KEPERAWATAN MEDIKAL
oleh :
Hestiana Verawati
NIM 172310101171
KEPERAWATAN MEDIKAL
Oleh :
Hestiana Verawati
NIM 172310101171
i
KATA PENGANTAR
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Jember, 2019
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Anemia merupakan kondisi klinis akibat kurangnya suplai sel darah merah sehat,
volume sel darah merah dan jumlah hemoglobin. Hipoksia terjadi karena tubuh kekurangan
suplai oksigen. Anemia juga mencerminkan kondisi patogenik yang mengarah pada
abnormalitas jumlah, struktur dan fungsi sel darah merah dalam tubuh (Joyce & Jane,
2014).
Anemia juga dapat dikatakan sebagai keadaan dimana, masa eritrosit dan masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan tubuh. Secara labolatorium anemia terjadi karena penurunan kadar hemoglobin
serta nilai eritrosit yang tidak normal.
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein
pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga pengiriman O2
ke jaringan menurun. Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah
dan kadar hematokrit dibawah normal. anemia merupakan penyakit kurang darah yang
ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah
dibandingkan normal (Soebroto, 2010).
Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal, berdasarkan kelompok jenis kelamin orang dewasa, batas normal dari kadar Hb
dalam darah dapat dilihat pada tabel berikut :
4
Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa anemia merupakan kurangnya suplai sel
darah merah (eritrosit) dan jumlah hemoglobin dalam tubuh menurun sehingga dapat
mengakibatkan hipoksia, karena kurangnya suplai oksigen didalam tubuh.
Darah merupakan cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai fungsi transportasi
oksigen, karbohidrat dan metabolik, mengatur keseimbangan asam dan basa, mengatur
suhu tubuh dengan cara konduksi (hantaran), membawa panas tubuh dari pusat produksi
panas (hepar dan otot) untuk didistribusikan ke seluruh tubuh, pengaturan hormon dengan
membawa dan menghantarkan dari kelenjar ke sasaran. Darah adalah cairan yang berwarna
merah tergantung dengan kadar oksigen dan karbon dioksida yang ada didalamnya. Darah
berada dalam tubuh karena kerja pompa jantung. Darah bersifat cair apabila berada di
dalam pembuluh darah, dan apabila berada diluar pembuluh darah akan membeku
(Syaifuddin. 2010). Karakteristik Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya
(elemen pembentuknya) tertahan dan berada dalam matriks cairan (plasma). Darah lebih
berat dan lebih kental dari pada air yaitu memiliki berat jenis 1,041-1,067 dengan
temperatur 380C dan PH 7,37-7,45. Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah
tua kebiruan, tergantung pada kadar oksigen yang di bawa sel darah merah. Darah pada
tubuh manusia mengandung 55% plasma darah (cairan darah) dan 45% sel-sel darah (darah
padat). Jumlah darah pada tubuh orang dewasa sebanyak kira-kira 1/13 dari berat badan
atau sekitar 4-5 liter. Jumlah darah tersebut pada setiap orang berbeda-beda. Tergantung
kepada umur, ukuran tubuh, dan berbanding terbalik dengan jumlah jaringan adiposa pada
tubuh. Di dalam darah terdapat beberapa sel diantaranya adalah:
5
a. Eritrosit (Sel Darah Merah)
Eritrosit merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah eritrosit pada pria
dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah dan pada wanita sekitar 4 juta sel/cc darah. Sel darah
merah berbentuk Bikonkaf, dan warna merah disebabkan oleh Hemoglobin (Hb).
Fungsi dari sel darah merah sendiri untuk mengikat Oksigen. Sehingga kadar Hb yang
dijadikan patokan dalam menentukan penyakit Anemia. Usia eritrosit didalam tubuh
manusia sekitar 120 hari. Lalu sel yang telah tua dihancurkan di Limpa. Sehinnga
hemoglobin dirombak, kemudian dijadikan pigmen Bilirubin (pigmen empedu).
6
c. Trombosit (Keping Darah)
Trombosit dapat juga disebut sebagai sel darah pembeku. Jumlah sel pada orang
dewasa sekitar 200.000 – 500.000 sel/cc. Di dalam trombosit terdapat banyak sekali
faktor pembeku (Hemostasis) antara lain adalah Faktor VIII (Anti Haemophilic Factor).
Jika seseorang secara genetis trombositnya tidak mengandung faktor tersebut, maka
orang tersebut biasanya mengalami gangguan Hemofili.
1.3.Epidimiologi
Anemi merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat yang sering dijumpai diseluruh
dunia, terutama dinegara berkembang seperti indonesia. Penduduk dunia yang mengalami
anemia berjumlah sekitar 30% atau 2,20 miliar orang dengan sebagian besar diantaranya
tinggal pada daerah yang tropis. Prevalensi anemia secara global sekitar 51% (suryani dkk,
2015). Terdapat 1,62 miliyar penduduk dunia mengalami anemia (24,8%) dengan
prevalensi tertinggi terdapat di Asia Tenggara, Afrika Tenggara, dan Afrika Barat. Kurang
lebih terdapat 370 juta wanita di berbagai negara berkembang menderita anemia defisiensi
zat besi dengan 41% diantaranya wanita tidak hamil. Sedangkan prevalensi anemia di India
menunjukkan angka kejadian anemia pada remaja putri sebesar 45%. Prevalensi anemia di
Indonesia sendiri masih terbilang cukup tinggi (Fakhidah & Putri, 2016). Kemenkes RI
(2013) menunjukkan angka prevalensi anemia secara nasional pada semua kelompok umur
adalah 21,70%. Prevalensi anemia pada perempuan relatif lebih tinggi (23,90%) dibanding
laki-laki (18,40%). Prevalensi anemia berdasarkan lokasi tempat tinggal menunjukkan
bahwa masyarakat yang tinggal di pedesaan memiliki risisko lebih tinggi (22,80%)
dibandingkan tinggal di perkotaan (20,60%) (Priyanto 2018). Prevalensi anemia di
Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. berdasarkan data Riskesdas
tahun 2007, prevalensi anemia sebesar 11,9%. Di Indonesia salah satu penyebab dari
terjadinya anemia itu sendiri karena penggunaan pestisida. Pestisida merupakan bahan
yang digunakan secara luas diberbagai sektor, terutama disektor pertanian tau perkebunan,
kehutanan, perikanan, dan pertanian pangan (Arwin N. M, Suyud. 2016).
7
1.4.Etiologi
Anemia merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh berbagai macam
penyebab. Berdasarkan penyebabnya anemia dapat dibedakan menjadi 4 yaitu (Black J &
Hawks J, 2014):
A. Akibat Penurunan Produksi Eritrosit
1. Anemia Aplastik terjadi akibat kegagalan produksi, supresi atau destruksi sel induk
di dalam sumsum tulang yang menyebabkan penurunan produksi eritrosit, leukosit
dan trombosit (pansitopenia). Sumsum tulang menunjukkan penurunan yang nyata
pada selularitas.
