Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4%

DISUSUN OLEH

HANIK NURIL(B04210011)

HERLINA(B04210012)

JENI IRAWATI(B04210013)

KIKI ARDIANTY(B04210014)

MEYDITA CLARA(B04210015)

PROGRAM STUDI D3 FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2021/2022


SEDIAAN STERIL INJEKSI

AMINOPHYLLIN 2,4%

I.TUJUAN

1.Mahasiswa dapat memahami pengertian sediaan injeksi beserta aspek2 di dalamnya

2. Mahasiswa dapat memahami cara pembuatan injeksi aminophyllin beserta cara sterilisasi dan
pengujiannya

II.DASAR TEORI

Aminophilin : Butir atau serbuk putih atau agak kekuningan, bau amonia lemah, rasa pahit. Jika
di biarkan di udara terbuka, perlahan-lahan kehilangan etilenadiamina dan menyerap
karbondioksida dengan melepaskan teophilin. Larutan bersifat basa terhadap kertas lakmus.
Tidak larut dalam etanol dan dalam eter. Larutan 1 gr dalam 25 ml air menghasilkan larutan
jernih, larutan 1 gr dalam 5 ml air menghablur jika didiamkan dan larut kembali jika ditambah
sedikit etilendiamina (Anonim, 1995).

Injeksi Aminophyllin mengandung Teophylina, C7H5N4O2, tidak kurang dari 73.5% dan tidak
lebih dari 88.25% dari jumlah yang tertera pada etiket. Penetapan kadar Teophylina sejumlah
volume injeksi yang diukur seksama setara dengan lebih kurang 300 mg aminofilina, masukkan
ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml, tambahkan air secukupnya hingga lebih kurang 40 ml,
kemudian ammonia encer P, lanjutkan penetapan teopylina menurut cara yang tertera
aminophyllinum, mulai dari tambahkan 20 ml perak nitrat 0.1 N, 1 ml perak nitrat 0.1 N setara
dengan 3.005 mg C2H8N2. Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda,
sebaiknya dalam wadah dosis tunggal, terlindung dari cahaya (Anonim, 1979).

Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan terbagi
(ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu
dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra
vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal.
Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya
tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah
karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun suspensi yang
dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati – hati.
Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa
diberikan dengan larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf
terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).

- Pembuatan Produk Parenteral


Bila formula suatu produk parenteral telah ditentukan, meliputi pemilihan pelarut atau pembawa
dan zat penambah yang tepat, ahli farmasi pembuat harus mengikuti prosedur aseptis dengan
ketat dalam pembuatan produk yang disuntikkan. Di sebagian besar pabrik daerah di mana
produk parenteral dibuat dipertahankan bebas dari bakteri dengan cara menggunakan sinar ultra
violet, penyaringan udara yang masuk, peralatan produksi yang steril seperti labu-labu, pipa-pipa
penghubung, saringan-saringan dan pakaian pekerja disterilkan (Ansel, 1989).

- Pengemasan, Pemberian Etiket dan Penyimpanan Obat Suntik

Wadah obat suntik, termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi dengan sediaan, baik secara fisik
maupun kimia sehingga akan mengubah kekuatan dan efektivitasnya. Bila wadah dibuat dari
gelas, maka gelas harus jernih dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan, untuk
memungkinkan pemeriksaan isinya. Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan
parenteral biasanya dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat suntik ditempatkan di
dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda. Menurut definisi wadah dosis tunggal
(Ansel,1989). Wadah dosis tunggal umumnya disebut ampul, tertutup rapat dengan melebur
wadah gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai leher agar dapat dengan
mudah dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi serpihan-serpihan gelas. Sesudah
dibuka, isi sampul dapat dihisap ke dalam alat suntik dengan jarum hipodermis. Sekali dibuka,
ampul tidak dapat ditutup kembali dan digunakan lagi untuk suatu waktu kemudian, karena
sterilitas isinya tidak dapat dipertanggung jawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat
disuntikkan dikemas dalam alat suntik yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara pemberian
khusus. Jenis gelas untuk wadah produk parenteral telah ditentukan di Bab 5 dan sebaliknya
diingat kembali. Jenis I, II, III adalah jenis yang untuk produk parenteral. Jenis yang paling tahan
terhadap zat kimia adalah jenis I. Jenis gelas yang akan digunakan sebagai wadah obat suntik
tertentu dinyatakan dalam masing-masing monograf sediaan (Ansel, 1989)

