Disusun oleh:
KELOMPOK 7
(Universitas Airlangga)
Lebih dari 60% neonatus prematur dirawat pada Neonate Intensive Care Unit (NICU).
Kondisi neonatus berbeda dengan orang dewasa, neonatus memiliki cairan ekstra eksternal
lebih besar dan fungsi organ belum sempurna membuat ekskresi yang terjadi lebih cepat. Pada
fungsi organ ginjal dan liver pembentukan bilirubin sangat tinggi dan asam lemak tidak
teresterifikasi. Neonatus dapat mengalami infeksi yang ditularkan oleh ibu nya maupun
lingkungannya. Oleh karena itu dalam masa NICU, neonatus menerima paling sedikit satu
macam antibiotika untuk menghindari infeksi awitan. Pemberian antibiotika dipengaruhi oleh
fungsi ekskresi ginjal. Aminoglikosida merupakan salah satu antibiotika yang digunakan pada
neonatus (Pacifici, G M., 2010).
Pertimbangan Khusus
1. Monitor: fungsi renal dan hidrasi
Ukur kadar serum kreatinin, magnesium, kalsium pada pemberian amikasin
yang lebih dari 7 hari.
2. Sesuaikan interval dosis 36-48 jam apabila kadar lembah diatas batas yang dapat
diterima atau bayi yang dicurigai atau terbukti mengalami gangguan ginjal.
3. Apabila terjadi gangguan ginjal yang signifikan atau faktor risiko lain (penggunaan obat
yang berisiko nefrotoksik atau ototoksik lainnya secara bersamaan atau pengobatan
yang cukup lama, maka pertimbangkan untuk menghentikan penggunaan amikasin.
Sepsis neonatus
Regimen dosis interval diperpanjang melalui injeksi intravena lambat atau infus
intravena
Usia < 7 hari setelah kelahiran 5 mg / kg setiap 36 jam
Usia > 7 hari setelah kelahiran 5 mg / kg setiap 24 jam
Septikemia, meningitis dan infeksi SSP lainnya, infeksi saluran empedu, pielonefritis
akut, endokarditis, dan pneumonia pada pasien rumah sakit
-Regimen dosis tunggal (bukan untuk endokarditis atau meningitis) dengan infus
intravena
Usia 1 bulan-18 tahun 7 mg / kg, kemudian disesuaikan dengan konsentrasi serum-
gentamisin
-Regimen dosis ganda dengan intramuskular atau dengan injeksi intravena lambat
selama minimal 3 menit
Usia1 bulan-12 tahun 2,5 mg / kg setiap 8 jam
Usia 12-18 tahun 2 mg / kg setiap 8 jam
Infeksi paru pseudomonal pada fibrosis kistik
Regimen dosis ganda dengan injeksi intravena lambat selama minimal 3 menit atau
infus intravena
Usia1 bulan-18 tahun 3 mg / kg setiap 8 jam
Bakteri ventrikulitis dan infeksi SSP (suplemen untuk terapi sistemik)
Dengan injeksi intratekal atau intraventrikular
Anak 1 bulan-18 tahun 1 mg setiap hari (meningkat jika perlu 5 mg per hari)
Aminoglikosida dieliminasi terutama melalui ginjal, sehingga terapi harus
mencerminkan perubahan filtrasi glomerulus. Pada neonatus, diterapkan pemberian regimen
dosis dengan interval yang diperpanjang dan konsentrasi serum aminoglikosida harus
dimonitoring. Pada pasien dengan regimen dosis harian tunggal mungkin diperlukan untuk
memperpanjang interval dosis sampai lebih dari 24 jam jika konsentrasi terlalu tinggi
(Badminton, 2015).
Efek samping:
Efek samping yang potensial (>10%) terjadi pada penggunaan gentamisin meliputi
neurotoksisitas (vertigo dan ataxia), ototoksisitas, nefrotoksisitas dan ketidakstabilan dalam
berjalan (Medscape, 2018).
Interaksi:
Penggunaan bersamaan dengan obat lain yang memiliki efek neurotoksik, ototoksik, atau
nefrotoksik (misalnya aminoglikosida, asiklovir, amfoterisin B, bacitracin, capreomycin,
sefalosporin, colistin, sefaloridin, viomisin, polymyxin B, colistin, cisplatin, vankomisin) dapat
menyebabkan toksisitas aditif sehingga harus dihindari. Selain itu, aminoglikosida tidak boleh
diberikan bersamaan dengan diuretik kuat seperti asam etakrinat atau furosemid karena
kemungkinan terjadi peningkatan risiko ototoksisitas karena efek aditif atau peningkatan
konsentrasi aminoglikosida dalam serum dan jaringan.
