PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Tablet menurut Farmakope Indonesia Edisi Ketiga adalah sediaan padat
kompak, dibuat secara kempacetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler,
kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih
dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yan digunakan dapat berfungsi
sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau
zat lain yang cocok (Depkes RI, 1995).
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi Keempat adalah sediaan
padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet
kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan
bentuk sediaan yang paling banyak digunakan (Depkes RI, 1995).
Granulasi basah adalah proses menambahkan cairan pada suatu serbuk atau
campuran serbuk dalam suatu wadah yang dilengkapi dengan pengadukan yang
akan menghasilkan aglomerasi atau granul (Jones, 2008).
Tablet yang berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet. Bolus adalah tablet
besar yang digunakan untuk obat hewan besar. Bentuk tablet umumnya berbentuk
cakram pipih/gepeng, bundar, segitiga, lonjong, dan sebagainya. Bentuk khusus
ini dimaksudkan untuk menghindari, mencegah atau mempersulit pemalsuan dan
agar mudah dikenal orang. Warna tablet umumnya putih. Tablet yang berwarna
kemungkinan karena zat aktifnya memang berwarna, tetapi ada juga tablet yang
sengaja diberi warna agar tampak lebih menarik, mencegah pemalsuan, dan untuk
membedakan tablet yang satu dengan tablet yang lain (Syamsuni, 2005).
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat, zat-zat lain kecuali pelicin dibuat
granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan tablet
dengan baik maka dibuat granul agar mudah mengalir mengisi cetakan serta
menjaga agar tablet tidak retak (Anief, 2007).
Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan
tergantung pada desain cetakan (Depkes RI, 1995).
1
1.2 Prinsip Percobaan
Proses pembuatan tablet secara granulasi basah dilakukan dengan
mencampurkan zat khasiat, zat pengisi, dan zat penghancur sampai homogen, lalu
dibasahi dengan larutan bahan pengikat. Setelah diayak menjadi granul, lalu
dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-60oC. Setelah kering diayak
lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan
bahan pelicin kemudian dicetak menjadi tablet dengan mesin pencetak tablet.
Metode granulasi basah digunakan pada zat aktif terhadap panas dan lembab.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Nama : Saccharum Lactis
Nama Lain : Laktosa
Nama Kimia : β-D-Galactopyranosyl-(14)-α-D-glucopyranose
Berat Molekul : 360.31
Pemerian : Serbuk atau massa hablur, keras, putih atau putih
krem. Tidak berbau dan rasa sedikit manis. Stabil
diudara, tetapui mudah menyerap bau.
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan lebih mudah larut
dalam air mendidih; sangat sukar larut dalam
etanol; tidak larut dalam kloroform dan dalam eter.
Massa Jenis : 1,545 g/cm³
Titik Lebur : 201-202°C
Stabilitas : Pertumbuhan jamur dapat terjadi pada kondisi
lembab. Laktosa dapat berubah menjadi warna
coklat pada penyimpanan dimana reaksi ini
dipercepat oleh kondisi hangat dan lembab.
Kemurnian lactosa yang berbeda dapat bervariasi
dan evaluasi warna menjadi hal yang penting,
terutama ketika memformulasi tablet warna putih.
Stabilitas warna dari berbagai laktosa juga berbeda.
Larutan menunjukkan mutarotasi.
Penyimpanan :Laktosa harus disimpan diwadah yang tertutup baik
dan ditempat sejuk. (Rowe, 2006).
3. Bahan Pengembang dan Pengikat
Nama : Amylum Manihot
Nama Lain : Pati Singkong
Pemerian : Serbuk sangat halus, putih
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol.
Mikroskopik : Butir tunggal, agak bulat atau bersegi banyak; butir kecil
diameter 5 μm sampai 10 μm, butir besar bergaris tengah
20 μm sampai 35 μm; hilus di tengah berupa titik, garis
lurus atau bercabang tiga; lamela tidak jelas, konsentris;
4
butir majemuk sedikit, terdiri dari 2 atau 3 butir tunggal
yang tidak sama bentuknya. (Depkes RI, 1995).
4. Bahan Pelicin
a. Nama : Magnesium Stearat
Rumus Struktur : C36H70MgO4
Berat Molekul : 591,34
Massa Jenis : 1,092 g/cm³
Pemerian : Serbuk halus, putih dan voluminus; bau lemah
khas; mudah melekat dikulit; bebas dari butiran.
Kelarutan : Tidak larut dalam air, dalam etanol dan dalam eter.
b. Nama : Talkum
Rumus Struktur : Mg6(Si2O5)4(OH)4
Pemerian : Serbuk hablur sangat halus, putih atau putih
kelabu. Berkilat, mudah melekat pada kulit dan
bebas dari butiran.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam larutan asam dan basa,
pelarut organik dan air.
