Anda di halaman 1dari 49

GANGGUAN METABOLISME FOLAT

Folat adalah vitamin penting yang larut dalam air, yang secara alami terdapat dalam
makanan, terutama dalam buah-buahan, sayuran berdaun hijau, dan hati. Asam folat adalah
bentuk folat yang disintesis yang ada dalam makanan dan suplemen yang diperkaya dan
memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi daripada folat yang terjadi secara alami. Folat telah
ditambahkan ke biji-bijian di Amerika Serikat untuk mencegah cacat bawaan, terutama cacat
tabung saraf, karena diperlukan untuk pembentukan beberapa koenzim dalam banyak sistem
metabolisme, terutama untuk sintesis purin dan pirimidin, sintesis nukleoprotein, dan
pemeliharaan eritropoiesis. Folat seperti vitamin B12 adalah penyedia residu 1-karbon untuk
sintesis DNA dan RNA. Bentuk asam folat yang poten adalah tetrahidrofolat.

A. ETIOLOGI
• Asupan makanan yang tidak memadai
• Pemanasan selama memasak
• Sariawan
• Sindrom usus pendek
• Amiloidosis
• Bypass lambung
• Celiac disease
• Insufisiensi vascular mesenterika
• Peningkatan pH, seperti achlorhydria
• Obat-obatan, seperti methrotrexate, fenitoin, sulfasalazine, dan trimethoprim
• Defisiensi kongenital enzim yang dibutuhkan dalam metabolisme folat
• Defisiensi vitamin B12
• Alkoholisme
• Kehamilan
• Anemia hemolitik
• Dialisis

B. PATOFISIOLOGI
Folat banyak terdapat dalam sayuran berdaun hijau, buah jeruk, dan produk hewani. Folat
disimpan dengan buruk, dan defisiensi dapat berkembang dalam beberapa minggu hingga
bulan pada orang dengan diet defisiensi folat. Sebagian besar serum folat adalah dalam bentuk
5-methyltetrahydrofolate (5-methyl THFA) yang tidak aktif. Saat memasuki sel, 5-metil THFA
mengalami demetilasi menjadi THFA, bentuk aktif biologis yang terlibat dalam reaksi
enzimatik yang bergantung pada folat. Kobalamin (vitamin B12) berfungsi sebagai faktor
pendamping untuk terjadinya demetilasi ini, dan jika tidak ada, folat "terperangkap" di dalam
sel sebagai 5-metil THFA. THFA terlibat dalam pembentukan banyak koenzim dalam sistem
metabolisme, khususnya untuk sintesis purin dan pirimidin, sintesis nukleoprotein, dan
pemeliharaan dalam eritropoiesis. Kekurangan folat, sebagai akibatnya, menyebabkan
gangguan pembelahan sel, akumulasi metabolit toksik, dan pemberian reaksi metilasi yang
diperlukan untuk pengaturan ekspresi gen.
Tubuh memiliki sekitar 1.000–20.000 mcg simpanan folat, dan orang dewasa
membutuhkan sekitar 400 mcg/hari untuk menggantikan kehilangan harian. Defisiensi folat
membutuhkan waktu 8–16 minggu untuk memunculkan gejala.

C. DIAGNOSIS
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
• Mencari etiologi
• Kemerahan pada lidah yang disertai rasa nyeri
• Tanda-tanda anoreksia
• Pemeriksaan neurologis : gangguan kognitif, depresi, dan demensia.