Farmakokinetik:
a. Absorbsi:
Penyerapan obat pada neonatus sangat dipengaruhi oleh proses pematangan sistem
organ. Penyerapan obat oral pada neonatus dipengaruhi oleh karakteristik saluran pencernaan
neonatus meliputi peningkatan pH lambung, penurunan motilitas usus, waktu pengosongan
lambung yang tertunda, dan pengurangan sintesis asam empedu. Karakteristik kulit neonatal
yang menyebabkan peningkatan penyerapan obat yang diberikan secara transdermal termasuk
stratum korneum yang lebih tipis, perfusi kulit yang meningkat, peningkatan kadar air, dan
rasio luas area terhadap berat badan yang lebih tinggi. Karakteristik yang mempengaruhi
penyerapan intramuskular pada neonatus meliputi penurunan massa otot, perfusi otot secara
keseluruhan berkurang, dan penurunan kontraktilitas. Penyerapan obat secara rektal umumnya
meningkat pada neonatus dibandingkan dengan anak-anak dan orang dewasa.
b. Distribusi:
Dibandingkan dengan anak-anak dan orang dewasa, neonatus memiliki volume cairan
ekstrasel dan volume air tubuh yang lebih tinggi, proporsi jaringan adiposa yang lebih rendah,
dan penurunan massa otot. sedangkan neonatus prematur memiliki kandungan lemak dan air
yang lebih rendah daripada neonatus. Neonatus memiliki afinitas pengikatan protein yang lebih
rendah dari anak-anak dan orang dewasa. Pada neonatus terdapat penurunan konsentrasi
albumin dan α1-acid glycoprotein plasma, yang menghasilkan peningkatan konsentrasi obat
bebas dalam plasma. Konsentrasi glikoprotein dan α1-acid glycoprotein ini akan meningkat
secara bertahap pada usia 1 tahun. Penetrasi obat ke sistem saraf pusat neonatal juga bisa
berbeda. Konsentrasi obat yang lebih tinggi di otak lebih mungkin terjadi pada neonatus
daripada pada anak-anak dan orang dewasa karena penurunan pengikatan protein, tingkat otak
relatif lebih tinggi, dan rasio aliran otak yang lebih tinggi terhadap sistemik.
c. Metabolisme:
Kliren obat di ginjal meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan, usia pasca
kelahiran, dan berat badan. Mekanisme ekskresi ginjal yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ini
adalah filtrasi glomerular (GFR), sekresi tubular aktif, dan reabsorpsi tubular. GFR neonatus
lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak dan orang dewasa, dengan nilai terendah terlihat
pada neonatus prematur. Neonatus mengalami peningkatan GFR yang cepat selama 2 minggu
pertama kehidupan, diikuti oleh kenaikan yag stabil pada usia 6-12 bulan (Ku, 2015).
e. Half-life:
3) Neomisin
Indikasi :
2. Hepatic enchepalopathy
Neomisin digunakan dalam manajemen terapi hepatic enchepalophaty bekerja
dengan cara menghambat bakteri pembentuk amonia di saluran pencernaan pasien
sebagai tambahan pembatasan protein dan terapi suportif. Hambatan tersebut
menurunkan kadar amonia dalam darah sehingga meningkatkan perbaikan neurologis.
Neomisin digunakan sebagai terapi alternatif penurunan amonia dalam darah,
sedangkan lini pertamanya adalah disakarida nonadsorble (laktulosis) (AHFS, 2011).
3. Hiperkolesterolemia
Efek terapetik yang diberikan neomisin dalam pengobatan hiperkolesterolemia adalah
pengurangan penyerapan kolesterol dalam pencernaan sehingga meningkatkan
penghilangan kolesterol sebagai sterol netral dalam feses. Penggunaan neomisisn hanya
setelah lini pertama atau lini kedua digunakan (AHFS, 2011).
4. Infeksi topikal
Pediatri
Dosis preoperasi sterilisasi usus : 1 gram tiap jam selama 4 jam kemudian 1 gram tiap
4 jam selama 2-3 hari
Efek samping : 10% : mual, muntah, diare, iritasi mulut dan rektal
Kontraindikasi
Farmakokinetika
Penyimpanan simpan di tempat rapat dengan suhu 20-25֩ C (tablet) atau 15-30֩ C (larutan oral)
4) Netilmisin
a) Indikasi :
Infeksi berat kuman gram negatif yang resisten terhadap gentamisin (PIONAS).
b) Cover bakteri:
Klebsiella-Enterobacter-Serratia, Citrobacter sp., Proteus sp. (Proteus mirabilis, P.
morganii, P. rettgrei, P. Vulgaris), Pseudomonas aeruginosa, Neisseria gonore, Hemophilus
influenzae, Salmonella sp., Shigella sp. dan melawan penisilinase dan non-penicillinase-
producing Staphylococcus termasuk strain resisten methicillin (drugbank.ca)
d) Mekanisme Kerja
Netilmicin "ireversibel" mengikat protein 30-subunit spesifik dan 16S rRNA. Secara
khusus netilmicin berikatan dengan empat nukleotida 16S rRNA dan satu asam amino protein
S12. Ini mengganggu lokasi decoding di sekitar nukleotida 1400 di 16S rRNA subunit 30S.
