Anda di halaman 1dari 13

TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA ANAK

Adinda Widyantidewi
Pembimbing: dr. H. Didi Sukandi, Sp.A

PENDAHULUAN
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi
yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia ini merupakan bentuk anemia
yang paling sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang.
Saat ini di Indonesia , anemia defisiensi besi masih merupakan salah satu masalah gizi
utama disamping kekurangan-protein, vitamin A, dan yodium.

Anemia ini juga

merupakan kelainan hematologi yang paling sering terjadi pada bayi dan anak. 1 Di
Indonesia, prevalensi ADB pada bayi dilaporkan sebanyak 61,3% pada kelompok usia
0-6 bulan, 64,8% pada usia 6-12 bulan, dan 48,1% pada anak 1-3 tahun.2 Prinsip
dalam penatalaksanaan ADB adalah dapat mendiagnosis, mencari kondisi penyebab
dari defisiensi besi dan mengatasinya, memberikan terapi pengganti dengan preparat
besi, memperbaiki asupan gizi dan edukasi pada pasien maupun keluarga.3
ETIOLOGI
Penyebab ADB yang paling sering ditemukan pada kasus anak adalah kurangnya besi
akibat asupan yang tidak adekuat yang terjadi bersamaan pada periode pertumbuhan
yang cepat, berat badan lahir rendah (BBLR), dan gangguan penyerapan besi akibat
konsumsi susu sapi yang berlebih.3 Berdasarkan laporan menurut IOM (Institute of
Medicine), prevalensi defisiensi besi pada bayi dalam usia 6 bulan pertama adalah 4%
dan meningkat hingga 12% pada bayi usia 6 bulan hingga 12 bulan. 4 Pada periode
intrauterin, satu-satunya sumber besi yang didapatkan janin adalah berasal dari
plasenta. Kandungan besi bayi baru lahir (BBL) ditentukan oleh berat badan lahir dan
massa Hb. Pada akhir massa kehamilan total jumlah

besi pada janin adalah

75mg/kgBB. Dalam tahun pertama, bayi mengalami pertumbuhan yang cepat. Pada
bayi cukup bulan, dalam 6 bulan pertama cadangan besi dalam tubuh bayi masih
dapat memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan bayi dan proses eritropoesis, namun
setelah itu kemampuan bayi untuk mengabsorpsi besi akan sangat menentukan dalam
mempertahankan keseimbangan besi dalam tubuh. Pada bayi BBLR, cadangan besi
akan lebih cepat abis karena cadangan besinya yang lebih sedikit dan bila bayi kurang

bulan pertumbuhannya jauh lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan sehingga
cadangan besi nya pun cepat berkurang.1,3 Pola diet yang salah banyak ditemukan di
Negara berkembang yang menyebabkan defisiensi besi pada bayi dan anak yaitu
pemberian susu sapi yang terlalu dini atau berlebih yang dapat menyebabkan
perdarahan karena terjadi kolitis akibat protein susu.5 Kadar besi tertinggi dalam ASI
terdapat pada bulan pertama, dan mulai berkurang sekitar bulan ke lima. 3 Menurut
data WHO, 98% kebutuhan besi pada bayi usia 6-23 bulan harus didapat dari
makanan padat yang kaya akan besi, zinc, fosfor, magnesium, kalsium, dan vitamin
B6. Karena besi dalam ASI saja tidak dapat mencukupi kebutuhan besi untuk
pertumbuhan bayi. Bayi akan mudah mengalami defisiensi besi jika tidak diberikan
makanan kaya akan zat besi setelah usia 6 bulan, dimana saat itu cadangan besi sudah
mulai habis.3