Stabilitas : Talkum merupakan bahan yang stabil dan dapat
disterilkan dengan pemanasan pada suhu 160°C
selama tidak kurang dari 1 jam. Selain itu, juga
dapat disterilkan dengan paparan etilen klorida atau
radiasi sinar gamma. Talkum harus disimpan
dalam wadah tertutup baik ditempat yang sejuk dan
kering. (Rowe, 2006).
2.2 Metode
Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan menjadi tablet
cetak dan tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan
merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet cetak dibuat
dengan cara menekan masa serbuk lembab dengan tekanan rendah kedalam
cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau
granul menggunakan cetakan baja (Depkes, 1995).
5
Granulasi digunakan terutama untuk produksi tablet dan kapsul. Sebagai
produk antara digunakan granul dengan distribusi ukuran lebar. Granul dapat pula
digunakan sebagai bentuk sediaan (Jones, 2008).
Pembuatan tablet dengan cara granulasi basah dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut: zat berkhasiat, zat pengisi, dan zat penghancur dicampur
homogen. Kemudian dibasahi dengan larutan bahan pengikat, bila perlu ditambah
dengan pewarna. Setelah itu diajak menjadi granul dan dikeringkan dalam almari
pengering pada suhu 40 – 50°C. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh
granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin kemudian
dikempa menjadi tablet dengan mesin tablet (Anief, 2007).
2.3 Uraian umum
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secarakempa-cetak berbentuk rata atau
cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan
atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai
zat pengisi, zat pengembang, zat pembasah (Anief, 2007).
Tablet adalah sesuatu yang tepat guna, serbaguna, dan bentuk praktis dari
suatu obat. Kepopuleran yang sangat luas dan penggunaan yang luar biasa luas
dari pada tablet sebagai alat perantara yang dengan jelas menunjukkan bahwa
mereka mewakili sesuatu yang tepat guna, penggunaan yang mudah, dan faktanya
merupakan suatu bentuk ideal dari pemberian pengobatan aktif secara oral.
Umumnya, tablet adalah bentuk obat untuk dewasa yang penerimaannya paling
luas karena beberapa keuntungan berikut:
1. Obat dengan rasa pahit, memuakkan, atau tidak sedap dapat diubah agar dapat
diterima dan bahkan enak dengan menutupi seluruh tablet atau granul tablet
dengan suatu lapisan yang bersifat melindungi yang cocok.
2. Sebuah ciri dari keuntungan penggunaan tablet adalah kemudahan dalam
pemberian dosis yang diinginkan.
3. Tablet menunjukkan ketidakhadiran alkohol didalam sediaannya.
4. Tablet dengan mudah beradaptasi untuk membuat berbagai dosis dari
pengobatan.
5. Yang paling alami dari tablet adalah melekatnya pada kualitas yang menyolok
sabagai sesuatu yang mudah dibawa, berbentuk padat, stabilitas yang kasar,
6
nilai ekonomi yang sebanding dengan bentuk sediaan lain, fleksibilitas yang
luas, pemberian yang mudah dan lain-lain (Jones, 2008).
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat, zat-zat lain kecuali pelicin dibuat
granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan tablet
dengan baik maka dibuat granul agar mudah mengalir mengisi cetakan serta
menjaga agar tablet tidak retak (Jas , 2007).
Metode pembuatan tablet sangat bergantung pada karakteristik bahan yang
akan diolah dan sifat tablet yang ingin dihasilkan. Tekstur tablet merupakan salah
satu parameter utuh yang menggambarkan ketahanan tablet terhadap gangguan
mekanis (Anief, 2007)
Tablet digunakan baik untuk tujuan pengobatan lokal atau sistemik.
Pengobatan lokal misalnya:
1. Tablet untuk vagina, berbentuk seperti amandel, oval dan digunakan sebagai
anti infeksi, anti fungi, penggunaan hormon secara lokal.
2. Lozenges, trochisci, digunakan untuk efek lokal dimulut dan tenggorokan,
umumnya digunakan sebagai anti infeksi.
Pengobatan untuk mendapatkan efek sistemik, selain tablet biasa yang
ditelan masuk perut terdapat pula yang lain seperti:
1. Tablet bukal, yang digunakan dengan cara dimasukkan diantara pipi dan gusi
dalam rongga mulut, biasanya berisi hormon steroid, adsorbsi terjadi melalui
mukosa mulut masuk ke peredaran darah.
