Anda di halaman 1dari 17

1.

Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik meningkat dalam 2 dekade terakhir, yang banyak
terjadi pada negara berkembang dan populasi pediatri, serta jarang ditemukan
pada negara maju.1 Anemia megaloblastik berhubungan dengan perubahan
megaloblastik di sumsum tulang.2
Anemia megaloblastik disebabkan gangguan pembentukan DNA yang
melibatkan prekursor yang menyebabkan produksi sel darah merah
(eritropoesis) yang tidak efektif dan hemolisis intrameduler. Anemia
makrositik yang didefinisikan dengan peningkatan mean corpuscular volume
(MCV) lebih dari 100 fL adalah tanda dari anemia megaloblastik, tetapi
leukopenia dan trombositopenia juga sering ditemukan.3
Penyebab paling sering dari anemia megaloblastik adalah defisensi
defiensi vitamin B9 (folat) atau vitamin B12 (kobalamin) atau keduanya.1
Penyebab yang lebih jarang diantaranya kelainan kongenital (inborn errors of
metabolism), obat (khususnya obat kemoterapi dan antagonis folat), defisiensi
mikronutrien dan pajanan terhadap nitrit oksida.3 Pada referat ini yang akan
dibahas adalah anemia megaloblastik akibat defisiensi folat.

2. Folat
Folat ada dalam beberapa bentuk kimia yang berbeda. Asam folat
(pterylglutamic acid) adalah bentuk sintetik yang digunakan pada makanan
terfortifikasi dan suplemen. Tubuh tidak dapat membuat asam folat sehingga
harus didapatkan dari diet.4
Nasi dan sereal adalah sumber makanan yang kaya akan folat, terutama
bila difortifikasi.5 Folat juga ditemukan pada sayuran berdaun hijau, buah seperti:
jeruk dan pepaya, kacang, telur, dan daging. Tubuh normalnya menyimpan folat
5 sampai 30 mg.3
Secara alamiah, folat ada dalam bentuk poliglutamat dan diabsorbsi
kurang efisien dibandingkan bila dalam bentuk monoglutamat (asam folat). 4 Folat
siap diabsorbsi dari usus halus dan dipecah menjadi derivate monoglutamat oleh
mucosal polyglutamate hydrolase. Proton-coupled folate transporter (PCFT)
dengan afinitas tinggi penting untuk absorbsi folat di usus dan pada beberapa tipe
sel dengan pH rendah. Folat juga disintesis oleh koloni bakteri, dan waktu paruh
folat diperpanjang oleh resirkulasi enterohepatik.5
Sebagian besar folat dalam plasma terikat secara longgar dengan albumin.
Secara biologis asam folat tidak aktif. Cadangan folat dalam tubuh terbatas dan
anemia megaloblastik dapat terjadi setelah 2-3 bulan diet tanpa folat.4

2.1 Defisiensi Folat


Karena folat berperan pada sintensis protein, DNA, dan RNA, risiko defisiensi
meningkat saat terjadi pertumbuhan cepat atau peningkatan metabolisme seluler. 5
Defisiensi folat mempunyai beberapa penyebab utama, yaitu:
 Kurangnya intake dari diet rendah folat (jarang pada negara dengan
fortifikasi vitamin) dan alkoholik, kemiskinan, ketidaktahuan, cara
memasak, malnutrisi, dan prematuritas
 Penurunan absorbsi akibat kelainan yang mempengaruhi absorbsi nutrient
di usus halus, celiac disease, dan inflammatory bowel disease.
 Meningkatnya kebutuhan karena kehamilan, anemia hemolitik, pubertas,
psoriasis, keganasan, periode pertumbuhan cepat seperti pada masa bayi
dan remaja, keadaan hipermetabolisme, dan sirosis hepatis
 Utilisasi yang tidak adekuat (terapi NSAID jangka panjang, antikonvulsan
seperti fenitoin dan fenobarbital, atau metotreksat).
 Peningkatan ekskresi: dialisis kronis, penyakit hati, penyakit jantung.3–5