2. Pemeriksaan Penunjang
• Darah lengkap : penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit, MCV>100
• Apusan darah tepi : makrositik dan/atau megaloblastik, hipersegmentasi
neutrofil
• Kadar serum vit B12 dan B9 : untuk membedakan antara defisiensi vitamin
B12 dan B9
Umumnya, kadar folat serum <2 ng/mL dianggap kurang, sedangkan kadar >
4 ng/ml dianggap normal. Tingkat batas antara 2 hingga 4 ng/mL
membutuhkan konfirmasi lebih lanjut dengan pengukuran kadar asam
metilmalonat (MMA) dan homosistein.
• Kadar asam metimalonat (MMA) dan homosistein
Tabel 1. Perbedaan Pemeriksaan Laboratorium Defisiensi B9 dan B12.
Kadar serum B12 MMA Homosistein
Defisiensi B9 normal normal tinggi
Defisiensi B12 rendah tinggi tinggi

Tingkat folat sel darah merah adalah indeks simpanan tubuh yang sangat berguna dan
dapat membantu mengevaluasi durasi defisiensi. Evaluasi sumsum tulang tidak diperlukan
untuk evaluasi defisiensi vitamin B12 atau folat, tetapi jika dilakukan karena alasan lain
pada pasien dengan defisiensi folat dapat menunjukkan hiperselularitas dengan hiperplasia
sel eritroid megaloblastik.

3. TERAPI
• Suplemen asam folat
Biasanya, asam folat oral (1–5 mg/ hari) cukup untuk mengobati defisiensi
folat. Formulasi asam folat intravena, subkutan, atau intramuskular dapat
digunakan untuk pasien yang tidak dapat mentolerir obat oral. Asam folinat
(juga disebut leukovorin), bentuk folat tereduksi, terutama digunakan untuk
mencegah toksisitas metotreksat. Durasi terapi tergantung pada apakah
penyebab defisiensi awal berlanjut. Pasien dengan malabsorpsi atau sindrom
usus pendek biasanya memerlukan pengobatan jangka panjang.
• Suplementasi vitamin B12
Pengobatan folat saja tidak memperbaiki gejala dan tanda neurologis karena
defisiensi B12 yang jika tidak diobati, kemungkinan dapat berlanjut dan
menyebabkan kerusakan neurologis permanen. Semua pasien harus didorong
untuk diet kaya buah-buahan dan sayuran.

4. KOMPLIKASI
• Anemia megaloblastik
• Pansitopenia
• Glositis
• Stomatitis angularis
• Manifestasi neuropsikiatri : depresi, iritabilitas, insomnia, penurunan kognitif,
kelelahan, dan psikosis
DAFTAR PUSTAKA
Green R, Datta Mitra A. Megaloblastic Anemias: Nutritional and Other Causes. Med
Clin North Am. 2017 Mar;101(2):297-317
Attia AAA, Amer MAEM, Hassan M, Din SFG. Low serum folic acid can be a
potential independent risk factor for erectile dysfunction: a prospective case-control
study. Int Urol Nephrol. 2019 Feb;51(2):223-229.
Watson J, Lee M, Garcia-Casal MN. Consequences of Inadequate Intakes of Vitamin
A, Vitamin B12, Vitamin D, Calcium, Iron, and Folate in Older Persons. Curr Geriatr
Rep. 2018;7(2):103-113.
GANGGUAN METABOLISME MAGNESIUM