Satu persyaratan utama dari larutan yang diberikan secara parenteral ialah kejernihan. Sediaan
itu harus jernih berkilauan dan bebas dari semua zat-zat khusus yaitu semua yang bergerak,
senyawa yang tidak larut, yang tanpa disengaja ada. Termasuk pengotoran-pengotoran seperti
debu, serat-serat baju, serpihan-serpihan gelas, kelupasan dari wadah gelas atau plastik atau tutup
atau zat lain yang mungkin ditemui, yang masuk ke dalam produk selama proses pembuatan,
penyimpanan dan pemberian (Ansel,1989).

Untuk mencegah masuknya partikel yang tidak diinginkan ke dalam produk parenteral, sejumlah
tindakan pencegahan harus dilakukan selama pembuatan dan penyimpanan. Misalnya, larutan
parenteral umumnya pada akhirnya disaring sebelum dimasukkan ke dalam wadah. Wadah harus
dipilih dengan teliti, yang secara kimia tahan terhadap larutan yang akan dimasukkan dan
mempunyai kualitas yang paling baik untuk memperkecil kemungkinan terkelupasnya wadah
dan kelupasan masuk ke dalam larutan. Telah diakui, kadang-kadang ditemui beberapa zat
tertentu dalam produk parenteral yang berasal dari kelupasan wadah gelas atau plastik. Bila
wadah telah dipilih untuk dipakai, wadah harus dicuci dengan seksama agar bebas dari semua zat
asing. Selama pengisian wadah, harus diperhatikan dengan sungguhsungguh proses pengisian
untuk mencegah masuknya debu yang dikandung udara, serat kain, atau pengotoran-pengotoran
lain ke dalam wadah. Persyaratan penyaringan dan petunjuk aliran udara pada daerah produksi
berguna dalam menurunkan kemungkinan pengotoran (Ansel, 1989).

III.ALAT DAN BAHAN

Alat :

Autoklaf

Timbangan analitik

Kertas saring

Glassware

Ampul

Api bunsen / lampu spiritus

Bahan :

Aminophilin

Etilendiamin

Aqua p.i.

Karbo adsorben 0,1%

Methilen blue

IV.FORMULA

Formula injeksi Aminophyllin

R/Aminophyllin 2,4%

Aqua steril 10ml

m.f.injeksi isotonis
V.PERHITUNGAN

Perhitungan tonisitas berdasarkan penurunan titik beku

Rumus=

B = 0,52 – B1.C

B2

Keterangan:

B = jumlah bahan pembantu yang diperlukan (gr per 100 ml larutan)

0.52 = titik beku cairan badan / mata

b1 = penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1% b/v zat berkhasiat

b2 = penurunan titik beku air yang disebabkan oleh penambahan 1% b/v zat tambahan

C = kadar zat berkhasiat dalam % b/v

Perhitungan tonisitas :

B = 0.52 – 0.098 x 2.4

0.576

= 0.52 – 0,2352 = 0.494 g

0.576

NaCl isotonis =0,9% yang setara dengan 0,99g sehingga didapatkan informasi bahwa larutan
yang didapat hipotonis ,sehingga perlu ditambahkan NaCl sebanyak=

(0,99 – 0,494 =0,496 g)