2. Tablet sublingual, digunakan dengan cara dimasukkan dibawah lidah, biasanya
berisi hormon steroid. Adsorbsi terjadi melalui mukosa masuk peredaran darah.
3. Tablet implantasi, berupa pellet, bulat atau oval pipih, steril dimasukkan secara
implantasi dalam kulit badan (Anief, 2007).
Penyimpanan tablet dilakukan dalam wadah tertutup rapat, di tempat yang
sejuk dan terlindung cahaya. Wadah yang digunakan harus diberi etiket wadah
atau kemasan tablet harus disebutkan:
1. Nama zat berkhasiat atau nama tabletnya
2. Jumlah zat atau zat-zat yang berkhasiat dalam tiap tablet (Anief, 2007).
Penggolongan tablet berdasarkan metode pembuatannya terbagi menjadi 2,
yaitu tablet cetak dan tablet kempa (Syamsuni, 2005).
7
Tablet cetak dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi yang umumnya
mengandung laktosa dan serbuk sukrosa dalam berbagai perbandingan. Massa
serbuk yang lembab ditekan dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan.
Kemudian dikeluarkan dan dibiarkan kering. Tablet cetak agak rapuh sehingga
harus hati-hati dalam pengemasan dan pendistribusian. Kepadatan tablet
bergantung pada ikatan kristal yang terbentuk selama proses pengeringan
selanjutnya dan tidak bergantung pada kekuatan tekanan yang diberikan
(Syamsuni, 2005).
Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau
granul menggunakan cetakan baja (Syamsuni, 2005).
Komponen tablet terdiri atas:
1. Zat Aktif yang harus memenuhi syarat yang ditentukan farmakope.
2. Eksipien atau bahan tambahan yang berupa:
a. Zat pengisi(diluent), dimasukkan untuk memperbesar volume tablet jika
zat aktifnya sedikit atau sulit di kempa. Biasanya digunakan Saccharum
Lactis, Amylum Manihot, Calcii Phosphas, Calcii Carbonas dan zat lain
yang cocok.
b. Zat pengikat(binder), dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak,
dapat merekat, memberikan daya adhesi pada massa serbuk dan daya
kohesi pada bahan pengisi. Biasanya yang digunakan adalah Mucilago
Gummi Arabici 10-20% (panas), Solutio Methylcellulosum 5%.
c. Zat penghancur/pengembang (disintegrant), dimaksudkan agar tablet
dapat hancur dalam perut. Biasanya yang digunakan adalah Amylum
Manihot kering, Gelatinum, Agar-agar, Natrium Alginat.
d. Zat pelicin(lubricant), dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan.
Umumnya bahan pelicin bersifat hidrofob, sehingga dapat menurunkan
kecepatan disintegrasi dan disolusitablet.
Biasanya digunakan Talcum 5%, Magnesii Stearas Acidum Stearinicum
(Anief, 2007).
e. Glidan adalah bahan yang dapat meningkatkan kemampuan mengalir
serbuk, umumnya digunakan dalam kempa langsung tanpa proses
granulasi. Misalnya Silika Pirogenik Koloidal.
8
f. Bahan penyalut (coating agent) (Syamsuni, 2005).
2. Adjuvant
a. Bahan pewarna (colouring agent) dan lak berfugsi untuk meningkatkan
nilai estetika atau untuk identitas produk.
b. Bahan pengaroma (flavour) berfungsi menutupi rasa dan bau zat khasiat
yang tidak enak, biasanya digunakan untuk tablet yang penggunaannya
lama dimulut. Misalnya macam-macam minyak atsiri (Syamsuni, 2005).
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat, zat-zat lain kecuali pelicin dibuat
granul (buiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan tablet
dengan baik maka dibuat granul agar mudah mengalir mengisi cetakan serta
menjaga agar tablet tidak retak (Anief, 2007).
Cara membuat granul ada 2 macam:
1. Cara basah
2. Cara kering atau disebut slugging atau pre compression (Anief, 2007).
Tujuan granulasi adalah sebagai berikut:
1. Supaya sifat alirnya baik (free-flowing).
2. Ruang udara dalam bentuk granul jumlahnya lebih kecil jika dibandingkan
dengan bentuk serbuk jika diukur dalam volume yang sama. Semakin banyak
udara di dalam tablet, maka semakin mudah pecah.
3. Agar pada saat dicetak tidak mudah melekat pada stempel (punch) dan mudah
lepas dari matriks (die) (Syamsuni, 2005).
Granul-granul yang dibentuk masih diperbolehkan mengandung butiran-
butiran serbuk halus (fines) antara 10% - 20%yang bermanfaat untuk
memperbaiki sifat alirnya (free-flowing) (Syamsuni, 2005).
