Anda di halaman 1dari 7

Cara Kerja Obat Anemia

1. Tablet Besi (Fe)


Absorpsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum
dan jejenum proksimal; makin ke distal absorpsinya makin berkurang. Zat ini
lebih mudah di absorpsi dalam bentuk fero. Transportnya melalui sel mukosa
usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang sudah di absorpsi akan di ubah
menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk kedalam
plasma dengan perantara transferin, atau diubah menjadi feritin dan di simpan
dalam sel mukosa usus. Secara umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi dan
kebutuhan akan zat besi rendah, maka lebih banyak Fe di ubah menjadi feritin.
Setelah di absorpsi, Fe dalam tubuh akan di ikat dalam transferin ( siderofilin ),
suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian di angkut ke beberapa
jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot Fe. Indikasi :Sediaan Fe hanya
diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan Anemia defisiensi Fe.
Penggunaan diluar indikasi ini, cenderung menyebabkan penyakit penimbunan
besi dan keracunan besi.
a. Efek samping :
Intoleransi terhadap sediaan oral, Gejalanya: mual dan nyeri lambung,
konstipasi, diare dan kolik. Gangguan ini dapat dikurangi dengan
mengurangi dosis atau dengan pemberian sesudah makan, walaupun dg
cara ini absorpsi dapat berkurang.
Pemberian scr IM dapat menyebabkan reaksi lokal pada tempat suntikan
berupa rasa sakit, warna coklat pd tempat suntikan, peradangan lokal.
Pada pemberian IV, dapat terjadi reaksi sistemik. Reaksi yg dapat terjadi
dlm 10 menit setelah suntikan adalah: sakit kepala, nyeri otot dan sendi,
hemolisis, takikardi, flushing, berkeringat, mual, muntah, bronkospasme,
hipotensi, pusing dan kolaps
Reaksi yg lebih sering timbul dalam ½ – 24 jam setelah suntikan:
demam, menggigil, rash, urtikaria,nyeri dada,rasa sakit pada seluruh badan
dan ensefalopatia, syok atau henti jantung.
Intoksikasi akut : dpt terjadi setelah menelan Fe sebanyak 1 g. pada sal
cerna terjadi iritasi, korosi, sampai terjadi nekrosis. Gejalanya: mual
muntah, diare, hemetemesis serta feses berwarna hitam krn perdarahan pada
sal. , syok dan akhirnya kolaps kardiovaskular dg bahaya kematian. Terapi
intoksikasi akut adalah sbb:Diusahakan agar pasien muntah, Diberikan susu
atau telur yang dapat mengikat Fe sbg kompleks protein Fe, Bila obat
diminum kurang dari 1 jam sebelumnya, dapat dilakukan bilasan lambung
dg larutan nat bikarbonat 1%, Bila lebih dari 1 jam bilasan lambung dpt
menyebabkan perforasi,Untuk mengatasi efek toksik sistemik maupun
lokal pemberian deferoksamin (kelator) spesifik untuk besi.
2. VITAMIN B12 (Sianokobalamin)
Sianokobalamin diabsorpsi baik dan cepat setelah pemberian IM dan SK
. Kadar dalam plasma mencapai puncak dalam waktu 1 jam setelah suntikan
IM. Absorpsi ini berlangsung dengan 2 mekanisme yaitu dengan
perantaraan faktor instrinsik castle (fic) dan absorpsi secara langsung.
Setelah di absorpsi, hampir semua vitamin B12 dalam darah terikat dengan
protein plasma sebagian besar terikat pada beta-globulin (transkobalamin
II),Sisanya terikat pada alfa-glikoprotein (transkobalamin I) dan inter-alfa-
glikoprotein ( transkobalamin III) vitamin B12 yang terikat pada
transkobalamin II akan di angkut ke berbagai jaringan, terutam hati yang
merupakan gudang utama penyimpanan vitamin B12 (50-90% ). Kadar
normal vitamin B12 dalam plasma adalah 200-900 pg ml dengan simpanan
sebanyak 1-10 mg dalam hepar.
Fungsi metabolik :Vit B12 bersama asam folat sangat penting untuk
metabolisme intrasel. Keduanya dibutuhkan untuk sintesis DNA yang
normal, sehingga defisiensi salah satu vitamin ini menimbulkan gangguan
produksi dan maturasi eritrosit (anemia megaloblastik). Defisiensi Vit B12
juga menyebabkan kelainan neurologik. Bila tidak cepat diobati dapat
membuat pasien cacat seumur hidup. Dosis : Anemia pernisiosa: 1 -10 mg
sehari yg diberikan selama 190 hari, Terapi awal: dosis 100 mg sehari
parenteral selama 5 – 10 hari, Terapi penunjang: dosis pemeliharaan 100-
200 mg sebulan sekali sampai diperoleh remisi yg lengkap (jumlah eritrosit
dalam darah +4,5 juta/mm3) dan morfologi hematologik berada dalam
batas-batas normal.
3. Asam Folat
Pada pemberian oral absorpsi folat baik sekali, terutama di 1/3 bagian
proksimal usus halus. Dengan dosis oral yang kecil, absorpsi memerlukan
energi, sedangkan pada kadar tinggi absorpsi dapat berlangsung secar difusi.
Walaupun terdapat gangguan pada usus halus, absorpsi folat biasanya masih
mencukupi kebutuhan terutama sebagai PmGA.
Defisiensi folat sering merupakan komplikasi dari:gangguan di usus
kecil, alkoholisme yg menyebabkan asupan makanan buruk, efek toksik
alkohol pada sel hepar, anemia hemolitik yg menyebabkan laju malih
eritrosit tinggi, Obat-obat yang dapat menurunkan kadar folat dalam plasma.
Indikasi:Penggunaan folat adalah pada pencegahan dan pengobatan
defisiensi folat, Kebutuhan asam folat meningkat pada wanita hamil,
sekurang kurangnya 500 mg per hari, Hasil penelitian menunjukkan adanya
hubungan kuat antara individu antara defisiensi asam folat pada ibu dengan
insiden defek neural tuibe, spt spina bifida dan anensefalus pada bayi yg
dilahirkan. Dosis : Tergantung dari beratnya anemia dan komplikasi yg ada.
Untuk diagnostik: 0,1 mg per oral selama 10 hari.
4. Eritropoietin
Berinteraksi dengan reseptor eritropoietin pada permukaan sel induk sel
darah merah, menstimulasi poloferasi dan diferensiasi eritroit. Eritropoietin
juga menginduksi pelepasan retikulosis dari sumsum tulang. Eritrpoietin
endogen diproduksi oleh ginjal sebagai respon terhadap hipoksia jaringan.
Bila terjadi Anemia maka eritropoietin diproduksi lebih banyak olh ginjal,
dan hal ini merupakan tanda bagi sumsum tulang untuk memproduksi sel
darah.
Indikasi :Eritropoietin terutama diindikasikan untuk anemia pada pasien
gagal ginjal kronik. Pemberian eritropoietin dapat meningkatkan kadar
hematokrit dan hemoglobin, dan mengurangi/menghindarkan kebutuhan
transfusi. Dosisnya:50-150 IU/kg secara IV atau subkutan 3 x seminggu.
Untuk pasien anemia akibat gangguan primer atau sekunder pada sumsum
tulang kurang memberikan respon terhadap pemberian eritropoietin. Untuk
pasien ibi dosisnya lebih tinggi, sekitar 150-300 IU/L 3 x seminggu. Efek
samping : Hipertensi bertambah berat, paling sering akibat peningkatan
hematokrit yg terlalu cepat.
Indikasi & Kontraindikasi
1. Tablet Fe
a. Indikasi
Untuk pengobatan pada defisiensi zat besi laten dan anemia (anemia
defisiensi zat besi). Terapi pencegahan defisiensi zat besi selama masa
kehamilan.
b. Kontraindikasi
1. Kelebihan zat besi, misalnya kondisi hemokromatosis, hemosiderosis.
2. Gangguan pada utilisasi zat besi, misalnya kondisi lead anaemia,
sideroachrestic anaemia, talasemia.
3. Anemia yang tidak disebabkan oleh defisiensi zat besi misalnya anemia
hemolitik.
4. Hipersensitif/alergi terhadap salah satu komponen dalam obat.
c. Dosis Dan Aturan Pakai
Dosis dan lamanya terapi tergantung pada tingkat defisiensi zat besi.
Anak-anak (>12 tahun), dewasa dan ibu menyusui : Gejala defisiensi zat besi :
1 tablet, 1 – 3 hari sehari selama 3 – 5 bulan, sampai diperoleh angka
haemoglobin normal. Selanjutnya terapi diteruskan selama beberapa minggu
dengan 1 tablet sehari untuk melengkapi cadangan zat besi.
Defisiensi zat besi laten : 1 tablet sehari. Wanita hamil : Gejala defisiensi
zat besi : 1 tablet dua sampai tiga kali sehari sampai didapat angka haemoglobin
normal. Selanjutnya terapi diteruskan dengan 1 tablet sehari setidaknya sampai
akhir masa kehamilan untuk melengkapi cadangan zat besi.
Defisiensi zat besi laten dan pencegahan defisiensi zat besi : 1 tablet
sehari. Dosis harian dapat dibagi dalam beberapa dosis atau dapat dimakan
sekaligus. Maltofer tablet dapat dikunyah atau ditelan langsung dan harus
dimakan selama atau segera setelah makan. Jika zat besi diperlukan dengan
segera (Hb rendah, pengobatan bersamaan dengan EPO, dll), sebaiknya
digunakan sediaan zat besi parenteral untuk mensubtitusi zat besi sehingga zat
besi tersedia dengan cepat.
2. B12 (Sianokobalamin)
a. Indikasi
Anemia megaloblastik, pasca pembedahan lambung total dan
pemotongan usus, defisiensi vitamin B12.
b. Kontraindikasi
Hipersensitivitas, tidak boleh digunakan untuk anemia megaloblastik
pada wanita hamil.
c. Dosis
Per oral : untuk defisiensi B12 karena faktor asupan makanan: dewasa 50-
150 mikrogram atau lebih, anak 50-105 mikrogram sehari, 1-3x/hari.
Injeksi intramuskular : dosis awal 1mg, diulang 10x dengan interval 2-3
hari. Dosis rumatan 1 mg per bulan. Sediaan: tablet 50 mikrogram, liquid 35
microgram/5 ml, injeksi 1 mg/ml.

