).

5
Karakteristik gel yang digunakan harus sesuai dengan tujuan penggunaan
gel. Gel topikal tidak boleh terlalu liat, konsentrasi bahan pembentuk gel yang
terlalu tinggi atau penggunaan bahan pembentuk gel dengan berat molekul yang
terlalu besar dapat mengakibatkan sediaan sulit dioleskan dan didispersikan (Zats
& Gregory, 1996). Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa gel merupakan
sediaan semi padat yang banyak mengandung air. Pada gel yang bersifat polar
(berasal dari polimer alam atau sintetik) dalam konsentrasi rendah (<10%)
membentuk matriks tiga dimensi padakeseluruhan masa hidrofilik. Karena zat
pembentuk gel tidak larut sempurna atau karena membentuk agregat yang dapat
membiaskan cahaya maka system ini dapat bersifat jernih atau keruh (Agoes,
1993).
2. Syarat-Syarat Gel
Syarat-syarat gel adalah sebagai berikut: (Lachman, 2008)
a. Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi ialah inert,aman dan tidak
bereaksi dengan komponen lain.
b. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang
baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan
kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol,pemerasan
tube, atau selama penggunaan topikal.
c. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang
diharapkan
d. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM
besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk menyebar dan penetrasi obat di
dalam kulit.
e. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga
pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh
polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang
akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan
tersebut akan membentuk gel.
f. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh
pemanasan disebut thermogelation

6
g. Sediaan gel harus memiliki daya lekat yang besar pada tempat yang diobati
karena sediaan tidak mudah lepas sehingga dapat menghasilkan efek yang
diinginkan.
3. Bahan Tambahan Pembuatan Gel
1. Bahan pengawet
Bahan pengawet merupakan zat yang digunakan untuk mencegah
pertumbuhan mikroorganisme (Ansel, 1989). Kriteria pengawet yang digunakan
antara lain, tidak toksik dan tidak mengiritasi, lebih memiliki daya bakterisid dari
pada bakteriostatik, efektif pada konsentrasi rendah untuk spektrum luas, stabil
pada kondisi penyimpanan, tidak berbau dan tidak berasa, tidak mempengaruhi
atau dapat bercampur dengan bahan lain dalam formula, harganya murah. Metil
paraben (Nipagin) dan propil paraben (nipasol) merupakan atimikroba spektrum
luas dan dapat bekerja pada rentang pH yang luas. Kombinasi dari keduanya dapat
meningkatkan efektivitas antimikrobanya. Contoh bahan pengawet yang sering
digunakan adalah nipagin 0,12-0,18 % dan nipasol 0,02-0,05% (Ansel, 1997).
2. Bahan pelembab
Pelembab adalah zat yang digunakan untuk mencegah keringnya preparat
karena berhubungan dengan kemampuan sediaan untuk menahan lembab. Dengan
adanya pelembab, maka penguapan air oleh sediaan dapat diminimalisir sehingga
sediaan tidak kering saat penyimpanan maupun saat pengaplikasian. Contoh
pelembab adalah gliserin, propilen glikol, sorbitol (Ansel,1989).
4. Metode pembuatan gel
Adapun metode pembuatan gel secara umum yaitu: (Mariot, 2010)
1. Semua komponen gel dipanaskan (terkecuali dengan air), kurang lebih sekitar
90oC
2. Air dipanaskan pada suhu 90oC, lalu CMC-Na di kembangkan dengan air
panas
3. Air ditambahkan ke fase minyak, diaduk terus. Pengadukan kuat sebaikinya
dihindari karena dapat menimbulkan gelembung.
5. Komposisi Gel
a. Kulit Buah Manggis (Zat aktif)

7
Zat aktif adalah bahan atau zat yang mempunyai efek utama padasediaan
(Scoville’s,1957).
Alasan penggunaan kulit buah manggis karena kandungan xanton tertinggi
terdapat dalam kulit buah manggis, yakni 107,76 mg per 100 g kulit buah
(Yatman E, 2012).