2. Aplasia Eritrosit terjadi akibat adanya gangguan yang sering mengalami remisi
spontan atau sebagai respon terhadapa terapi kortikosteroid. Aplasia eritrosit yang
di dapat biasanya merupakan komplikasi sementara yang terjadi pada anemi
hemolitik kongental (misalnya anemia sel sabit).
3. Anemia penggantian sumsum (leukoeritroblastik) akibar dari terkenanya rongga
sumsum tulang oleh neoplasma metastatik, limfoma atau leukimia, penyakit
granulomatosa diseminata (misalnya tuberkulosis), ribrosa atau abses multipel
memindahkan dan menggantikan unsur-unsur sumsum normal. Penggantian sel-sel
sumsum yang berproliferse dengan derajat mamadai dapat mengakibatkan anemia,
leukopenia atau trombositopenia.
4. Anemia megaloblastik adalah bagian anemia makrositik yang terjadi karena kelainan
maturasi fase eritropoiesis dalam sumsum tulang. Mengakibatkan prekursor eritroid
membesar dan menunjukkan kegagalan maturasi inti (Black J & Hawks J, 2014).
5. Anemia pernisiosa adalah bentuk anemia megaloblastik yang disebabkan oleh
kekurangan vitamin B12.
8
6. Anemia defisiensi besi adalah penyebab anemia tersering diseluruh dunia. Anemia
defisiensi besi sering terjadi karena infeksi cacing tambang. Keseimbangan besi
normal diatur terutama oleh perubahan pada absorpsi besi dalam usus untuk
menyesuaikan kehilangan zat besi normal didalam tubuh akibat sekresi, sel-sel
tereksfoliasi dan darah menstruasi. Besi plasma berkompleksi dengan protein
transferin pengikat besi. Plasma normal memiliki transferin yang cukup (kapasitas
pengikat besi) untuk mengikat 250-400 µg besi desiliter darah. Pada orang dewasa
normal, sekitar 30% transfersin mengalami saturasi, besi plasma normal adalah
sebesar 50-150 µ/dl.
7. Anemia penyakit kronik terjadi akibat dari komplikasi penyakit kronik (misal,
infeksi kronik, penyakit kolagen dan neoplasma ganas). Anemia pada kasus ini
disebabkan oleh kegagalan pengankutan cadang besi menuju plasma dan menuju
eritrosit yang sedang berkembang. Han ini menyebabkan kegagalan hemoglobinisasi
dan anemia.
8. Anemia akibat gagal ginjal kronik biasanya terjadi pada pasien gagal ginjal kronik
karena mengalami anemia normokrom normositik yang disebabkan oleh kegagaln
sekresi eritropoietin normal oleh ginjal. Sumsum tulang dapat menunujukkan
hipoplasia ringan pada rangkaian eritroid.
9. Anemia sideroblastik ditandai dengan gambaran eritrosit darah tepi yang
hiprokomik, mikrositik atau dimorfik. Gambaran darah tepi dimorfik adalah
gambaran yang memiliki campuran eritrosit hipokrom mikrositik dan eritrosit
hipokrom makrositik.
9
habis, yang pada saat itu defisiensi besi menjegah kompensasi yang adekuat. Oleh
karena itu, anemia yang disebabkan oleh kehilangan darah kronik merupakan
anemia defisiensi besi dan dibahas dibawah judul tersebut.
C. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik adalah kondisi dimana hancurnya eritrosit lebih cepat
dibandingkan dengan penbentukannya. Anemia hemolitik disebabkan oleh peningkatan
kecepatan destruksi eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan sumsum tulang
dalam memproduksi sel eritrosit untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap
berkurangnya sel eritrosit. Penghancuran sel eritrosit yang berlebih dapat menyebabkan
terjadinya hiperplasi sumsum tulang shingga prosuksi sel eritrosit akan meningkat dari
angka normalnya. Hal ini terjadi apabila umur eritrosit kurang dari 120 hari menjadi
15-20 hari tanpa diikuti dengan anemia. Namun bila sumsum tulang tidak mampu
mengatasi kedaan tersebut akan mengakibatkan anemia (Reni & Dwi. 2018).
1.5.Klasifikasi
Anemia diklasifikasikan menjadi dua golongan, diantaranya yaitu:
1. Klasifikasi anemia berdasarkan etiologi
Anemia disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya (Black J & Hawks J, 2014):
a. Penurunan produksi sel darah merah
Pembuatan sel darah merah akan terganggu apabila zat gizi yang diperlukan tidak
mencukupi. Usia sel darah merah pada umumnya 120 hari dan jumlah sel darah
10
merah harus dipertahankan. Zat yang dibutuhkan oleh sumsum tulang untuk
pembentukan hemoglobin antara lain yaitu vitamin (B12, B6, C, E, asam folat
tiamin, riboflavin, asam pantotenat), protein, dan hormon (eritropoetin, androgen
dan tiroksin). Prosuksi sel darah merah dapat terganggu karena pencernaan yang
tidak berfungsi dengan baik (malabsorpsi) atau kelainan lambung sehingga zat gizi
penting tidak dapat diserap (Sudargo & Hidayati. 2018).
b. Peningkatan kecepatan penghancuran darah (hemolisis)
c. Kehilangan darah
Pada wanita dewasa biasanya kehilangan darah dalam jumlah banyak terjadi karena
menstruasi. Menstruasi menyebabkan kehilangan zat besi 1 mg/hari pada
perempuan, sedangkan wanita hamil (aterm) sekitar 900mg zat besi dibutuhkan oleh
janin dan plasenta yang diperoleh dari ibu hamil serta pendarahan waktu partus
merupakan penyebab anemia paling sering pada masa ini (Sudargo & Hidayati.
2018).
2. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi
Berdasarkan gambaran morfologi, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Anemia Normositik Normokromik
Anemia normositik normokromik disebabkan karena terjadi pendarahan akut,
hemolisis dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi
penurunan jumlah eritrosit dan tidak disertai dengan perubahan konsentrasi
hemoglobin dengan indeks eritrositnya yaitu (MCV 80-95fl, MCH 27-34 PG).
b. Anemia Makrositik Hipokromik
Anemia yang terjadi karena ukuran eritrosit yang lebih besar dari nilai normal dan
hiperkromik karena konsentrasi hemoglobin lebih normal (indeks eritrosit:
MCV>95fl). Biasanya ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin
B12, asam folat), serta ditemukan pada anemia mikrositik non-megaloblastik
(penyakit hari dan myelodisplasia).
c. Anemia Mikrositik Hipokromik
Anemia yang terjadi karena ukuran eritrosit yang lebih kecil dari nilai normal dan
mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari nilai normal (indeks
eritrosit: MCV<80fl, MCH<27 pg). Biasanya terdapat penyebab dari terjadinya
anemia mikrositik hipokromik, yaitu:
1. Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi
2. Berkurangnya Sintesis Globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati
11
3. Berkurangnya Sintesis Heme: Anemia Sideroblastik
1.6.Patofisiologi
Transpor oksigen akan terganggu oleh anemia. Kurangnya hemoglobin atau rendahnya
jumlah sel darah merah, menyebabkan kurangnya pasokan oksigen ke jaringan dan
meyebabkan hipoksia. Tubuh berusaha mengompensasi hipoksia jaringan dengan
meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah, meningkatkan curah jantung dengan
meningkatkan volume atau frekuensi denyut jantung, distribusi ulang darah dari jaringan
yang membutuhkan sedikit oksigen ke daerah yang membutuhkan banyak oksigen, serta
menggeser kurva disosiasi hemoglobin oksigen ke arah kanan untuk mempermudah
pelepaan oksigen ke jaringan pada tekanan parsial oksigen yang sama (Black J & Hawks J,
2014)
12
1.8.Pemeriksaan Penunjang
Menurut Tarwoto (2010) pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:
1.8.1 Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin (Hb)
1. Mean Corpusculer Volume (MCV) adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan
menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai
berkembang. MCV ini salah satu indikator kekurangan zat besi yang spesiflk
setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan
membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl,
mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
13
e. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih
relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat
klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk
mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW salah satu
manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi
serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya
RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai
dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.
Besi serum ini peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun
setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi
serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum
yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan,
infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai
kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik.
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersamaan dengan besi
serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun
secara pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.
Transferrin Saturation (Jenuh Transferin) adalah rasio besi serum dengan kemampuan
mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum
tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan
suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat
14
menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi
populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin
yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat
besi. Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan
kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara
khusus oleh plasma
i. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk
menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam
praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk
kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat
dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi.
1.9.Penatalaksanaan Medis
Dalam penangnanan anemia tujuan utamanya untuk menidentifikasi dan perawatan
yang dikarenakan terjadinya destruksi sel darah atau penurunan produksi sel darah merah.
Sedangkan penanganan pada pasien yang mengalami hipovelemik antara lain:
1) pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,
2) resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
3) tranfusi kompenen darah sesuai indikator
Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut (Black J & Hawks J, 2014):
1. Terapi Oksigen : diberikan kepada klien dengan anemia berat, karena darah
mengalami penurunan mengikuti oksigen. Oksigen dapat mencegah hipoksia dan
mengurangi beban jantung karena rendahnya kadar HB
15
2. Eritripoetin : injeksi eritropoetin dari subkutan diberikan kepada pasien anemia
kronik, karena obat ini akan membantu meningkatkan produksi sel darah merah.
supaya terapi ini efektif, pasien diharuskankan memiliki sumsul tulang yang normal
dan asupan nutrisi yang memadai.
3. Penggantian zat besi : zat besi ni diberikan per oral pada kebuthan yang segera atau
pada saat kebutuhan tubuh diatas normal (biasanya pada kehamilan). pemberian per
oral ini dilakukan karena mudah dan harganya yang relatif murah. Biasanya obat
yang digunakan yaitu fero sulfat (feosol) atau fero glukanat (fergon), 200-325 mg
dosis dengan melalui oral ¾ kali pemberian/hari setelah makan. konsumsi zat besi
dengan vitamin C akan membantu penyerapan dari zat besi. pasien biasanya
menerima suplementasi zat besi selama 6 bulan agar dapat disimpan dalam tubuh.
efek samping dari hal tersebut biasanya terjadi mual, muntah, konstipasi atau diare
dan feses berwarna hitam.
4. Terapi komponen darah: terapai ini digunakan untuk terapi penyakit hematologi dan
beberapa prosedur bedah yang bergantung pada produksi darah. produksi darah yang
didapatkan dari orang lain disebut homolog, sedangkan prosuksi darah yang
diinfuskan kembali daru tubuh pasien sendiri disebut autolog.
16
BAB 2. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORI
A. Identitas Pasien
Anemia lebih sering terjadi pada umur 14-15 tahun (WHO 2011), sedangkan menurut
jenis kelamin Kemenkes RI (2013) menunjukkan angka prevalensi anemia pada
perempuan relatif lebih tinggi (23,90%) dibanding laki-laki (18,40%), prevalensi anemia
berdasarkan lokasi tempat tinggal (alamat) menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal
di pedesaan memiliki risisko lebih tinggi (22,80%) dibandingkan tinggal di perkotaan
(20,60%) (Priyanto 2018, pendidikan, pekerjaan yang beresiko terjadinya anemia salah
satunya yaitu penggunaan pestisida, karena pestisida merupakan bahan yang digunakan
secara luas diberbagai sektor, terutama disektor pertanian atau perkebunan, kehutanan,
perikanan, dan pertanian pangan (Arwin N. M, Suyud. 2016), Diagnosa medis biasanya
yang terjadi pada anemia salah satunya yaitu ketidakseimbanagn nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, keletihan, risiko infeksi.
B. Clinical History
1. Diagnosa Medis
Diagnosa medis yang sering terjadi pada penyakit anemia seperti ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, keletihan, risiko infeksi, intoleran aktifitas,
resiko jatuh, defisit perawatan diri dan gangguan pertukaran gas
2. Keluhan utama
Pasien dengan penyakit anemia biasanya keluhan yang paling khas adalah pusing,
pucat, kelelahan dan kelemahan
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan pengembangan dari keluhan utama pasien
dengan menggunakan metode PQRST.
P (paliatif/profokatif) : sesuatu yang membuat keluhan menjadi berat atau ringan
Q (quality) : bagaimana keluhan yang dirasakan (pada anemia, klien bisanya
merasakan lemas dan tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasa)
R (Ronsil) : tempat keluhan dirasakan (biasanya pasien mengeluhkan mula,
muntah)
S (scale) : seberapa besar keluhan dirasakan
T (timing) : kapan keluhan dirasakan
17
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit terdahulu merupakan pengkajian mengenai penyakit yang pernah
diderita klien, yang berhubungan dengan anemia maupun tidak
5. Riwayat penyakit keluarga
Pada riwayat keluarga yang dikaji adalah riwayat dari anggota yang memiliki penyakit
sama seperti klien, penyakit menular seperti TBC, penyakit keturunan seperti DM,
Hipertensi, jantung dan asma. Jika ada riwayat penyakit keturunan selanjutnya dibuat
genogram.