D. HOMEOSTASIS MAGNESIUM
Magnesium (Mg) merupakan kation terbanyak keempat di dalam tubuh dan kation
intraseluler terbanyak kedua. Konsentrasi Mg serum normal adalah 1,7–2,6 mg/dl, ini setara
dengan 1,4–2,2 mEq/l atau 0,7–1,1 mmol/l. Untuk mengkonversi dari mmol/l ke mEq/l, kalikan
dengan 2 yang merupakan valensi Mg. Untuk mengubah dari mmol/l menjadi mg/dl kalikan
dengan 24,3 (berat atom Mg) dan bagi dengan 10. Konsentrasi Mg intraseluler sekitar 8–10
mmol/l. Mg intraseluler bebas sekitar 0,6–0,8 mmol/l. Sebagian besar Mg intraseluler terikat
pada ATP dan enzim.
Asupan harian rata-rata Mg adalah sekitar 360 mg (15 mmol), 120 mg diserap di usus
(kebanyakan di usus kecil dan sebagian kecil di usus besar). Sekitar 20 mg diekskresikan
dengan sekresi usus. Oleh karena itu, penyerapan bersih adalah 100 mg yang sama dengan
jumlah yang diekskresikan dalam urin oleh ginjal, sisanya 260 mg diekskresikan dalam tinja.
Sekitar 52% dari total Mg tubuh ada di tulang, 27% di otot dan 20% di jaringan lunak non-otot.
Cairan ekstraseluler hanya mengandung 1% dari total Mg tubuh. Serum hanya mengandung
0,3% dari total Mg tubuh, sebagian besar terdapat dalam sel darah merah. Penting untuk
diketahui bahwa Mg dalam tulang tidak ekuivalen dengan Mg serum. Setiap kehilangan Mg
(misalnya karena diare atau diuretik) berasal dari cairan ekstraseluler, ginjal beradaptasi
dengan menurunkan jumlah yang diekskresikan dalam urin. Ekskresi fraksional Mg (FEMg)
adalah 3% - 5% pada individu normal. Ini dapat diturunkan 10 kali hingga <0,5% dengan
hipomagnesemia ekstrarenal. Serum Mg mungkin tidak mencerminkan total Mg tubuh, dimana
60% bebas (terionisasi), 10% kompleks (terikat dengan anion seperti sitrat, fosfat, bikarbonat
atau sulfat) dan 30% terikat albumin. Absorbsi Mg terbesar terjadi di thick ascending limb
(TAL).
Gambar 1. Homeostasis Magnesium.
Tabel 1. Faktor yang Mempengaruhi Absorbsi Magnesium di TAL
Faktor yang meningkatkan absorbsi Mg Faktor yang menurunkan absorbsi Mg
• Hipomagnesemia • Hipermagnesemia
• Alkalosis metabolik • Asidosis Metabolik
• Amiloride • Loop diuretics
• Tiazida
• Hipokalemia
• Hipofosfatemua
• Hiperkalsemia

E. DEFINISI HIPOMAGNESEMIA DAN HIPERMAGNESEMIA


• Hipomagnesemia : kadar serum Mg <1,7 mg/dL (0,7 mmol/L). Tanda dan gejala
akibat hipomagnesemia akan muncul pada kadar serum Mg <1,2 mg/dL (0,5
mmol/L).
• Hipermagnesemia : kadar serum Mg > 2,6 mg/dL (1,1 mmol/L). Tanda dan gejala
yang signifikan akan muncul ketika kadar serum Mg > 4,8 mg/dL (2 mmol/L).
• Hipermagnesemia lebih sering ditemukan dibandingkan hipomagnesemia.
• Hipermagnesemia biasanya dijumpai pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal,
konsumsi antasida yang mengandung Mg atau katartik, atau wanita yang diterapi
dengan MgSO4 pada keadaan preeklampsia dan eklampsia.
• Hipomagnesemia umumnya dijumpai pada pasien perawatan postoperatif di
ruangan intensive care.

F. PENILAIAN STATUS MAGNESIUM


Diagnosis kelainan metabolisme Mg memerlukan indeks kecurigaan yang tinggi karena
pemeriksaan Mg tidak dilakukan sebagai panel pemeriksaan rutin. Penilaian kadar Mg tersedia,
tetapi tidak berkorelasi dengan kadar Mg total dalam tubuh. Cairan ekstraseluler hanya
mengandung 1% dari total Mg tubuh. Sebagian besar Mg serum (hanya 0,3% dari total Mg
tubuh) terdapat dalam sel darah merah; oleh karena itu, hemolisis sampel darah akan
menyebabkan pseudohipermagnesemia. Pengukuran Mg dalam urin 24 jam sangat membantu
pada pasien dengan hipomagnesemia. Pengumpulan 12 jam mungkin tidak membantu karena
ekskresi sirkadian Mg. Peningkatan Mg urin menunjukkan wasting Mg ginjal.
Ekskresi Mg urin normal adalah < 12–25 mg/ 24 jam (0,5–1 mmol/ 24 jam). Pada
hipomagnesemia akibat wasting Mg ginjal, Mg urin > 30 mg/24 jam (1,25 mmol/24 jam). Tes
pemuatan Mg atau tes retensi Mg diusulkan untuk mengidentifikasi pasien dengan defisiensi
Mg potensial meskipun kadar Mg serum normal. Mg diberikan secara IV atau PO dan
kemudian diukur dalam urin. Jika pembebanan IV dipilih, subjek biasanya diberikan 7,5 g (30
mmol) Mg sulfat selama 8 jam. Satu penelitian menggunakan 5 g Mg laktat untuk uji pemuatan
oral. Pasien yang mengeluarkan >60–70% tidak mungkin mengalami defisiensi Mg. Tes
pemuatan Mg jarang digunakan karena memiliki negatif palsu (seperti pada penderita diabetes
dan pecandu alkohol) dan positif palsu (seperti pada pasien CKD).