Daerah ini berinteraksi dengan basis goyangan dalam anticodon tRNA. Hal ini menyebabkan
gangguan pada kompleks inisiasi, salah membaca mRNA sehingga asam amino yang salah
dimasukkan ke dalam polipeptida yang mengarah ke peptida nonfungsional atau toksik dan
perpecahan polisom menjadi monosom nonfungsional, sehingga bakteri tidak dapat
mensintesis protein yang penting bagi pertumbuhannya (drugbank.ca).
e) Dosis
Injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infus: 4-6 mg/kg bb/hari sebagai dosis tunggal
atau dosis terbagi tiap 8 -12 jam. Pada infeksi berat dosis dapat naik sampai 7,5 mg/kg bb/hari
dalam tiga kali pemberian (dosis segera diturunkan bila terdapat perbaikan klinis, biasanya
setelah 48 jam). NEONATUS kurang dari 1 minggu: 3 mg/kg bb tiap 12 jam; di atas 1 minggu,
2,5-3 mg/kg bb tiap 12 jam; ANAK 2-2,5 mg/kg bb tiap 8 jam. Infeksi saluran kemih, 150
mg/hari (dosis tunggal) selama 5 hari. Gonore: 300 mg dosis tunggal (PIONAS).
5) Streptomisin
1. Indikasi
Streptomisin diindikasikan untuk pengobatan individu dengan infeksi sedang sampai berat
yang disebabkan oleh mikroorganisme pada kondisi spesifik di bawah ini:
Mycobacterium tuberculosis : The American Thoracic Society dan The Center for
Disease Control merekomendasikan bahwa Streptomisin atau Etambutol ditambahkan
sebagai obat keempat dalam rejimen yang mengandung isoniazid (INH), rifampisin dan
pirazinamida untuk perawatan awal TBC, apabila kemungkinan resistensi INH atau
rifampisin sangat rendah.
Streptomisin juga diindikasikan untuk terapi tuberkulosis ketika satu atau lebih obat di
atas dikontraindikasikan karena toksisitas atau intoleransi.
Infeksi non-tuberkulosis : Penggunaan streptomisin harus dibatasi pada pengobatan
infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang telah terbukti rentan terhadap efek
antibakteri streptomisin dan efek toksiknya yang lebih besar. Seperti :
a. Pasteurella pestis (plague),
b. Francisella tularensis (tularemia),
c. Brucella,
d. Calymmatobacterium granulomatis (donovanosis, granuloma inguinale),
e. H. ducreyi (chancroid),
f. H. influenzae (pada infeksi pernafasan, endocardial, dan meningeal - bersamaan
dengan agen antibakteri lainnya),
g. K. pneumoniae pneumonia (bersamaan dengan agen antibacterial lain),
h. E.coli, Proteus, A. aerogenes, K. pneumoniae, and Enterococcus faecalis pada
infeksi saluran kemih,
i. Streptococcus viridans, Enterococcus faecalis (pada infeksi endocardial -
bersamaan dengan penicillin),
j. Gram-negative bacillary bacteremia (bersamaan dengan agen antibacterial lain).
Untuk mengurangi perkembangan bakteri yang resistan terhadap obat dan mempertahankan
keefektifan streptomisin dan obat antibakteri lainnya, streptomisin harus digunakan hanya
untuk mengobati atau mencegah infeksi yang terbukti atau diduga kuat disebabkan oleh
bakteri yang rentan (CLSI, 2009; CLSI, 2011).
6) Tobramisin
Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Rhames Bath (2011) diketahui bahwa
bakteri penyebab sepsis pada neonates 90.8% merupakan bakteri gram negative (Pseudomonas
(33.2%), dan Klibsiela (31.4%) serta bakteri patogen lain seperti Acinetobacter (14.4%),
Staphylococcus aureus (9.2%), E.coli (4.4%), Enterobacter (2.2%), Citrobacter (3.1%) and
Enterococci (2.2%). Pada kelompok bakteri positif antibiotik yang memiliki respon paling baik
adalah dengan pemberian Amikacin (74.5%), diikuti dengan obat golongan aminoglycosides
lainnya, selanjutnya ciprofloxacin dan cefotaxime.