Harus diingat juga di Negara berkembang seperti Indonesia,

kemungkinan infeksi parasit sebagai penyebabnya dari ADB pada anak. Selain itu
kehilangan darah pada anak perempuan saat menstruasi juga merupakan penyebab
ADB yang tidak jarang ditemukan5
MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar anak dengan ADB tidak menunjukan gejala (asimptomatik) atau tidak
spesifik. Gejalanya biasanya bertahap dan perlahan sehingga keluarga tidak
menyadari perubahan yang tampak. Pucat adalah tanda klinis yang paling penting
pada ADB, pucat biasanya baru tampak jika hemoglobin turun hingga 7-8 g/dL.
Pucat atau keadaan pasien tampak anemis dengan mudah dilihat pada telapak tangan,
bantalan kuku, dan konjungtiva pasien.5 Dampak kekurangan besi dapat mengganggu
epitelisasi, pada kuku akan tampak permukaan yang kasar, mudah terkelupas, mudah
patah, dan bentuk kuku seperti sendok (kolonikia). Selain itu dapat menyebabkan
atrofi papil lidah, dan perubahan mukosa lambung dan usus halus. Gangguan pada
saluran cerna dapat ditandai dengan berkurangnya nafsu makan, stomatitis angularis,
dan gastritis dijumpai pada 75% kasus ADB. Perilaku aneh berupa pika, yaitu gemar
makan atau mengunyak benda tertentu timbul sebagai akibat adanya rasa kurang
nyaman di mulut yang disebabkan karena enzim sitokrom oksidase pada mukosa
mulut yang mengandung besi berkurang.6 Pada beberapa studi, defisiensi besi
dipercaya menyebabkan penurunan ekspresi reseptor dopamin, dan mengganggu
myelinisasi atau fungsi serangkaian enzim yang terdapat pada jaringan saraf, sehingga
dapat menyebabkan gangguan neurocognitive pasien. Penemuan ini dapat

menerangkan terjadinya iritabilitas, daya persepsi dan perhatian yang berkurang,


sehingga menurunkan prestasi belajar pasien, yang banyak ditemukan pada kasus
ADB.3,6 Anak dengan defisiensi besi didapatkan lebih mudah lelah, kurang aktif, dan
mudah terserang infeksi. Hal ini disebabkan oleh defisiensi besi dapat menggaggu
fungsi neutrophil dan berkurangnya sel limfosit T yang berperan penting dalam sistem
imun.6
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Defisiensi besi berlangsung dalam beberapa tahap dan memiliki manifestasi yang
berbeda-beda pada penemuan laboratoriumnya.5 ADB adalah konsekuensi paling
buruk yang terjadi pada tahap akhir keadaan defisiensi besi, menentukan adanya
anemia dengan memeriksan kadar Hb merupakan hal pertama yang penting untuk
memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam menegakan diagnosis ADB. 7 Pada
pemeriksaan darah lengkap, perlu diperiksa apakah kadar hemoglobin dan hematoktrit
dalam batas normal atau tidak berdasarkan usia dan jenis kelamin bila anemia tampak
(Tabel 1).3
Tabel 1. Batas rendah hemoglobin dan hemotokrit berdasarkan usia dan jenis kelamin
(WHO)3
Kelompok berdasarkan usia dan jenis kelamin
Hb (g/dL)
Ht (%)
Anak: 6-59 bulan

11

33

Anak: 5-11 tahun

11,5

34

Anak: 12-14 tahun

12

36

Perempuan >15 tahun

12

36

Laki-laki >15 tahun

13

39

Sebagian besar besi dalam tubuh dibutuhkan untuk sinstesis hemoglobin, jika jumlah
besi tidak cukup maka terjadi penurunan Hb yang menyebabkan terjadinya keadaan
anemia.3 Saat ini, deteksi ADB sangat tergantung dengan hasil dari nilai pemeriksaan
darah lengkap, karena dengan pemeriksaan ini dapat di peroleh informasi tentang
indeks sel darah merah, seperti mean corpuscular volume (MCV), dan red cell
distribution width (RDW) yang dinilai penting dalam mendeteksi ADB.8 Eritrosit
dengan kadar Hb yang rendah didalamnya akan tampak pucat dan lebih kecil dari
normal, hal ini bermanifestasi pada rendahnya nilai MCV (<72fl) dan MCH (<27pg).
3