Berikut adalah beberapa uraian tentang keuntungan utama metode granulasi
basah, antara lain:
1. Kohesivitas dan ketermampatan serbuk ditingkatkan selama dan
setelah pengempaan karena pengikat yang ditambahkan menyalut tiap
partikel menyebabkan melekatnya satu sama lain sehingga partikel-partikel
dapat dibentuk menjadi aglomerat yang disebut granul.
9
2. Zat aktif dosis tinggi yang mempunyai aliran dan/ atau ketermampatan yang
buruk, harus digranulasi dengan granulas basah, untuk memperoleh aliran dan
kohesi yang cocok untuk pengempaan.
3. Distribusi dan keseragaman kandungan yang baik untuk zat aktif dosis kecil
dan zat tambahan pewarna yang larut akan diperoleh jika zat-zat tersebut
dilarutkan terlebih dahulu dalam larutan pengikat.
4. Keseragaman serbu yang luas dapat diperoleh bersama-sama dalam bets
tuggal dan karakteristik tiap fisik diubah untuk mempermudah pengempaan.
5. Serbuk ruah dan berdebu dapat ditangani tanpa terjadinya masalah debu dan
kontaminasi dari udara.
6. Granulasi basah mencegah pemisahan komponen campuran serbuk yang
homogen selama pemrosesan, pemindahan dan penanganan.
7. Laju disolusi zat aktif yang tidak larut dapat ditingkatkan oleh granulasi
basah dengan pilihan pelarut dan pengikat yang tepat.
8. Bentuk sediaan lepas-terkendali dapat dibuat dengan pemilihan pengikat dan
pelarut yang sesuai (Syamsuni, 2005).
Selain keuntungan diatas, ada beberapa keuntungan lain yakni:
1. Memugkinkan penanganan serbuk secara mekanik tanpa kehilangan mutu
campuran.
2. Memperbaiki aliran serbuk dengan meningkatkan ukuran dan kebulatan
(spherical) partikel.
3. Meningkatkan dan memperbaiki kepadatan serbuk.
4. Mengurangi penjeratan udara.
5. Memungkinkan penambahan fase cair pada serbuk (proses basah saja).
6. Memungkinkan membuat permukaan hidrofobik menjadi hidrofilik (Jones,
2008).
Akan tetapi metode granulasi basah juga memiliki keterbatasan, antara
lain:
1. Keterbatasan terbesar pada granulasi basah adalah biaya yang besar karena
berkaitan dengan penggunaan ruangan, waktu dan peralatan yang relatif
banyak.
2. Proses bersifat padat karya.
10
3. Proses granulasi mudah menimbulakan banyak masalah.
4. Hal lain yang dapat menimbulkan keterbatasan granulasi basah dipengaruhi
oleh:
a. Jenis, konsentrasi, kecepatan penambahan, distribusi, dan waktu membuat
adonan massa (mengepal), larutan pengikat dapat berubah-ubah untuk tiap
formulasi dan kondisi tersebut juga memberi masalah dan pengaruh dari
waktu yang lama pada pembuatan massa granulasi.
b. Pengaruh suhu, waktu, kecepatan dan distribusi pengeringan pada mutu
stabilitas zat aktif selama proses pengeringan.
c. Ukuran granul dan pemisahan selama penapisan kering dan pencampur-
bauran granulasi akhir berikutnya (Jones, 2008).
Untuk maksud dan tujuan tertentu tablet disalut dengan zat penyalut yang
cocok, biasanya berwarna atau tidak.
a. Tablet bersalut gula
Tablet ini sering disebut dragee. Penyalutan dilakukan dengan larutan gula.
- Dilakukan penyalutan dasar (sub coating), yaitu pemberian larutan dasar
dan pemberian serbuk salut apabila tablet sebagian kering.
- Pelicinan yaitu proses pembasahan ganti berganti dengan sirop pelicin
(bolak-balik)dan pengeringan dari salut tablet menjadi bulat dan licin.
- Proses pewarnaan dilakukan dengan memberi zat warna yang dicampurkan
pada sirop pelicin.
- Proses finishing yaitu proses pengeringan salut sirop yang terakhir dengan
cara perlahan-lahan dan terkontrol.
- Tahap akhir dilakukan pengilapan dengan menggunakan lapis tipis lilin
yang licin (Anief, 2007).
b. Tablet bersalut kempa
Pembuatan tablet ini lebih cepat dan lebih ekonomis. Tetapi proses
pembuatannya harus bebas lembab serta tidak terjadi inkompatibilitas tablet
karena lembab. Ada dua macam tipe tablet salut kempa:
- Inti tablet dikempa pada mesin standar lalu dipindahkan ke dalam alat
salut kempa.
