Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH FARMAKOTERAPI

INFLAMASI, NYERI DAN DEMAM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakoterapi


Dosen Pengampu : Devi Ika K.S

Disusun Oleh :
1. Ade Irma Maylani (E0017001)
2. Fachrun Dianah (E0017001)
3. Nurkhafidoh Tunisah (E0017001)
4. Rizka Mahmudah (E0017001)
5. Septi Pujiana (E0017001)
6. Trinika Mariyani (E0017045)
7. Wijaya Hanongko Aji (E0017048)
8. Yuarinda Meily (E0017050)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKes BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
2019
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah berjudul “Inflamasi, Nyeri dan Demam” ini dalam
waktu yang ditetapkan
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakoterapi.
Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Devi Ika K.S selaku dosen pengampu mata kuliah Farmakoterapi yang telah
memberikan pengarahan dan dorongan dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun dalam penulisan
makalah ini sangat penulis harapkan.

Slawi, 10 Maret 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia pasti pernah mengalami peradangan pada tubuhnya.
Saat tergores benda tajam, saat terbentur, atau saat timbul jerawat. Hal itu
menumbulkan rasa yang tidak nyaman, seperti timbul rasa nyeri, luka
memerah, timbul benjolan, terasa panas dan tidak berfungsinya anggota tubuh
yang terluka seperti biasanya.
Inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon fisiologis tubuh
terhadap suatu gangguan dari faktor eksternal. Respon inflamasi berhubungan
erat dengan proses penyembuhan, karena inflamasi menghancurkan agen
penyebab jejas dan menyebabkan rangkaian kejadian yan bertujuan untuk
menyembuhkan atau memperbaiki jaringan yang rusak (Kumar et al.,2005).
Demam adalah gejala berupa naiknya suhu tubuh tubuh melebihi
normal (temperatur normal tubuh berkisar antara 36-38 derajat Celcius)
sebagai respon normal tubuh terhadap suatu gangguan.
Nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak
dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis dan emosional.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Inflamasi, Nyeri dan Demam?
2. Berapa angka kejadian pada Inflamasi, Nyeri dan Demam?
3. Apa saja tanda dan gejala pada Inflamasi, Nyeri, dan Demam?
4. Bagaimana cara mendiagnosis Inflamasi, Nyeri dan Demam?
5. Bagaimana patofisiologi Inflamasi, Nyeri, dan Demam?
6. Terapi obat apa saja yang bisa digunakan pada Inflamasi, Nyeri, dan
Demam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Inflamasi, Nyeri dan Demam
2. Untuk mengetahui angka kejadian pada Inflamasi, Nyeri dan Demam
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala pada Inflamasi, Nyeri dan Demam
4. Untuk mengetahui cara mendiagnosis pada Inflamasi, Nyeri dan Demam
5. Untuk mengetahui patofisioogi pada Inflamasi, Nyeri dan Demam
6. Untuk mengetahui terapi obat pada Inflamasi, Nyeri dan Demam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Inflamasi
1. Definisi Inflamasi
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan
oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan,
mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun
jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002)
Inflamasi merupakan respon terhadap cedera. Arti khususnya,
inflamasi adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman
cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirklasi darah ke jaringan
interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Inflamasi sebenarnya adalah
gejala yang menguntungkan dan pertahanan, hasilnya adalah netralisasi
dan pembuangan agen-agen penyerang, penghancur jaringan nekrosis, dan
pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan.
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau
karena infeksi kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian
reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau yang
mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga
menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan
jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut inflamasi (Rukmono, 1973).
Inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap
infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin,
bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh
sel yang berperan sebagai mediator inflamasi di dalam sistem kekebalan
untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.
Inflamasi mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap
infeksi :
1. Menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi
2. Mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.
3. Memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi
untuk meningkatkan performa makrofag.
Menurut Katzung (2002) Radang ialah suatu proses yang dinamis
dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau injury (jejas)
yang dilakukan terutama oleh pembuluh darah (vaskuler) dan jaringan
ikat (connective tissue).
Peradangan atau inflamasi adalah suatu respon protektif yang
ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang
sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal (Mitchel
& Cotran, 2003).