G. HIPOMAGNESEMIA
5. ETIOLOGI
• Defisiensi diet : malnutrisi, nutrisi parenteral total
• Redistribusi (hungry bone syndrome)
• Penyakit gastrointestinal (GI) : diare kronis, malabsorpsi
• Renal wasting : diuretik loop atau thiazide, aminoglikosida, Bartter dan
sindrom Gitelman.
• Pengobatan kronis dengan proton pump inhibitor (PPI)

6. GEJALA DAN KOMPLIKASI


Gejala hipomagnesemia bergantung pada tingkat keparahan defisiensi Mg dan
kecepatan penurunannya. Hipomagnesemia dapat menyebabkan hipokalemia dan
hipokalsemia. Beberapa gejala yang dapat dijumpai pada hypomagnesemia :
• Gejala non-spesifik : mual, muntah dan anoreksia.
• Gejala neuromuskular / hipereksitabilitas neuromuskular : tetani, kram,
kelemahan, disfagia dan fasikulasi otot.
• Tanda Trousseau dan Chvostek
• Manifestasi neurologis meliputi agitasi, psikosis, depresi, tremor, vertigo, dan
nistagmus.
• Pada kasus yang parah, delirium, ensefalopati, dan kejang dapat dijumpai.
• Aritmia jantung harus mendapatkan perawatan darurat dan termasuk aritmia
ventrikel, torsade de pointes dan takikardia supraventrikular.
• Peningkatan sensitivitas terhadap toksisitas digoksin.

Komplikasi hipomagnesemia :
• Osteoporosis
• Migrain
• Peningkatan resistensi insulin
• Hipertensi
• Asma
• Aterosklerosis.

7. DIAGNOSIS
Prinsip-prinsip berikut harus diingat ketika mendekati pasien dengan
hipomagnesemia:
a. Diagnosis hipomagnesemia membutuhkan indeks kecurigaan yang tinggi karena
Mg tidak termasuk dalam panel kimia rutin. K dan Ca secara rutin diperiksa saat
mengevaluasi hipomagnesemia.
b. Pengukuran serum Mg tersedia di laboratorium. Tes sederhana ini harus diperiksa
pada pasien dengan gangguan elektrolit terutama hipokalemia dan hipokalsemia
yang rekalsitran. Serum Mg juga harus diperiksakan pada pasien dengan gejala,
tanda, atau komplikasi.
c. Loading test Mg jarang dilakukan.
d. Pecahan ekskresi Mg (FEMg) sangat membantu dalam membedakan renal wasting
dari pemborosan gastrointestinal Mg. Pada renal wasting, FEMg adalah > 4%,
sedangkan pada buangan Mg gastrointestinal adalah <2%. Pada individu normal
FEMg adalah 3%-5%.
e. Pengumpulan urin 24 jam untuk Mg juga dapat membantu dalam membedakan
ginjal dari pembuangan Mg ekstra-renal. Urin Mg > 30 mg/24 jam (1,25 mmol/ 24
jam) pada renal wasting.
f. Seperti gangguan elektrolit lainnya, tinjauan obat sangat penting.
g. Elektrokardiogram (EKG) diperiksa jika dicurigai adanya aritmia jantung.
h. Jika hipomagnesemia genetik dicurigai, diperlukan konsultasi spesialis. Tes
genetik diperlukan untuk memastikan diagnosis.