Penyebab langka defisiensi adalah malabsorbsi folat herediter, inborn errors


pf folate metabolism (defisiensi methylene tetrahydrofolate reductase, methionine
synthase reductase, dan glutamate forminotransferase), dan defisiensi folat
serebral. Mutasi yang menyebabkan hilangnya fungsi pada gen yang mengkoding
PCFT adalah dasar molekular terjadinya malabsorbsi folat herediter. Autoantibodi
penghambat dengan afinitas tinggi terhadap reseptor folat yang terikat membran
pada pleksus koroideus menghambat transport melewati sawar darah otak diyakini
adalah penyebab defisiensi folat serebral infantil.5
2.1.1 Defisiensi Diet
Sebelum pertengahan 1990, intake yang tidak adekuat adalah salah satu
penyebab paling sering dari defisiensi folat. Dengan dimungkinkannya fortifikasi
asam folat dalam biji-bijian atau sereal, bersamaan dengan penemuan koreksi folat
saat kehamilan dapat menurunkan risiko kehamilan dengan neural tube defect,
yang mengarah ke kewajiban fortifikasi diet dengan asam folat pada banyak
negara. Proses memasak yang terlalu lama dapat merusak folat dalam makanan
dan memperberat defisiensi folat.6 Karena keterbatasan penyimpanan folat,
defisiensi folat terjadi dengan cepat pada pasien dengan malnutrisi dan alkoholik
kronis. Penyebab lain dari defisiensi folat adalah hiperalimentasi dan subtotal
gastrectomy. Bayi prematur mempunyai risiko terjadinya defisiensi folat saat
infeksi, diare, atau anemia hemolitik.7 Anak dengan diet sintetik dan bayi yang
hanya diberikan susu kambing juga berisiko terjadi defisiensi folat. Anemia
megaloblastik pada sirosis alkoholik biasanya terjadi akibat defisiensi folat,
walaupun perubahan megaloblastik terjadi walaupun dosis besar dari suplementasi
folat diberikan dan konsumsi alkohol dihentikan, yang menunjukkan terdapat efek
metabolik alkohol di atas efek nutrisional.8

2.2.2 Absorbsi yang Terganggu


Defisiensi folat dapat terjadi pada celiac disease yang disebabkan
inflamasi kronis dari mukosa usus halus bagian proksimal yang disebabkan oleh
intake diet gluten. Pasien biasanya mengalami penurunan berat badan, glossitis,
diare, steatorea, defisiensi besi, hipokalsemia, dan defisiensi vitamin larut lemak
lainnya. Kadar folat serum rendah, menyebabkan anemia megaloblastik. Kondisi
lain yang dapat menyebabkan defisiensi folat adalah tropical sprue, penyakit
malabsorbsi idiopatik endemik di Karibia, India Selatan, bagian Selatan Afrika,
dan Asia Tenggara. Kondisi ini dapat dengan cepat dikoreksi dengan terapi folat
bersamaan dengan antibiotik sistemik sesuai dengan sumber infeksi dari
penyakit.8
2.2.3 Defek intestinal lainnya
Enteritis regional, reseksi usus halus, limfoma atau infiltrasi leukemik
pada usus halus, Whipple disease, skleroderma dan amyloidosis, dan diabetes
melitus dapat menyebabkan terganggunya absorbsi folat.8

2.2.4 Peningkatan kebutuhan


Kebutuhan folat akan meningkat saat terjadi fase cepat pertumbuhan, yaitu
pada saat masa bayi dan pubertas.8

2.2.5 Peningkatan pada Cell Turnover


Kebutuhan folat meningkat sangat tinggi pada anemia hemolitik kronis
karena peningkatan turnover sumsum tulang. Sumsum tulang menjadi
megaloblastik dalam beberapa hari saat periode hemolitik akut. Defisiensi folat
juga dapat terjadi pada dermatitis eksfoliatif kronis, dimana terjadi kehilangan
folat sebesar 5 sampai 20 μg. Suplementasi folat pada pasien dengan psoriasis
sebelum dimulainya terapi metotreksat dapat mencegah terjadinya defisiensi folat
akibat metotreksat tanpa mengurangi efek terapeutiknya. Terdapat kehilangan
folat yang signifikan dalam cairan dialisis saat hemodialisis.8

3. Inborn Errors of Folate Metabolism


Malabsorbsi folat herediter adalah kelainan kongenital yang jarang
ditemukan dimana terdapat gangguan pada absorbsi folat di usus, yang sering
berhubungan dengan gangguan transportasi folat melalui pleksus koroid ke cairan
serebrospinal (CSS). Defek ini melibatkan proton-coupled folate transporter.
Pasien biasanya datang dengan kondisi anemia megaloblastik berat dan gejala
sistem saraf pusat (kejang dan retardasi mental) dengan kadar folat serum yang
rendah dan kadar folat CSS yang tidak terdeteksi. Walaupun folat parenteral
mengkoreksi anemia, tetapi tidak mempunyai efek pada konsentrasi folat CSS dan
gejala neurologis. Terapi asam folinic harian mengembalikan kadar folat CSS dan
menurunkan manifestasi SSP.
3.1 Dihydrofolate Reductase Deficiency
Defisiensi enzim dihydrofolate reductase menyebabkan anemia megaloblastik
resisten folat yang berespon terhadap asam folinic dalam hitungan hari atau
minggu kehidupan.