C. Pola Fungsingonal
1. Pola persepsepsi kesehatan dan management kesehatan
Menggambarkan pola pikir kesehatan klien, keadaan sehat dan bagaimana
memeliharaan kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu tentang status dan
riwayat kesehatan, hubungan dengan aktiv dan rencana yang akan datang serta usaha-
usaha preventif yang dilakukan klien untuk menjaga kesehatannya.
2. Pola nutrisi metabolik
a. Makan
Dikaji tentang frekuensi makan, jenis diet, porsi makan, riwayat alergi terhadap
suatu jenis makanan tertentu. pada klien anemia, bisanya mengalami penurunan
nafsu makan karena badan yang terasa lemas
b. Minum
Dikaji tentang jumlah dan jenis minuman setiap hari dan tidak ada perubahan pada
pola minum pada pasien
c. Pola eliminasi
Meliputi kebiasaan BAK dan BAB, warnanya, konsisten, frekuensi dan bau baik
sebelum masuk kerumahan sakit atau saat masuk rumah sakit. klien anemia tidak
mengalami perubahan dalam pola eliminasinya
d. Pola aktivitas
Dikaji tentang kegiatan dalam pekerjaan, mobilisasi, ola raga, kegiatan diwaktu
luang dan apakah keluhan yang dirasakan klien mengganggu aktivitas klien
tersebut. Aktivitas pada klien anemia biasanya terganggu karena pola istirahat yang
tidak teratur, keletihan atau kelemahan yang dialami klien.
18
e. Pola istirahat tidur
Waktu tidur, lamanya tidur setiap hari, apakah ada kesulitan dalam tidur.
Pada pasien anemia biasanya pola tidurnya sering terganggu pada malam hari dan
pasien merasakan gelisah akan kondisinya atau kare pola aktivitas pada saat pagi
hari.
f. Pola kognitif-perseptual
Penglihatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan, kemampuan bahasa, kemampuan
membuat keputusan, ingatan, ketidaknyamanan dan kenyamanan. pada klien
anemia poal kognitif tidak terlalu terganggu, akan tetapi kemampuan dalam
mengambil keputusan tidak seperti biasanya.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan : body image, identitas diri, harga diri, peran diri, ideal diri dan
klien dengan riwayat penyakit anemia biasanya menginginkan kesmbuhan supaya
dapat beraktivitas kembali seperti biasanya
h. Pola peran hubungan sosial
Menggambarkan : pola hubungan keluarga dan masyarakat, masalah keluarga dan
masyarakat, peran dan tanggung jawab dalam keseharian akan terganggua karena
keadaan yang lemah dan tidak bisa beraktivitas seperti biasanya.
i. Pola koping toleransi stres
koping yang didapatkan klien biasanya dukungan dari keluarga dan kedekatan
keluarga kepada klien.
j. Pola seksual dan reproduksi
Meliputi hubungan klien dengan keluarga (orang tua), mempunya berapa saudara
dan termasuk anak keberapa. Hubungan keluarga dan klien bisanya lebih dekat
karena keadaan klien yang membutuhkan kehadiran keluarga.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Pada Pasien anemia, aktivitas dalam beribadah sedikit terganggua karena klien
mengalami lemas.
19
D. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik
Pengkajian fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
a. Kepala
Inspeksi : kepala tampak simetris, rambut berwarna hitam dan berubah, persebaran
rambut merata, tampak klien mengalami alopesia pada bagian depan, tidak tampak
benjolan dan jejas pada kepala, ekpresi klien tampak tidak nyaman dengan kondisi.
Palpasi : tidak teraba massa dan nyeri tekan.
b. Mata
Inspeksi : kedua mata simetris, mata terlihat sayu dan berwarna merah, konjungtiva
merah muda, terdapat kotoran pada sudut-sudut mata.
c. Telinga
Inspeksi : kedua telingan simetris, tidak terlihat keluarnya serumen pada kedua
telinga, tidak terdapat jejas dan benjolan pada kedua telinganya
Palpasi : tidak terdapat massa, tidak ada nyeri tekan telinga
d. Hidung
Inspeksi : hidung terlihat simetris, tidak terlihat keluar lendir pada hidung, dari
kedua lubang hidung tidak tampak kotoran, tidak tampak cuping hidung.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada hidung, tidak teraba benjolan klien.
e. Mulut
Inspeksi: klien tidak menggunakan gigi palsu, lidah tampak kotor, gigi tampak
kotor, mukosa bibir tampak kering.
f. Leher
Inspeksi: tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak tampak jejas dan massa.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada leher.
g. Dada
Jantung:
Inspeksi: dada terlihat simetris , tidak tampak massa, tidak tampak ictus cordis.
Palpasi: tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan, teraba ictus cordis.
Perkusi: pekak pada batas jantung.
Auskultasi: terdengar S1 dan S2 tunggal.
Paru:
Inspeksi: dada terlihat simetris,pengembangan dada simetris .
Palpasi: tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus normal.
20
Perkusi: sonor pada lapang paru.
Auskultasi: tersengar vesikuler.
Payudarah dan ketiak:
Inspeksi : tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tidak tampak benjolan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa.
h. Abdomen
Inspeksi: perut tampak datar, tidak tampak jejas dan benjolan.
Askultasi: bising usus 14x/menit.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa, tidak teraba hepatomegaly.
Perkusi: timpani pada batas lambung.
i. Genetalia dan Anus
Tidak terkaji
j. Ekstremitas
Inspeksi: pasien tampak lemah dan mengurangi aktivitas.
Palpasi: penderita anemia umumnya tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak ada
krepitasi pada kedua tangan.
k. Kulit dan kuku
Kulit Inspeksi: warna merata, tidak ada jaringan parut, tidak ada lesi, kuku bersih
dan pendek
Palpasi: akaral hangat, suhu 36℃
l. Keadaan lokal
Tidak ditemukan adanya kelainan fisik pada klien, klien tampak sedikit
khawatir jika dibicarakan indikasi yang akan dijalankan.
