Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DENGAN MASALAH UTAMA DIABETES MELITUS TIPE II

RESIKO HIPERGLIKEMI

Disusun Oleh :

Maura Fachriza Asral

011201069

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
Jl. GEDONG SONGO KEL. CANDIREJO KEC. UNGARAN BARAT
KAB. SEMARANG
2022
BAB I

I. PATH WAY

Resiko
ketidakstabilan
kadar glukosa
darah

Ketidakstab
ilan gula
darah

Resiko gangguan
kerusakan jaringan

Pembedahan

Resiko intoleransi
aktivitas
II. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk penegakan diagnosis DM tipe II yaitu dengan pemeriksaan glukosa
darah dan pemeriksaan glukosa peroral (TTGO). Sedangkan untuk
membedakan DM tipe II dan DM tipe I dengan pemeriksaan C-peptide.
Berikut adalah pemeriksaan penunjang untuk diabetes (Hasriani, 2018):
1. Pemeriksaan glukosa darah
a. Glukosa plasma vena sewaktu
Pemeriksaan gula darah vena sewaktu pada pasien DM tipe II
dilakukan pada pasien DM tipe II dengan gejala klasik seprti
poliuria, polidipsia dan polifagia. Gula darah sewaktu diartikan
kapanpun tanpa memandang terakhir kali makan. Dengan
pemeriksaan gula darah sewaktu sudah dapat menegakan diagnosis
DM tipe II. Apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl
(plasma vena) maka penderita tersebut sudah dapat disebut DM.
Pada penderita ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan tes toleransi
glukosa
b. Glukosa plasma vena puasa
Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita
dipuasakan 8-12 jam sebelum tes dengan menghentikan semua
obat yang digunakan, bila ada obat yang harus diberikan perlu
ditulis dalam formulir. Intepretasi pemeriksan gula darah puasa
sebagai berikut: kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl
dinyatakan normal, ≥126 mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan
antara 110-126 mg/dl disebut glukosa darah puasa terganggu
(GDPT). Pemeriksaan gula darah puasa lebih efektif dibandingkan
dengan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral.
2. Pemeriksaan HbA1c
HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin,
yang tersimpan dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari
sesuai dengan umur eritrosit. Kadar HbA1c bergantung dengan kadar
glukosa dalam darah, sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata kadar
gula darah selama 3 bulan. Sedangkan pemeriksaan gula darah hanya
mencerminkan saat diperiksa, dan tidak menggambarkan pengendalian
jangka panjang. Pemeriksaan gula darah diperlukan untuk
pengelolaaan diabetes terutama untuk mengatasi komplikasi akibat
perubahan kadar glukosa yang berubah mendadak.
• HbA1c < 6.5 % Kontrol glikemik baik
• HbA1c 6.5 -8 % Kontrol glikemik sedang
• HbA1c > 8 % Kontrol glikemik buruk
III. DEFINISI DIABETES MELLITUS
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan
metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi urin, kerja insulin, atau kedua – duanya (ADA,2017)
Diagnosis DM dapat ditegakkan dengan 3 cara yaitu jika terdapat
keluhan klasik, pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis DM, yang kedua bila pemeriksaan
glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik dan
yang ketiga tes toleransi glukosa oral (TTGO) >200mg/dL.(American
Diabetes Association. Diabetes Guidelines. Diabetes Care, 2016).
Kata diabetes berasal dari bahasa latin yang berarti
"melewati",mengacu pada poliuria – gejala khas diabetes melitus (DM).
Kata melitus berarti "dari madu", yang berarti glikosuria, merupakan ciri
dari diabetes insipidu (Rodriguez-Saldana, 2019).
Menurut P2PTM kemenkes RI(2020) diabetes mellitus merupakan
suatu penyakit mentahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah yang
melebihi nilai normal. Dimana nilai normal GDS adalah 200mg/dl
sedangkan GDP < 126 mg/dl.
IV. KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS
1. Diabetes Mellitus tipe 1 terjadi karena obstruksi sel beta dan
menyebabkan defisiensi insulin.
2. Diabetes Mellitus tipe 2 terjadi karena adanya kekebalan terhadap
insulin.
3. Diabetes Mellitus tipe lain terjadi karena defek genetik fungsi sel beta,
defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati,