3.2 Methionine Synthase (MTR) Deficiency


Tidak adanya aktivitas MTR menyebabkan anemia megaloblastik dan retardasi
mental. Anemia yang terjadi refrakter terhadap folat, kobalamin atau pyridoxal
phosphate.

3.3 Methylene Tetrahydrofolate Reductase Deficiency


Merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai dengan
hiperhomosisteinemia berat dan homosistinuria tanpa anemia megaloblastik atau
methylmalonic aciduria. Pasien biasanya datang dengan komplikasi neurologis
dan vaskular.

4. Obat yang Menginduksi Anemia Megaloblastik


Kemiripan struktur dari aminopterin dan metotreksat dengan asam folat
menyebabkan masuknya obat-obat ini ke dalam sel via pembawa folat. Sebagai
substrat yang sesuai untuk enzim polyglutamyl synthase, analog folat ini akan
mendapatkan rantai poliglutamat yang akan membuatnya menjadi inhibitor kuat
dari dihydrofolate reductase yang akan mencegah konversi dihydrofolate menjadi
tetrahydrofolate. Inhibisi metabolisme satu karbon ini menyebabkan berkurangnya
biosintesis nukleotida (khususnya thymidine) yang akan menyebabkan gnagguan
dalam replikasi DNA.
Toksisitas obat biasanya bergejala sebagai ulkus pada mulut dan esofagus,
nyeri perut, mual dan diare, ulserasi sepanjang usus besar dan halus, alopesia,
hiperpigmentasi, dan anemia megaloblastik. Toksisitas dari penggunaan antagonis
folat diterapi dengan asam folinic (N5-formyl tetrahydrofolate) 3-6 mg per hari
secara intramuskular. Terapi ini dikenal sebagai folinic acid rescue dan biasanya
digunakan pada kemoterapi untuk mengobato pasien yang menerima dosis besar
dari metotreksat.
Senyawa anti-folat lainnya, pemetrexed, yang digunakan dalam terapi
kanker paru dan mesothelioma dapat menyebabkan anemia megaloblastik yang
dapat diterapi dengan kobalamin dan folat. Zidovudin (azidothymidine (AZT)),
yang digunakan pada terapi AIDS adalah agen lain yang mempunyai efek
samping anemia megaloblastik yang berat. Hidroksiurea kadang digunakan dalam
terapi gangguan mieloproliferatif, termasuk leukemia mieloblastik kronik,
polisitemia vera, dan trombositemia esensial, dan juga psoriasis, rheumatoid
artritis, sickle cell disease, dan menghambat konversi dari ribonukleutida menjadi
deoxyribonucleotides, menyebabkan megaloblastosis pada sumsum tulang.
Kondisi ini terjadi dalam beberapa hari setelah dimulainya terapi
hidroksiurea dan reversibel dengan cepat setelah penghentian obat tersebut.
Trimepthoprim adalah inhibitor dihydrofolate reductase mikroba yang dilaporkan
mempunyai efek minimal terhadap enzim manusia. Namun, trimeptoprim
menginduksi kondisi biokimia megaloblastosis dan dapat memperberat kondisi
defisiensi folat pada pasien dengan status folat borderline.

5. Penyebab Langka Anemia Megaloblastik Lainnya


5.1 Congenital Dyserythropoietic Anemia
Kelainan ini merupakan anemia displastik yang diturunkan yang
mempengaruhi seri eritrosit saja, yang menyebabkan terbentuknya normoblast
dengan inti multipel. Defek molekuler yang mendasari anemia ini adalah
glikosilasi dari polilaktosaminoglikan yang berhubungan dengan protein
membran.