21
2.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
No. Etiologi Masalah
Keletihan
3. - 0bat-obatan Risiko infeksi b.d imunosupresi dan
prosedur invasif
- Infeksi
Gangguan Hemapoetik
Leukopenia
22
Pertahanan sekunder terganggua
Risiko infeksi
Hipoksia pucat
Intoleran aktivitas
5. Anemia Risiko Jatuh b.d Hambatan mobilitas
Hipoksia pucat
Intoleran aktivitas
Risiko Jatuh
6. Anemia Defisit Perawatan Diri: makan b.d
Kelemahan
Aliran darah perifer menurun
23
Penurunan transportasi oksigen
kejaringan
Keletihan
Hemoglobin turun
Kompensasi jantung
2.3 Intervensi
1. Diagnosa Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil :
Nafsu Makan (1014):
1. Hasrat/keinginan untuk makan
2. Menyenangi makanan
3. Intake makanan
4. Rangsangan untuk makan
24
Kelelahan: Efek yang Menggangu (0008)
1. Gangguan dengak aktifitas sehari-hari
2. Gangguan pada rutinitas
3. Nafsu makan menurun
4. Gangguan aktivitas fisik
Status Nutrisi: Energi (1007)
1. Stamina
2. Daya tahan
3. Resisten infeksi
Intervensi Keperawatan
a. Manajemen Gangguan Makan (1030)
1. Kolaborasi dengan tim kesehatan untuk mengembangkan rencana perawatan
dengan melibatkan klien dan orang terdekat dengan tepat
2. Dorong klien untuk mendiskusikan makanan yang disukai bersama dengan ahli
gizi
3. Kembangkan hubungan yang mendukung dengan klien
4. Berikan dukungan (misal, terapi relaksasi, latihan desentisasi, kesempatan untuk
membicaraka perasaan) sembari klien juga berusaha mengintregasikan perilaku
makan yang baru, perubahan citra tubuh dan perubahan gaya hidup.
b. Bantuan Perawatan Diri: Pemberian Makan (1803)
1. Atur meja dan nampan makanan agar terlihat menarik
2. Berikan kebersihan mulut sebelum makan
3. Posisikan pasien dalam posisi makan yang nyaman
c. Manajemen Nutrisi (1100)
1. Identifikasi adanya alergi atai intoleransi makanan yang dimiliki pasien
2. Tentukan apa yang menjadi prefensi makanan bagi pasien
3. Tentukan jumlak kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan gizi
4. Tawarkan makanan ringan yang padat gizi
d. Manajemen Energi (0108)
1. Kaji status fisisologi pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai dengan
konteks usia dan perkembangan
25
2. Tentukan persepsi pasie/orang terdekat dengan pasien mengenai penyebab
kelelahan
3. Pilih intervensi untuk mengurangi kelelahan baik secara farmakologi atau non
farmakologi dengan tepat
4. monitor intake/asupan nutrisis untuk menentukan sumber enrgi yang adekuat
2. Diagnosa Keletihan
Kriteria Hasil:
Tingkat Kelelahan (0007)
1. Kelelahan
2. Kelesuhan
3. Kehilangn selera makan
4. Kegiatan sehari-hari
Perawatan Diri: Aktifitas Sehari-hari (0300)
1. Makan
2. Kebersihan mulut
3. Berjalan
Tidur (0004)
1. Jam tidur
2. Pola tidur
3. Kualitas tidur
4. Tidur rutin
5. Merokok
Intervensi Keperawatan:
a. Manajemen Lingkungan (6480)
1. Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
2. Berikan kamar terpisah seperti yang diindikasikan
3. sediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan nyaman
4. Sediakan kasur yang kokoh
b. Terapi Aktifitas (4310)
1. Pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi melalui aktivitas spesifik
2. Pertimbangkan komitmen klien untuk meningkatkan frekuensi dan jarak
aktivitas
26
3. Bantu kilen untuk mengeksplorasi tujuan personal dari aktivitas yang dilakukan
(misal, bikerja)
c. Pengurangan Kecemasan (5820)
1. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
2. Berikan informasi faktual terkait diagnosa, perawatan dan pronosis
3. Berada disisi pasien untuk meningkatkan rasa aman dan mengurangi ketakutan
4. Bantu pasein mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
d. Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
1. Lakukan skrining kesehatan sebelum memulai latihan untuk mengidentifikasi
risiko dengam mengguankan skala kesiapan latian fisik terstandar atau
melengkapi pemeriksaan riwayat kesehatan dan fisisk
2. Dapatkan persetujuan medis untuk memulai program latian kekuatan, jika
diperlukan
3. Spesifikkan tipe dan durasi dari aktivitas pemansan dan pendinginan (misal,
berjalan)
27
Intervensi Keperawatan
a. Perlindungan Infeksi (6550)
1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
4. Pantau adanya perubahan tingkat energi dan malaise
5. Anjurkan peningkatan mobilitas dan latihan, dengan tepat
6. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi dan
kapan harus melaporkannya kepada pemberi layanan kesehatan
7. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana cara menghindari infeksi
b. Monitor Nutrisi (1160)
1. Monitor adanya mual muntah
2. Monitor diet dan asupan kalori
3. Identifikasi perubahan nafsu makan dan aktivitas akhir-akhir ini
4. Monitor tipe dan banyaknay latian yang bisa dilakukan
5. Tentukan Pola makan (misal, maknana yang disukai dan tidak disukai,
konsumsi yang berlebihan terhadap makanan siap saji, makan yang terlewati)
28
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN KASUS
Kasus:
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas klien
Nama : Tn. W
Umur : 45
Jenia Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Alamat : Sumbersari, Jember
No. RM : 008502
Pekerjaan : Petani
Status perkawinan : Kawin
Tanggal MRS : 5 November 2019/08.00
Tanggal Pengkajian : 5 November 2019/08.00
Sumber Informasi : Klien dan Keluarga
29
3.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Diagnos Medis
Anemia Aplastis
2. Keluhan Utama
Klien mengatakan bahwa badanya terasa lemas dan tidak bisa melakukan
aktivitas rutin di ladang. Dan berat badan klien yang semula 60 kg menjadi 57
kg
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
- Klien mengatakan lemas sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk ke rumah
sakit. Semakin hari terasa lemas sangat berat sampai tidak bisa beraktivitas
atau bekerja.
- Klien mengeluh mata berkunang-kunang, kepala pusing dan nafsu makan
menurun, terkadang merasa mual muntah.
4. Riwayat penyakit dahulu
- Klien mengatakan bahwa pernah masuk rumahsakit sebelumnya dengan
keluhan yang sama dengan sekarang.
- klien mengatakan tidak tahu tentang imunisasi yang pernah dia dapat
- klien mengatakan memiliki kebiasaan merokok setia harinya dan sering
- Klien juga memiliki riwayat hipertensi, kencing manis dan asma.
5. Riwayat penyakit keluarga
- Klien mengatakan bahwa didalam keluarganya ada yang memiliki riwayat
penyakit hipertensi, kecing manis dan asma.
3.1.3 Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehata
- Klien mengatakan bahwa sebelum sakit, klien kurang memperhatikan
kondisi kesehatannya
- Klien mengatakan bahwa setelah sakit, klien lebih memperhatikan
kesehatnnya dan mengatakan ingin segera sembuh.
2. Pola nutrisi/metabolisme
- Sebelum MRS, klien mengatakan dia makan 3x/hari dan porsi selalu habis
- Setelah MRS, klien mengeluh nafsu makan menurun dan setiap makan tidak
pernah habis.