2. Angka Kejadian
Di indonesia penyakit yang melibatkan proses inflamasi di dalam
tubuh angka kejadiannya cukup tinggi. Prevalensi nasional Penyakit
Diabetes Melitus adalah 2,1%, Prevalensi nasional Penyakit Asma adalah
4,5%, Prevalensi nasional Dermatitis adalah 6,8%, Prevalensi nasional
Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah 25,50%. Prevalensi nasional
Pnemonia adalah 2,13%, Prevalensi nasional Penyakit Sendi adalah
24,7%, Prevalensi nasional Penyakit Tumor/Kanker adalah 0,4%,
Prevalensi nasional Hepatitis adalah 1,2%, Prevalensi nasional Dermatitis
adalah 6,8%, penyakit tersebut termasuk penyakit yang terdapat reaksi
inflamasi (Dinkes, 2013)
3. Penyebab Inflamasi
1) Penyebab Inflamasi Akut
Inflamasi akut dapat disebabkan oleh sebagai berikut :
a. Keberadaan benda asing dalam jaringan
Benda asing yang dapat menyebabkan terjadinya inflamasi yaitu
agen biologis seperti mikroorganisme, benda mati seperti duri
yang tertancap di kulit, dan jaringan donor seperti transfusi darah
dan pencangkokan kulit.
b. Infeksi dan racun mikroba
Ini adalah penyebab tersering dari inflamasi. Terkait penyebab
infeksi adalah seperti trauma fisik, radiasi, racun, suhu ekstrim
dan respon imun (Autoimun).
c. Nekrosis jaringan
Seperti iskemia, trauma dan luka fisik serta luka kimia (contohnya
termal injury, seperti luka bakar)
2) Penyebab Inflamasi Kronis
Inflamasi kronis adalah peradangan jangka panjang yang dapat
berlangsung selama beberapa bulan dan bahkan bertahun-tahun. Hal
ini dapat disebabkan oleh hasil dari :
a. Kegagalan untuk menghilangkan apa pun yang menyebabkan
inflamasi akut.
b. Sebuah respon autoimun terhadap antigen diri sendiri (sistem
kekebalan tubuh menyerang jaringan sehat)
c. Sebuah iritasi kronis intensitas rendah yang bertahan.
4. Tanda-tanda Inflamasi
Pada bentuk akutnya ditandai oleh tanda klasik: nyeri (dolor),
panas (kolor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi
(fungsiolesa). Secara histologis, menyangkut rangkaian kejadian yang
rumit, mencakup dilatasi arteriol, kapiler, dan venula, disertai
peningkatan permeabilitas dan aliran darah; eksudasi cairan,termasuk
protein plasma; dan migrasi leukositik ke dalam focus peradangan.
(Kumala et al., 1998; Spector, 1993).
Tanda-tanda Inflamasi :
a. Rubor
Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di
daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul,
terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah
peradangan. Dengan demikian, lebih banyak darah mengalir ke
mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh
dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti,
menyebabkan warna merah local karena peradangan akut. Timbulnya
hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik
secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat
seperti histamine (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
b. Kalor
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi
peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam
keadaan normal lebih dingin dari 37°C yaitu suhu di dalam tubuh.
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya
sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena
lebih banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena
panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang
jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah
mempunyai suhu inti 37°C, hyperemia local tidak menimbulkan
perubahan (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
c. Dolor (nyeri)
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan
dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-
ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat
seperti histamine atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf.
Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat
pembengkakan jaringan yang meradang. Pembengkakan jaringan yang
meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa
diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Abrams, 1995;
Rukmono, 1973).
d. Tumor
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian
besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari
sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari
cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut
eksudat meradang. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian
besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang
disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih
atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai
bagian dari eksudat. (Abrams, 1995; Rukmono).
e. Functio Laesa
Berdasarkan asal katanya, function laesa adalah fungsi yang hilang
(Dorland, 2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang
telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam
mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams,
1995).
5. Patofisiologi Inflamasi
Terjadinya inflamasi adalah reaksi setempat dari jaringan atau sel
terhadap suatu rangsang atau cedera. Setiap ada cedera, terjadi rangsangan
untuk dilepaskannya zat kimia tertentu yang akn menstimulasi terjadinya
perubahan jaringan pada reaksi radang tersebut, diantaranya adalah
histamin, serotonin, bradikinin, leukotrin dan prostaglandin. Histamin
bertanggungjawab pada perubahan yang paling awal yaitu menyebabkan
vasodilatasi pada arteriol yang didahului dengan vasokonstriksi awal dan
peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan perubahan
distribusi sel darah merah. Oleh karena aliran darah yang lambat, sel
darah merah akan menggumpal, akibatnya sel darah putih terdesak ke
pinggir. Makin lambat aliran darah maka sel darah putih akan menempel
pada dinding pembuluh darah makin lama makin banyak. Perubahan
permeabilitas yang terjadi menyebabkan cairan keluar dari pembuluh
darah dan berkumpul dalam jaringan. Bradikinin bereaksi lokal
menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi, meningkatakan permeabilitas
kapiler. Sebagai penyebab radang, prostaglandin berpotensi kuat setelah
bergabung dengan mediator lainnya (Lumbanraja, 2009)
Mekanisme terjadinya Inflamasi dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu:
a) Perubahan vaskular
Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan
suatu yang mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini
meliputi perubahan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah.
Perubahan aliran darah karena terjadi dilatasi arteri lokal
sehingga terjadi pertambahan aliran darah (hypermia) yang disusul
dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi
merah dan panas. Sel darah putih akan berkumpul di sepanjang
dinding pembuluh darah dengan cara menempel. Dinding pembuluh
menjadi longgar susunannya sehingga memungkinkan sel darah
putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel darah putih bertindak
sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi serangan benda-benda
asing.
b) Pembentukan cairan inflamasi
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan
keluarnya sel darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan
disebut eksudasi. Cairan inilah yang menjadi dasar terjadinya
pembengkakan. Pembengkakan menyebabkan terjadinya tegangan
dan tekanan pada sel syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit
(Mansjoer, 1999).
6. Terapi (Obat)
a. Obat Anti-inflamasi Nonsteroid
Obat anti-inflamasinonstreoid (OAINS) merupakan kelompok obat
yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan
efek analgetika, antipiretika, dan anti-inflamasi. OAINS merupakan
pengobatan dasar untuk mengatasi peradangan-peradangan di dalam
dan sekitar sendi seperti lumbago, artralgia, osteoartritis,
artritisreumatoid, dan goutartritis. Disamping itu, OAINS juga banyak
pada penyakit-penyakit non-rematik, seperti kolik empedu dan saluran
kemih, trombosis serebri, infarkmiokardium, dan dismenorea.
OAINS merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan
beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-
obat ini mempunyai banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek
samping. Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu OAINS
sering juga disebut sebagai obat-obat mirip aspirin (aspirin-likedrug).
Aspirin-likedrugs dibagi dalam lima golongan, yaitu:

1) Salisilat dan salisilamid, derivatnya yaitu asetosal (aspirin),


salisilamid, diflunisal
2) Para aminofenol, derivatnya yaitu asetaminofen dan fenasetin
3) Pirazolon, derivatnya yaitu antipirin (fenazon), aminopirin
(amidopirin), fenilbutazon dan turunannya.
4) Anti rematik non steroid dan analgetik lainnya, yaitu asam
mefenamat dan meklofenamat, ketoprofen, ibuprofen, naproksen,
indometasin, piroksikam, dan glafenin.
5) Obat pirai, dibagi menjadi dua, yaitu
(1) Obat yang menghentikan proses inflamasi akut, misalnya
kolkisin, fenilbutazon, oksifenbutazon,
(2) Obat yang mempengaruhi kadar asam urat, misalnya
probenesid, alupurinol, dan sulfinpirazon.
Sedangkan menurut waktu paruhnya, OAINS dibedakan menjadi:
1) AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam
flufenamat, asam meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat,
asam tiaprofenamat, diklofenak, indometasin, karprofen, ibuprofen,
dan ketoprofen.
2) AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan
piroprofen.
3) AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu
diflunisal dan naproksen.
4) AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam
dan tenoksikam.
5) AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu
fenilbutazon dan oksifenbutazon.
7. Prinsip Terapi
8. Kasus dan penyelesaian

B. Nyeri
1. Definisi Nyeri
Menurut Scrumun, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang
tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari
serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis
dan emosional.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang
dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
Nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang yang
keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya
(Mc. Coffery, 1979)
Nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental
atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan (Wolf Weifsel
Feurst,1974)
2. Angka Kejadian
Hingga saat ini nyeri tercatat sebagai keluhan yang paling banyak
membawa pasien keluar masuk untuk berobat ke Rumah Sakit,
diperkirakan prevalensi nyeri kronis adalah 20% dari populasi dunia, di
Eropa tercatat jumlah pasien nyeri sebanyak 55% (JMJ, 2014). Murphy
dalam Lumunon, Sengkey & Angliadi (2015), melaporkan prevalensi
nyeri akut di inggris mencapai 42% dengan angka kejadian pada pria
sebanyak 17% dan wanita sebanyak 25%.
3. Penyebab Inflamasi
1) Trauma
a) Mekanik : rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan, misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan
lain-lain.
b) Thermis : nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas dan dingin, misal karena api dan air.
c) Khemis : timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam
atau basa kuat.
d) Elektrik : timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai
reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka
bakar.
2) Peradangan adalah nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf
reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan,
misalnya abses.
3) Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah
4) Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat
terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.
5) Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
6) Iskemi pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteri koronaria
yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
7) Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.
4. Tanda dan Gejala
8) Trauma
e) Mekanik : rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas
mengalamikerusakan, misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan
lain-lain.
f) Thermis : nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsanganakibat panas dan dingin, misal karena api dan air.
g) Khemis : timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam
ataubasa kuat.
h) Elektrik : timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai
reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka
bakar.
9) Peradangan adalah nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf
reseptorakibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan,
misalnyaabses.
10) Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah
11) Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat
terjadinyapenekanan pada reseptor nyeri.
12) Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
13) Iskemi pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteri koronaria
yangmenstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
14) Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.
5. Tanda dan Gejala
a. Nyeri ringan atau berat
b. Rasa terbakar, sakit, atau nyeri disebagian atau seluruh tubuh
c. Nyeri yang menyebabkan ketidaknyamanan, ngilu, sesak, atau kaku.
6. Cara Diagnosis
a. Nyeriakut
Batasan karakteristik :
1) Subjektif :komunikasi (verbal atau penggunaan kode) tentang nyeri
di deskripsikan. Untuk pasien dewasa dan dalam kondisi sadar
penuh, rasa nyeri ini biasa dikaji secara verbal menggunakan skala
0-10 atau 0-5.
2) Objektif
a) Perilaku sangatberhati-hati
b) Memusatkan diri
c) Perilaku distraksi
d) Perubahan tonus otot
e) Respon autonom (diaphoresis, perubahan tekanan darah
dannadi, dilatasi pupil, penurunan atau peningkatan frekuensi
pernafasan)
f) Rubor (kemerahan jaringan)
g) Tumor (pembengkakan jaringan)
h) Dolor (nyeri jaringan)
i) Fungsi olaesa (kehilangan fungsi jaringan)
b. Nyeri kronis
Batasan karakteristik:
1) Mayor (harus terdapat), individu melaporkan bahwa nyeri telah ada
lebih dari 6 bulan.
2) Minor (mungkin terdapat):
a) Anoreksia, penurunan berat badan
b) Gerakan sangat berhati-hati
c) Spasme otot
d) Kemerahan, bengkak, panas
e) Perubahan warna pada area terganggu
f) Abnormalitas refleks
7. Patofisiologi /Mekanisme Nyeri
Rangkaian proses terjadinya nyeri diawali dengan tahap transduksi,
dimana hal ini terjadi ketika nosiseptor yang terletak pada bagian perifer
tubuh distimulasi oleh berbagai stimulus, seperti faktor biologis,
mekanisme, listrik, thermal,dan radiasi. Fast pain dicetuskan oleh reseptor
tipe mekanis atau thermal (yaitu serabut saraf A-Delta), sedangkan slow
plain (nyeri lambat) biasanya dicetuskan oleh serabut saraf C).
Karakteristik Serabut A-delta yaitu :
 Menghantar nyeri dengan cepat
 Bermielinasi
Karakteristik Serabut C, yaitu :
 Tidak bermielinasi
 Berukuran sangat kecil
 Bersifat lambat dalam menghantarkan nyeri
Serabut A mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi, dan jelas
dalam melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut
C menyampaikan impuls yang terlokalisasi (bersifat difusi), viseral, dan
terus-menerus. Sebagai contoh mekanisme kerja serabut A-delta dan
serabut C dalam suatu trauma adalah ketika seseorang menginjak paku,
sesaat telah kejadian orangtersebut dalam waktu kurang dari 1 detik akakn
merasakan nyeri yang terlokalisasi dan tajam, yang merupakan transmisi
dari serabut A. dalam beberapa detik selanjutnya, nyeri menyebar sampai
seluruh kaki terasa sakit karena persarafan serabut C. Tahap selanjutnya
adalah transmisi, dimana impuls nyeri kemudian ditransmisikan serat
afferen (A-delta dan C) ke medula spinalis melalui dorsal horn, dimana di
sini impuls akan bersinapsis di substansia gelatinosa (lamina II dan lll).
Impuls kemudian menyeberang keatas melewati traktus spinothalamus
anterior dan lateral. Beberapa impuls yang melewati traktus spinothalamus
lateral diteruskan langsung ke thalamus tanpa singgah di formatio
retikularis membawa impuls fast pain. Di bagian thalamus dan korteks
serebri inilah individu kemudian dapat mempersepsikan, menggambarkan,
melokalisasi, menginterpretasikan dan mulai berespon terhadap nyeri.
Beberapa impuls nyeri ditransmisikan melalui traktus paleospinothalmaus
pada bagian tengah medula spinalis. Impuls ini memasuki formatio
retikularis dan sistem limbik yang mengatur perilaku emosi dengan
kognitf, serta integretasi dari sistem saraf otonom. Slow pain yang terjadi
akan membangkitkan emosi, sehingga timbul respon terkejut, marah,
cemas, tekanan darah meningkta, keluar keringat dingin, dan jantung
berdebar-debar.
8. Terapi (Obat)
a. Paracetamol
Paracetamol dapat membantu meringankan nyeri, tetapi lebih
efektif untuk nyeri yang sangat ringan seperti sakit kepala. Alasannya
karena parasetamol telah terbukti bekerja terutama di bagian-bagian
tertentu pada otak, sistem saraf pusat, sementara penghilang rasa sakit
lainnya bekerja di kedua sistem saraf pusat dan perifer. Inilah sebabnya
mengapa paracetamol sangat efektif dalam mengurangi demam.
b. Anti-inflammatory drugs (NSAID)
Seperti parasetamol, obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) dapat
meredakan demam dan nyeri. Bekerja sedikit berbeda dan lebih efektif
untuk menghilangkan rasa sakit. NSAID bekerja dengan menghalangi
produksi prostaglandin, yang merupakan bahan kimia dalam sistem
kekebalan tubuh yang bertanggung jawab untuk rasa sakit dan demam.
Lebih khusus lagi, penghambat enzim yang disebut siklooksigenase
(COX-1 dan COX-2). Obat yang umum termasuk ibuprofen, diklofenak
dan naproxen. Menggunakan NSAID dapat meningkatkan risiko
serangan jantung atau stroke dan juga diketahui memperburuk gejala
sakit maag.
c. COX-2 inhibitor
Ini adalah kelas terbaru dari NSAID. Obat ini bekerja sama dengan
NSAID namun ia tidak memblokir COX-1, yang merupakan penyebab
utama iritasi lambung. Obat ini baik untuk pasien yang sensitif pada
bagian perutnya. COX-2 inhibitor biasa mengobati kondisi seperti
arthritis dan gangguan sendi lainnya. Beberapa obat umum termasuk
celecoxib (Celebrex ®) dan etoricoxib (Arcoxia®).
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan obat anti-inflamasi yang kuat dan
sebaiknya hanya digunakan untuk jangka waktu yang singkat (1-2
minggu). Ini berarti bahwa akan mulai dengan dosis tinggi dan
perlahan-lahan dosis akan diturunkan per hari selama waktu lima
sampai enam hari atau seperti yang diperintahkan oleh dokter.
Kortikosteroid dapat memberikan beberapa efek samping seperti
kenaikan berat badan, sakit perut, sakit kepala, perubahan mood, dan
kesulitan tidur. Hal ini juga dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh,
dan menipiskan tulang. Menghindari penggunaan jangka panjang dapat
meminimalkan efek samping ini.
e. Antidepresan
Antidepresan biasanya digunakan untuk mengobati depresi, tetapi
juga dapat digunakan untuk mengobati sakit dengan mengubah kadar
kimia dalam otak, khususnya serotonin dan norepinefrin. Kimia otak ini
telah terbukti mempengaruhi reseptor nyeri serta reseptor mood. Orang
dengan kondisi nyeri kronis yang tidak merespon pengobatan lain dapat
menggunakan obat ini untuk mengontrol rasa sakit.
9. Prinsip terapi
Pengobatan nyeri harus dimulai dengan analgesik yang paling
ringan sampai ke analgesik yang paling kuat.
Tahapannya :
Tahap 1, nyeri : non opiat +/- adjuvant
Tahap 2, nyeri menetap :opiatlemah +/- adjuvant
Tahap 3, nyeri menetap :opiatkuat +/- adjuvant
a. Pada tahap 1, penggunaan analgesik yang disertai atau tanpa disertai
adjuvant ditentukan oleh keparahan dari nyeri yang dirasakan. Untuk
nyeri ringan (skala1-3 pada skala 0-10) maka di rekomendasikan
penggunaan pada tahap 1 yaitu: non opiat yang disertai atau tanpa
obat-obatan adjuvant.
b. Pada tahap 2, apabila skala nyeri 4-6 pada skala 0-10, WHO
merekomendasikan penggunaan opiate lemah, disertai atau tanpa non
opiate atau tanpa obat-obatan adjuvant.
c. Tahap 3, nyeri skala 7-10 dari skala 0-10, opiate kuat dapat
digunakan, non opiate sebaiknya diteruskan, dan obat-obatan adjuvant
harus dipertimbangkan penggunaannya pula.

10. Kasus dan Penyelesaian


C. Demam
1. Definisi Demam
Demam adalah salah satu dari tanda-tanda klinis yang paling
umum dan ditandai dengan peningkatan suhu tubuh di atas normal yang
memicu peningkatan tonus otot serta menggigil. Rata-rata suhu tubuh
normal yang diukur secara oral adalah 36,7°C sampai 37°C.
Arti demam juga dikenal dengan istilah pireksia, merupakan tanda bahwa
sesuatu yang luar biasa sedang terjadi dalam tubuh, untuk yang orang yang
dewasa, demam biasanya tidak berbahaya kecuali mencapai 39,4°C atau
lebih tinggi. Untuk demam pada anak-anak yang sangat muda dan bayi,
suhu sedikit lebih tinggi dapat mengindikasikan adanya suatu infeksi
serius. (Jevuska.2012)
Tingkat demam tidak selalu menunjukkan keseriusan kondisi yang
mendasarinya. Suatu penyakit ringan dapat menyebabkan demam tinggi,
dan penyakit yang lebih serius dapat menyebabkan demam rendah..
Demam sering dikonotasikan negatif, demam memainkan peran kunci
dalam membantu tubuh melawan sejumlah infeksi, yang disebut dengan
homeostasis. Homeostasis adalah kemampuan dari tubuh kita dalam
mengatur dan menjaga keseimbangan lingkungan internal (di dalam) yang
ideal dan stabil ketika berhadapan dengan perubahan eksternal (di luar).
Temperatur homeostasis dikendalikan di hipotalamus, tepatnya di bagian
anterior, yang mana ia akan menjadi pusat pengatur suhu tubuh sesuai
target. (Jevuska.2012)
2. Angka Kejadian
Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam
di frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai
rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981sampai dengan 1986
memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8%. Berdasarkan
pembahasan diatas maka penulis mengangkat demam sebagai tema karya
tulis ilmiah.
3. Tanda dan Gejala
Kedinginan ketika rasa dingin setelah kontak dengan lingkungan
yang dingin. Badan akan merasa menggigil, menggigil terjadi karena dua
kondisi, ketika disertai demam atau karena paparan lingkungan yang
dingin. Menggigil terjadi karena tubuh menghasilkan panas ketika tubuh
merasakan hawa yang dingin. Paparan ekstrim dingin juga menghasilkan
hipotermia (suhu inti tubuh diturunkan).Demam dan sakit kepala
kombinasi gejala yang paling umum terjadi. Namun, sakit kepala yang
sangat keras dengan demam tinggi dapat menjadi tanda dari evolusi bakteri
meningitis. Infeksi ini mengancam jiwa karena dapat mempengaruhi otak
dan sumsum tulang belakang. Selama demam masih ringan, akan ada
tekanan seperti sakit di belakang mata dan nyeri wajah.( Wardayati 2013)
Semakin tinggi demam, kita akan semakin mengalami dehidrasi.
Demam juga merupakan salah satu faktor dehidrasi, jika merasa tidak
nyaman dan tidak cukup mengonsumsi cairan,Berkeringat ketika demam
melanda. Pengeluaran keringat terjadi karena suhu tubuh yang meningkat.
(Wardayati, 2013)
4. Cara Diagnosis
Demam sangat mudah, suhu pasien dapat diambil dengan
termometer. Seseorang dikatakan demam jika :
a. Suhu di mulut lebih dari 37,7°C (99,9°F).
b. Suhu di dubur (anus) lebih dari 37,5-38,3°C (100-101°F).
c. Suhu dibawah lengan atau didalam telinga lebih dari 37,2°C (99°F).
5. Patofisiologi
Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2
jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen
berasal dari luar tubuh seperti toksin, produk-produk bakteri dan bakteri
itu sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen
endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1
(IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-
6) dan interleukin-11 (IL-11).
Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang
merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin
ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin,
yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.(
Sumarno,dkk. 2002)
6. Terapi (Obat)
a. Analgesik/Antipiretik
Analgetik adalah adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang
menurunkan suhu tubuh yang tinggi.Jadi analgetik-antipiretik adalah
obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh
yang tinggi.Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan
menghambat sintesa neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan
rasa nyeri & demam. Contoh obat-obat analgesik antipiretik yang
beredar di Indonesia (Inarno 2013) :
1) Paracetamol
Paracetamol merupakan analgesik-antipiretik dan anti-
inflamasi non-steroid (AINS) yang memiliki efek analgetik
(menghilangkan rasa nyeri), antipiretik (menurunkan demam), dan
anti-inflamasi (mengurangi proses peradangan). Paracetamol paling
aman jika diberikan selama kehamilan. Parasetamol dalam dosis
tinggi dan jangka waktu pemberian yang lama bisa menyebabkan
toksisitas atau keracunan pada ginjal. sehingga dikategorikan
sebagai analgetik-antipiretik. Golongan analgetik-antipiretik adalah
golongan analgetik ringan.Parasetamol merupakan contoh obat
dalam golongan ini.Beberapa macam merk dagang, contohnya
Parasetamol (obat penurun panas atau penghilang nyeri) bisa
diperdagangkan dengan merk Bodrex, Panadol, Paramex. (Inarno
2013).
2) Antalgin
Antalgin adalah salah satu obat penghilang rasa sakit
(analgetik) turunan NSAID, atau Non-Steroidal Anti Inflammatory
Drugs. Antalgin lebih banyak bersifat analgetik. Pemakaiannya
dihindari saat hamil TM I dan 6 minggu terakhir. (Inarno 2013)
b. NSAID
Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) menghambat
enzim siklooksigenase dalam tubuh kita, enzim tersebut berfugnsi
memperoduksi prostaglandin. Prostaglandin menyebabkan munculnya
rasa nyeri karena mengiritasi ujung saraf perasa. Prostaglandin juga
bagian dari pengatur suhu tubuh. Golongan NSAID dapat mengurangi
nyeri dengan turunnya kadar prostaglandin. Efek lain akibat turunnya
prostaglandin adalah berkurangnya peradangan, pembengkakan, dan
turunnya demam serta mencegah pembekuan darah.Contoh golongan
NSAID (Kresnawati 2011) :
1) Ibuprofen
Ibuprofen adalah salah satu jenis anti-inflamasi non-steroid
(AINS) yang diindikasikan untuk meredakan nyeri ringan sampai
sedang, nyeri setelah operasi, nyeri pada penyakit sendi (seperti
pengapuran sendi atau rematik), nyeri otot, nyeri haid, serta
menurunkan demam. Ibuprofen juga memiliki efek anti-radang dan
anti-pembekuan darah yang lemah.(Yolanda 2013)
2) Aspirin
Aspirin adalah obat menghambat produksi prostaglandin
(sebuah zat spesifik yang menyebabkan rasa sakit dan demam)
untuk mengurangi respons tubuh terhadap serangkaian proses
kimia yang akhirnya menuju terbentuknya rasa sakit.Obat ini di
indikasikan untuk meringankan rasa sakit, nyeri otot dan sendi,
demam, nyeri karena haid, migren, sakit kepala dan sakit gigi
tingkat ringan hingga agak berat. (Bayer 2005)
7. Prinsip Terapi
a. Farmakologi
Terdapat beberapa golongan penurun panas yang dapat dipakai seperti :
1) Paracetamol, misalnya :
a) Panadol
b) Bodrek
c) Paramex
d) Tempra
2) Golongan Aspirin, misalnya :
a) Aspilet
b) Naspro
c) Puyer bintang tujuh
3) Golongan Ibuprofen, misalnya :
a) Proris
b) Fenris
b. Non Farmakologi
Prinsip utama adalah menurunkan demam secepat mungkin untuk
menghindari timbulnya efek samping demam seperti kejang atau
penurunan kesadaran. Upaya yang telah dilakukan sejak jaman dahulu
untuk menurunkan panas adalah kompres menggunakan air pada dahi,
belakang kepala, kedua ketiak, dan kedua lipat paha. Hingga kini masih
merupakan perdebatan antara para ahli apakah memakai air dingin/air
es/alkohol 70% atau memakai air hangat. Pemakaian air dingin/air
es/alkohol akan lebih cepat menurunkan panas dengan resiko penderita
sering menggigil dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Pemakaian
kompres dengan air hangat lebih dianjurkan karena menurunkan suhu
tubuh secara bertahap dan menyebabkan timbulnya keringat sehingga
pada akhirnya menurunkan panas.
8. Kasus dan penyelesaian
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. 1997. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Dorland, W.A.N. (2002). Kamus Kedokteran Dorland (Setiawan, A., Banni,
A.P., Widjaja, A.C., Adji, A.S., Soegiarto, B., Kurniawan, D., dkk ,
penerjemah). Jakarta: EGC. (Buku asli diterbitkan 2000).
Gibson, John. 1992. Diagnosa Gejala Penyakit Untuk Perawat. Penerbit
Yayasan Essentia Media. Yogyakarta
Kresnawati. 2011. Obat Golongan NSAID. Artikel Pencegahan
Lumbanraja, L. B. 2009. Skrining Fitokimia dan Uji Efek Antiinflamasi
Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvenis L.) terhadap
Radang pada Tikus.
Mitchell, R.N dan Cotran, R.S. 2003. Acute and Cronic Inflammation. Dalam
S.L. Robbins.
Robbin dan Cotran. 2009. Buku Saku, Dasar Patologis Penyakit. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Rukmono (1973). Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta : Bagian Patologi
Anatomik FK UI.
Sumarno dkk 2002. Patofisiologi demam. Jakarta. Balai Penerbit

Anda mungkin juga menyukai