5.2 Anemia Megaloblastik Refrakter


Anemia sideroblastik dan kelainan mielodisplastik dapat bermanifestasi
sebagai anemia megaloblastik refrakter. Perubahan megaloblastik atipik terbatas
pada seri eritroid. Sangat jarang, beberapa pasien dengan anemia sideroblastik
responsif terhadap piridoksin (200 mg per hari)
5.3 Acute Erythroid Leukemia
Pada bentuk leukemia mielogenik akut sel darah merah dengan inti dengan
makrositosis yang bermakna terlihat pada hapusan darah tepi. Terdapat
hiperplasia eritroid yang menonjol pada sumsum tulang dengan prekursor sel
darah merah dengan vakuol yang tidak biasa dan berinti banyak dengan
peningkatan jumlah blas.

5.4 Thiamine-responsive Megaloblastic Anemia


Thiamine-responsive megaloblastic anemia adalah penyakit autosomal
resesif dan biasanya berhubungan dengan diabetes dan ketulian. Hal ini
diperkirakan disebabkan defek pada mekanisme transport tiamin (vitamin B1)
yang menyebabkan penurunan produksi asam nukleat melalui katalisis
transketolase yang terganggu, yang menginduksi terhentinya siklus sel atau
apoptosis pada sumsum tulang. Kondisi ini biasanya berespon terhadap dosis
terapeutik tiamin, yang menghasilkan perbaikan diabetes dan koreksi dari anemia.
Namun, ketulian sensorineural yang lanjut bersifat ireversibel.
Penyebab jarang dari anemia megaloblastik ini harus dipikirkan sebagai
diagnosis banding pada kasus anemia megaloblastik yang refrakter terhadap terapi
folat dan B12 dan ketika semua penyebab yang sering dan dapat dikoreksi telah
dieksklusi.

6. Patogenesis Anemia Megaloblastik


Secara klasik, pada megaloblastosis, terdapat gangguan pada sintesis DNA
pada prekursor hematopoetik yang sedang cepat membelah. Pada tingkat yang
lebih rendah, sintesis RNA dan protein terganggu dan sel-sel ini secara umum
mempunyai sitoplasma dan RNA dibandingkan yang normal, yang menunjukkan
bahwa unsur sitoplasmik disintesis lebih cepat dibandingkan DNA. Terdapat
pemanjangan dari fase S pada sintesis DNA karena keterlambatan pada migrasi
replikasi DNA dan hubungan dari fragmen DNA yang disintesis dari untai yang
tertinggal (fragmen Okazaki).8
Penelitian menyatakan bahwa, karena penghentian maturasi nukleus ini,
ketidakseimbangan pertumbuhan sel dan gangguan pembagian sel terjadi.
Terdapat kehilangan besar dari prekursor hematopoetik yang catat melalui proses
apoptosis. Hubungan metabolik antara folat dan B12 dapat dilihat pada terjadinya
anemia megaloblastic yang dilihat pada kedua defisiensi vitamin tersebut karena
B12 dibutuhkan untuk regenerasi tetrahydrofolate (THF) melalui reaksi sintesis
metionin dan hal ini dibutuhkan untuk memproduksi methylene-THF, yang
penting untuk thymidine dan pada akhirnya sintesis DNA.8

7. Manifestasi Klinis
Defisiensi asam folat menyebabkan anemia megaloblastik dan
hipersegmentasi pada neutrofil. Terdapat hubungan antara status asam folat
maternal yang rendah dengan neural tube defect, spina bifida, dan anensefali.5
Malabsorbsi folat herediter bermanifestasi saat usia 1-3 bulan dengan diare
rekuren atau kronis, failure to thrive, ulserasi oral, perburukan neurologis, anemia
megaloblastik, dan infeksi oportunistik. Defisiensi folat serebral bermanifestasi
pada usia 4-6 bulan dengan iritabilitas, mikrosefali, keterlambatan perkembangan,
ataksia serebelum, gejala traktus pyramidal, koreoatetosis, balismus, kejang, dan
kebutaan akibat atrofi optik. Kadar 5-Methyltetrahydrofolate normal pada serum
dan eritrosit, tetapi sangat menurun pada cairan serebrospinal.5