8. TERAPI
• Penyebab yang mendasari hipomagnesemia harus diatasi.
• Konseling diet untuk meningkatkan asupan Mg
• Penambahan spironolakton atau amiloride ke loop atau diuretik thiazide untuk
mengurangi hipokalemia dan hipomagnesemia dapat dilakukan.
• Pasien yang dapat meminum obat oral diberikan Mg secara oral kecuali jika
hipomagnesemia berat atau berhubungan dengan komplikasi berat seperti
aritmia jantung atau kejang.
Ada beberapa formulasi Mg oral yang tersedia dalam bentuk kapsul atau tablet. Patut
dicatat bahwa Mg sitrat dan Mg hidroksida digunakan sebagai obat pencahar. Sangat
penting untuk berkonsultasi dengan produsen yang meresepkan informasi untuk setiap
produk karena jumlah unsur Mg bervariasi. Diare, mual dan muntah adalah efek samping
paling umum dari suplemen Mg oral.
Hipomagnesemia persisten pada pasien rawat inap membutuhkan Mg IV karena
penggantian oral dibatasi oleh diare dan bioavailabilitas yang buruk. Mg klorida dan Mg
laktat memiliki bioavailabilitas 12% (ini adalah fraksi yang diserap dari dosis yang
diberikan), sedangkan Mg oksida memiliki bioavailabilitas hanya 4%. Mg sulfat
digunakan untuk penggantian parenteral (IV dan IM). Penggantian Mg parenteral
diindikasikan pada pasien yang tidak dapat mentolerir suplemen Mg oral, dan pada pasien
dengan defisiensi Mg berat terutama dengan adanya komplikasi berat seperti aritmia
jantung. Mg sulfat tersedia sebagai larutan 10% (1 g/10 ml) untuk penggunaan IV. IM Mg
sulfat tersedia sebagai larutan 50% (1 g/2 ml). 1 g Mg sulfat mengandung 98,4 mg unsur
Mg (8,12 mEq atau 4,06 mmol). Dosis tipikal pada pasien stabil adalah 1-2 g IV selama
30-60 menit. Dosis yang lebih tinggi seperti 2-4 g IV selama 4-12 jam sesuai untuk pasien
dengan serum Mg < 1 mg/dl (0,4 mmol/l).
Serum Mg harus dipantau, dan dosis diulang sampai normomagnesemia tercapai. Pada
pasien yang tidak stabil seperti dengan kejang atau aritmia jantung 1–2 g diberikan secara
IV selama 15 menit, diikuti dengan infus Mg sulfat pada 3–20 mg/menit. Misalnya, 10 g
Mg sulfat dalam 1 L dekstrosa 5% dalam air yang diinfuskan selama 24 jam, akan
menghasilkan 6,94 mg Mg sulfat/menit. Tetes Mg sulfat dihentikan setelah
normomagnesemia tercapai. Mg sulfat adalah obat pilihan untuk mencegah kejang pada
wanita dengan preeklampsia. Mg sulfat dosis tinggi digunakan, mis. 6 g IV selama 15–20
menit diikuti dengan infus kontinu dengan kecepatan 1–2 g/jam. Ini akan menyebabkan
hipermagnesemia. Level target Mg tidak ditentukan dengan baik, dan rentang yang luas
dilaporkan dalam studi klinis (4,8–8,4 mg/dl atau 2–3,5 mmol/l).
Tingkat hipermagnesemia ini jarang menyebabkan toksisitas pada wanita dengan
preeklampsia kecuali jika disertai cedera ginjal akut atau kronik. Mg sulfat relatif
dikontraindikasikan pada pasien myasthenia gravis karena Mg menghambat pelepasan
asetilkolin.