pengaruh obat dan zat kimia, infeksi, masalah imunologi yang jarang,
dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan Diabetes mellitus.
4. Diabetes Mellitus gestasional. Merupakan masalah Kesehatan pada ibu
hamil yang biasanya terjadi pada masa kehamilan sampai proses
persalinan. Kondisi ini dikarenakan kurangnya produksi insulin pada
masa kehamilan.
V. ETIOLOGI DIABETES MELLITUS
Dalam (Walker, 2020) Semua sel tubuh Anda membutuhkan energi.
Sumber utamanya adalah glukosa, yang membutuhkan hormon insulin
untuk masuk ke dalam sel. Pada penyakit diabetes, terdapat kekurangan
insulin atau insulin tidak dapat bekerja dengan baik, yang menyebabkan
berbagai gejala dan gangguan kesehatan. Pada penderita diabetes, glukosa
dalam darah tidak dapat masuk ke sel tubuh sehingga kehilangan sumber
energi yang biasa. Tubuh mencoba membuang kelebihan glukosa dalam
darah dengan mengeluarkannya melalui urin, dan menggunakan lemak
dan protein (dari otot) sebagai sumber energi alternatif.
Hal ini mengganggu proses tubuh dan menyebabkan gejala diabetes.
Akibatnya, glukosa menumpuk di dalam darah dan menyebabkan gejala
seperti mengeluarkan banyak air seni, karena tubuh Anda mengeluarkan
kelebihan glukosa dengan menyaringnya ke dalam urin. Karena tubuh
Anda tidak dapat menggunakan glukosa untuk energi, ia menggunakan
otot dan simpanan lemaknya, yang dapat menyebabkan gejala seperti
penurunan berat badan. Kadar glukosa darah yang hanya sedikit.
Penyebab dari penyakit diabetes melitus (Susanti, 2019)
1. Genetik
Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor risiko dari
penyakit Diabetes Melitus. Sekitar 50% penderita diabetes tipe 2
mempunyai orang tua yang menderita diabetes, dan lebih dari
sepertiga penderita diabetes mempunyai saudara yang mengidap
diabetes. Diabetes tipe 2 lebih banyak kaitannya dengan faktor genetik
dibanding diabetes tipe 1.
2. Ras atau etnis
Ras Indian di Amerika, Hispanik dan orang Amerika Afrika,
mempunyai risiko lebih besar untuk terkena diabetes tipe 2. Hal ini
disebabkan karena ras-ras tersebut kebanyakan mengalami obesitas
sampai diabetes dan tekanan darah tinggi. Pada orang Amerika di
Afrika, usia di atas 45 tahun, mereka dengan kulit hitam lebih banyak
terkena diabetes dibanding dengan orang kulit putih. Suku Amerika
Hispanik terutama Meksiko mempunyai risiko tinggi terkena diabetes
2-3 kali lebih sering daripada non-hispanik terutama pada kaum
wanitanya.
3. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko diabetes yang paling penting
untuk diperhatikan. Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe 2
adalah orang yang gemuk. Hal ini disebabkan karena semakin banyak
jaringan lemak, maka jaringan tubuh dan otot akan semakin resisten
terhadap kerja insulin, terutama jika lemak tubuh terkumpul di daerah
perut. Lemak ini akan menghambat kerja insulin sehingga gula tidak
dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.
4. Metabolic syndrome
Metabolic syndrome adalah suatu keadaan seseorang menderita
tekanan darah tinggi, kegemukan dan mempunyai kandungan gul dan
lemak yang tinggi dalam darahnya. Menurut WHO dan NCEP-ATP
III, orang yang menderita metabolic syndrome adalah mereka yang
mempunyai kelainan yaitu tekanan darah tinggi lebih dari 140/90
mg/dl, kolesterol HDL kurang dari 40 mg/dl, trigliserida darah lebih
dari 150 mg/dl, obesitas sentral dengan BMI lebih dari 30, lingkar
pinggang lebih dari 102 cm pada pria dan 88cm pada wanita atau
sudah terdapat mikroalbuminuria.
5. Pola makan dan pola hidup
Pola makan yang terbiasa dengan makanan yang banyak
mengandung lemak dan kalori tinggi sangat berpotensi untuk
meningkatkan resiko terkena diabetes. Adapun pola hidup buruk
adalah pola hidup yang tidak teratur dan penuh tekanan kejiwaan
seperti stres yang berkepanjangan, perasaan khawatir dan takut yang
berlebihan dan jauh dari nilai-nilai spiritual. Hal ini diyakini sebagai
faktor terbesar untuk seseorang mudah terserang penyakit berat baik
diabetes maupun penyakit berat lainnya. Di samping itu aktivitas fisik
yang rendah juga berpotensi untuk seseorang terjangkit penyakit
diabetes.
6. Usia
Pada diabetes melitus tipe 2, usia yang berisiko ialah usia