Penimbangan Bahan=

Overmat = 10 + 2 ml =12 ml

-Aminophyllin =12/10 x 2,4 g =2,88 g

-Aqua p.i = 10 – (2,88 + 0,496 )= 6,624 g


VI.CARA KERJA

Hitung tonisitas larutan

Buat aqua bebas CO2

Timbang Aminophyllin

Larutkan dengan sebagian aqua bebas CO2

pH larutan antara 9,5 – 9,6

Timbang karbo adsorben

Aktifkan karbo adsorben selama 5 – 10 menit

Gojok larutan dengan karbo adsorben, diamkan

Saring dengan kertas saring, diamkan hingga jernih

Masukan larutan kedalam ampul 1 per 1 Tutup,

sterilkan dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 20 menit

Setelah dingin lakukan pengujian

Beri etiket biru


VI.METODE STERILISASI

Larutan yang sudah jernih dimasukkan pada ampul tepat 10 mL kemudian ditutup dengan
pengelasan. Setelahnya ampul ditata rapi dalam wadah plastik dan disterilisasi uap basah atau
autoklav selama 20 menit pada suhu 121oC.
Proses sterilisasi dipilih sterilisasi dengan uap atau panas basah. Sterilisasi bertujuan untuk
menghilangkan semua bentuk mikroorganisme yang terdapat pada suatu obyek. Sediaan injeksi
harus memiliki nilai steril yang tepat tidak boleh kurang lebih karena injeksi akan merobek
jaringan kulit untuk dirobelk. Sterilisasi panas basah atau uap akan menghasilkan tekanan dalam
bejana pada suhu tinggi dan waktu tertentu. Uap dibantu dengan tekanan akan masuk dalam sel
dan mendenaturasi dengan adanya koagulasi pada sel. Tekanan cairan sel yang rendah akan
berpindah ke yang tinggi dna mengakibatkan sel bakteri lisis atau pecah.
Sterilisasi ini cocok untuk sediaan dalam wadah gelas. Karena wadah gelas tidah mudah pecah
dan tekanan uapnya dapat menembus dinding kaca kemudian dengan mudah membunuh bakteri
dalam larutan. Selain itu larutan injeksi aminophyllin tidak rusak oleh panas bertekanan ini.
Setelah dilakukan sterilisasi, sediaan ampul dilakukan pengujian. Sehingga dapat dikatakan
bahwa metode sterilisasi yang digunakan adalah metode sterilisasi akhir.
VII.KONTROL KUALITAS

1.UJI PH

Diambil larutan sebanyak 10ml

Di ukur ph larutan dengan ph meter yang sudah di kalibrasi

Dicatat hasilnya

2.UJI KEBOCORAN

Di uji dengan larutan Methilen blue

Ampul ampul di rendam ke dalam larutan

Dimasukkan dalam bejana vakum sampai 70mHg dan dijaga selama tidak kurang 15menit

Diamati hasilnya,ampul ampul yang berwarna biru harus dibuang


3.UJI BEBAS PERTIKEL ASING

Pemeriksaan dilakukan secara visual

Pemeriksaan larutan dalam wadah dilakukan dengan menggunakan latar belakang hitam putih
selang seling

Wadah yang berisi lautan yang tercemar partikel asing harus dipisah

Bila jumlah wadah yang tercemar melebihi batas persyaratan maka pemeriksaan diulang atau
kemudian produk ditolak