Meningkatnya nilai RDW (>14) menggambarkan adanya peningkatan variasi ukuran


eritrosit, atau disebut anisositosis bila dilihat pada sediaan apus darah tepi (SADT)
keadaan ini disebabkan oleh karena jumlah Hb yang tidak sama dalam tiap eritosit
sehingga ukurannya bervariasi.3 Peningkatan nilai RDW dan adanya anisositosis
merupakan tanda awal dari ADB. Pada penelitian Sazawal dkk, prmeriksaan RDW
merupakan tes diagnostik skrining yang sangat baik untuk mengidentifikasi ADB. 7
Pemeriksaan status besi diperlukan untuk menilai tahap defisiensi besi apakah sudah
masuk dalam ADB atau belum. Tahap defisiensi besi yaitu:1,3
1. Iron depletion: cadangan besi menurun, keseimbangan zat besi terganggu
tetapi penyediaan besi untuk eritropoiesis belum terganggu. Ditandai dengan
serum ferritin menurun dan besi pada sumsum tulang berkurang atau negatif.
2. Iron deficient erythropoiesis: cadangan besi kosong sehingga penyediaan besi
untuk eritropoiesis terganggu, tapi belum timbul anemia secara laboratorik.
Ditandai dengan serum iron dan saturasi transferrin menurun.
3. Iron deficiency anemia: cadangan besi kosong disertai dengan anemia.
Ditandai dengan hemoglobin, hematokrit menurun dan terdapat anemia
mikrositik hipokrom.
Gambar 1. Status besi pada masing-masing derajat defisiensi besi

Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar serum Fe menurun dan TIBC (total
iron binding capacity) meningkat. Pemeriksaan Fe serum untuk menentukan jumlah

besi yang terikat pada transferrin, sedangkan TIBC untuk mengetahui jumlah
transferrin yang berda dalam sirkulasi darah. Selain didapatkan penurunan serim Fe,
pada ADB juga didapatkan penurunan saturasi transferrin yang dapat diperoleh dari
perbandingan antara serum Fe/TIBC x 100%. Saturasi transferrin merupakan suatu
nilai yang menggambarkan suplai besi ke eritoid sumsum tulang dan sebagai
penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara plasma dan cadangan besi
dalam tubuh. Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritoid sumsum tulang
dapat diketahui dengan memeriksan kadar FEP (free erythrocyte protoporphyrin).
Nilai FEP >100 ug/dl eritrosit menunjukan adanya ADB.1 Namun pemeriksaan status
besi ini cukup mahal sehingga jarang dilakukan di Negara berkembang. 7 Pada
pemeriksaan SADT dapat ditemukan anemia mikrositik hipokrom dengan ukuran
eritrosit yang bervariasi. Ukuran mikrositik eritrosit dapat dilihat dengan
dibandingkan dengan ukuran limfosit yang terlihat sama ukurannya. Pada ADB, sel
pensil sering dijumpai pada pemeriksaan SADT.5
Gambar 2. SADT: Gambaran morfologi eritrosit pasien ADB

DIAGNOSA
Diagnosis ADB ditegakan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang
sering tidak khas.1 Pada sebuah studi, menunjukan bahwa anemia dapat didiagnosa
dengan anamnesa riwayat pasien secara detil dengan sensitivitas 71% dan spesifisitas
79%, terutama riwayat tentang periode prenatal, nutrisi, waktu pertama pemberiaan
ASI dan makanan padat, serta riwayat ada tidak nya perdarahan perlu ditanya lebih
dalam.3

Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:1


1.
2.
3.
4.

Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia


Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (N:32-35%)
Kadar Fe Serum <50 Ug/dL (N:80-180ug/dL)
Saturasi transferrin <15% (N: 20-50%)

Pada daerah dengan fasilitas laboratorium terbatas, terdapat beberapa pedoman untuk
menduga adanya ADB yaitu:6
1. ada riwayat predisposisi dan faktor etiologi
2. pada pemeriksaan fisis hanya terdapat gejala pucat tanpa perdarahan atau
organomegali
3. adanya anemia mikrositik hipokrom
4. adanya respon terhadap pemberian senyawa besi
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran anemia
hipokrom mikrositik lain. Keadaan yang sering memberi gambaran klinis dan
laboratorium yang hampir sama dengan ADB adalah thalassemia minor dan anemia
karena penyakit kronis.1 Walaupun pada pemeriksaan SADT dapat perbedaan
morfologi eritorisit yang berbeda, dimana pada ADB biasanya didapatkan gambaran
sel pensil, sedangkan pada thalassemia didapatkannya sel target. 12

Selain itu

thalassemia mayor juga dapat dijadikan diagnosis banding, namun pada pemeriksaan
status besi didapatkan hasil yang berbanding terbalik terhadap ADB. Pada thalassemia
mayor di dapatkan Fe Serum, saturasi transferrin, dan ferritin serum yang meningkat,
hal ini disebabkan pasien thalassemia mayor dapat menyebabkan transfusion
dependentanemia,danberesikoterjadinyaironoverload.13Sebuahpenelitiandengan
mengambilairliurpasienADBdanthalassemiadidapatkanhasilyangberbedapada
salivairondanferritinyangditemukanpadapasienthalassemiahasilnyameningkat,
sedangkanpadaADBmenurun.14
Tabel.2 Status besi pada ADB, thalassemia minor, thalassemia mayor, anemia
penyakitkronis
Pemeriksaan
Anemia
Thalassemia Thalassemia
Anemia
Laboratorium
MCV

defisiensi Besi
Menurun

mayor
Menurun

mayor

penyakit

Menurun

kronis
N/Menurun

Fe Serum

Menurun

Normal

Naik

Menurun

TIBC
Saturasi

Naik
Menurun

Normal
Normal

Menurun
Naik

Menurun
Menurun

transferin
FEP
Feritin serum

Naik
Menurun

Normal
Normal

Menurun
Naik

Naik
Menurun

TERAPI
Preparat besi Oral
Preparat besi dapat diberikan melalui oral ataupun parenteral. Pemberian oral lebih
aman, murah, dan sama khasiatnya dengan pemberian secara parenteral. Pemberian
preparat besi secara oral berupa, garam ferrous (sulfat, glukonat, fumarat, dan lainlain), garam ferrous diabsorpsi lebih baik dibandingkan garam feri. Ferrous sulfat
merupakan preparat besi pertama yang digunakan untuk mengatasi defisiensi besi,
preparat ini paling sering dipakai karena kerjanya yang efektif dan harganya yang
murah. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop). Terapi besi elemental
pada anak, diberikan dengan dosis 3-6mg/kgbb/hari dibagi dalam 2-3 dosis. Absorpsi
besi terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara dua waktu makan, namun
preparat besi dapat menimbulkan efek samping pada saluran cerna seperti mual, rasa
tidak nyaman di ulu hati, dan konstipasi. Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi
dapat dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan, meskipun akan
mengurangi absorpsi obat sekitar 40%-50%.9 Menghindari pemberian susu sapi secara
bersamaan saat pengobatan terapi besi perlu diedukasi pada orangtua, karena susu
sapi dapat mengganggu absorpsi besi. Penyerapan akan lebih sempurna bila diberikan
bersama asam askorbat atau asam suksinat. 8 Respon terapi terhadap terapi preparat
besi dapat diamati secara klinis atau dari pemeriksaan laboratorium. Perbaikan dari
anemia akan terlihat sebagai respon terapi paling awal sekitar 1 bulan pertama, namun
perningkatan kadar Hb belum memastikan bahwa cadangan besi sudah teratasi.
Setelah 3 bulan pengobatan, peningkatan kadar serum ferritin sudah dapat dilihat
sebagai tanda sudah terjadi perbaikan dari cadangan besi dalam tubuh dan dapat
mengkonfirmasi hasil darah lengkap yang sudah membaik lebih awal.6
Tabel 3. Respon terapi pemberian preparat besi1
Waktu seteah pemberian besi