diatas 40 tahun. Tingginya usia seiring dengan banyaknya paparan
yang mengenai seseorang dari unsur-unsur di lingkungannya terutama
makanan.
7. Riwayat endokrinopati
Riwayat endokrinopati yaitu adanya riwayat sakit gangguan
hormone (endokrinopati) yang melawan insulin seperti peningkatan
glukagon, hormone pertumbuhan, tiroksin, kortison dan adrenalin.
8. Riwayat infeksi pancreas
Riwayat infeksi pancreas yaitu adanya infeksi pancreas yang
mengenai sel beta penghasil insulin. Infeksi yang menimbulkan
kerusakan biasanya disebabkan karena virus rubella, dan lain-lain
9. Konsumsi obat
Konsumsi obat yang dimaksud ialah riwayat mengonsumsi
obat- obatan dalam wakt yang lama seperti adrenalin, diuretika,
kortokosteroid, ekstrak tiroid dan obat kontrasepsi.
VI. PATOFISIOLOGI
Menurut (Corwin, EJ. 2009), Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu
terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena selsel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa
terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping
itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita
defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan
gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi) harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II.
VII. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pasien DM dibagi menjadi dua macam yaitu gejala
kronik dan gejala akut serta munculnya ulkus diabetic, yaitu :
1) Gejala akut yang timbul pada pasien DM berupa :
a. Pasien akan banyak mengkonsumsi makanan
b. Pasien akan banyak mengkonsumsi minum
c. Pasien akan lebih sering buang air kecil Apabila gejala
tersebut tidak segera ditangani maka akan timbul gejala lain
seperti menurunnya nafsu makan pasien dan berat badan akan
turun, mudah merasa lelah, pada keadaan tertentu pasien akan
koma.
2) Gejala kronis yang muncul antara lain :
a. Pasien biasanya akan mengeluh kesemutan
b. Kulit pasien akan terasa panas
c. Kulit pasien terasa tebal
d. Mengalami kram
e. Cepat mengantuk
f. Pandangan pasien kabur
g. Gigi mudah goyang dan sering lepas
h. Pada wanita hamil kemungkinan terburuknya dalah keguguran
dan prematuritas.
3) Luka diabetic Luka diabetic atau sering biasa disebut ulkus
diabetik luka yang disebabkan karena pulsasi pada bagian arteri
distal.
VIII. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Akut
a) Hipoglikemia, yaitu kadar gula dalam darah berada
dibawah nilai normal < 50 mg/dl
b) Hiperglikemia, yaitu suatu keadaan kadar gula dalam darah
meningkat secara tiba – tiba dan dapat berkembang
menjadi metabolisme yang berbahaya
2. Komplikasi Kronis
a) Komplikasi makro vaskuler, yang biasanya terjadi pada
pasien DM adalah pembekuan darah di sebagian otak,
jantung koroner, stroke, dan gagal jangung kongestif.
b) Komplikasi mikro vaskuler, yang biasanya terjadi pada
pasien DM adalah nefropati, diabetik retinopati (kebutaan),
neuropati, dan amputasi (Perkeni, 2015).
IX. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan diabetes dititikberatkan pada 4 pilar penatalaksanaan
diabetes, yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi
farmakologis.
a. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku
sehat yang memerlukan partisipasi efektif dari klien dan keluarga
klien. Tujuan utama dari pemberian edukasi pada pasien DM dan juga
pada keluarga adalah harapan diamana pasien dan keluarga akan
mengerti bagaimana cara penanganan yang tepat dilakukan pada
pasien DM. Edukasi pada pasien bisa dilakukan meliputi pemantauan
kadar gula darah, perawatan luka, kepatuhan dalam pengansumsian
obat, peningkatan aktivitas fisik, pengurangan asupan kalori dan juga
pengertian serta komplikasi dari penyakit tersebut.
b. Terapi Gizi Medis Pasien Diabetes Mellitus harus mampu memenuhi
prinsip 3J pada dietnya, meliputi (jumlah makanan yang dikonsumsi,
jadwal diet yang ketat dan juga jenis makanan apa yang dianjurkan
dan pantangan makannya).
c. Olahraga
Olahraga secara teratur 3-4x dalam seminggu kurang lebih 30 menit
(Suzanna, 2014). d. Intervensi farmakologis Berupa pemberian obat
Hipoglikemik oral (sulfonilurea, biguanid/metformin, inhibitor alfa
glukosidase dan insulin) (Ernawati, 2013). Dengan penanganan yang
benar baik pencegahan dan perawatannya, diharapkan gangren dapat
dilakukan pengobatannya secara benar agar pasien DM bisa
berkurang. Penatalaksanaan gangren sebagai berikut :
a) Kontrol kadar gula darah Pengendalian gula darah dan
berbagai upaya sangat penting dilakukan untuk memperbaiki
keadaan umum penderita dengan nutrisi yang memadai.
b) Penanganan ulkus/gangren Tindakan yang dilakukan untuk
penanganan ulkus/gangren ini, antara lain : bedah minor seperti
insisi, pengaliran abses, debridemen, dan nekrotomi dengan
tujuan untuk mengeluarkan semua jaringan nekrosis untuk
mengeliminasi infeksi, sehingga diharapkan dapat
mempercepat penyembuhan luka.
c) Memperbaiki sirkulasi darah
Memperbaiki status rheologi, merupakan tindakan memberikan
obat antiagregasi trombosit hipolipidemik yang bertujuan
untuk memperbaiki jaringan yang terserang
d) Memperbaiki struktur vaskuler, merupakan tindakan yang
dilakukan dengan cara embolektomi, endarteriktomi atau biasa
disebut dengan rekontruksi pembuluh darah.
e) Penanganan infeksi dengan memberikan antibiotik jika
terindikasi adanya infeksi.
d. Perawatan luka dilakukan dengan cara manajemen jaringan, kontrol
infeksi dan infeksi, serta perluasan tepi luka.
e. Tissue managemen (Managemen jaringan). Manajemen jaringan
dilakukan melalui debridemen, yaitu menghilangkan jaringan mati
pada luka. Jaringan yang perlu dihilangkan adalah jaringan nekrotik
dan slaf. Manfaat debridemen adalah menghilangkan jaringan yang
sudah tidak tervaskularisasi, bakteri, dan eksudat sehingga akan
menciptakan kondisi luka yang dapat menstimulasi munculnya
jaringan yang sehat. Ada beberapa cara debridemen yang dapat
dilakukan, berupa :
a) Debridemen mekanis
Yaitu metode yang dilakukan dengan cara menempelkan kasa
lembab kemudian tutup atau letakkan kasa kering diatasnya.
Biarkan hingga kasa kering setelah kering angkat.
b) Debridemen bedah
Pengangkatan jaringan mati dengan menggunakan tindakan
medis berupa tindakan pembedahan atau operasi.
c) Debridemen autolitik
Tindakan pembalutan luka setelah dicuci atau dibersihkan.
d) Debridemen Enzim
Debridemen enzim merupakan cara debridemen dengan
menggunakan enzim yang dibuat secara kimiawi untuk dapat
mencerna jaringan mati atau melonggarkan ikatan antara ikatan
antara jaringan mati dan jaringan hidup. Enzim ini bersifat
selektif, yaitu hanya akan memakan jaringan mati. Hal yang
harus diperhatikan dalam menggunakan jenis debridemen ini
adalah menghindari penggunaan balutan luka yang
mengandung logam berat seperti silver, mineral, seng, cairan
basa atau asam, karena dapat menginaktivasi enzim. Pada luka
dengan skar (luka jaringan nekrotik yang kering), maka kita
perlu melakukan sayatan pada skar dengan menggunakan pisau
agar enzim dapat meresap pada skar dan permukaan luka tetap
lembab.
e) Debridemen biologi
Debridemen biologi dapat dilakukan dengan
menggunakan belatung yang sudah disteril. Jenis belatung
yang digunakan adalah spesies Lucia Cerrata atau Phaenica
Sericata. Belatung ini diletakkan didasar luka selama 1-4 hari.
Belatung ini mensekresikan enzim preteolitik yang dapat
memecah jaringan nekrotik dan mencerna jaringan yang sudah
dipecah. Sekresi dari belatung ini memiliki efek anti mikrobial
yang membantu dalam mencegah pertumbuhan dan proliferasi
bakteri, termasuk Metchilin-resistant Staphylococcus aureus.
f. Kontrol infeksi dan inflamasi
Infeksi bisa bersifat lokal (termasuk didalamnya selulitis), atau
sistemik (sepsis). Tanda infeksi yaitu meningkatnya eksudat, nyeri,
adanya kemerahan (eritema) yang baru atau meningkatnya kemerahan
pada luka, peningkatan temperatur pada daerah luka, dan bau luka atau
eksudat. Cara yang dilakukan adalah meningkatkan daya tahan
tubuh,debridemen, pembersihan luka dan mencuci luka untuk
menghilangkan bakteri, eksudat, dan jaringan mati, serta memberikan
balutan luka anti mikroba.
g. Mempertahankan kelembaban
h. Perluasan tepi luka Salah satu tanda dari penyembuhan luka pasien
bisa dilihat dengan luasnya sel epitel menuju tengah luka
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dimaksudkan untuk mendapatkan data yang dilakukan
secara terus menerus terhadap anggota keluarga yang dibina. Sumber data
pengkajian dapat dilakukan dengan metode wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik atau melalui data sekunder seperti data di Puskesmas dan
lain sebagainya. Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan.
Pengkajian mencangkup pengumpulan informasi subjektif dan objektif (mis.,
tanda vital, wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik) dan peninjauan
informasi riwayat pasien yang diberikan oleh pasien/keluarga, atau ditemukan
dalam rekam medik. Pengkajian mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu:
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan pasien,
mengidentifikasi, kekuatan dan kebutuhan klien yang dapat diperoleh
melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesa
Anamnesa merupakan suatu tehnik pemeriksaan awal yang
dilakukan. Anamnesa merupakan proses pengumpulan data dengan
cara tanya jawab. Anamnesa dapat dilakukan secara langsung
dengan pasien (autoanamnesis) atau secara tidak langsung dengan
orang lain yaitu keluarga, teman ataupun orang terdekat dengan
pasien yang mengetahui keadaan pasien tersebut
(heteroanamnesis).
A) Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku
bangsa, nomor register, tanggal masuk RS dan diagnosa medis.
B) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang paling
dirasakan oleh pasien dan yang paling sering mengganggu
pasien pada saat itu. Keluhan utama pasien dijadikan sebagai
acuan dalam pemberian tindakan.
C) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang isinya yaitu sejak kapan
pasien mulai menderita penyakit diabetes mellitus, faktor apa
yang menyebabkan pasien menderita penyakit diabetes
mellitus serta upaya apa saja yang telah dilakukan untuk
mengatasi penyakit diabetes mellitus tersebut.
D) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu merupakan riwayat penyakit
fisik maupun psikologik yang pernah diderita sebelumnya.
Seperti adanya penyakit DM atau penyakit yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas, jantung,
obesitas, tindakan medis dan obat-obatan yang pernah di dapat.
E) Riwayat Kesehatan Keluarga
Terdapat salah satu keluarga yang menderita DM atau
penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misalnya hipertensi.
F) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan
emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya
serta tanggapan keluarga terhadap penyakit klien.
2) Pemeriksaan fisik
A) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan klien, kesadaran, suara bicara, tinggi
badan, berat badan, tandatanda vital, dan adakah tanda-tanda
dehidrasi akibat hiperglikemia.
B) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah
pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging,
adakah gangguan pendengaran, lidah terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak
dan berdarah, penglihatan kabur, lensa mata keruh.
C) Sistem integument
Pada saat pemeriksaan sistem integument, pemeriksaan
yang dilakukan yaitu melihat apakah terdapat luka ataupun
ulkus.
D) System pernapasan
Apakah terdapat tanda takipnea atau pernapasan
kussmaul, sesak, batuk, sputum, nyeri dada.
E) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan dapat menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
F) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare,
konstipasi, dehidrasi, perubahan pada berat badan, peningkatan
lingkar abdomen, obesitas.
G) System urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas
atau sakit pada saat berkemih.
H) System muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan
tinggi badan, lemah dan cepat lelah.
I) System neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, letargi,
mengantuk, reflex lambat, kacau mental.
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk keakuratan diagnosis
suatu penyakit. Salah satu pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan
yaitu pemeriksaan darah meliputi GDS > 200 mg/dl. Gula darah puasa
> 126 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl 1).
3. Aalisa Data