30
3. Pola eliminasi
- Sebelum MRS, klien mengatakan dapat BAK dan BAB teratur setiap hari.
Untuk BAK ± 1.500cc dan BAB 1x/hari dipagi hari.
- Setelah MRS, klien tidak mengeluhkan adanya perubahan dalam BAK dan
BAB, semua masih sama dengan sebelum MRS.
4. Pola aktivitas dan latihan
- Sebelum MRS, klien mengatakan dapat melakukan pekerjaan di ladang
setiap harinya secara mandiri
- Setelah MRS, klien tidak dapat melakukan pekerjaan dan kegiatan sehari-
hari dibantu oleh keluarga.
Aktivitas Harian (Activity Daily Living)
Makan / Minum √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Ambulasi Rom √
Keterangan:
0 : dengan bantuan total
1 : dengan bantuan berat
2 : dengan bantuan sedamg
3 : dengan bantuan ringan
4 : mandiri
5. Pola tidur dan istirahat
- Sebelum MRS, klien mengatakan dalam 1 hari, tidur ± 5 jam di malam hari
dan jarang tidur siang karena bekerja di kebun
- Setelah MRS. Klien mengatakan dalam 1 hari biasanya tidur lebih dari 8
jam per hari, 6 jam di malam hari dan ± 2-3 jam disiang hari
31
6. Pola kognitif dan perseptual
- Klien mengatakan bahwa penyakitnya yang dialaminya mungkin
dikarenakan kebiasaan jarang tidur dan sering bekerja diladang.
- Klien pasrah dengan kondisinya yang saat ini dan ingin cepat sembuh
sehingga dapat bekerja lagi
7. Pola persepsi diri
Klien mengatakan bahwa terkadang dia takut akan penyakit yang dideritanya
saat ini, akan tetapi selalu pasrah akan kondisi dan penyakitnya.
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Klien mengatakan bahwa tidak ada keinginan untuk memenuhi pola
seksualitasnya, karena penyakit yang sedang dideritanya saat ini.
9. Pola peran dan hubungan
Klien merupakan kepala keluarga dirumahnya dan sumber penghasilan dari
keluarga. Klien memiliki hubungan yang erta dengan keluarganya.
10. Pola manajemen koping-stres
Klien mengatakan apabila ada masalah, dia lebih banyak diam dan
menyelesaikan masalahnya sendiri selagi dia bisa.
11. Sistem nilai dan keyakinan
Sehat : Klien taat beribadah
Sakit : Klien merasa terganggu saat beribadah karena merasa lemas
Keadaan Umum :
Keadaan umum klien baik, keadaan compos mentis hanya tampak lemah dan
banyak berbaring.
Tanda VItal:
TD : 130/80 mmHg
Suhu : 36℃
Nadi : 80x/menit
RR : 23x/menit
32
Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Askultasi)
1.Kepala
Inspeksi : rambut masih terlihat hitam, persebaran rambut merata dan tidak ada
peradangan.
Palpasi : tidak ditemukan adanya nyeri tekan dan pembengkakan
2. Mata
Inspeksi : sklera normal, mata simetris kanan kiri, tidak menggunakan alat bantu
kaca mata, pandangan kabur, anemis pada konjungtiva
Palpasi : tidak ditemukan adanya nyeri
3. Telinga
Inspeksi : telingan normal, simetris kanan kiri, tidak mengguakan alat bantu
dengar
Palpasi : tidak ditemukan adanya nyeri tekan
4. Hidung
Inspaksi : pernapasan cuping hidung tidak ditemukan, epitaksis negatif
Palpasi : tidak ditemukan adanya nyeri tekan
5. Mulut
Inspeksi : labia berwarna kehitaman, bibir normal, stomatitis negatif, gigi
normal
Palpasi : tidak ditemukan adanya nyeri tekan
6. Leher
Inspeksi : tidak ditemukan adanya penonjolan vena jugularis
Palpasi : pembesaran tiroid negatif, pembesaran vena jugularis negatif
7. Dada
Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : tidak ada lesi, pergerakan nafas simetris kanan kiri, meggunakan
pernafasan dada
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ekspansi paru simetris kanan kiri
Perkusi : resonana seluruh lapang paru
Auskultasi : bronchovesicular, tidak ada ronchi
Pernafasan atau paru-paru
Inspeksi : denyut tidak nampak
33
Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC 5, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : dullness sepanjang SIC 2-5
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal reguler
8. Abdomen
Inspeksi : tidak ada distensi, tidak ada retraksi, tidak ada edema
Palpasi : timpani pada abdomen sinistra dan dullness pada abdomen dextra
Perkusi : tidak ada nyeri tekan, adanya pembesaran hepar
9. Ekstermitas
Inspeksi: pasien tampak lemah dan beraktivitas minimal
Palpasi: kekuatan otot
Tidak terdapat fraktur bibagian tubuh manapun
55
5 5
10. Kulit dan Kuku
Inspeksi: warna merata, tidak ada jaringan parut, tidak ada lesi, kuku bersih dan
pendek
palpasi : akral hangat, suhu 36℃
11. Keadaan Lokal
Tidak ditemukan adanya kelainan fisik pada klien, klien tampak sedikit
khawatir jika dibicarakan indikasi yang akan dijalankan.
3.1.5 Terapi
- infus NaCl 0,9% 20ipm
- obat-obatan:
1. Methylprednisolone 3x16 mg
2. Cellcept 2x1000 mg
- Transfusi PRC + serum
3.1.6 Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium
34
PLT 150-440 15
35
- klien mengatakan lemas sejak 3 Metabolisme tubuh
hari sebelum masuk rumah menurun
sakit dan semakin hari semakin
bertambah berat sampai tidak
bisa beraktivitas. Energi yang dihasilakan
rendah
Keletihan
3. DO: Produksi sel darah putih Risiko Infeksi
Klien mendapat terapi obat :\ menurun (leukopenia)
1. Methylprednisolone 3x16 mg dan terapi medis yang
2.Cellcept 2x1000 mg diberikan
Resiko infeksi
Berdasarkan NANDA
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang asupan makan dan
ketidakmampuan makan d.d kurang minat pada makanan
2. Keletihan b.d kelesuan fisiologis dan kelesuan fisik d.d kurang energi
3. Risiko infeksi b.d imunosupresi dan prosedur invasif
36
3.3 Intervensi
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasioanl TDD
37
4. Rangsangan untuk makan desentisasi, kesempatan nafsu makan dapat
ditingkatkan dari skala 2 untuk membicaraka meningakat
(bayak terganggu) ke skala 5 perasaan) sembari klien
Bantuan Perawatan
(tidak terganggu) juga berusaha
Diri: Pemberian Makan
Kelelahan: Efek yang mengintregasikan perilaku
(1803)
Menggangu (0008) makan yang baru,
1. menarik nafsu makan
1. Gangguan dengak aktifitas perubahan citra tubuh dan
klien
sehari-hari ditingkatkan dari perubahan gaya hidup.