Respon

12-24 jam

Penggantian

enzim

besi

intraselular,

keluhan subjektif berkurang, nafsu makan


36-48 jam
48-72 jam
4-30 hari
1-3 bulan

bertambah
Respon awal SST: hiperplasia eritoid
retikulositosis
Kadar hb meningkat
Penambahan cadangan besi

Penelitian yang dilakukan oleh Oscar dkk, meneliti perbandingan terapi preparat besi
menggunakan preparat ferrous sulfat dengan ferrous bis-glycinate chelate pada anak 6
bulan- 3 tahun. Setelah 28 hari pengobatan terdapat peningkatan yang signifikan pada
Hb dan serum ferritin level, dan menunjukan bioaviabilitas yang lebih tinggi pada
ferrous bis-glycinate chelate, dan penyerapannya 3,4 kali lebih tinggi dibandingkan
ferrous sulfate.10 Pemberian preparat besi oral dalam bentuk ferric sodium edentate
(NaFeEDTA) dengan dosis 3-3,75mg/kgbb/hari terbukti adekuat dalam terapi ADB.
Peningkatan signifikan pada Hb, ht, MCV, MCH, dan MCHC terbukti setelah 1 bulan
terapi baik dengan pemberian 2 kali/minggu maupun pemberian tiap hari, dan
dianjurkan untuk melanjutkan terapi hingga 5 bulan untuk memenuhi kebutuhan
cadangan besi.2
Preparat besi parenteral
Saat ini, beberapa preparat besi parenteral tersedia, seperti iron dextran, iron
gluconate, dan iron sucrose. Pemberian parenteral dapat dipertimbangkan jika respon
pengobatan oral tidak berjalan baik, misalnya karena keadaan pasien tidak dapat
menerima secara oral, kehilangan besi terlalu cepat yang tidak dapat dikompensasi
dengan pemberian oral, atau gangguan saluran cerna seperti malabsorpsi.6 Pemberian
iron dextran (mengandung 50mg besi/ml) parenteral meskipun meningkatkan serum
iron dan ferritin secara signifikan dalam waktu yang lama, namun jarang digunakan
karena dapat memberikan efek samping berupa demam, mual, ultikaria, hipotensi,
nyeri kepala, lemas, atralgia, bronkospasme, limfadenopati regional, serta reaksi
anafilatik.1,6 Penggunaan iron gluconate dan iron sucrose memiliki efek samping yang
lebih ringan dibandingkan dengan iron dextran. Pada studi retrospektif yang
dilakukan oleh Siddiqui dkk, penggunaan iron sucrose pada anak dengan ADB yang
tidak memiliki respon terapi oral didapatkan peningkatan Hb, Ht, RBC, MCH, dan
MCV setelah 1 bulan terapi. Iron sucrose yang digunakan adalah Venofer

(mengandung 100mg elemental besi dalam 5 ml ) intravena dengan dosis


5mg/kgbb/hari. Tidak didapatkan reaksi yang serius pada pemberian iron sucrose,
hanya 1 pasien mengeluh nyeri perut ringan dan 1 pasien mengeluh perubahan warna
kulit kecoklatan yang berlangsung lama. Pemberian iron sucrose dapat dikatakan
aman dan efektif, dengan beberapa efek samping yang ringan dan dapat digunakan
pada anak maupun bayi, namun penggunaan terapi besi parenteral ini cenderung
mahal.11 Dosis pemberian parenteral besi:1

Dosis besi (mg) = BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dL) x 2,5