3. Asam Folat
a. Indikasi
Penggunaan folat yang rasional adalah pada pencegahan dan pengobtan
defisiensi folat harus di ingat bahwa penggunaan secara membabibuta pada
pasien anemia pemisiosa dapat merugikan pasien, sebab folat dapat
memperbaiki kelainan darah pada anemia pemisiosa tanpa memperbaiki
kelainan neurologi sehingga dapat berakibat pasien cacat seumur hidup
Kebutuhan asam folat meningkat pada wanta hamil, dan dapat
menyebabkan defisiensi asam folat bila tidak atau kurang mendapatkan
asupan asam folat dari makananya. Beberapa penelitian mendapat adanya
hubungan kuat antara defisiensi asam folat pada ibu dengan insisens defek
neural tube, seperti sapina bifida dan anensefalus, pada bayi yang
dilahirkan. Wanita hamil membutuhkan sekurang-kurangnya 500 mg asam
folat per hari suplementasi asam folat di butuhkan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, untuk mengurangi insidens defek neuran tube.
b. Kontraindikasi
Kontraindikasi Utama : Pengobatan Anemia Pernisiosa dan Anemia
megaloblastik lainnya yang diakibatkan defisiensi vitamin B 12.
Penderita dengan anemia pernisiosa tidak boleh diobati dengan asam
folat sebelum diberikan vitamin B12 (karena pada keadaan ini asam folat
mungkin hanya menyembuhkan secara hematologik tetapi memperbanyak
manifestasi neurologik dan defisiensi vitamin B12). Masalah yang paling
sering ditemukan dalam obstatri adalah peningkatan resiko konvulsi pada
wanita yang menderita epilepsi (MRC, 1991). Wanita yang beresiko tinggi
untuk mengalami anemia pernisiosa harus menjalani pemeriksaan kadar
vitamin B12 dalam serum darahnya sesegera mungkin untuk menyingkirkan
keadaan yang berpotensi sangat mengganggu kesehatan tetapi dapat diobati.
Jika diberikan pada penderita anemia pernisiosa, suplemen asam folat
khususnya dengan dosis tinggi akan menutupi tanda dan gejala kelainan
yang progresif yang masuk (anemia dan glositis) sehingga degenerasi
neurologis yang menyertai kelainan tersebut berlangsung tanpa diketahui
(BNF, 2000). Bahaya menutupi gejala anemia pernisiosa ini merupakan
salah satu alasan mengapa otoritas kesehatan tidak bersedia untuk
melakukan fortifikasi roti dan sereal dengan asam folat. Anemia pernisiosa
terutama mengenai wanita dengan usia yang lebih lanjut, tetapi kadang-
kadang dapat terjadi pada wanita muda dengan riwayat kelainan ini yang
kuat dalam keluarganya.
c. Dosis
Yang digunakan tergantung dari beratnya anemia dan komplikasi yang
ada. Umumnya folat diberikan per oral, tetapi bila keadaan tidak
memungkinkan, folat diberikan secar IM atau SK.
Untuk tujuan diagnostik digunakan dosis 0,1 mg per oral selam 10 hari
yang hanya menimbulkan respons hematologik pada pasien defisiensi folat.
Hal ini membedakannya dengan defisiensi vitamin B12 yang baru
memberikan respons hematologik dengan dosis 0,2 mg per hari atau lebih.
4. ERITROPIN
a. Indikasi
Pengobatan anemia pd gagal ginjal kronik. Pengobatan anemia pd
pasien kanker yg menjalani kemoterapi. Meningkatkan kadar sel darah
merah pd donasi darah, mencegah penurunan kadar hemoglobin pd pasien
yg akan menjalankan bedah mayor.
b. Kontra indikasi
Hipertensi yg tdk terkendali. Hipersensitif td produk derivat sel hewan
mamalia atau albumine manusia. Anemia.
c. Dosis
Gagal ginjal kronik Dosis awal 50 units/kgBB inj IV atau SK selama 1-
2 mnt selama 4 minggu. Dosis dpt ditingkatkan s/d 25 units/kg selama 4
minggu. Jika anemai sudah dikoreksi, diberikan dosis pemeliharaan 25-50
units/kgBB2-3x/minggu.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.slideshare.net/mobile/nengdewirs/makalah-kelompok-9-anti-anemia

Anda mungkin juga menyukai