11
- Tipe yang kedua ini pada dasarnya merupakan dua mesin berputar terdiri
dari corong yang mendorong tunggal, dan alat pemindah sehingga
pengempaan inti dan penyalutan merupakan siklus yang teratur.
c. Tablet bersalut selaput
Ialah tablet yang dilapisi lapisan selaput tipis dengan zat penyalut yang
dikenakan atau disemprotkan pada tablet.
d. Tablet bersalut enterik
Sebagai bahan salut enterik adalah campuran serbuk lilin karnauba atau
asam stearat dan serabut tumbuh-tumbuhan dari agar-agar atau kulit pohon elm.
Bila tablet ditelan, serabut tersebut akan menghisap air, mengembang dan terjadi
proses penghancuran.
Tablet bersalut enterik adalah tablet yang disalut dengan zat penyalut yang
relatif tidak larut dalam asam lambung, tetapi larut dalam usus halus. Penyalutan
enterik dimaksudkan:
- Agar obatnya tidak mengiritasi perut.
- Dikehendaki agar obat berkhasiat dalam usus seperti antelmintika.
- Menghindari obat menjadi inaktif dalam cairan lambung, yaitu karena pH
rendah atau dirusak enzim digestif dalam perut (Anief, 2007).
Tujuandari penyalutan tablet diantaranya adalah:
1. Melindungi zat aktif yang bersifat higroskopis atau tidak tahan terhadap
pengaruh udara, kelembaban atau cahaya
2. Menutupi rasa dan bau yang tidak enak
3. Membuat penampilan lebih baik dan menarik
4. Mengatur tempat pelepasan obat dalam saluran cerna. Misalnya tablet
enterik yang pecah di usus (Syamsuni, 2005).
Syarat-syarat tablet:
1. Memenuhi keseragaman ukuran
2. Memenuhi keseragaman bobot
3. Memenuhi waktu hancur
4. Memenuhi keseragaman isi zat berkhasiat
5. Memenuhi waktu larut (Anief, 2007).
12
Macam-macam kehancuran pada pembuatan tablet
1. Binding: kerusakan tablet akibat massa yang akan dicetak melekat pada
dinding ruang cetakan.
2. Sticking/picking: perlekatan yang terjadi pada punch atas dan
bawah akibat permukaan punch tidak licin, ada lemak pada pencetak, zat
pelicin kurang, atau massa basah.
3. Whiskering: terjadi karena pencetak tidak pas dengan ruang cetakan atau
terjadi pelelehan zat aktif saat pencetakan pada tekanan tinggi.
4. Splitting/capping
Slitting:lepasnya lapisan tipis dari permukaan tablet terutama pada bagian
tengah.
Capping:membelahnya tablet di bagian atas
5. Mottling:terjadi karena zat warna tersebar tidak merata pada permukaan
tablet.
6. Crumbling:tablet menjadi retak dan rapuh. Penyebabnya adalah kurang
tekanan pada pencetakan tablet dan zat pengikatnya kurang (Syamsuni,
2005).
Berdasarkan distribusi obat didalam tubuh, tablet dapat di bedakan menjadi:
1. Short-acting (jangka pendek).
2. Long acting (prolong-release tablet), yang dapat dibedakan lagi menjadi:
a. Sistem pelepasan difusi-terkontrol
b. Sistem pelepasan disolusi-terkontrol
c. Sistem pelepasan erosi-terkontrol, dan
d. Sistem pelepasan osmosis-terkontrol (Sarker, 2008).
Tablet yang berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet. Bolus adalah tablet
besar yang digunakan untuk obat hewan besar. Bentuk tablet umumnya berbentuk
cakram pipih/gepeng, bundar, segitiga, lonjong, dan sebagainya. Bentuk khusus
ini dimaksudkan untuk menghindari, mencegah atau mempersulit pemalsuan dan
agar mudah dikenal orang. Warna tablet umumnya putih. Tablet yang berwarna
kemungkinan karena zat aktifnya memang berwarna, tetapi ada juga tablet yang
sengaja diberi warna agar tampak lebih menarik, mencegah pemalsuan, dan untuk
membedakan tablet yang satu dengan tablet yang lain (Syamsuni, 2005).