Adanya efek anti inflamasi dari xanton memicu pembentukan kolagen


yang berperan penting dalam pemeliharaan struktur dan penyembuhan luka
(Aryanti, 2018).

b. Na CMC (Gelling Agent)


Gelling agent dibutuhkan dalam formulasi gel sebagai bahan pembentuk
gel dalam sediaan. Terdapat berbagai macam jenis, diantaranya adalah tragakan,
Na CMC, karbopol, HPMC. Na CMC yang merupakan basis gel golongan
polimer semi sintetik, sedangkan karbopol termasuk sintesis dan tragakan
termasuk basis gel golongan gom alam (Erawati, 2013)
Menurut USP (United States Pharmacopeia) 32, CMC Na didefinisikan
sebagai garam dari poli-karboksi-metil-eter dari selulosa. CMC Na memiliki
pemerian yakni berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, berbentuk serbuk
granular, dan higroskopis setelah mengalami pengeringan. CMC Na cukup stabil,
meskipun memiliki sifat higroskopis. Kondisi dibawah kelembaban tinggi maka
CMC Na dapat menyerap air (>50%) dalam jumlah besar. Dalam bentuk larutan,
CMC Na stabil pada pH 2-10(Rowe R.C. et.al., 2009)..
c. Gliserin (Humektan)
Humektan adalah bahan yang menarik air ketika diaplikasikan pada kulit
dan meningkatkan hidrasi stratum korneum. Emolien dapat melembutkan kulit
dengan mengisi ruang antara kulit yang retak dengan butiran minyak. Protein
rejuvenator dapat menyebabkan kulit menjadi lebih muda dengan mengisi protein
esensial dalam kulit (Lynde, 2012).
Gliserin merupakan humektan kuat dan mempunyai kemampuan
menyerap air hampir sama dengan natural moisturizing factor (NHF) yang
meruapakan pengikat air alami dalam kulit. Gliserin secara cepat dapat

8
mengembalikan kulit kering seperti normal dan mampu mempertahankan kondisi
normal tersebut dibanding humektan yang lain (Setyaningrum, 2003).

d. Propilenglikol (Kosolven)
Pemilihan sistem kosolven yang tepat dapat menjamin kelarutan semua
komponen dalam formulasi dan meminimalkan resiko pengendapan karena
pendinginan atau pengenceran oleh cairan darah. Akibatnya, hal ini akan
mengurangi iritasi jaringan pada tempat administrasi obat (Yalkowsky, 1981).
Propilen glikol merupakan kosolven yang sering digunakan dalam sediaan
topikal, dimana konsentrasi propilen glikol yang biasa digunakan 1-10%
(Williams, 2007). Propilen glikol adalah kosolven dengan sifat ketoksikkan yang
renda (Vemula, 2010).
e. Metil Paraben
Bahan pengawet merupakan zat yang digunakan untuk mencegah
pertumbuhan mikroorganisme (Ansel, 1989).
Metil paraben digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik,
produk makanan, dan berbagai jenis formulasi farmasi. Metil paraben sering
dikombinasikan dengan paraben-paraben lainnya sebagai pengawet antimikroba.
Popil paraben dengan kombinasi metil paraben mempunyai konsentrasi propil
paraben 0,02 % sedangkan metil paraben 0,18 % sebagai pengawet pada berbagai
jenis sediaan parenteral dalam formulasi farmasi (Arthur H. Kibbe, 2000).
B. Uraian Bahan
1. Amprotab (Ditjen POM, 1995) (Allen, 2009)
Nama resmi : AMYLUM MANIHOT
Nama lain : Pati singkoong
Pemerian : Serbuk sangat halus
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol
Stabilitas : Dalam keadaan kering, pati stabil jika dilindungi dari
kelembapan tinggi merupakan zat kimia inert
dibawah penyimnana normal.

Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan oksidator kuat dan


senyawa dibentuk iodium.
9
Konsentrasi : 1-25 %

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik ditempat gelap & kering.

Kegunaan : Sebagai zat penghancur.

2. PVP (Ditjen POM, 1979) (Allen, 2009).

Nama resmi : POVIDONUM

Nama lain : Polivinil Pirolidon

RM/BM : (C6H9NO)12 / 10000-70000

Rumus Bangun :

Pemerian : Serbuk putih atau putih kekuningan, berbau lemah


atau tidak berbau. Higroskopik.