NO DATA MASALAH
KEPERAWATAN

1 DS : Ketidakstabilan kadar
glukosa darah
- Mengantuk
- Pusing
- Lelah
- Mulut kering
- Haus berlebihan

DO:

- Kadar glukosa darah atau


urine tinggi
- Poliura

2 Faktor Resiko : Resiko ketidakstabilan


kadar glukosa darah
Ketidaktepatan pemantauan
glukosa darah

3 Factor resiko : Resiko


Peradangan pankreas ketidakseimbangan cairan

4 Faktor resiko: Resiko deficit nutrisi


Ketidakmampuan mengabsorpsi
nutrient
5 Factor resiko : Resiko Intoleransi
Ketidakbugaran status fisik aktivitas

6 DS: Nyeri akut


- Mengeluh nyeri

DO:

- Tampak meringis
- Sulit tidur
- Gelisah
- Tekanan darah
meningkat
- Pola nafas berubah

7 Factor resiko : Resiko gangguan


- Kekurangan atau integritas kulit atau
kelebihan volume cairan jaringan
- Perubahan pigmentasi

4. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027)
b. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0038)
c. Resiko ketidakseimbangan cairan (D.0036)
d. Resiko defisit nutrisi (D.0032)
e. Resiko Intoleransi aktivitas (D.0056)
f. Nyeri akut (D.0077)
g. Resiko gangguan integritas kulit atau jaringan (D.0139)
DAFTAR PUSTAKA
Pangestika, Hanggayu, Dianita Ekawati, and Nani Sari Murni. 2022. “Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2.” Jurnal
’Aisyiyah Medika 7(1): 132–50.
Richardo, Betteng, Damayanti Pengemanan, and Nelly Mayulu. 2021. “Kejadian
Diabetes Mellitus Tipe II Pada Lanjut Usia Di Indonesia (Analisis Riskesdas
2018 ).” Jurnal Kedokteran dan Kesehatan 17(1): 9–20.
Rodrigo Garcia Motta, Angélica Link, Viviane Aparecida Bussolaro, Geraldo de
Nardi Junior et al. 2021. “No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者におけ
る 健 康 関 連 指 標 に 関 す る 共 分 散 構 造 分 析 Title.” Pesquisa Veterinaria
Brasileira 26(2): 173–80. http://www.ufrgs.br/actavet/31-1/artigo552.pdf.

Anda mungkin juga menyukai