Pada penelitian controlled clinical trial yang dilakukan oleh Neestas et al (2005) untuk
membanding pemberian aminoglikosida dengan interval yang berbeda yaitu Interval 12 jam
pada kelompok TD (Traditional dosing) dan 24 jam pada kelompok EID (Extended interval
dosing), dimana pada kelompok EID yaitu dengan memberikan dosis yang lebih tinggi dan
frekuensi lebih jarang dibandingkan pada kelompk TD. Konsentrasi aminoglikosida serum
terapeutik yang tinggi dan jarang berulang dapat mencegah pengembangan resistensi setelah
terpapar aminoglikosida. EID akan menurunkan puncak subtherapeutic konsentrasi serum,
yang merupakan prediktor hasil klinis yang buruk. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan
pada dosis interval diperpanjang, konsentrasi aminoglikosida serum terapeutik lebih sering
dicapai pada penggunaan EID daripada TD. Untuk mencapai peak serum konsestrasi obat
perbedaannya lebih terasa pada uji coba dengan rentang puncak terapeutik yang terkait dan
dengan hasil klinis yang lebih baik. Hasil dari tinjauan sistematis ini menunjukkan bahwa TDM
dapat dilakukan dalam dosis EID.
Namun menurut Darmstadt et al, (2008), pemberian EID pada gentamisin tidak tampak
meningkatkan nefrotoksisitas atau ototoksisitas pada neonates (hasil belum signifikan
konsisten). Gentamisin secara EID berpotensi lebih hemat biaya mengobati pasien neonatal,
menurunkan beban kerja dan waktu staf keperawatan, dosis diberikan lebih sedikit per hari,
menurunkan biaya pasokan obat, dan mengurangi biaya terapi obat. Selain itu berbagai
keuntungan pemberian EID gentamisin pada neonates ada pada tabel 1 seperti dibawah ini:
Allegaert, K., Langhendries, J., van den Anker, J. 2013. Educational Paper: Do we need
neonatal clinical pharmacologists?. Eur J Pediatr. 2013 April; 172(4): 429–435.
doi:10.1007/s00431-012-1734-4.
Darmstadt, G., Miller-Bell, M., Batra, M., Law., P., Law, K. 2008. Extended-interval Dosing
of Gentamicin for Treatment of Neonatal Sepsis in Developed and Developing
Countries. J HEALTH POPUL NUTR 2008 Jun;26(2):163-182.
Nestaas, E., Bangstad, H-J., Sandvik. L., Wathne, K-O. 2005. Aminoglycoside Extended
Interval Dosing in Neonates is Safe and Effective: A Meta-Analysis. In: Arch Dis Child
Fetal Neonatal 90yh ed. pp.294-300
Ramesh Bhat,Y., Edward, Leslie., Vandana KE. 2011. Bacterial Isolates Of Early-Onset
Neonatal Sepsis and Their Antibiotic Susceptibility Pattern Between 1998 and 2004:
An Audit From a Center in India. In: Italian Journal Of Pediatrics. pp.37-32.
Pacifici, Gian Maria dan Marchini, Giovanna., 2017. Clinical Pharmacokinetics of Gentamicn
in Neonates. Int J Pediatric.,Vol 5 Serial No.39.
UNICEF, 2018. The Neonatal Period is the most vulnarable time for a child. Diakses dari
www.data.unicef.org, pada tanggal 4 Maret 2018.
WHO, 2018. Infant Newborn. Diakses dari www.who.int, pada tanggal 4 Maret 2018.
Maria Pacifici G, Marchini G. 2017. Clinical Pharmacokinetics of Amikasin in Neonates. Int
J Pediatr, Vol. 5(2), pp. 4407-4428.
Stockley I. 2000. Drug Interaction 5th ed. The Pharmaceutical Press: London.
AHFS. 2011. AHFS Drug Information. Bethesda: American Society of Health System
Pharmacists.
BNF. 2015. British Nationally Formularium for Chirldren. Pharmaceutical Press : UK.
https://toxnet.nlm.nih.gov/cgibin/sis/search2/r?dbs+hsdb:@term+@rn+@rel+56391
-56-1 diakses pada 3 Maret 2018
Dandan, Randa H. dan Brunton, Laurence L., 2014. Goodman and Gilman’s: Manual
of Pharmacology and Therapeutics 2nd edition. Mc Graw Hill Education.
Katzung, Bertram G. dan Trevor, Anthony J., 2015. Basic & Clinical Pharmacology
13th edition. Mc Graw Hill Education.
Jeffrey L. Segar, MD., Chetan A. Patel and Sarah B. Tierney, PharmD. 2012.
Recommended Antimicrobial Dosage Schedules for Neonates. Uichildrens.org.
NCCU, 2016. Neonatal Medication Protocols. Pert: Neonatology Clinical Care Unit.