Kelarutan : Mudah larut dalam etanol (95%) P dan dalam


kloroform P, kelarutan tergantung dari bobot molekul
rata-rata, praktis tidak larut dalam eter P.
Povidone menggelapkan sampai batas tertentu
pada pemanasan dengan dengan suhu 150 oC
dalam kelarutan air, hal ini stabil terhadap paparan
Stabilitas : panas sekitar 110o-130oC. Sterilisasi uap dan
sebuah larutan berair tidak mengubah sifat-sifatnya,
larutan berair tidak mengubah/rentang terhadap
pertumbuhan jamurdan akibattnya memerlukan
pengawet yang sesuai.

10
Inkompatibilitas : Povidone kompatibel dalam larutan dengan
berbagai macam resin anorganik & resin sintetis,
dan lainnya membentuk larutan molekular dalam
larutan dengan asam salisilat, natrium salisilat,
salfatozole, fenobarbital, tanin, & senyawa lainnya.

Konsentrasi : 0,5-5 %

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai zat pengikat

3. Laktosa (Ditjen POM, 1979) (Allen, 2009)

Nama resmi : LACTOSUM

Nama lain : Laktosa, Saccharaum Lactis

RM/BM : C12H22O11H2 / 342,3

Rumus bangun :

11
Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau, & rasa nya manis.

Kelarutan : Larut dalam 6 bagian air, larut dalam 1 bagian air


mendidih, sukar larut dalam kloroform P, dan dalam
eter P.

Stabilitas : Laktosa dapat menyebabkan pada pewarnaan


coklat, pada penyimpanan reaksi dipercepat oleh
kondisi hangat dan lembab.

Inkompatbilitas : Inkompatibel dengan oksidasiknat, bila campuran


mengandung antagonis leukotrien hidroksil dan
laktosa disimpan selama 6 minggu.

Konsentrasi : 65-85 %

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai zat pengisi

4. Magnesium Stearat (Ditjen POM, 1979) (Allen, 2009)

Nama resmi : MAGNESII STEARAT

Nama lain : Magnesium stearat

RM/BM : (C18H35O2)2 / 581,24

Rumus bangun :

Serbuk hablur putih, lilin, mudah melekat pada kulit,


bau lemah khas.
12
Pemerian :

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam etanol (95 %) P,


dan dalam eter P.

Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan asam kuat alkali dan


garam hasil hidrasi pencampuran dengan bahan
pengoksidasi kuat, tidak digunakan dalam produk
yang mengandung.

Stabilitas : Stabil dan harus disimpan dalam wadah


tertutup baik.

Konsentrasi : 0,25-5 %

13
BAB III
METODE KERJA
A. Rancangan Formula
Ekstrak daun Jambu Biji 400 mg
Amprotab 15 %
PVP 2%
Mg. Stearat 1%
Laktosa q.s

B. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain batang
pengaduk,belender, corong, kertas saring, oven, rotary evaporator, erlenmeyer,
gelas ukur, ayakan mesh 14, ayakan mesh 16, ayakan mesh 30, mesin pencetak
tablet , timbangan analitik.
Bahan-bahan yang digunakan antara lain, Ekstrak daun jambu biji,
Amprotab, Pvp, Mg stearat, Laktosa, etanol 70%
C. Metode Pengumpulan Data
1. Pengambilan Sampel
Sampel daun jambu biji di peroleh Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan, daun
yang dipetik adalah daun yang sehat, daun yang tidak terlalu muda dan tidak
terlalu tua.Sampel diambil pagi hari sekitar pukul 09.00 WITA.
2. Pengolahan Sampel
Sebelum dilakukan penyarian atau maserasi, terlebih dahulu daun jambu
biji yang telah dipetik disortasi basah, daun dicuci dengan menggunakan air yang
bersih dan mengalir, setelah proses pencucian, kemudian daun dikeringkan
dengan cara mengangin-anginkan didalam ruangan yang terlindung oleh cahaya
matahari langsung. Simplisia yang telah kering selanjutnya diserbukkan dengan
caradi blender, lalu diayak dengan ayakn no. 30 sehingga diperoleh serbuk
simplisia daun jambu biji dengan derajat kehalusan tertentu.

14
3. Pembuatan Ekstrak
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan etanol 70%
sebagai cairan penyari.Maserat dipekatkan dengan destilasi vakum
untukmendapatkan ekstrak kental.Lalu dibuat ekstrak kering dengan dikeringkan
pada suhu 40°C selama 24 jam,selanjutnya dilakukan pencampuran dengan zat
tambahan sesuai formula.
4. Pembuatan Granul dengan metode Granulasi Basah
Metode yang digunakan pada pembuatan tablet ini adalah Granulasi basah,
alasan memilih menggunakan granulasi basah karena dapat meningkatkan
fluiditas dan kompaktibilitas tablet. Sistem granulasi basah dapat mencegah
segregasi komponen penyusun tablet yan telah homogen selama proses
pencampuran sehingga tidak terjadi pemisahan komponen campuran selama
proses produksi berlangsung dan menghasilkan distribusi yang baik (Siregar,
2000).
a. Semua bahan diayak, lalu gerus ekstrak kering dengan laktosa dan amprotab
sampai homogen.
b. Tambahkan larutan PVP (Polivinilpirolidon) sedikit demi sedikit sambil digerus
sampai terbentuk massa granul yang baik.
c. Selanjutnya massa granul dilewatkan pada ayakan mesh 14 dan dikeringkan
pada suhu 50°C selama 24 jam.
d. Timbang granul yang sudah kering, lalu diayak lagi dengan ayakan no.16.
e. Lakukan evaluasi sifat fisik granul ekstrak daun Jambu biji meliputi waktu
alir,sudut diam dan kompresibilitas.
5. Pembuatan Tablet
a. Granul yang sudah diayak, dilakukan evaluasi sifat fisik granul
kemudianditambahkan Magnesium stearat di botol kosong bermulut lebar, lalu
dikocok homogen.
b. Cetak granul menjadi tablet dengan mesin pencetak tablet, dengan bobot tiap
tablet 600 mg.

15
c. Lakukan evaluasi sifat fisik tablet ekstrak daun Jambu Biji meliputi
keseragaman bobot, keseragaman ukuran, kekerasan, kerapuhan, dan waktu
hancur.

16
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Metode Penarikan Bahan Aktif (Flavonoid)


Metode isolasi senyawa flavonoid yang digunakan pada formulasi ini yaitu
ekstraksi maserasi, karena berdasarkan penelitian Indriani (2006) bahwa ekstrak
daun jambu biji lokal berdaging putih memiliki potensi antioksidan terbaik yang
diekstrak dengan etanol 70 % secara maserasi. Metode maserasi digunakan karena
sederhana, relative murah, dan terjadinya kontak antara sampel dengan pelarut
yang cukup lama memudahkan pelarut untuk mengikat senyawa yang ada pada
sampel serta dapat menghindari kerusakan komponen senyawa yang tidak tahan
panas.Menurut Bimakra (2010) Etanol merupakan pelarut yang aman dengan
toksisitas rendah bila dibandingkan dengan methanol.Selain itu, hasil ekstrak
kasar dan konsentrasi yang tinggi dari bioaktif senyawa flavonoid pada tanaman
bisa diisolasi dengan pelarut tersebut.
Pada penelitian ini menggunakan daun jambu biji yang telah dikeringkan
dan diserbuk haluskan.Serbuk daun nangka ditimbang sebanyak 600 g lalu
dimaserasi dengan pelarut etanol 70% selama 5 hari. Maserat kemudian didestilasi
vakum, didapatkan 89,63 gram ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh dari
ekstrak daun jambu biji sebesar 14,93%. Ekstrak kental dikeringkan terlebih
dahulu sehingga didapatkan ekstrak kering daun jambu biji.Lalu ekstrak kering
dicampur dengan bahan-bahan lain untuk dibuat menjadi granul dan dilakukan
evaluasi granul yang meliputi kecepatan alir, sudut diam dan kompresibilitas.
B. Evaluasi Bahan Aktif
1.Uji Kualitatif
Uji kualitatif flavonoid bertujuan untuk memastikan ada tidaknya
kandungan flavonoid yang terdapat pada ekstrak daun jambu biji.Uji ini dilakukan
dengan menggunakan larutan FeCl3 10% dalam aquadest.Hasilnya hijau
kehitaman yang berarti positif mengandung flavonoid.Warna hijau kehitaman
tersebut terbentuk karena terjadi reaksi kompleks logam Fe dari FeCl3 dengan
gugus hidroksil flavonoid.