PENCEGAHAN
American Academy of Pediatric (AAP) menganjurkan dilakukannya skrining anemia
dengan melihat kadar Hb pada anak dalam usia 1 tahun pertama kehidupan. Skrining
juga termasuk dalam

mencari tahu ada tidaknya faktor resiko pada anak terhadap

ADB, seperti riwayat prematur, BBLR, pemberian ASI eksklusif setelah 4 bulan tanpa
pemberian suplementasi besi, kurangnya asupan makanan yang mengandung besi,
penggunaan susu sapi yang terlalu dini, dan mengkonsumsi makanan yang tidak
mengandung fortifikasi besi.3,8 Pemberian suplemen preparat besi merupakan
pencegahan primer disamping pemberian ASI dan tidak memberikan susu sapi pada
tahun pertama kehidupan, serta edukasi atau penyuluhan secara rutin tentang
pentingnya diet mengandung besi yang adekuat sejak bayi sampai remaja. Bayi
premature (<37 minggu masa gestasi) yang diberi ASI perlu mendapatkan suplemen
elemen besi 2mg/kgbb/hari dimulai usia 1 bulan hingga 12 bulan untuk mengurangi
angka kejadian ADB. Pada bayi dengan berat badan lahir 1000-1500 gram
membutuhakn 3mg/kgbb/hari, sementara bayi dengan berat badan lahir kurang dari
1000 gram membutuhkan 4 mg/kgbb/hari. Kecuali pada bayi prematur yang di rawat
dan mendapatkan transfusi yang mungkin tidak membutuhkan lagi suplemen besi
tambahan.1,4 Pemberian suplemen besi juga dapat ditambahkan pada bahan makanan,
garam ataupun susu formula. Pemberian garam yang difortifikasi dengan iodine dan
ferri fosfat memberikan kenaikan yang bermakna terhadap hemoglobin, status besi,
dan cadangan besi tubuh. AAP merekomendasikan pemberian susu formula yang
difortifikasi besi (4-12mg/L besi) sejak lahir hingga 12 bulan pada bayi yang tidak
mendapatkan ASI, sedangkan bayi yang mendapat ASI dianjurkan diberikan formula
yang difortifikasi besi sejak usia 4 bulan.9
9

Tabel 4. Dosis dan pemberian suplementasi besi15


Usia (tahun)

Dosis besi
elemental

Bayi*:
BBLR (<2500g)
Cukup bulan

3 mg/kgbb/hari
2 mg/kgbb/hari

2-5 ( balita)

1 mg/kgbb/hari

Lama pemberian
Usia 1 bulan sampai 2 tahun
Usia 4 bulan sampai 2 tahun

2x/minggu selama 3 bulan


berturut-turur setiap tahun
>5 -12 (usia sekolah)
1 mg/kgbb/hari
2x/minggu selama 3 bulan
berturut-turur setiap tahun
12- 18 (remaja)
60 mg/hari*
2x/minggu selama 3 bulan
berturut-turur setiap tahun
*Dosis maksimum untuk bayi: 15 mg/hari, dosis tunggal
*Khusus remaja perempuan ditambah 400 g asam folat
Pada periode intrauterin, satu-satunya sumber besi yang didapatkan janin adalah
berasal dari plasenta. Kontraksi uterus selama 3 menit pada waktu persalinan
menyebabkan darah plasenta yang melalui tali pusat ke janin bertambah sekitar 87%.
Perpindahan tersebut menambah jumlah volume darah 20ml/KgBB. Pemotongan
tali pusat yang terlalu cepat setelah persalinan akan mengurangi kandungan besi
sekitar 15-30%, sedangkan bila ditunda selama 3 menit dapat menambah jumlah
volume sel darah merah sekitar 38%.1,3 Mengkonsumsi makanan yang bergizi
seharusnya dilakukan oleh semua orang, untuk mengurangi kejadian ADB yang
disebabkan oleh kurang gizi, namun hal ini sulit dilakukan terutama bagi masyarakat
yang kurang mampu khususnya di Negara berkembang. 3 Besi dalam makanan dapat
berbentuk besi heme dan non-heme. Besi non-heme yang antara lain terdapat dalam
beras, bayam, jagung, gandum, kacang kedelai merupakan senyawa ferri yang harus
diubah terlebih dahulu dalam lambung oleh HCL menjadi bentuk ferro yang siap
diserap dalam usus. Berbeda dengan besi heme, yang antara lain terdapat di dalam
ikan, hati, daging sapi, lebih mudah diserap.6 Penyerapan besi dalam tubuh dapat
dipermudah dengan makanan yang mengandung vitamin C (Tabel 2).4
Tabel 5. Sumber makanan yang mengandung vitamin C, yang dapat meningkatkan
absorpsi besi
Buah
Sayur
Buah sitrus (jeruk, anggur)
Sayuran hijau berdaun
Nanas
Tomat
Stroberi
Cabbages
Cantaloupe
Kentang
10