VIII.DATA PRAKTIKUM FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

INJEKSI AMINOPHYLLIN

a.Hasil Pengamatan Organoleptis

Pemeriksaan Injeksi Aminophyllin


Homogenitas Homogen
Warna Jernih
Konsistensi Cairan Encer
Bau Tidak berbau

b.Partikel Asing

Partikel Injeksi Aminophyllin


Warna Putih Tidak Ada
Warna Hitam Ada

c.Hasil Uji Kebocoran Kemasan

Pemeriksaan Injeksi Aminophyllin


Uji kebocoran Ada warna yang masuk kedalam kemasan
d.UJi Ph

Pemeriksaan Injeksi Aminophyllin


pH 3,6

IX.PEMBAHASAN

Pada percobaan ini, bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara pembuatan injeksi
aminophylin 2,4 %, bagaimana cara sterilisasi dan pemeriksaan sediaan injeksi tersebut. Moh.
Anief (1997 : 190) menyatakan bahwa sediaan injeksi merupakan sediaan yang steril (benar-
benar harus terbebas dari mikroorganisme), dimana sediaan tersebut disuntikkan melalui
perusakan pertahanan tubuh (merobek jaringan ke dalam kulit) atau melalui kulit atau melalui
selaput lendir. Aminofilin merupakan golongan xantin yang memiliki gugus CH3(metil) dan
rumus kimia 2,6 dioksipurin (Sunaryo, 1980).Aminofilin terbentuk dari kompleks antara
teofilin-etilendiamin, dimana aminofilin ini termasuk dalam preparat teofilin yang sering
digunakan dalam pengobatan asma yang akan menimbulkan efek bronkodilator (melebarkan
saluran nafas). Aminofilin lebih mudah untuk larut dibanding dengan teofilin, akan tetapi
aminofilin bersifat tidak stabil jika berada pada udara yang terbuka. Akibat adanya sifat yang
tidak stabil ini, injeksi aminofilin dibuat tidak berasal dari aminofilin sendiri melainkan
gabungan dari teofilin dan etilendiamin, yang akan membentuk garam aminofilin yang stabil.
Depkes RI (1979 :83) menyatakan bahwa kandungan injeksi aminofilin berupa teofilin
(C7H8N4O2), tidak kurang dari 73,5% dan tidak lebih dari 88,25 % dari jumlah yang tertera di
etiket.
Sebelum injeksi aminofilin dibuat, terlebih dahulu dihitung tonisitasnya. Sediaan injeksi
sebaiknya berada pada keadaan yang isotonis, karena isotonis merupakan keadaan dimana
obat memiliki tekanan osmosis yang sama dengan cairan tubuh sehingga jika digunakan tidak
menimbulkan iritasi. Dari hasil percobaan, larutan memiliki tonisitas sebesar 0,494 larutan ini
bersifat hipotonis. Hipotonis merupakan suatu keadaan dimana sediaan memiliki tekanan
osmosis lebih rendah dibanding dengan cairan tubuh, keadaan ini akan menyebabkan sel
mengembang dan pecah (hemolisis). Untuk membuat agar larutan menjadi tidak hipotonis
(menjadi isotonis) maka ditambahkan dengan NaCl sebanyak 0,496 g
Pada pembuatan injeksi aminofilin digunakan airbebas CO2. Air bebas CO2 digunakan
agar stabilitas dari sediaan yang dibuat terjaga, jika digunakan aquadest biasa yang
mengandung CO2 akan menyebabkan masuknya gas CO2 ke pembuluh darah sehingga
pembuluh darah akan mengalami nekrosis ( kerusakan jaringan). Untuk membuat injeksi
aminofilin dari kompleks antara teofilin dan etilendiamin, terlebih dahulu dilarutkan teofilin
dengan etilendiamin. Etilendiamin diteteskan sedikit demi sedikit sampai terbentuk larutan
yang jernih dan memiliki pH antara 9,5-9,6. Depkes RI (1979 : 71) menyatakan bahwa
etilendiamin berfungsi untuk melarutkan teofilin. Teofilin sendiri memiliki kelarutan dalam
air sebanyak 180 bagian (Depkes RI, 1979 : 598), hal ini menunjukkan bahwa teofilin bersifat
sukar larut dalam air sehingga dengan adanya etilendiamin dapat membantu teofilin agar
mudah larut.pH yang terbentuk bersifat basa (9,5), hal ini disebabkan karena adanya
etilendiamin yang bereaksi alkalis kuat (Depkes RI, 1979 : 71) dan pH 9,5 menujukkan garam
aminofilin sudah terbentuk. Jika sudah terbentuk larutan yang jernih, selanjutnya larutan di
gojog dengan karbo adsorben (0,1%), didiamkan dan kemudian diaring hingga jernih.
Sebelum karbo adsroben digunakan, terlebih dahulu diaktifkan dengan cara dipanaskan
selama 5-10 menit. Pemanasan ini bertujuan agar kandungan H2O hilang sehingga
menyebabkan terbukanya pori-pori dari karbo adrosben dan membuat karbo adsorben dapat
menghilangkan pyrogen dengan cara absorbsi.Kontaminasi akibat pirogenik merupakan
masalah dalam preparasi sediaan parenteral. Pirogen merupakan senyawa kimia heterogen
yang dapat menginduksi terjadinya panas, yang berasal dari bakteri, virus, fungi atau dati host
(Aakanksha, 2010). Selanjutnya larutan yang jernih dimasukkan ke dalam ampul sesuai
volume yang diminta, ditutup (di las) dan disterilkan dengan autoclave pada suhu 120 0C