H. HIPERMAGNESEMIA
1. ETIOLOGI
Hipermagnesemia umumnya dijumpai pasien dengan CKD lanjut (GFR <10–30
ml/menit) dengan asupan bersamaan garam Mg seperti dalam beberapa obat pencahar (Mg
sitrat, Mg hidroksida) atau antasida (aluminium-magnesium hidroksida). Oleh karena itu,
hipermagnesemia yang signifikan tidak mungkin terjadi bahkan pada pasien dengan
penyakit ginjal stadium akhir tanpa asupan Mg eksogen. Hipermagnesemia lebih sering
terjadi pada orang tua karena peningkatan prevalensi CKD. Serum Mg harus dipantau
secara rutin pada pasien dialisis yang menggunakan Mg karbonat sebagai pengikat fosfat.
Perhatikan bahwa sodium picosulfate/magnesium sitrat digunakan sebagai agen persiapan
usus. Hipermagnesemia sengaja diinduksi pada pasien dengan preeklampsia untuk
mencegah kejang. Hiperrefleksia mungkin menandakan eklampsia yang akan terjadi dan
harus diberikan inisiasi IV Mg sulfat.

2. GEJALA DAN KOMPLIKASI


Tabel 2. Manifestasi Klinis Hipermagnesemia.
Kadar serum Mg (mg/dL) Manifestasi klinis
2,7 – 5,0 Umumnya asimptomatik
5,1 – 7,0 Gejala ringan : mual, muntah, pusing, lemah,
mengantuk, penurunan refleks tendon
7,1 – 12 Retensi , letargi, ileus, flushing, mengantuk, blurred
vision, kebingungan, hilangnya refleks tendon
>12 Paralisis flaksid, depresi pernapasan, apnea, hipotensi,
bradikardi, blokade jantung total, hingga dapat
menimbulkan koma dan henti jantung.

3. DIAGNOSIS
Hipermagnesemia didiagnosis dengan mengukur serum Mg dalam pengaturan klinis
yang sesuai seperti pasien dengan CKD stadium lanjut yang menggunakan garam Mg.
Tidak ada peran untuk pengukuran Mg urin pada hipermagnesemia. Seperti disebutkan di
atas, sebagian besar serum Mg ada di sel darah merah. Hemolisis pada sampel akan
menyebabkan pseudohipermagnesemia dan pseudohiperkalemia karena pelepasan Mg dan
K dari sel darah merah. EKG harus diperoleh pada hipermagnesemia berat atau jika
dicurigai adanya aritmia jantung. Panel kimia dasar diperlukan untuk mengevaluasi fungsi
ginjal dan elektrolit lainnya termasuk K, Ca dan fosfor.