Kiwi
Raspberi

Cauliflower
Brokoli

PROGNOSIS
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan zat besi saja dan
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala
anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat
besi.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Raspati Harry. Resniarti Lelani. Susanah Susi. Anemia defisiensi besi. Buku
ajar hematologi- onkologi anak. Cetakan ke-4. Badan penerbit: IDAI. 2012.p30-49
2. Moningkey C. Mantik MFJ. Pateda V. ferric sodium edtate therapy in children
with iron deficiency anemia. Paediatrica indonesiana. Volume 55, no.2. 2015.
P.91-3
3. Ozdemir Nihal, iron deficiency anemia from diagnosis to treatment in
children. Turk Ped Ars. 2015;50:11
4. Baker RD. Greer FR. American academy of pediatrics, committee on nutrition,
diagnosis and prevention of iron deficiency and iron deficiency anemia in
infants and young children (0-3 years of age). Pediatrics 2010; 126: 1040-50
5. Lerner NB. Sills Ri. Iron deficiency Anemis. Nelson. Chapter 4: disease of the
blood.p.1656
6. Abdulsalam Maria. Daniel Albert. Diagnosis, pengobatan, dan pencegahan
anemia defisiensi besi. Sari pediatri. Vol.4. no.2. Sepetember 2002;74-77
7. Sazawal S. Dhingra U. Dhingra P. et al. efficiency of red cell distribution
width in identification of children aged 1-3 years with iron deficiency anemia
against traditional hematological markers. BMC Pediatrics.2014;14:8. p.1-6
8. Jacquelyn MP. George RB. Iron deficiency anemia in toddlers to teens: how to
manage and prevention fails. Contemporary pediatrics American academy of
pediatrics. 2014. P.1-10
9. Gunadi Dedy. Lubis Bidasari. Rosdiana Nelly. Terapi dan Suplementasi Besi
pada Anak. Departemen ilmu kesehatan anak. FK-USU/RS H.Adam Malik
Medan. Sari pediatric. Vol 11. No. 3. 2009;207-11

11

10. Oscar P. Ashmead HD. Effectiveness of treatment of iron deficiency anemia in


infants and young children with Ferrous Bis-glycinate Chelate. Applied
nutrional investigation. 2001; 17:381-384.
11. Siddiqui SS. Jaybhaye DL. Kale A. Kakade J. engade M. Haseeb M. efficacy
and safety of intravenous iron sucrose therapy in a group of children with iron
deficiency anemia. Int J Contemp Pediatr. 2015 Feb;2(1):12-16 with Ferrous
Bis-glycinate
12. Harrington AM. Ward Patrick CJ. Kroft SH. Iron deficiency anemia, betathalassemia minor, and anemia of chronic disease. A morphologic reappraisial.
Am J Clin Pathol. 2008; 129:466-71
13. Al-Kataan MA. Al-Rasheed SM. Serum iron status in beta-thalassemic
patients with clinical signs of iron overload. Tikrit medical journal
2009;15(1):9-12
14. Canatan duran. Akdeniz SK. Iron and ferritin levels in saliva of patients with
thalassemia and iron deficiency anemia. Mediterrr J Hematol Infect Dis
2012;4
15. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Rekomendasi IDAI. Suplementasi besi untuk
anak. Badan penerbit IDAI. 2011.

12

Anda mungkin juga menyukai