Anda di halaman 1dari 14

UPAYA PROMOTIF DAN PREVENTIF

KEPERAWATAN DIABETES MELITUS

Di ajukan sebagai salah satu tugas

Mata kuliah keperawatan Diabetes Mellitus semester IV

Dosen Pembimbing :

Agus Wiwit Suwanto,S.Kep., Ns, M.Kep

Kelas 2A/ Kelompok 4 :

1. Nadia Fitri Ajeng Pratiwi (P17250221002)


2. Vannela Salsabella (P17250221023)
3. Elok Faidzotul Himmah (P17250223027)
4. Rizal Mas’ud Al Yasin (P17250223034)
5. Elvita Delivia Agnistyasa (P17250223039)
6. Itsna Harisah Qurroh (P17250223040)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

PRODI D-III KEPERAWATAN KAMPUS KAB. PONOROGO

2024
Upaya Promotif dan Preventif Diabetes Melitus (Agus Wiwit
Suwanto,S.Kep., Ns, M.Kep)
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pencegahan Primer Diabetes
Melitus!
Jawab:
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi
berpotensi untuk menderita DM tipe 2 dan intoleransi glukosa
2. Jelaskan, ada berapa tipe factor risiko Diabetes Melitus!
Jawab: .
A. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
- Ras dan etnik
- Riwayat keluarga dengan DM Tipe 2
- ⁠Umur: risiko untuk menderita intolerasi glukosa meningkat seiring
dengan meningkatnya usia. Usia > 40 tahun harus dilakukan
skrining DM Tipe
- Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau
riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).
- Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi
yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi
dibanding dengan bayi yang lahir dengan BB normal.
B. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi
- Berat badan lebih (IMT ≥ 23 kg/m²).
- ⁠Kurangnya aktivitas fisik
- Hipertensi (> 140/90 mmHg)
- Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan/atau trigliserida > 250
mg/dL)
- Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan
rendah serat akan meningkatkan risiko menderita
prediabetes/intoleransi glukosa dan DM tipe 2.
C. Faktor lain yang terkait dengan risiko DM Tipe 2.
- Pasien sindrom metabolik yang memiliki riwayat TGT atau GDPT
sebelumnya.
- Pasien yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti
stroke, PJK, atau PAD
3. Perubahan gaya hidup yang bagaimana yang dianjurkan bagi
individu/kelompok risiko tinggi DM tipe 2?
Jawab:
A. Pengaturan pola makan
 Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan
ideal. Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan
secara terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan
puncak glukosa darah yang tinggi setelah makan.
 Komposisi diet sehat mengandung sedikit lemak jenuh dan
tinggi serat larut.
B. Meningkatkan aktifitas fisik dan latihan jasmani
Latihan jasmani yang dianjurkan:
 Latihan dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu
dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50 - 70% denyut
aerobik berat (mencapai denyut jantung > 70% maksimal).
jantung maksimal) (A), atau 90 menit/minggu dengan latihan
 Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 kali aktivitas/minggu
C. Menghentikan kebiasaan merokok
D. Pada kelompok dengan risiko tinggi diperlukan intervensi
farmakologis.
4. Apa indicator keberhasilan intervensi pada individu/kelompok
risiko tinggi Dm tipe 2?
Jawab:
Upaya pencegahan dilakukan terutama melalui perubahan gaya hidup.
Berbagai bukti yang kuat menunjukkan bahwa perubahan gaya hidup
dapat mencegah DM tipe 2. Perubahan gaya hidup harus menjadi
intervensi awal bagi semua pasien terutama kelompok risiko tinggi.
Perubahan gaya hidup juga dapat sekaligus memperbaiki komponen
faktor risiko diabetes dan sindroma metabolik lainnya. seperti obesitas,
hipertensi, dislipidemia dan hiperglikemia.
Indikator keberhasilan intervensi gaya hidup adalah penurunan
berat badan 0,5-1 kg/minggu atau 5-7% penurunan berat badan dalam 6
bulan dengan cara mengatur pola makan dan meningkatkan aktifitas
fisik. Studi Diabetes Prevention Programme (DPP) menunjukkan bahwa
intervensi gaya hidup yang intensif dapat menurunkan 58% insiden DM
tipe 2 dalam 3 tahun. Tindak lanjut dari DPP Outcome Study
menunjukkan penurunan insiden DM tipe 2 sampai 34% dan 27% dalam
10 dan 15 tahun.
5. Jelaskan apa yang anda ketahui dengan Pencegahan Sekunder
pada Pasien Diabetes mellitus!
Jawab :
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah terdiagnosis DM Tipe 2.
Tindakan pencegahan sekunder dilakukan dengan pengendalian kadar
glukosa sesuai target terapi serta pengendalian faktor risiko penyulit
yang lain dengan pemberian pengobatan yang optimal. Melakukan
deteksi dini adanya penyulit merupakan bagian dari pencegahan
sekunder. Tindakan ini dilakukan sejak awal pengelolaan penyakit DM
Tipe 2. Program penyuluhan memegang peran penting untuk
meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan
sehingga mencapai target terapi yang diharapkan. Penyuluhan dilakukan
sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada pertemuan
berikutnya.
6. Jelaskan penyakit Makroangiopati apa saja yang bisa diderita
pasien DM?
Jawab:
Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan
kontrol kadar gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara
epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko
mortalitas kardiovaskular, dimana peninggian kadar insulin
menyebabkan resiko kardiovaskular semakin tinggi pula. Kadar insulin
puasa lebih dari 15 mU/mL akan meningkatkan risiko mortalitas
koroner sebesar 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai factor
aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi
makrovaskular.
Pembuluh darah otak : stroke
Pembuluh darah jantung : penyakit jantung coroner
Pembuluh darah tepi : penyakit arteri perifer yang sering terjadi
pada pasien DM. Gejala tipikal yang biasa muncul pertama kali adalah
nyeri pada saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat (claudicatio
intermittent), Namun sering juga tanpa disertai gejala. Ulkus iskemik
pada kaki merupakan kelainan lain yang dapat ditemukan pada pasien
DM.
Pembuluh darah otak : stroke iskemik atau stroke hemoragik
7. Jelaskan, bagaimana cara mendeteksi dini penyakit
makroangiopati danbagaimana cara mencegahnya?
Jawab :
Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit ini adalah makroangiopati
dan mikroangiopati seperti stroke, penyakit jantung, gagal ginjal,
kebutaan bahkan amputasi dan kematian. Oleh karena itu, perlu
adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam
deteksi dini penyakit ini melalui peningkatan pengetahuan tentang
bahaya penyakit diabetes melitus.
Untuk mencegah timbulnya komplikasi yaitu memberikan peningkatan
pengetahuan masyarakat dengan cara pemberian penyuluhan tentang
pentingnya deteksi dini deteksi dini dan monitoring penyakit degeneratif
Diabetes Melitus. Setelah diberikan edukasi berupa penyuluhan tentang
pengertian, tanda gejala, jenis diet, komplikasi, dan pentingnya
monitoring pengobatan tentang penyakit Diabetes diharapkan akan
mengalami peningkatan pengetahuan tentang deteksi dini dan
monitoring penyakit degeneratif Diabetes Melitus
8. Jelaskan apa yang dimaksud dengan upaya preventif tersier
Diabetes mellitus! Sebutkan contohnya 1 saja!
Jawab:
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok pasien diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih
lanjut serta meningkatkan kualitas hidup. Pada upaya pencegahan tersier
tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi
penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk
mencapai kualitas hidup yang optimal. Pencegahan tersier memerlukan
pelayanan kesehatan komprehensif dan terintegrasi antar disiplin yang
terkait, terutama di rumah sakit rujukan.
Contohnya saja, perawatan luka atau senam kaki DM
9. Sebutkan Instrumen apa yang bisa digunakan untuk
menilai/skrining/deteksi dini Risiko Diabetes mellitus, dan
instrument tersebut tepat digunakan untuk mengukur individu
yang telah terkana Dm atau yang belum? Sebutkan alasannya!
Jawab :
Skirining atau pemeriksaan sejak dini/awal komplikasi DM adalah salah
satu tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah komplikasi DM.
Tindakan ini bisa dilakukan sendiri oleh masyarakat, terutama Kader-
kader yang terlatih.
Skrining komplikasi DM oleh kader bisa dilakukan dengan cara
pengukuran Ankle Brachial Index (ABI). Pengukuran atau pemeriksaan
ABI bisa dilatihkan kepada kader secara sederhana. Sederhana yang
dimaksud disini adalah cukup mengukur sistolik di kedua tangan dan
kaki, lalu membandingkannya tanpa harus secara detail mencari sistolik
di bagian arteri dorsalis pedis dan tibia posterior. Pengukuranpun bisa
menggunakan spigmomanometer digital. screening ABI tepat
digunakan untuk yang belom terkena DM,karena screening ini
memantau tekanan untuk melihat kapasitas fungsional pembuluh darah
kaki. Apabila terdapat sumbatan pada pembuluh darah kaki maka akan
mengganggu aliran darah ke kaki. Hal ini akan menyebabkan penurunan
tekanan darah pada sehingga menurunkan nilai ABI.
dan jika penurunan darah di kaki maka akan menyebabkan resiko
terjadinya DM
10. Sebutkan Instrumen/alat yang bisa digunakan untuk mendeteksi
dini/menskrining penyakit makroangiopati diabetes mellitus,
sebutkan pula masing-masing alat tersebut untuk mendeteksi dini
kemungkinan terjadi penyakit apa, serta instrument tersebut tepat
digunakan untuk mengukur individu yang telah terkana Dm atau
yang belum? Sebutkan alasannya!
Jawab :

Berikut alat/instrument yang dapat dilakukan untuk deteksi dini


komplikasi makroangiopati diabetes melitus:

A. Stroke Risk Score Card (SRSC)


Stroke Risk Score Card (SRSC) merupakan alat skrining stroke yang
dikembangkan oleh National Stroke Association. Tujuan utama dari
alat ini adalah untuk meningkatkan kewaspadaan terjadinya stroke
(dan mengurangi angka kejadian stroke) dengan memfasilitasi
pengkajian dan pencatatan tentang resiko stroke. Data risiko stroke
yang diambil meliputi riwayat stroke di keluarga, Body Mass Index
(BMI), aktifitas/olahraga, riwayat Diabetes Mellitus (DM), kadar
kolesterol, riwayat merokok, riwayat infark jantung/ atrial fibrilasi,
dan tekanan darah.
Alat ini digunakan untuk deteksi dini komplikasi makroangiopati
diabetes melitus yaitu stroke. Instrument ini dapat digunakan pada
individu yang memiliki penyakit diabetes melitus. Hal ini
dikarenakan dalam tabel faktor risiko stroke terdapat poin yang
menunjukkan adanya riwayat penyakit diabetes. Namun, faktor
risiko terkait dengan Diabetes Melitus dikonfirmasi dengan
melakukan pemeriksaan kadar gula darah pada individu (Rukmi,
Hidayati, & Sukmawati, 2022).
B. Skor Kardiovaskuler Jakarta
Prinsip dari skor risiko penyakit kardiovaskuler dan stroke ini
adalah memberikan pembobotan pada faktor risiko penyakit jantung
dan stroke. Semakin tinggi nilai skor seseorang kemungkinan
terserang penyakit jantung dan stroke semakin besar. Perhitungan
skor berdasarkan faktor risiko seperti jenis kelamin, umur dalam
tahun, tekanan darah, IMT, merokok, diabetes, dan aktifitas fisik.
Alat ini digunakan untuk deteksi dini komplikasi
makroangiopati diabetes melitus yaitu penyakit kardiovaskuler dan
stroke. Instrument ini dapat digunakan pada individu yang
mengalami penyakit diabetes melitus maupun tidak. Hal ini
dikarenakan dalam isian formulir skor kardiovaskuler Jakarta, faktor
risiko selain penyakit diabetes melitus memiliki skor yang cukup
tinggi untuk mengkategorikan seseorang terkena penyakit
kardiovaskuler dan stroke.
C. Pengukuran ABI (Angkle Brachial Index)
Angkle Brachial Index (ABI) merupakan prosedur
pemeriksaan diagnostic sirkulasi ekstremitas bawah untuk
mendeteksi kemungkinan adanya peripheral artery disease (PAD)
dengan cara membandingkan tekanan darah sistolik tertinggi dari
kedua pergelangan kaki dan lengan. Abnormalitas ABI terjadi akibat
adanya mekanisme aterosklerosis yang dapat terjadi melalui
beberapa mekanisme faktor risiko seperti usia, jenis kelamin,
tekanan darah, lama hipertensi, ras, status diabetic, dislipedia, status
merokok, dan lama diabetes (Ifadah, Nurhidayah, & dkk, 2023).
Alat ini digunakan untuk deteksi dini komplikasi
makroangiopati diabetes melitus yaitu penyakit kardiovaskuler dan
hipertensi. Instrument ABI dapat digunakan pada individu yang
memiliki penyakit diabetes melitus. Hal ini dikarenakan pada pasien
dengan diabetes melitus instrument ini digunakan untuk
mengevaluasi sirkulasi darha perifer dan mengidentifikasi risiko
terkait penyakit vaskuler perifer.
D. Finnish Diabetes Risk Score (FINDRISC)
Finnish Diabetes Risk Score (FINDRISC) merupakan alat
ukur kusioner yang digunakan untuk mengidentifikasi seseorang
terhadap risiko DM tipe 2. FINDRISC terdiri dari 8 item yaitu usia,
Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar perut, riwayat penggunaan obat
darah tinggi, riwayat pemeriksaan gula darah yang tinggi, riwayat
DM di keluarga, konsumsi sayur atau buah harian, dan aktivitas
fisik.
Alat ini mendeteksi dini kemungkinan individu terkena
penyakit Diabetes Melitus Tipe 2. Hal ini dikarenakan alat ini
mencakup delapan komponen yang ada dalam alat ini menunjukkan
pemeriksaan pada pasien yang memiliki risiko penyakit diabetes
melitus.
Di dalam sebuah keluarga yang terdiri dari Tn. B berusia 40 tahun beristrikan Ny.
T 37 tahun dan mempunyai anak Laki-laki 20 tahun (Sebut saja K) dan anak
perempuan 17 tahun (Sebut saja Kk). Tn. Saat ini telah terdiagnosa Diabetes
Melitus sejak 2 tahun yang lalu. Dari riwayat keluarga Tn. B, ternyata ayah Tn. B
dahulu juga menderita Dibetes mellitus, sedangkan dari riwayat Keluarga Ny. T,
tidak satupun ada yang menderita Diabetes mellitus.

Data kesehatan masing-masing anggota keluarga:

a. Tn. B selain telah terdiagnosa DM juga memiliki hipertensi


(180/90), Berat Badan 88 Kg, Tinggi Badan 160 cm. Tn. B sampai
saat ini masih merokok, tidak suka makan sayur dan buah, Lingkar
Perut 124 cm, aktifitas fisik sehari-hari kurang lebih 30 menit
b. Ny. T sampai saat ini masih sehat, tidak memiliki hipertensi
(120/70), Berat Badan 56 Kg, Tinggi Badan 160 cm. Ny. T tidak
merokok, suka makan sayur dan buah, Lingkar Perut 90 cm, aktifitas
fisik sehari-hari kurang lebih 30 menit
c. K, sampai saat ini masih sehat, tidak memiliki hipertensi (120/80),
Berat Badan 56 Kg, Tinggi Badan 165 cm. K tidak merokok, suka
makan sayur dan buah, Lingkar Perut 87 cm, aktifitas fisik sehari-
hari lebih 30 menit
d. Kk sampai saat ini masih sehat, tidak memiliki hipertensi (120/80),
Berat Badan 45 Kg, Tinggi Badan 160 cm. Ny. T tidak merokok,
suka makan sayur dan buah, Lingkar Perut 83 cm, aktifitas fisik
sehari-hari kurang lebih 30 menit.
11. Alat/istrumen apakah yang diperlukan masing-masing anggota keluarga
tersebut untuk melakukan deteksi dini risiko masing-masing anggota
keluarga? (Instrumen/alat yang bisa digunakan skrining silahkan pilih
salah satu atau semua dari berikut ini: FINDRISC, Pengukuran ABI,
Skor Kardiovaskuler Jakarta, Stroke Risk Score Card atau alat-alat yang
lain yang adik2 berhasil temukan dari sumber-sumber yang lain)
12. Silahkan adik-adik lakukan skoring dengan instrument yang tepat bagi
masing-masing anggota keluarga!
Skrining Menggunakan Instrumen FINDRISC
No Usia Jenis Lingkar IMT Konsumsi Aktivitas Konsumsi Riwayat Riwayat Skor Findrisc
Kelamin Perut Sayur Fisik Anti Gula Keluarga <7 7- 12- 15- >20
Setiap Hipertensi Darah 11 14 20
Hari
1. 40 Th L 124cm 34,37 tidak Ya Ya Ya Ayah ˅
2. 37 th P 90 cm 21,48 Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ada ˅
3. 20 th L 87 cm 23,01 Ya Ya Tidak Tidak Kakek ˅
4. 17 th P 83 cm 17,57 Ya Ya Tidak Tidak Kakek ˅

Hasil penghitungan skor FINDRISC dari 4 orang yang dilakukan screening yakni, 2 orang masuk dalam kategori rendah (<7), 1 orang
masuk dalam kategori resiko sedikit meningkat (skor 7-11), 1 orang masuk dalam kategori resiko tinggi (skor 14-20). Dapat disimpulkan
semakin tinggi skor total yang didapatkan maka individu tersebut memiliki peluang sangat besar memiliki penyakit diabetes di kemudian
hari. Jika partisipan yang masuk kategori resiko tinggi dan sedikit meningkat tidak segera memulai mengubah pola hidup mengingat
ada beberapa faktor resiko yang mendasarinya maka individu tersebut diprediksi 10 tahun yang mendatang akan memiliki penyakit
diabetes dan kemungkinan besar bisa dalam kondisi terkomplikasi
DAFTAR PUSTAKA
Dika, E. (2022). Deteksi Dini Dan Monitoring Penyakit Degeneratif Diabetes
Melitus di Dusun Pilangpayubg I, Desa Geneng Kec. Geneng Kabupaten
Ngawi. Jurnal Kreativitas pengabdian kepada masyarakat .
PERKENI. (2021). PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN
DIABETES MELITUS TIPE 2 DI INDONESIA.
Ramadhian, T. A. (2015). Efek Antidiabetik pada Daun Kelor . jurnal kedokteran
unila.

Anda mungkin juga menyukai