4. TERAPI
Semua sumber Mg eksogen harus dihentikan. Jika GFR > 60 ml/menit dan
hipermagnesemia ringan tanpa gejala atau minimal, cukup dilakukan pengamatan sederhana
Waktu paruh eliminasi Mg adalah sekitar 20,2 jam. Oleh karena itu, Mg diperiksa ulang
setiap hari. Pasien dengan hipermagnesemia berat (serum Mg 7,1-12 mg/dl atau 3,0-5,0
mmol/l) dipantau di unit telemetri. Pasien-pasien ini memerlukan pengobatan dengan
kalsium glukonat atau klorida. Kalsium memiliki efek berlawana dengan Mg pada
miokardium dan neuromuscular junction. Kalsium digunakan dengan cara yang sama pada
hiperkalemia yang terkait dengan perubahan EKG. 1 g kalsium glukonat diberikan selama
5–10 menit. Dosis dapat diulang setelah 5 menit jika tidak ada perbaikan pada EKG. Untuk
menambah ekskresi Mg, salin normal IV diberikan bersama dengan diuretik loop IV seperti
furosemide atau bumetanide. Tingkat normal saline dan dosis diuretik loop bervariasi sesuai
dengan fungsi ginjal dan status volume. Hemodialisis (HD) digunakan jika langkah-langkah
di atas gagal terutama pada pasien dengan CKD lanjut yang menunjukkan gejala yang parah.
HD menghilangkan Mg secara efisien, pengobatan 3–4 jam mengurangi Mg sebesar 30%–
50%. HD tidak boleh dilakukan pada rendaman kalsium rendah untuk menghindari pencetus
hipokalsemia. Pasien yang menerima infus Mg sulfat untuk profilaksis kejang pada
preeklampsia memerlukan pemantauan ketat. Infus dihentikan dan kalsium glukonat (atau
klorida) IV diberikan, jika UO menurun (<25 ml/jam), refleks tendon dalam menjadi tidak
ada atau jika terjadi hipoventilasi (laju pernapasan <12 per menit).
DAFTAR PUSTAKA
Gröber U, Schmidt J, Kisters K. Magnesium in Prevention and Therapy. Nutrients 7.
2015. p8199-8226.
De Baaij J, Hoenderop J, Bindels R. Magnesium in Man: Implications for Health and
Disease. Physiol Rev 95. 2015. p1-46.
Ahmed F, Mohammed A. Magnesium: The Forgotten Electrolyte-A Review on
Hypomagnesemia. Med Sci 7. 2019. p56.
Tinawi M. Hypokalemia: A Practical Approach to Diagnosis and Treatment. Arch Clin
Biomed Res 4. 2020. p 48-66.
NIH. Magnesium: Fact Sheet for Health Professionals [Internet]. NIH, Office of Dietary
Supplements 2020.
Palmer BF. Potassium Binders for Hyperkalemia in Chronic Kidney Diseased-Diet,
Renin- Angiotensin-Aldosterone System Inhibitor Therapy, and Hemodialysis. Mayo Clin
Proc 95. 2020. p 339-354
OSTEOPOROSIS

A. DEFINISI
Osteoporosis merupakan penyakit yang ditandai dengan penurunan massa tulang (bone
quantity), kerusakan jaringan tulang, dan gangguan pada mikroarsitektur tulang (bone quality)
yang dapat menyebabkan menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya risiko fraktur.

B. KLASIFIKASI
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu osteoporosis primer (involusional) dan
osteoporosis sekunder.
• Osteoporosis primer : osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya
- Osteoporosis tipe 1, yaitu osteoporosis pasca menopause, terjadi pada wanita setelah
berhenti mengalami menstruasi
- Osteoporosis tipe 2 adalah osteoporosis senilis, terjadi pada orang tua di atas usia 75
tahun.
• Osteoporosis sekunder : osteoporosis yang diketahui penyebabnya, bisa akibat penyakit
lain atau obat-obatan, seperti pada mereka yang mengkonsumsi obat kortikosteroid, anti
kejang, atau antasida yang digunakan jangka panjang atau mereka yang menderita penyakit
artritis reumatoid atau penyakit autoimun lainnya, gangguan tiroid, atau pada pasien yang
berbaring lama contohnya mereka yang mengalami stroke.

C. FAKTOR RISIKO

D. TANDA DAN GEJALA


• Umumnya tidak memiliki gejala yang khas kecuali meningkatnya risiko terjadinya fraktur
• Nyeri
• Bengkak
• Kaku sendi
• Kifosis
• Berkurangnya tinggi badan (karena kompresi vertebra akibat fraktur)
• Fraktur. Fraktur pada osteoporosis disebut sebagai fraktur fragilitas, dimana fraktur ini
terjadi secara spontan atau pada trauma ringan (keadaan yang dimana pada populasi normal
tidak menyebabkan fraktur), umumnya terjadi pada kolum vertebra, tulang rusuk, tulang
panggul, dan pergelangan tangan

E. DIAGNOSIS
• Pemeriksaan densitas massa tulang (BMD).
Definisi osteoporosis berdasarkan BMD (Bone Mineral Density) menurut WHO:

• Pemeriksaan X-ray jika dicurigai terjadi fraktur


• Perhitungan skor FRAX (Fracture Risk Assessment Tool) untuk mengetahui risiko
terjadinya fraktur dalam 10 tahun berdasarkan faktor risiko pasien.