13
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat
Ayakan mesh 12
Ayakan mesh 14
Batang pengaduk
Brush tabung
Corong (75 mm)
Gelas beker (50 mL; merk Oberoi)
Gelas ukur (25 mL; merk Oberoi)
Hot plate
Kuas
Label
Lemari Pengering
Loyang
Lumpang dan alu
Mesin pencetak tablet (merk Erweka)
Mesin Friabilator (merk Copley)
Mesin Desintegration Tester (merk Copley)
Mesin Strong Cobb (merk Copley)
Penjepit tabung
Penggaris
Perkamen kecil
Perkamen kajang
Pinset
Pipet tetes
Pot plastik besar
Pot plastik kecil
Serbet
Sudip
14
Spatel besi
Spatula
Termometer
Timbangan merk Boeco Germany
Tissue merk Nice 250 sheets
3.2 Bahan
R/ Antalgin 500 mg
Amilum manihot 10%
Mucilago amili 10% 30 %
Mg stearat 1%
Talkum 1%
Saccharum lactis q.s
m.f. dtd tab No C
Rencana Kerja
Metode : Granulasi Basah
Diameter : 13 mm
Bobot Tablet : 650 mg
Jumlah Tablet :100 Tablet
= 65 g
= 50 g
10
Pengembang (A. Manihot) 10 % : 100 𝑥 65 𝑔 = 6,5 𝑔
15
30
Pengikat ( Muchilago amily 10%) 30 % :100 𝑥 65 𝑔 = 19,5 𝑔
10
Amilum :100 𝑥 19,5 𝑔 = 1,95 𝑔
= 17,55 gram
1
Pelicin ( Talkum 1 % ) : 100 𝑥 65 𝑔 = 0,65 𝑔
1
( Mg Stearat 1%) : 100 𝑥 65 𝑔 = 0,65 𝑔
10
Bahan pengikat yang terpakai (Mucilago amily) : 8,54 𝑔 𝑥 = 0,854
100
8,54
Persentase bahan pengikat yang terpakai : 100 % = 43,7 %
19,5
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
Persentase berat : 𝑥 100 %
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎
59,354
: 𝑥 100 % = 98,923 %
65
100 %
Massa Tablet Seluruhnya : 98,923 % 𝑥 54,08 𝑔 = 54,66 𝑔
16
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1.Cara Pembuatan Mucilago Amilum Manihot.
- Ditimbang amilum manihot sebanyak 1,95 gram
- Ditara beaker glass dan batang pengaduk
- Dimasukkan amilum manihot ke dalam beaker glass yang telah ditara
- Ditambahkan aquadest sebanyak 17,55 ml
- Dipanaskan di atas penangas, diaduk pelan hingga terbentuk massa
kental & transparan
- Ditimbang mucilago
- Dicukupkan dengan air panas sampai 19,5 gram.
17
3.3.4. Prosedur Uji Preformulasi
1. Sudut Diam
- Corong alir ditutup bagian bawahnya
- Dimasukkan granul ke dalam corong alir
- Lalu dibuka dan granul dibiarkan mengalir
- Ditutup kembali corong alir
- Diukur diameter & tinggi tumpukan granul
- Dihitung sudut diamnya.
2. Waktu Alir
- Corong alir diam ditutup bagian bawahnya
- Dimasukkan granul ke dalam corong alir
- Lalu dibuka dan granul dibiarkan mengalir
- Corong alir ditutup kembali
- Alat akan menghitung waktu alirnya.
3. Indeks Tap
- Masukkan granul ke dalam gelas ukur sebanyak 25 ml
- Ditapping sebanyak 20 kali
- Dilihat penurunan volume
- Dilakukan tapping sebanyak 3 kali pengulangan
- Dihitung Indeks Tap.
18
- Dicelupkan (tabung dengan cakram) ke dalam air dengan suhu 37°C
±1°C dengan tinggi air 15 cm, supaya tabung naik turun secara teratur 30
kali/menit.
- Dicatat waktu setiap tablet hancur. Tablet dikatakan hancur jika tidak ada
lagi tablet yang tersisa pada kawat kasa.
3. Kekerasan Tablet
- Dimasukkan tablet diantara anvil dan punch
- Dijeput dengan cara memutar sekrup sampai lampu stop menyala
- Ditekan tombol sampai tablet retak atau pecah
- Dilihat angka yang ditunjukan pada skala adalah harga dari kekerasan
tablet lalu dicatat.
- Dilakukan percobaan untuk 5 tablet dengan mengembalikan jarum ke
angka nol dan alat dibersihkan.
4. Friabilitas
- Dibersihkan 20 tablet kemudian ditimbang
- Dimasukkan ke dalam alat (Friabilator)
- Diatur banyaknya putaran (100x) dan durasinya (4 menit)
- Ditunggu sampai dengan selesai
- Dipisahkan jika ada tablet yang terbelah 2 atau patah
- Dibersihkan tablet, kemudian dtimbang kembali.
19
3.4 Flowsheet
3.4.1 Pembuatan Mucilago Amilum Manihot.
Amilum manihot
sebanyak 1,95 gram
20
3.4.2 Pembuatan Tablet dengan Granulasi Basah.
Granul basah
58,38 g
Granul kering
54,08 g
21
3.4.3 Uji Preformulasi
a. Sudut diam
Granul
b. Waktu alir
Granul
c. Indeks tap
Granul
22
3.4.4 Pencetakan tablet
Massa tablet
Tablet yang
tercetak = 92
tablet
Dibersikan tablet
Ditentukan bobot rata-rata
Ditimbang satu persatu tablet
Dihitung deviasi tablet
Diambil 3 tablet yang berdeviasi tertinggi
23
b. Waktu Hancur
6 Tablet
c. Kekerasan Tablet
Tablet
Tablet retak
24
d. Friabilitas
20 Tablet
Dibersihkan
Dimasukkan ke dalam friabilator
Diatur banyaknya putaran (100x) dan
durasinya (4 menit)
Ditunggu sampai selesai
Dibersihkan
Ditimbang
Dihitung berapa kehilangan bobotnya.
Friabilitas : 0,6 %
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1 Pencetakan Tablet
Jumlah Tablet yang tercetak : 92 Tablet
2ℎ
Tg Ɵ =
𝑑
2 (3,7)
=
12,1
= 0,612
Ɵ = 31,45°
Kesimpulan : granul memenuhi persyaratan sudut diam. Dimana sudut diam yang
diperoleh adalah 31,45° sedangkan persyaratannya adalah 20° < 𝜃 < 40°.
b. Waktu Alir
No Waktu (s)
1 3,11 s
2 3,50 s
3 3,28 s
Rata-rata 3, 3 s
26
Kesimpulan : granul memenuhi persyaratan waktu alir. Dimana rata-rata waktu
alir yang diperoleh adalah 3,3 detik sedangkan persyaratannya adala 𝑡 𝑎𝑙𝑖𝑟 <
5,9 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘.
c. Indeks Tap
𝑉0−𝑉𝑡𝑎𝑝
Rumus : I = 𝑥 100%
𝑉0
No V0 Vtap I rata-rata
1 25 24 4%
2 25 24 4%
3 25 24 4%
Rata-rata 4%
Kesimpulan : granul memenuhi persyaratan indeks tap. Dimana indeks tap rata-
rata yang diperoleh adalah 4 % sedangkan persyaratannya adalah 𝐼 ≤ 20 %.
a. Keseragaman Bobot
Syarat :
- Ditimbang satu-persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang menyim[ang
lebih besar dari kolom A
- Tidak boleh satu tablet pun lebih dari kolom B
Penyimpangan
Bobot rata-rata
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg s/d 150 mg 10% 20%
151 mg s/d 300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%
27
Data :
Berat 20 tablet = 8,490 gram
b. Waktu Hancur
No Dengan Cakram
1 4’52”
2 6’00”
3 6’59”
28
4 7’10”
5 7’40”
6 8’15”
Rata-rata 7’2”
c. Kekerasan Tablet
No. Kekerasan
1. 4,75
2. 6,22
3. 6,65
4. 5,25
5. 2,25
Rata-Rata 5,022
d. Friabilitas
Rumus :
𝐴−𝐵
𝑋 100 %
𝐴
Data :
A (Berat Awal) : 12,20
B (Berat Akhir) : 12,1268
𝐴−𝐵
Maka Friabilitas Tablet : 𝑋 100 %
𝐴
12.20 −12,1268
: 𝑋 100 %
12.20
: 0,6 %
Kesimpulan : Tablet memenuhi persyaratan friabilitas tablet, karena friabilitas
tablet yaitu 0,6% sedangkan persyaratan tidak lebih dari 0,8 %.
29
4.2 Pembahasan
4.2.1 Uji Preformulasi
a. Sudut Diam
Dari praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa sudut diam dari
granulasi kering memenuhi syarat, yaitu 31,45o. Sudut diam secara teori adalah
20o< Ɵ <40o.
b. Waktu Alir
Dari uji waktu alir yang dilakukan, diketahui bahwa waktu alir dari
granulat kering memenuhi syarat, yaitu 3,3 detik. Persyaratan secara teori adalah
< 5,9 detik.
c. Indeks Tap
Dari uji indeks tap yang dilakukan, didapatkan rata-rata indeks tap yaitu
4%. Hasil ini memenuhi syarat. Persyaratan untuk indeks tap secara teori adalah ≤
20%.