2. untuk kenyamanan
skala 2 (cukup berat) ke skala Bantuan Perawatan Diri:
klien dalam makan
5 (tidak ada) Pemberian Makan (1803)
3. untuk kenyamanan
2. Gangguan pada rutinitas 1. Atur meja dan nampan
dalam makan
ditingkatkan dari skala 2 makanan agar terlihat
(cukup berat) ke skala 5 menarik Manajemen Nutrisi
(cukup berat) ke skala 5 posisi makan yang nyaman makanan pada klien
38
(cukup berat) ke skala 5 2. Tentukan apa yang menjadi 3. untuk memenuhu gizi
(tidak ada) prefensi makanan bagi klien
Status Nutrisi: Energi (1007) pasien 4. untuk menarik nafsu
1. Stamina ditingkatkan dari 3. Tentukan jumlak kalori dan makan klien yang
skala 2 (banyak menyimpang jenis nutrisi yang mengandung gizi
dari rentan normal) ke skala 5 dibutuhkan untuk
Manajemen Energi
(tidak menyimpang dari memenuhi persyaratan gizi
(0108)
rentang normal) 4. Tawarkan makanan ringan
1. untuk mengengetahui
2. Daya tahan ditingkatkan dari yang padat gizi
penyebab kelelahan
skala 2 (banyak menyimpang Manajemen Energi (0108)
klien
dari rentan normal) ke skala 5 1. Kaji status fisisologi pasien
2. untuk mengontrol
(tidak menyimpang dari yang menyebabkan
aktivitas yang
rentang normal) kelelahan sesuai dengan
menyebabkan
3. Resisten infeksi ditingkatkan konteks usia dan
kelelahan
dari skala 2 (banyak perkembangan
3. untuk menangani
menyimpang dari rentan 2. Tentukan persepsi
kelelahan yang
normal) ke skala 5 (tidak pasien/orang terdekat
terjadi pada klien
menyimpang dari rentang dengan pasien mengenai
4. untuk menjaga
normal) penyebab kelelahan
kekebalan tubuh
3. Pilih intervensi untuk
klien
mengurangi kelelahan baik
39
secara farmakologi atau
non farmakologi dengan
tepat
4. monitor intake/asupan
nutrisis untuk menentukan
sumber enrgi yang adekuat
2. Keletihan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Lingkungan Manajemen HS
keperawatan selama 2x24 jam (6480) Lingkungan (6480)
diharapkan: 1. Ciptakan lingkungan yang 1. untuk kenyamanan
Kriteria Hasil aman bagi pasien klien
Tingkat Kelelahan (0007) 2. Berikan kamar terpisah 2. untuk meningkatkan
1. Kelelahan ditingkatkan dari seperti yang diindikasikan ketenangan klien
skala 2 (cukup berat) ke skala 3. sediakan tempat tidur dan 3. digunkan sebagai
5 (tidak ada) lingkungan yang bersih dan pendukung
2. Kelesuhan ditingkatkan dari nyaman ketenangan klien
skala 2 (cukup berat) ke skala 4. Sediakan kasur yang kokoh 4. dugunakan untuk
5 (tidak ada) Terapi Aktifitas (4310) kenyamama klien
3. Kehilangn selera
makan 1. Pertimbangkan
Terapi Aktifitas (4310)
ditingkatkan dari skala 2 kemampuan klien dalam
1. untuk mengontrol
(cukup berat) ke skala 5 berpartisipasi melalui
aktivitas klien
(tidak ada) aktivitas spesifik
40
4. Kegiatan sehari-hari 2. Pertimbangkan komitmen 2. untuk mengantisipasi
ditigkatkan dari skala 2 klien untuk meningkatkan terjadinya keletihan
(banyak terganggu) ke skala frekuensi dan jarak pada klien
5 (tidak terganggu) aktivitas 3. membantu klien
3. Bantu kilen untuk dalam melakuan
Perawatan Diri: Aktifitas
mengeksplorasi tujuan aktivitas kerja supaya
Sehari-hari (0300)
personal dari aktivitas yang tidak terjadi keletihan
1. Makan ditingkatkan dari
dilakukan (misal, bikerja)
skala 2 (banyak terganggu) Pengurangan
Pengurangan Kecemasan
ke skala 5 (tidak terganggu) Kecemasan (5820)
(5820)
2. Kebersihan mulut 1. memberikan
1. Gunakan pendekatan yang
ditingkatkan dari skala 2 dukungan pada klien
tenang dan meyakinkan
(banyak terganggu) ke skala untuk
2. Berikan informasi faktual
5 (tidak terganggu) kenyamanannya
terkait diagnosa, perawatan
3. Berjalan ditingkatkan dari 2. agar klien dapat
dan pronosis
skala 2 (banyak terganggu) memahami
3. Berada disisi pasien untuk
ke skala 5 (tidak terganggu) kondisinya
meningkatkan rasa aman
Tidur (0004) 3. digunakan untuk
dan mengurangi ketakutan
1. Jam tidur ditingkatkan dari kenyamanan klien
4. Bantu pasein
skala 3 (cukup terganggu) ke
mengidentifikasi situasi
skala 5 (tidak terganggu)
yang memicu kecemasan
41
2. Pola tidur ditingkatkan dari Peningkatan Latihan: 4. untuk menghindari
skala 3 (cukup terganggu) ke Latihan Kekuatan (0201) terjadinya kecemasak
skala 5 (tidak terganggu) 1. Lakukan skrining kesehatan pada klien
3. Kualitas tidur ditingkatkan sebelum memulai latihan
Peningkatan Latihan:
dari skala 3 (cukup untuk mengidentifikasi
Latihan Kekuatan
terganggu) ke skala 5 (tidak risiko dengan
(0201)
terganggu) mengguankan skala
1. untuk meminimalkan
4. Tidur rutin ditingkatkan dari kesiapan latian fisik
terjadinya keletihan
skala 3 (cukup terganggu) ke terstandar atau melengkapi
pada saat latihan
skala 5 (tidak terganggu) pemeriksaan riwayat
2. untuk mengetahui
5. Merokok ditingkatkan dari kesehatan dan fisisk
latihan yang harus
skala 2 (cukup berat) ke skala 2. Dapatkan persetujuan
dilakukan oleh klien
5 (tidak ada) medis untuk memulai
untuk meninhkatkan
program latian kekuatan,
kekuatan
jika diperlukan
3. untuk mengontrol
3. Spesifikkan tipe dan durasi
latihan klien
dari aktivitas pemanasan
dan pendinginan (misal,
berjalan)
42
3. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Perlindungan Infeksi (6550) Perlindungan Infeksi HS
keperawatan selama 2x24 jam 1. Monitor adanya (6550)
diharapkan: tanda dan gejala 1. untuk
Kriteria Hasil infeksi sistemik dan mengidentifikasi
43