7.1 Manifestasi hematologis


Manifestasi hematologis paling sering adalah anemia megaloblastik,
dimana terdapat eritrosit makrositik pada darah tepi dan sel prekursor
megaloblastik pada sumsum tulang menunjukkan ketidaksesuaian nukleus ke
sitoplasma. Eritropoesis yang tidak efektif menyebabkan hemolisis intrameduler,
secara klasik dengan laktat dehidrogenase yang tinggi dan haptoglobin yang tidak
terdeteksi, tetapi tanpa schistocytes pada darah tepi. 3,4
Anemia terjadi perlahan dengan waktu yang cukup untuk terjadinya
kompensasi kardiopulmonal dan intraeritrosit sebelum muncul gejala. Gejala
biasanya terjadi pada pasien dengan anemia berat. Gejala akibat anemia
diantaranya kelelahan, sesak nafas, dan toleransi latihan yang rendah. Ikterus
dapat terjadi akibat hemolisis intrameduler dan ekstravaskular. Leukopenia dan
trombositopenia biasanya ditemukan, tetapi tidak menyebabkan gejala klinis
khusus. Perdarahan karena trombositopenia terjadi pada kasus yang berat.3,4,8

7.2 Manifestasi neuropsikiatri


Defisiensi folat dan B12 dapat menyebabkan degenerasi subakut
kombinasi dari kolumna dorsalis dan lateral dari medulla spinalis. Pasien dapat
merasakan parestesia bilateral dan simetris dan penurunan sensasi getaran dan
posisi. Manifestasi psikiatri diantaranya kehilangan memori, delirium, demensia,
depresi, mania, dan halusinasi.3

7.3 Temuan lain


Peningkatan risiko trombosis yang terlihat defisiensi folat, kemungkinan
disebabkan oleh hiperhomosisteinemia. Athropic glossitis (lidah tampak bengkak,
kemerahan, dan permukaannya licin) sering ditemukan, walaupun bukan
merupakan temuan yang spesifik. Manifestasi lain dapat berupa lesu dan retardasi
pertumbuhan yang tidak berhubungan dengan anemia.3,5

8. Evaluasi Awal
8.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik sangat penting.
Pertanyaan terarah yang harus ditanyakan:
 Diet: apakah vegetarian?
 Riwayat operasi: reseksi lambung atau ileum?
 Gejala gastrointestinal: celiac disease atau gastritis
 Gejala neurologis seperti parestesia, kebas, ataksia, atau gangguan gaya
berjalan
 Obat-obatan: antagonis folat, kemoterapi9

8.2 Pemeriksaan darah inisial


Hitung sel darah lengkap menunjukkan anemia yang umumnya makrositik
(MCV > 100 fL). Anemia dapat terlihat tersendiri atau dengan leukopenia atau
trombositopenia. Perlu diingat bahwa anemia defisiensi besi yang terjadi
bersamaan dengan anemia defisiensi folat dapat menunjukkan hasil MCV yang
normal, tetapi ditemukan peningkatan red cell distribution width (RDW).3
Hapusan darah tepi menunjukkan perubahan morfologi pada sel darah
merah (eritrosit), termasuk variasi ukuran yang bermakna (anisositosis) dan
morfologi yang abnormal (poikilositosis), termasuk makro-ovalosit, teardrop
cells, microcytes, dan pada kasus yang berat, schistocytes, basophilic stippling,
Howell-Jolly bodies, dan eritrosit berinti.3
Neutrofil hipersegmentasi (≥ 1% neutrofil yang mempunyai 6 atau lebih
lobus inti, atau ≥ 5% neutrofil dengan 5 lobus inti) pada keadaan anemia
makrositik dianggap spesifik untuk anemia megaloblastik dan jarang terlihat pada
penyakit lain. Kadar LDH meningkat jelas Sumsum tulang hiperselular karena
terdapat hyperplasia eritroid. Perubahan megaloblastik jelas meski masih
ditemukan prekursor sel darah merah yang normal.3,4

8.3 Evaluasi laboratorium folat


Pemeriksaan laboratorium untuk kecurigaan defisiensi asam folat dimulai
dengan mengevaluasi folat serum atau plasma. Serum folat puasa secara umum
menggambarkan kadar folat pada jaringan, namun peningkatan folat postprandial
terjadi dan dapat menyebabkan hasil negatif palsu pada sampel nonfasting.
Setelah makan, peningkatan serum folat terjadi dalam 2 jam kemudian dengan
cepat kembali ke baseline. Peningkatan kadar folat palsu juga dapat dilihat pada
hemolisis sampel dan defisiensi vitamin B12.3 Kadar normal asam folat dalam
serum adalah 5-20 ng/ml, dikatakan defisiensi bila kadar asam folat serum <3
ng/mL.5
Metode alternatif untuk mengevaluasi cadangan folat adalah folat dalam
eritrosit, yang merupakan indicator lebih baik untuk melihat defisiensi kronis.
Kadar folat eritrosit menunjukkan status folat 3 bulan terakhir dan mempunyai
keuntungan tidak dipengaruhi oleh intake diet terkini. Kerugiannya antara lain
turn-around time yang lambat dan biaya yang lebih besar. Transfusi PRC juga
dapat menyebabkan hasil yang tidak akurat karena akan menunjukkan kadar folat
dari donor. Kadar normal folat eritrosit adalah 150-600 ng/mL.3,5

9. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, hapusan
darah tepi, pemeriksaan darah lengkap, dan aspirasi sumsum tulang. 2 Pada
anamnesis ditemukan keluhan karena gejala anemianya, kemudian dicari
informasi ke arah faktor etiologi dan atau predisposisi seperti riwayat diet, riwayat
operasi, riwayat pemakaian obat-obatan seperti antibiotik, antikonvulsan, gejala
saluran cerna seperti malabsorbsi, diare. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
anemia, ikterus ringan, lemon yellow skin, glossitis, stomatitis, purpura, neuropati.
Pemeriksaan laboratorium awal adalah pemeriksaan darah rutin termasuk
indeks eritrosit, apus darah tepi dan sumsum tulang seperti telah dipaparkan di
atas. Adanya eritrosit dengan MCV >115 fl, anisositosis, poikilositosis dan
neutrofil hipersegmentasi menunjukkan anemia megaloblastik dengan defisiensi
nutrisi. Eritrosit lebih besar daripada ukuran normal pada setiap tahap dan
mempunyai materi inti yang terbuka dan pada akhirnya tersebar, serta rasio
nukleus dan sitoplasma yang tidak sama. Pada anemia megaloblastik pada anak,
sitopenia, bisitopenia, atau pansitopenia sering ditemukan. Terdapat
keterlambatan dalam progresi inti dan maturasi sel. Pada sumsum tulang,
metamielosit berbentuk cincin dan besar juga dapat ditemukan. Eritropoesis yang
inefektif dan kematian sel yang prematur menurunkan produksi dari sumsum
tulang sehingga terjadi anemia. Hitung retikulosit dilakukan jika terdapat bukti
destruksi dari eritrosit.2
Pada pemeriksaan sumsum tulang didapatkan kondisi hiperselular dan
menunjukkan maturasi yang abnormal dan proliferasi dari sel myeloid yang
berbeda. Prekursor eritrosit pada sumsum tulang mempunyai eritroblas yang
besar. Sel mielopid lainnya juga menunjukan abnormalitas morfologi. Eritropoesis
yang tidak efektif ini menunjukkan peningkatan LDH dan bilirubin dalam serum.
Namun, hitung retikulosit rendah karena maturasi yang abnormal. 2 Selanjutnya
untuk diagnosis pasti dilakukan pemeriksaan yang spesifik seperti pemeriksaan
kadar asam folat, vitamin B12, tes Schiling sesuai indikasi.

10. Diagnosis Banding


Setiap keadaan yang memberikan gambaran anemia makrositer, seperti:
leukemia akut, anemia hemolitik (pada krisis hemolitik), anemia aplastic,
gangguan sintesis DNA kongenital, gangguan sintesis DNA didapat.4

11. Kondisi yang Dapat Mengaburkan Gambaran Anemia Megaloblastik


11.1. Anemia mikrositik yang terjadi bersamaan
Anemia mikrositik yang terjadi bersamaan yang disebabkan anemia
defisiensi besi, anemia penyakit kronis, atau talasemia minor dapat mengaburkan
gambaran megaloblastik pada sumsum tulang atau hapusan darah tepi. Apusan
darah tepi dapat menunjukkan gambaran dimorfik dengan anisositosis bermakna
dan hitung darah menunjukkan MCV yang normal, tetapi peningkatan bermakna
dari red cell distribution width (RDW). Megaloblas intermediate, yang terlihat
lebih kecil dibandingkan dengan sel megaloblastik umumnya, dominan pada
sumsum tulang. Namun, pada kondisi ini, masih terdapat neutrofil
hipersegmentasi pada darah, cincin dan metamyelosit besar pada sumsum tulang.
Terjadinya proses megaloblastik dan mikrositik juga dapat ditemukan pada celiac
disease, operasi gastric bypass untuk obesitas, dan infeksi kronis Helicobacter
pylori.8