30
b. Waktu Hancur
Dari uji waktu hancur yang sudah dilakukan pada 6 tablet dengan
menggunakan alat Desintegration Tester, diketahui 6 tablet hancur dalam waktu
tidak lebih dari 15 menit. Rata – rata waktu hancur dari 6 tablet yang diuji adalah
7 menit 2 detik yang memenuhi syarat Farmakope Indonesia dimana kecuali
dinyatakan lain dalam monografi waktu yang dibutuhkan untuk menghancurkan 6
tablet biasa tidak boleh lebih dari 15 menit. Waktu hancur sediaan tablet sangat
berpengaruh pada fase biofarmasi obat. Faktor faktor yang mempengaruhi waktu
hancur tablet adalah sifat fisik granul,kekerasan,porositas tablet, dan daya serap
granul.
Lima tablet dimasukkan ke dalam keranjang dan diturun-naikkan secara
teratur 30 kali tiap meni. Tablet dinyatakan hancur, jika tidak ada bagian tablet
yang tertinggal di atas kawat kasa, kecuali fragmen dari zat penyalut. Bila tidak
dinyatakan waktu untuk menghancurkan kelima tablet tidak lebih dari 15 menit
untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut gula
atau selaput. Jika tidak memenuhi syarat, pengujian diulang dengan menggunakan
tablet satu persatu,kemudian diulangi lagi menggunakan 5 tablet dengan cakram
tertentu, dan tablet harus memenuhi syarat di atas (Anief, 2007).
c. Kekerasan Tablet
Dari uji kekerasan tablet diketahui bahwa kekerasan rata-rata tablet yang
praktikan ujikan adalah 5,002 kg. Data yang praktikan dapat memenuhi
persyaratan Farmakope untuk kekerasan tablet, yaitu 4-8 kg. Dari hasil uji
pengulangan 5 tablet antalgin, kelimanya juga memenuhi syarat.
d. Friabilitas
Dari hasil uji friabilitas yang dilakukan terhadap 20 tablet antalgin dengan
menggunakan Friabilator, diketahui bahwa friabilitas tablet adalah 0,6 %. Dari
hasil yang didapat diketahui bahwa tablet yang praktikan ujikan memenuhi syarat
Frabilitas tablet yaitu kurang atau sama dengan 0,8 % dengan kata lain, friabilitas
suatu tablet tidak boleh melebihi 0,8 %.
31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
- Metode granulasi basah digunakan untuk bahan aktif yang tidak tahan
dengan panas dan tahan terhadap lembab. Pada awal pengerjaan campuran
serbuk diubah menjadi granul yang bebas mengalir ke dalam cetakan, hal ini
dapat dilakukan dengan cara menambahkan bahan pengikat dalam bentuk
larutan ke dalam campuran serbuk hingga menggumpal, lalu diayak hingga
terbentuk ganulat basah yang kemudian dikeringkan lalu diayak kembali
hingga massa yang dihasilkan sesuai untuk di cetak menjadi tablet.
- Uji Pre formulasi Tablet
- Sudut Diam : 31, 45° (memenuhi syarat)
- Waktu Alir : 3,3 detik (memenuhi syarat)
- Indeks Tap : 4 % (memenuhi syarat
- Uji Evaluasi
- Keseragaman bobot : A1 = 9,38 %
A1 = 6,93 %
A1 = 4,48 %
Penyimpangan : 2 tablet diatas 5 %
Tidak ada tablet yang diatas 10 % (memenuhi syarat)
- Waktu Hancur : 7 menit 2 detik (memenuhi syarat)
- Kekerasan tablet : 5,002 kg (memenuhi syarat)
- Friabilitas : 0,6 % (memenuhi syarat)
5.2 Saran
- Pada percobaan selanjutnya bahan pengikat yang digunakan dapat diganti
dengan bahan pengikat lain seperti larutan CMC Na 10%.
- Pada percobaan selanjutnya bahan obat yang digunakan dapat diganti
dengan bahan obat lain seperti parasetamol.
32
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (2007). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: UGM Press. Halaman 207-
210.
Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen
Kesehatan. Halaman 107, 537, 538, 748 – 771.
Jas, Admar. (2007). Perihal Obat Dengan Berbagai Jenis dan Bentuk
Sediaannya.. Medan : USU Press. Halaman 37.
Jones, D. (2008). Pharmaceutics Dosage Form and Design. London:
Pharmaceutics press. Halaman 221 – 229.
Sarker , Dipak K. Quality Systems and Controls For Pharmaceuticals. England:
University of Brighton. Halaman 64.
Syamsuni, H.A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Halaman 166 – 174.
33