(tidak meyimpang dari rentan melaporkannya 7. untum menjaga
normal) kepada pemberi kesehatan
Kontrol Risiko: Proses Infeksi layanan kesehatan
Monitor Nutrisi (1160)
(1924) 7. Ajarkan pasien dan
1. untuk memantau
1. Mencari informasi terkait keluarga bagaimana
nutrisi klien
konrol infeksi ditingkatkan cara menghindari
2. untuk memnuhi
dari skala 2 (jarang infeksi
bebutuhan gizi klien
menunjukkan) ke skala 5
3. mengontrol aktivitas
(secara konsisten Monitor Nutrisi (1160)
dan status nutrisi
menunjukkan) 1. Monitor adanya mual
klien
2. mengidentifikasi faktor risiko muntah
4. untuk melatih
infeksi ditingkatkan dari 2. Monitor diet dan asupan
kemampuan aktivitas
skala 2 (jarang menunjukkan) kalori
klien
ke skala 5 (secara konsisten 3. Identifikasi perubahan
5. untuk mengontrol
menunjukkan) nafsu makan dan aktivitas
gizi klien
3. Mengenali faktor risiko akhir-akhir ini
individu terkait infeksi 4. Monitor tipe dan
ditingkatkan dari skala 2 banyaknya latian yang bisa
(jarang menunjukkan) ke dilakukan
skala 5 (secara konsisten 5. Tentukan Pola makan
menunjukkan) (misal, makana yang
44
4. Mengetahui perilaku yang disukai dan tidak disukai,
berhubungan dengan infeksi konsumsi yang berlebihan
ditingkatkan dari skala 2 terhadap makanan siap saji,
(jarang menunjukkan) ke makan yang terlewati)
skala 5 (secara konsisten
menunjukkan)
5. Mengidenfitikasi resiko
infeksi dalam aktifitas sehari-
hari ditingkatkan dari skala 2
(jarang menunjukkan) ke
skala 5 (secara konsisten
menunjukkan)
6. Menggunakan alat pelindung
diri ditingkatkan dari skala 2
(jarang menunjukkan) ke
skala 5 (secara konsisten
menunjukkan)
Perilaku Berhenti Merokok
(1625)
1. Mengekspresikan keinginan
untuk berhenti merokok
45
ditingkatkan dari skala 2
(jarang menunjukkan) ke
skala 5 (secara konsisten
menunjukkan)
2. Mengidentifikasi manfaat
dari berhenti merokok
ditingkatkan dari skala 2
(jarang menunjukkan) ke
skala 5 (secara konsisten
menunjukkan)
3. Membangun strategi yang
efektif untuk berhenti
merokok ditingkatkan dari
skala 2 (jarang menunjukkan)
ke skala 5 (secara konsisten
menunjukkan)
46
3.4 Implementasi
Hari Diagnosa Implementasi Paraf
47
2. Menentukan apa yang menjadi prefensi makanan bagi pasien
3. Menentukan jumlak kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi
4. Menawarkan makanan ringan yang padat gizi
Manajemen Energi (0108)
1. Mengkaji status fisisologi pasien yang menyebabkan kelelahan
sesuai dengan konteks usia dan perkembangan
2. Menentukan persepsi pasien/orang terdekat dengan pasien
mengenai penyebab kelelahan
3. Memilih intervensi untuk mengurangi kelelahan baik secara
farmakologi atau non farmakologi dengan tepat
4. Memonitor intake/asupan nutrisis untuk menentukan sumber enrgi
yang adekuat
48
Terapi Aktifitas (4310)
1. Mempertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi
melalui aktivitas spesifik
2. Mempertimbangkan komitmen klien untuk meningkatkan
frekuensi dan jarak aktivitas
3. Membantu kilen untuk mengeksplorasi tujuan personal dari
aktivitas yang dilakukan (misal, bikerja)
Pengurangan Kecemasan (5820)
1. Menggunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
2. Memberikan informasi faktual terkait diagnosa, perawatan dan
pronosis
3. Berada disisi pasien untuk meningkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan
4. Membantu pasein mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
1. Melakukan skrining kesehatan sebelum memulai latihan untuk
mengidentifikasi risiko dengan mengguankan skala kesiapan
latian fisik terstandar atau melengkapi pemeriksaan riwayat
kesehatan dan fisik
49
2. Mendapatkan persetujuan medis untuk memulai program latian
kekuatan, jika diperlukan
3. Menspesifikkan tipe dan durasi dari aktivitas pemanasan dan
pendinginan (misal, berjalan)
50
3. Mengidentifikasi perubahan nafsu makan dan aktivitas akhir-akhir
ini
4. Memonitor tipe dan banyaknya latian yang bisa dilakukan
5. Menentukan Pola makan (misal, makana yang disukai dan tidak
disukai, konsumsi yang berlebihan terhadap makanan siap saji,
makan yang terlewati)
3.5 Evaluasi
51
A: Masalah sebagian teratasi
P: Hentikan intervensi
P: Mengulang interfensi
3. Selasa 5 Risiko infeksi b.d S: Keluarga mengatakan bahwa tanda-tanda terjadinya infeksi HS
November 2019 imunosupresi dan prosedur pada klien tidak ada
invasif
O:
52
terjadinya infeksi serta dapat mempraktikkan cara
menghindari infeksi
P: Hentikan intervensi
53
BAB 4. PATHWAYS
- Agen neoplastik
- Radiasi
- 0bat-obatan
- Infeksi
- Bahan kimia
Gangguan Hemapoetik
54
Daftar Pustaka
Arwin N. M, Suyud. 2016. Pajanan Pestisida dan Kejadian Anemia Pada Petani Holistik Di
Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. BKM Journal Of Community Medicine And
Public Healt Vol 32 No 7
Astutik R.Y, Ertiana D. 2018. Anemia Dalam Kehamilan. Jember: Pustaka Abadi
Kemenkes RI. 2013. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI
Priyanto L. D. 2018. Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan, Dan Aktivitas Fisik Santriwati
Husada Dengan Anemia. Jurnal Berkala Epidemiologi Vol 6 No 2
Suryani, D., Hafiani, R., & Junita, R. (2015). Analisis pola makan dan anemia gizi besi pada
remaja putri Kota Bengkulu. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(1), 11– 18.
Tarwoto. 2010. Buku Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta :
TIM
55