11.2 Leukemia akut dan mielodisplasia


Sumsum tulang yang hiperseluler dan displastik dengan morfologi
sumsum tulang aneh yang ditemukan pada anemia megaloblastik nutrisi dapat
disalahartikan sebagai tanda leukemia akut atau mielodisplasia. Jarang, seri
eritrosit menunjukkan sedikit atau tidak adanya maturasi, dan pronormoblas
megaloblastik banyak ditemukan pada sumsum tulang dengan bentuk yang
dismorfik dan bentuk mitotik yang prominen. Sering ditemukan sitopenia berat.
Gambaran ini menunjukkan leukemia eritroid dan karena terapi dan prognosis
sangat berbeda pada dua kondisi tersebut, kewaspadaan tinggi dan kecurigaan
serta pemeriksaan yang sesuai harus dilakukan untuk mengeksklusi kemungkinan
anemia megaloblastik, jika gambaran megaloblastik prominen sebelum terapi
untuk leukemia akut diberikan.8

11.3 Attenuated Megaloblastic Anemia


Perubahan megaloblastik dapat tidak terlalu jelas jika pasien dengan
anemia megaloblastik berat mendapat terapi B12 atau folat atau transfusi darah
sebelum aspirasi sumsum tulang. Anemia tetap terjadi sampai sumsum tulang
telah berespon terhadap terapi hematinic, tetapi perubahan megaloblastik dapat
tertutupi dalam 36-48 jam.8

11.4 Anemia Megaloblastik Akut


Keadaan megaloblastik serius dapat terjadi secara akut dalam beberapa
hari karena defisiensi folat atau B12 pada jaringan. Pada pasien ditemukan
trombositopenia dan/atau leukopenia dengan efek minimal pada hitung sel darah
karena usia sel darah merah yang lebih panjang. Penyebab paling sering dari
anemia megaloblastik akut adalah anestesi nitrit oksida (N2O), yang merusak
bentuk metilkobalamin dari B12, menyebabkan keadaan megaloblastik pada
sumsum tulang dalam 12-24 jam. Neurofil hipersegmentasi biasanya muncul
setelah 5 hari pajanan, tetapi kemudian menetap untuk beberapa hari. Jika
sumbernya ditiadakan, efek dari N2O biasanya hilang dalam beberapa hari dan
pengeliminasian dapat dipercepat dengan penggunaan asam folat atau
kobalamin.10
Kadang-kadang anemia megaloblastik akut dapat terjadi pada pasien
dengan sakit kritis pada ICU, pasien yang menerima transfusi dalam jumlah besar
saat operasi, pasien hemodialisis, atau pasien dengan total parenteral nutrition,
dan pasien yang menerima antagonis folat seperti trimeptoprim atau metotreksat
dosis rendah. Kadar folat dalam eritrosit dapat normal, tetapi sumsum tulang
menunjukan megaloblastosis. Selalu terdapat respon yang cepat terhadap dosis
terapeutik dari folat parenteral pada pasien-pasien ini.8

12. Pencegahan
Bayi yang mendapat ASI mempunyai kadar folat yang lebih baik
dibandingkan bayi yang tidak mendapat ASI. Konsumsi makanan tinggi folat dan
program fortifikasi makanan penting untuk memastikan intake adkuat pada anak
dan wanita usia subur. Kebutuhan harian folat 65 μg untuk bayi usia 0-6 bulan, 80
μg untuk bayi usia 6-12 bulan. Untuk anak yang lebih besar, kebutuhan hariannya:
150 μg untuk anak usia 1-3 tahun, 200 μg untuk anak usia 4-8 tahun, 300 μg untuk
anak usia 9-13 tahun, dan 400 μg untuk anak usia 14-18 tahun. 5
Untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik karena defisiensi asam
folat pada bayi prematur terutama yang berat badannya < 1500 gram,
direkomendasikan untuk mendapatkan asam folat profilaksis 1 mg/hari. Untuk
mencegah kejadian defek tabung neuron pada bayi direkomendasikan pemberian
asam folat ekstra sebanyak 400 μg/hari bagi perempuan hamil. Pada yang
sebelumnya ada riwayat NTD dosis asam folat yang direkomendasikan adalah 5
mg/hari.4

13. Toksisitas
Tidak ada efek samping yang berhubungan dengan konsumsi folat yang
ditemukan pada makanan terfortifikasi. Intake berlebih suplementasi folat dapat
samar dan berpotensi memperlambat diagnosis defisensi vitamin B12. Dosis besar
yang diberikan dengan injeksi berpotensi menyebabkan neurotoksisitas.5
14. Suplementasi Folat
Anemia megaloblastik akibat defisiensi folat umumnya diterapi dengan
folat oral, karena paling sering disebabkan oleh defisiensi diet daripada
malabsorbsi. Untuk suplementasi dan terapi, tersedia sediaan:
 Bentuk sintetis, dikenal sebagai asam folat atau asam pteroylglutamic acid
 Bentuk alami, asam folinate

Keberhasilan pengobatan anemia megaloblastik karena defisiensi asam


folat ditentukan oleh koreksi terhadap defisiensi folatnya, menghilangkan
penyakit yang mendasarinya, meningkatkan asupan asam folat dan evaluasi untuk
memantau keadaan klinis penderita.4
Defisiensi folat biasanya diterapi dengan asam folat oral 1 sampai 5 mg per
hari. Dosis ini lebih dari kebutuhan diet harian, yaitu 400 μg per hari, dengan
demikian memberi kesempatan untuk replesi adekuat bahkan pada keadaan
malabsorbsi. Terapi dilanjutkan selama pemulihan hematologi atau sampai
penyebab defisiensi diketahui, namun biasanya terapi diberikan sampai terbentuk
populasi eritrosit yang normal. Pendapat lain menyatakan bahwa pemberian asam
folat dilanjutkan selama 3-4 minggu sampai sudah terjadi perbaikan hematologis
yang menetap, dilanjutkan pemeliharaan dengan multivitamin yang mengandung
0,2 mg asam folat. Pada pasien dengan malabsorbsi, terapi dilanjutkan tanpa batas
waktu.3,4
Respon klinis dan hematologis dapat timbul segera, dalam 1-2 hari terlihat
perbaikan nafsu makan dan keadaan membaik. Dalam 24-48 jam terjadi
penurunan kadar besi serum dan dalam 2-4 hari terjadi peningkatan retikulosit
yang mencapai puncaknya pada hari ke 4-7, diikuti kenaikan kadar Hb menjadi
normal dalam waktu 2-6 minggu.4
Pada keadaan diagnosis pasti masih diragukan dapat dilakukan tes
diagnostik dengan pemberian preparat asam folat dosis kecil 0,1 mg/hari selama 1
minggu karena respon hematologis dapat diharapkan sudah terjadi dalam waktu
72 jam.
15. Prognosis
Pada umumnya baik, kecuali bila ada komplikasi kardiovaskular atau infeksi yang
berat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ayub T, Ur F, Khan R. Prevalence of megaloblastic anemia. Gomal J Med


Sci. 2009;7:62–4.
2. Batool S, Iqbal R. Macrocytic anemia : A review. J Entomol. 2016;4:544–
7.
3. Socha DS, DeSouza SI, Flagg A, Sekeres M, Rogers HJ. Severe
megaloblastic anemia: Vitamin deficiency and other causes. Cleve Clin J
Med. 2020;87:153–64.
4. Raspati H, Reniarti L, Susanah S. Anemia megaloblastik. In: Windiastuti E,
Nency YM, Mulatsih S, Sudarmanto B, Ugrasena IDG, editors. Buku ajar
hematologi onkologi anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2018. p. 41–6.
5. Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, Geme JW, Behrman RE. Folate. In:
Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2011. p. 196–7.
6. Taskesen M, Okur N, Katar S, Okur N, Soker M. Nutritional megaloblastic
anemia during childhood: Demographical, clinical and laboratory features
of 134 patients from Southeastern part of Turkey. Eur e-Journal Clin Nutr
Metab [Internet]. 2009;4:152–4. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.eclnm.2009.03.002
7. Kalpatthi R, Atkinson MA, Warady BA. Special Populations with Anemia:
Anemia in the Pediatric Patient. Manag Anemia. 2018;199–218.
8. Green R, Datta Mitra A. Megaloblastic anemias: nutritional and other
causes. Med Clin North Am. 2017;101:297–317.
9. Jan AZ, Gul Z, Liaqat F. Megaloblastic anemia and pattern of its
presentation in children. Gomal J Med Sci. 2016;14:103–6.
10. Chandra J. Megaloblastic anemia: Back in focus. Indian J Pediatr.
2010;77:795–9.

Anda mungkin juga menyukai