17
2. Uji Kuantitatif
Sampel yang dinyatakan positif mengandung flavonoid selanjutnya
dilakukan uji kuantitatif penetapan kadar dengan metode spektrofotometri UV,
karena metode ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat
yang sangat kecil, selain itu hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka
yang terbaca langsung dicatat oleh detector dan tercetak dalam bentuk angka
digital ataupun grafik yang sudah diregresikan. Analisis flavonoid ni dapat
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri UV-Visible karena flavonoid
memiliki sistem aromatic yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan
kuat pada daerah spectrum sinar UV dan spectrum sinar tampak (Indriyani. 2008).

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi.Pada formulasi ekstrak daun jambu biji ini, metode yang
digunakan yaitu granulasi basah.Granulasi basah merupakan suatu proses
perubahan dari bentuk serbuk halus menjadi granul dengan bantuan larutan bahan
pengikat yang sesuai. Pada metode granulasi basah ini bahan pengikat yang
ditambahkan harus mempunyai jumlah yang relatif cukup, karena kekurangan
atau kelebihan sedikit saja bahan pengikat akan menyebabkan granul yang tidak
sesuai dengan yang diinginkan dan akan mempengaruhi hasil akhir tablet.
B. Saran
Masih perlu tambahan referensi mengenai komposisi yang sesuai dengan
lebihbanyak variasi formulasi bahan tambahan yang digunakan untuk pembuatan
tablet ekstrak daun jambu biji.

18
19
DAFTAR PUSTAKA

Adnyana., Yulinah., Sigit., Fisheri and Insanu, 2004. Efek Ekstrak DaunJambu
Biji Daging Buah Putih danMerah Sebagai Antidiare.Departemen
Farmasi. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Ansel, H.C, 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi II.Terjemahan oleh:
F.Ibrahim. University Indonesia Press, Jakarta, Indonesia, halaman 244-
272, 605-

Banker, G.S. and Anderson, N.R., 1986, Tablet, in Lachman, L., Lieberman, H.A.
and Kanig, J.L., TheTheory and Practice of Industrial Pharmacy, 3rd
Edition, 683-703, Lea and Febiger, Philadelphia.

Carlo G., Autore, G., Izzo, A.A.,Maiolino, P., Mascolo, N., Viola, P., Diurno
M.V.and Capasso,1993.Inhibition of Intestinal Motility and Secretion by
Flavonoids in Mice and Rats.Structure Activity Relationships, J Pharm
Pharmacol, volume12 halaman 1054-1059

Dalimartha.S.,2000.AtlasTumbuhanObat Indonesia Jilid 5.Puspa Swara,


Jakarta,Indonesia,halaman118-121.

Depkes., 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 7, 300, 404, 488-489, 515-616,
519, Depkes RI, Jakarta.

FolttmannH.,Anisul,2008. Polyvinylpyrrolidone (PVP) – One


OfTheMostWidelyUsedExcipients InPharmaceuticals. Drug Delivery
Technology.Vol8 (6) halaman 24.

Lachman,L.,Lieberman,H.A.,Kanig,J.L., 1994. Teori dan Praktek Farmasi


Industri Edisi III.UI Press, Jakarta, Indonesia, halaman645–705.

Parrot, E.L., 1971, Pharmaceutical Technology: Fundamental Pharmaceutics, 3rd


Edition, 73-89, 158-171, 389-390, Burgess Publishing Company,
Minneapolis.

Siregar, C.J.P. and Saleh, W., 2008, Teknologi Farmasi : Sediaan Tablet Dasar-
Dasar Praktis, 145-146, 160, 169-170, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

20
Syder, J.D, and Merson, M.H., 1982, The Magnitude of the Global Problemsof
Acute Diarrheal Disease: A Review of Active Surveillance Data. Bull
WHO, 60, 605-613.

Voigt, R., 1994, Buku pelajaran teknologi farmasi Edisi V, soendani noerono,
penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University press, terjemahan dari:
Lehrbuch der Pharmazeutischen Tecnologie

21

Anda mungkin juga menyukai