selama 20 menit.
Pada percobaan ini, digunakan cara sterilisasi dengan pemanasan basah yaitu dengan
autoklaf (uap jenuh). Depkes RI (1979 : 18) menyatakan bahwa sediaan injeksi dapat
disterilkan dengan cara pemanasan dalam autoklaf pada suhu 1150C atau 1160C selama 20
menit jika volume wadah tidak lebih dari 100 ml atau pada suhu 115 0C atau 1160C selama 30
menit jika volume wadah lebih dari 100 ml. Sterilisasi yaitu cara yang digunakan untuk
membunuh semua mikroorganisme hidup. Pada proses sterilisasi, spora bakteri merupakan
organisme hidup yang paling resisten (Pelczar dan Chan, 1988). Mekanisme dari pembunuhan
mikroorganisme dengan autoklaf adalah dengan cara denaturasi protein yang digunakan untuk
pertumbuhan dan reproduksi mikroorganisme selain itu dengan cara membran sel dillelehkan.
Aktivitas pembunuhan dari uap jenuh tinggi dan mampu menghilangkan (membunuh) semua
mikroorganisme juga spora yang tahan terhadap panas. Metode ini memiliki keunggulan yaitu
mudah digunakan dan cepat digunakan. Selain itu metode dengan uap jenuh memiliki
kerugian yaitu kebanyakan bahan tidak tahan panas atau panas lembab dan adanya
keterbatasan dari panas lembab untuk menembus wadah. Pada sterilisasi dengan uap jenuh,
sebaiknya dihindarkan adanya udara yang masuk karena udara dapat memblok difusi uap air.
Adapun siklus sterilisasi ini adalah conditioning, exposure, exhaust dan pemanasan. Wadah
yang digunakan untuk sediaan ini adalah wadah kaca yang merupakan wadah yang tidak
memiliki pori yang tidak memberikan kesempatan bagi kontaminan untuk masuk dalam
wadah. Depkes RI (1979 : 18) menyatakan bahwa wadah dan tutup wadah injeksi terbuat dari
kaca atau plastik yang tidak boleh berinteraksi dengan zat aktif atau zat tambahan atau yang
dapat berpengaruh terhadap khasiatnya dan wadah tidak memberikan zarah kecil serta harus
memungkinkan melakukan pemeriksaan isinya dengan mudah.
Setelah dilakukan proses sterilisasi, selanjutnya dilakukan kontrol kualitas terhadap
sediaan yang sudah jadi. Adapaun kontrol kualitas yang dilakukan adalah uji pH, uji
kebocoran dengan larutan warna (Dye Bath Test) dan uji adanya partikel asing. Uji pH
dilakukan untuk mengetahui nilai pH dari sediaan yang dibuat apakah bersifat netral, asam
atau basa. pH yang asam/basa dapat menyebabkan jaringan mengalami iritasi dan dapat
menimbulkan rasa sakit saat disuntikkan. Dari hasil percobaan didapatkan bahwa injeksi
aminofilin memiliki pH sebesar 3,6 tidak sesuai dengan pH yang seharusnya depkes RI
(1979 : 83) menyatakan bahwa injeksi aminofilin memiliki sifat asam-basa dengan pH 9,2 -
9,6.
Uji kebocoran bertujuan untuk menentukan apakah ampul yang dipakai berada pada
keadaan yang baik (tidak retak, tidak ada celah). Uji kebocoran dilakukan dengan cara
merendam ampul dalam larutan metilen blue dalam fenol, jika ampul bocor maka larutan
dalam ampul yang semula jernih berubah menjadi biru. Ampul yang bocor memungkinkan
obat keluar dari ampul yang menyebabkan dosis berkurang sehingga bisa mengurangi efek
dari obat dan ampul yang bocor menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat tidak steril karena
mikroorganisme mudah masuk. Dari hasil percobaan didapatkan bahwa terdapat kebocoran
pada ampul yang digunakan.
Selanjutnya uji adanya partikel asing. Sediaan yang mengandung partikel asing
menunjukan jika larutan yang dibuat sudah terkontaminasi oleh partikel asing yang
ditunjukkan dengan adanya ketidakjernihan dan kekeruhan pada larutan. Dari hasil percobaan
didapatkan bahwa injeksi aminofilin yang dibuat terdapat partikel asing pada saat dilakukan
pemeriksaan pada latar belakang berwarna hitam.

KESIMPULAN

1. Injeksi aminofilin yang dibuat bersifat hipotonis yaitu 0,494 g artinya larutan tersebut
memiliki tekanan osmotis larutan obat kurang dari tekanan osmotis cairan tubuh.
2. Injeksi aminofilin dibuat dengan cara pemanasan basah yaitu autoklaf (uap jenuh) pada
suhu 1200C selama 20 menit.
3. Injeksi aminofilin yang dibuat memiliki pH sebesar 3,6 tidak sesuai dengan pH yang
semestinya, terjadi kebocoran ampul dan ada partikel asing yang terdapat pada larutan
(tidak memenuhi persyaratan sediaan injeksi).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta. Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed ke 4, Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta. Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global
Pustaka Utama, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai