Anda di halaman 1dari 22

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Luka Tekan

1. Definisi

Luka tekan adalah kerusakan kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan

menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area

secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat

(Maryunani, 2013).

National Pressure Ulcer Advisor Panel (NPUAP) dan European Pressure

Ulcer Advisor Panel (EPUAP), 2016 menyatakan bahwa luka tekan adalah cedera

terlokalisir di kulit dan jaringan dibawahnya biasanya diarea penonjolan tulang

yang diakibatkan oleh tekanan (pressure), atau tekanan yang dikombinasikan

dengan gesek tekan (shear) dan gesekan (friction).

Luka tekan adalah lesi iskemik pada kulit dan jaringan dibawahnya yang

disebabkan oleh tekanan yang terus menerus yang menganggu aliran darah dan

limfa. Iskemia menyebabakan nekrosis jaringan dan ulserasi. Cenderung pada

penonjolan tulang (seperti tumit, trokanter besar, sacrum dan

7
iskia) tetapi luka tekan ini muncul pada kulit di setiap bagian tubuh yang

terkena tekanan eksternal, friksi atau kekuatan geser (Pricilla Lemone, 2016).

2. Etiologi

Maryuani (2013), menjelaskan beberapa pakar menyampaikan 4 teori penyebab

luka tekan, yaitu :

a. Pierce et al. (2000), menyebutkan adanya kerusakan perfusi (misalnya,

kerusakan seluler yang diakibatkan dari perfusi balik darah ke jaringan iskemik

sebelumnya), gangguan fungsi limfatik menyebabkan terbentuknya hasil sisa

metabolism dan kerusakan mekanis sel-sel jaringan.

b. Kotner et al. (2009), menjelaskan 4 teori penyebab luka tekan yaitu, iskemia

yang disebabkan oleh sumbatan kapiler yang menimbulkan insufiensi vaskuler,

anoksia jaringan dan kematian sel.

c. Referensi lain menyebutkan bahwa :

1) Luka tekan disebabkan oleh iskemia yang terjadi bila tekanan pada jaringan

lebih besar daripada tekanan dalam kapiler, sehingga menghambat aliran

darah ke daerah tersebut.

2) Jaringan otot, yang membutuhkan lebih banyak oksigen dan nutrient

dibandingkan kulit, menunjukkan akibat terburuk dari tekanan yang lama.

Seperti pada ulkus kronik lainnya, reperfusi luka merusak jaringan.

3. Faktor Risiko

Soedjana (2016), faktor penyebab terjadinya luka tekan dibagi dua, yaitu :

a. Faktor ekstrinsik

Faktor ekstrinsik penyebab luka tekan adalah :

8
1) Tekanan

Luka tekan terjadi apabila penekanan pada satu area dan dalam waktu 2 jam

pada tekanan 500 mmHg, sementara pada tekanan sebesar 100 mmHg

terjadinya cedera memerlukan waktu 10 jam.

2) Shear (geser tekan)

Shear adalah trauma akibat pergeseran. Biasanya terjadi apabila pasien dalam

posisi semi flower. Shear terjadi apabila pasien di atas tempat tidur kemudian

sering merosot dan kulit mengalami regangan dan tekanan.

3) Friction (gesekan)

Friksi terjadi saat mobilisasi pasien . saat memindahkan pasien menggunakan

alat bantu seperti slide sheet.

4) Kelembaban

Kelembaban terjadi akibat inkontinensia urin dan feses, drain luka, banyak

keringat. Kondisi kulit pada pasien yang mengalami lembab akan

mengkontribusi kulit menjadi maserasi, kemudian dengan adanya gesekan

dan pergeseran memudahkan kulit mengalami kerusakan.

b. Faktor intrinsik

1) Usia

Usia lanjut mudah untuk terjadi luka tekan, karena pada usia lanjut

berkurangnya jaringan subkutan sehingga menurunkan resistensi kulit

terhadap tekanan eksternal sehingga dapat meningkatkan tekanan. Selain itu,

pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi di semua organ termasuk pada

system integument.

9
2) Kondisi kulit

Terdapat tiga fungsi kulit yang penting adalah sebagai pelindung, sensori dan

termogulasi. Adanya sesuatu yang menganggu ketiga fungsi kulit ini dpat

mengaggu integritas kulit. Kurangnya kemampuan kulit untuk melaksanakan

fungsi termogulasi dapat menyebabkan kelembaban kulit meningkat.

3) Perfusi jaringan tubuh

Viabilitas jaringan ditentukan oleh adanya kekuatan pada pembuluh darah,

suplai darah dan oksigenasi. Dalam hal ini pembuluh darah mengalami

vasokontriksi fisiologis (responn hormonal) maupun patologis

(arterosklerosis)

4) Temperature tubuh

Kondisi tubuh yang mengalami peningkatan temperature dapat berpengaruh

pada temperature jaringan yang meningkatkan resiko terhadap iskemik

jaringan. Adanya iskemik jaringan menyebabkan tidak toleran terhadap gaya

gesekan dan pergeseran sehingga mudah mengalami kerusakan kulit.

5) Nutrisi

Keberlangsungan hidup sel-sel jaringan tubuh dapat terus terjadi apabila

terdapat keseimbangan nutrisi baik makronutrisi maupun mikronutrisi. Tidak

adnaya kesimbangan nutrisi dapat mengkontribusi terjadinya luka tekan.

Kondisi ini termasuk dalam ketidakadanya keseimbangan dehidrasi atau

keseimbangan cairan dan elektrolit yang berisiko terjadinya luka tekan.

Malnutrisi atau IMT < 18,50, mengurangi lapisan pelindung jaringan adipose

dan otot antara tulang yang menonjol dan permukaan yang kontak dengan

kulit.

10
6) Obesitas

Obesitas dapat menganggu mobilitas dan penyembuhan luka karena adanya

vaskularisasi yang buruk pada jaringan adipose.

4. Patofisiologi

Luka tekan terjadi akibat tekanan antara penonjolan tulang dan permukaan

luar yang melebihi tekanan kapiler yaitu 32 mmHg dapat menyebabkan iskemi.

Kulit, jaringan lunak dan otot mendapat tekanan berat badan penderita melebihi

tekanan capillary filling dalam waktu lama yang biasanya diakibatkan oleh

immobilisasi, menyebabkan terjadinya oklusi pada mikrosirkulasi,iskemia,

peradangan dan anoksia jaringan, sehingga menyebabkan nekrosis pada jaringan.

Keadaan diperberat oleh adanya friction (gesekan) dan shear force (gesek tekan)

pada daerah tersebut. Beberapa hal penting yang berperan dalam terjadinya luka

tekan dihubungkan dengan tekanan dan waktu. Cedera jaringan lunak dapat terjadi

dalam waktu 2 jam pada tekanan 500 mmHg, sementara pada tekanan 100 mmHg

terjadinya cedera memerlukan waktu 10 jam. Selain itu jenis jaringan lunak juga

menentukan ketahanan terhadap penekanan otot, misalnya, lebih rentan terhadap

cedera dibandingkan kulit.hasil akhir proses ni dapat kita lihat bahwa nekrosis pada

kulit biasanya lebih kecil dibandingkan area nekrosis dekat tulang, yang tampak

seperti corong terbalik. Hal ini menyebabkan fenomena “gunung es”, dimana

bagian yang mengalami kerusakan yang paling luas terletak di bagian dalam, yang

lebih dekat dengan tulang. Ulkus tekanan terjadi pada tempat dengan tulang

menonjol yang menekan kulit dan jaringan dibawahnya. Tempat tersebut adalah

scalp, punggung, tulang ekor, sacrum, tumit dan tempat lain pada tubuh yang

11
mendapat tekanan bila penderita berbaring dalam waktu yang lama, lokasi tersering

(96%) adalah level umbilicus, yaitu sacrum (36-60%), iskium (6%), trokanter (6%)

dan tumit (30%). Selain faktor mekanik yang disebutkan diatas terdapat juga faktor

lain yang mendasari terjadinya ulkus tekanan. Faktor tersebut seperti infeksi,

malnutrisi, penyakit neurologis, cedera tulang belakang, penurunan masa tubh dan

peningkatan kebutuhan metabolic.

Bagan patofisiologi terjadinya luka tekan menurut Maryuani (2013)

Luka decubitus merupakan dampak dari tekanan yang terlalu lama pada

permukaan tulang yang menonjol

Terjadi peningkatan tekanan arteri kapiler pada kulit sehingga pembuluh darah

pada kulit menjadi kolaps

Menghalangi oksigenasi dan nutrisi ke jaringan dan area yang tertekan, menyebabkan

terhambatnya aliran darah

Jaringan setempat mengalami iskemik

Nekrosis

5. Stadium Luka Tekan

Stadium luka tekan menurut international NPUAP/EPUAP pressure ulcer, tahun

2014 dibagi menjadi 4 stadium yaitu :

a. Stadium I

Kulit utuh dengan non blanchable erythema pada daerah yang terlokalisir di

atas daerah penonjolan tulang. Pada kulit hitam sulit menemukan non

blanchable erythema . Salah satu yang bisa menjadi pentunjuk adalah warna

kulitnya mungkin berbeda disbanding daerah sekitarnya. Pada area ini

12
biasanya terasa nyeri, lembek lebih hangat atau dingin bila dibandingkan

dengan jaringan sekitarnya.

Gambar 2.1 Luka tekan stadium I

Sumber : NPUAP 2016 (dikutip dari http://www.npuap.org)

b. Stadium II

Luka telah mencapai lapisan epidermis, dasar luka tampak berwarna merah

atau pink tanpa disertai adanya slaf. Dapat disertai adanya bullae yang

terbuka. Stadium ini tidak seharusnya digunakan untuk mengambarkan kulit

yang robek, luka bakar, dermatitis dan maserasi atau eksoriasi.

Gambar 2.2 Luka tekan stadium II

Sumber : NPUAP 2016 (dikutip dari http://www.npuap.org)

c. Stadium III

Luka mencapai lapisan subkutan tapi belum sampai ke tulang dan otot.

Biasanya disertai adanya slaf, undermining dan tunneling. Kedalaman luka

tekan pada stadium ini bervariasi sesuai dengan lokasi anatominya. Batang
13
hidung, teliga dan occiput dan malleolus tidak memiliki jaringan subkutan

dan luka tekan stadium III pada lokasi anatomis tersebut dangkal.

Sedangkan, pada area yang memiliki jaringan adipose yang banyak terjadi

luka tekan stadium III yang sangat dalam. Tulang, otot tidak tampak atau

dapat teraba secara langsung.

Gambar 2. 3 Luka tekan stadium III

Sumber : NPUAP 2016 (dikutip dari http://www.npuap.org)

d. Stadium IV

Luka mencapai lapisan subkutan telah sampai ke tulang,tendon dan

otot. Disertai adanya slaf, ekshar, undermining dan

tunneling.kedalaman luka tekan stadium IV bervariasi tergantung

letak anatominya. Luka tekan stadium IV dapat meluas ke ,tendon

dankapsul seotot dan struktur penunjangnya (seperti fascia, tendon

ataukapsul sendi) yang kemungkinan berisiko osteomyelitis. Tulang

atau tendon bisa tampak atau terpalpasi secara langsung.

14
Gambar 2.4 Luka tekan stadium IV

Sumber : NPUAP 2016 (dikutip dari http://www.npuap.org)

Menurut NPUAP/EPUAP pressure ulcer, tahun 2014 ada tambahan 2

klasifikasi, yaitu :

a. Suspected Deep Tissue Injury

Luka tampak berwarna ungu atau merah tua pada area yang terlokalisir atau

perubahan warna pada kulit yang utuh atau bullae disertai akumulasi akibat

kerusakan jaringan yang disebabkan oleh tekanan atau pergeseran. Injuri

sulit didekteksi paada klien yang berkulit gelap. Evolusi bisa meliputi bullae

sampai bantalan dasar luka berwarna gelap. Luka selanjutnya bisa tertutupi

ekshar tipis. Evolusi bisa mengenai lapisan jaringan tambahan meskipun

dengan perawatan yang optimal.

Gambar 2.5 Suspected Deep Tissue Injury

Sumber : NPUAP 2016 (dikutip dari http://www.npuap.org)

15
b. Unstageable

Kehilangan jaringan hingga subkutan tetapi tertutup oleh slaf (kuning, abu-

abu, hijau atau coklat) dengan atau tanpa adanya ekhsar pada bantalan luka

(dasar luka). Luka sangat dalam dan oleh sebab itu stadium tidak dapat

ditentukan. Ekshar yang stabil (kering, lengket, intact atau utuh tanpa

eritema) pada tumit bertindak sebagai lapisan alami tubuh dan seharusnya

tidak diangkat.

Gambar 2.6 Unstageable Sumber : NPUAP 2016

(dikutip dari http://www.npuap.org)

6. Lokasi Terjadinya Luka Tekan

Dalam buku Maryuani (2013), menjelaskan bahwa semua tubuh berisiko

mengalami luka tekan karena tekanan berlebihan, pergesekan dan pergeseran.

Lokasi tubuh terjadinya luka tekan adalah bagian tubuh yang terdapat tulang yang

menonjol seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

16
Gambar 2.7 Lokasi luka tekan

Sumber : dikutip dari Soedjana (2016)

Menurut Maryuani (2013), risiko kejadian luka tekan bedasarkan lokasi

adalah sebagai berikut :

a. Siku 8,8 %

b. Sacrum 32,6 %

c. Buttock 11,4 %

d. Tronchanter 8,3 %

e. Ankles 9,1 %

f. Heels 29,7 %

B. Pengetahuan Perawat Dalam Mencegah Luka Tekan

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya luka tekan,

diantaranya dengan pengkajian atau penilaian risiko terjadinya luka tekan, seperti

menggunakan skala Braden. Penilaian dilakukan secepat mungkin (kurang dari 8 jam),

17
perawatan kulit (kelembaban, memberikan perlindungan kulit dengan lotion atau

pelembab), nutrisi, reposisi dan mobilisasi (tiap 2 jam), edukasi kepada pasien dan

keluarga serta support system (menggunakan kasur untuk luka tekan). Pengetahuan

pencegahan luka tekan harus dimiliki oleh perawat dan diikuti dengan sikap positif

dan dipraktekkan dalam asuhan keperawatan. Antara pengetahuan, sikap dan perilaku

harus berjalan sinergis karena terbentuknya perilaku baru akan dimulai dari domain

kognitif, kemudian akan menimbulkan respon dalam bentuk sikap dan dibuktikkan

dengan adanya tindakan. Pengetahuan yang harus dimiliki perawat dalam pencegahan

luka tekan adalah mengetahui tanda dan gejala dari luka tekan dan mampu mengkaji

pencegahan luka tekan.

Beberapa tindakan pencegahan luka tekan yang perlu diperhatikan menurut

NPUAP (2016)

1. Kaji Faktor Resiko

a. Mengkaji pasien yang mengalami tirah baring lama yang beresiko terjadinya

luka tekan.

b. Gunakan penilaian risiko terstruktur, seperti Skala Braden, untuk

mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami cedera tekanan.

c. Perbaiki penilaian dengan memasukan faktor resiko tambahan, seperti :

1) Kaji Kulit yang rapuh.

2) Kaji adanya luka tekan dalam derajat apapun, termasuk luka tekan yang

telah sembuh dan tertutup.

3) Kaji penurunan aliran darah ke ekstermitas akibat penyakit vaskular,

diabetes atau penggunaan tembakau.

4) Kaji nyeri pada area tubuh yang mengalami tekanan

18
d. Ulangi penilaian resiko secara berkala setiap 48 jam dan cacat bila ada perubahan

kondisi.

e. Kembangkan rencana keperawatan berdasarkan area resiko terjadinya luka tekan.

2. Perawatan Kulit

a. Periksa semua kulit saat masuk sesegera mungkin (kurang dari 8 jam).

b. Periksa kulit setidaknya setiap hari untuk tanda-tanda terjadinya luka tekan.

c. Kaji titik lokasi tekanan tersering, seperti sakrum, tulang belakang, gluteal, tumit,

siku, ishikum, dan trokhanter.

d. Saat memeriksa kulit dengan pigmen yang gelap, cari perubahan warna kulit,

periksa perubahan suhu kulit dan konsistensi jaringan dengan membandingkan

kulit sekitar yang berdekatan. Melembabkan kulit membantu mengenali

perubahan warna.

e. Bersihkan kulit segera setelah terkena kontaminasi inkontinensia urin atau feces.

f. Gunakan pembersih kulit atau sabun dengan pH yang seimbang untuk kulit.

g. Gunakan pelembab kulit setiap hari pada kulit yang kering.

h. Hindari penempatan pada area yang tampak eritema atau adanya luka tekan dan

hindari memijat daerah penonjolan tulang.

3. Nutrisi

a. Kaji pasien yang di rawat di rumah sakit untuk mendapat status gizi pasien.

b. Gunakan alat skrining yang valid dan handal untuk menentukan resiko

kekurangan gizi, seperti Mini Nutritional Assessment.

c. Rujuk semua pasien yang beresiko mengalami luka tekan akibat kekurangan gizi

ke ahli gizi.

d. Membantu pasien pada waktu makan untuk meningkatkan asupan oral.

19
e. Dorong semua pasien yang beresiko terjadinya luka tekan untuk mengkonsumsi

cairan yang adekuat dan diet seimbang.

f. Menilai perubahan berat badan dari waktu ke waktu.

g. Kaji kecukupan asupan oral, enteral, dan parenteral.

h. Berikan suplemen gizi di antara waktu makan dan dengan obat oral, kecuali ada

kontraindikasi.

i. Tingkatkan asupan protein, kalori dan zat nutrisi lain yang adekuat.

4. Mobilisasi dan Reposisi

a. Balikan dan posisikan semua pasien yang beresiko mengalami luka tekan, kecuali

kontraindikasi karena kondisi medis atau perawatan medis.

b. Pilih frekuensi untuk untuk melakukan reposisi tiap 2 jam

c. Balikkan pasien ke posisi berbaring miring 30 derajat.

d. Hindari penempatan pasien pada area tubuh dengan kondisi sudah ada luka tekan.

e. Pastikan tumit tidak menyentuh kasur saat posisi terlentang. Beri alat pelindung

tumit agar terhindar dari tekanan. Tinggikan bagian tumit pada tempat tidur

dengan menempatkan bantal di bawah kaki.

f. Lanjutkan untuk mereposisi kembali pasien saat ditempatkan di permukaan

pendukung seperti kasur luka tekan.

g. Reposisikan pasien tiap jam pada kondisi di kursi duduk.

h. Pada pasien yang dapat mengubah posisinya sementara duduk, pemulihan tekanan

dianjurkan 15 menit dengan aktivitas seperti bangkit di kursi.

i. Jika individu tidak dapat dipindahkan atau diposisikan dengan kepala tempat tidur

ditinggikan lebih dari 30 derajat, tempatkan polyurethane foam pada sakrum.

20
j. Gunakan polyurethane foam pada tumit jika beresiko terjadinya luka tekan di tumit

dan tempatkan busa tipis atau breathable dressing di bawah peralatan-peralatan

medis yang beresiko menimbulkan luka tekan.

k. Berikan transparan film atau hidrokoloid pada tonjolan tulang untuk mengurangi

trauma mekanis dari friksi.

Gambar 2.8 Posisi berbaring miring 30 derajat

Sumber : dikutip dari Soedjana (2016)

Gambar 2.9 Posisi Menjembatani Menggunakan Bantal

Sumber : dikutip dari Soedjana (2016)

5. Edukasi

a. Ajarkan pasien dan keluarga tentang risiko cedera luka tekan.

b. Libatkan pasien dan keluarga dalam intervensi pengurangan risiko luka tekan.

21
B. Konsep Pengetahuan (Knowledge)

1. Definisi

Notoatmodjo (2014), pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau

hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian

dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh

melalui indra pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata).

Ranah kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir, mencakup

memampuan intelektual yang paling sederhana yaitu mengingat, sampai dengan

kemampuan untuk memecahkan suatu masalah (problem solving). Pada ranah ini

induvidu dituntut untuk menghubungkan dan menggabungkan gagasan. Semakin

tinggi tahapan dari ranah kognitif ini menunjukan semakin sulitnya tingkat berfikir

atau tuntutan seseorang. Penguasaan tingkatan ranah di bawahnya, merupakan

prasyarat untuk menguasai tingkatan ranah di atasnya yang lebih tinggi

(Nurhidayah, 2010).

22
2. Tingkatan Pengetahuan

Notoatmodjo (2014) mengatakan bahwa pengetahuan seseorang terhadap objek

mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besar dibagi dalam 6

tingkat pengetahuan, yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat/mengambil kembali

(recall) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya

seseorang tahu bahwa buah tomat banyak mengandung vitamin C dan jamban adalah

tempat buang air besar.

b. Memahami (comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat mengintegrasikan materi tersebut secara

benar. Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak

sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat mengintrepretasikan

secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya orang yang memahami

cara pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3M

(mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus

mengubur, menutup, dan menguras.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat

menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang

23
lain. Misalnya seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan , ia harus dapat

membuat perencanaan program kesehatan ditempat ia bekerja atau dimana saja.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan,

kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu

masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah

sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan,

atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan

atas objek tersebut. Misalnya dapat membedakan antara nyamuk Aedes Aegepty

dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan

dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dair formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya dapat membuat atau meringkas

dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar,

dan dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu. Penilaian-penilaian itu didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau norma-norma yang berlaku

dimasyarakat. Misalnya, seorang ibu dapat menilai atau menentukan seseorang anak

24
menderita malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga

berencana bagi keluarga.

Menurut Nursalam (2008), pengukuran pengetahuan ada dua kategori yaitu :

menggunakan pertanyaan subjektif misalnya jenis pertanyaan essay dan pertanyaan

objektif misalnya pertanyaan pilihan ganda (multiple choise), pertanyaan betul salah

dan pertanyaan menjodohkan (Naralia (2015).

Rumus Pengukuran Pengetahuan :

P = f/N x 100%

Dimana:

P : adalah persentase

f : frekuensi item soal benar

N : jumlah soal

Pengkategorian pengetahuan yang umum digunakan yaitu:

a. Kategori baik dengan nilai 76-100 %

b. Kriteria cukup dengan nilai 56-75 %

c. Kriteria kurang dengan nilai < 55 %

3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Pengetahuan dapat diperoleh melalui berbagai cara. Notoatmodjo (2014) menjelaskan

sebagai berikut :

a. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

1) Cara coba salah (Trial and Error)

25
Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum

adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan

kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak

berhasil maka dicoba kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat

dipecahkan.

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat

yang baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintah, dan

dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas tanpa menguji terlebih dahulu

atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun

penalaran sendiri.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh

pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh

dalam memecahkan masalah yang dihadapi di masa lalu.

b. Cara moderen dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular atau disebut

metodologi penelitian.

4. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Budiman (2013) tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi banyak faktor yaitu

pendidikan, informasi, sosial ekonomi, lingkungan, pengalaman dan usia (Naralia,

2015).

a. Pendidikan

26
Pendidikan sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi

pendidikan seseorang diharapkan semakin luas pula pengetahuannya. Namun, perlu

ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak

berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di

pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan nonformal.

b. Informasi

Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,

memanipulasi, mengumumkan, menganalisis, dan menyebarkan informasi dengan

tujuan tertentu untuk memengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio,

surat kabar, majalah, kabar dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap

pembentukan opini dan kepercayaan orang.

c. Sosial dan ekonomi

Sosial dan ekonomi juga sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.

Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang

diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan

memengaruhi pengetahuan seseorang.

d. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan

fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya

pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut.

27
e. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang

diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman

belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan

keterampilan profesional, serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat

mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi

dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata

dalam.

f. Usia

Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia

akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga

pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik..

28

Anda mungkin juga menyukai