F. TATALAKSANA
1. Edukasi dan pencegahan
• Sarankan pasien untuk berolahraga secara teratur sesuai kemampuan
• Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari
• Mencukupi kebutuhan vitamin D 400-1200 IU/hari
• Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat memicu osteoporosis
• Hindari merokok dan minum alkohol
• Hindari aktivitas dan keadaan yang dapat meningkatkan risiko jatuh
2. Latihan dan program rehabilitasi
• Bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot agar menurunkan risiko terjatuh dan
mencegah perburukan osteoporosis
• Pada pasien yang belum mengalami osteoporosis diberikan latihan pembebanan pada
tulang, sedangkan pada pasien yang sudah menderita osteoporosis latihan dimulai tanpa
menggunakan beban, kemudian ditingkatkan secara bertahap sampai didapatkan beban
adekut
• Bila dibutuhkan dapat diberikan alat bantu/ortosis (korset, tongkat, alat bantu berjalan
lainnya) pada pasien yang mengalami gangguan keseimbangan.
3. Terapi medikamentosa
• Bisfosfonat
• Raloksifen
• Vitamin D
• Kalsium
• Terapi pengganti hormon
• Kalsitonin
• Stronsium ranelat
• Denosumab
4. Rujuk pasien ke rumah sakit rujukan untuk tatalaksana lebih lanjut

Tabel 1. Daftar Obat Osteoporosis di Indonesia


Tabel 2. Algoritma Tatalaksana Osteoporosis

DAFTAR PUSTAKA
1. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapany DL. Penatalaksanaan di bidang ilmu
penyakit dalam panduan praktik klinis. Jakarta: Interna Publishing; 2015
2. Hamijoyo L. Tulang Keropos Atau osteoporosis [Internet]. Perhimpunan Reumatologi
Indonesia. [cited 2023 Jan 2]. Available from: https://reumatologi.or.id/tulang-keropos-
atau-osteoporosis/
3. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Buku saku reumatologi. Perhimpunan Reumatologi
Indonesia. 2020;63-66
4. Sözen T, Özışık L, Başaran NÇ. An overview and management of osteoporosis. Eur J
Rheumatol. 2017 Mar;4(1):46-56. doi: 10.5152/eurjrheum.2016.048
RICKETSIA, OSTEOMALASIA

G. DEFINISI
Osteomalasia adalah kelainan akibat tidak sempurnanya mineralisasi tulang baru yang
masih dalam bentuk osteoid pada tempat turnover tulang. Sebagian besar osteomalasia terjadi
melalui mekanisme akibat hipokalsemia, hipofosfatemia atau hambatan langsung
proses mineralisasisi.

H. FAKTOR RISIKO
• Berkurangnya paparan sinar matahari terhadap kulit
• Diet
• Kulit gelap
• Obesitas
• Usia tua
• Obat-obatan yang dapat memicu defisiensi vitamin D
• Penyakit ginjal atau hati
• Sindrom malabsorpsi

I. TANDA DAN GEJALA


Osteomalasia kadang asimtomatik dan tampak secara radiologis sebagai osteopenia, namun
juga dapat muncul dengan gejala khas, termasuk nyeri tulang difus, poliartralgia, kelemahan
otot dan kesulitan berjalan. Temuan berikut dapat diamati:
• Nyeri tulang dan kelemahan otot pada 84% pasien
• Tulang yang rapuh pada 84% pasien
• Patah tulang pada 76% pasien
• Kesulitan berjalan dan tertatih-tatih pada 24% pasien
• Kaku otot, kram, tanda Chvostek's positif, kesemutan/ mati rasa pada 6-12% pasien
Aktivitas mineralisasi matrik pada osteomalasia secara biokimia lebih rendah dibanding tulang
normal, sehingga pasien dengan defisiensi vitamin D cenderung mengalami tulang bengkok
dan patah akibat menahan beban.
J. DIAGNOSIS
• Meskipun perubahan radiografik khas seperti zona Looser dapat dilihat, namun
osteomalasia paling sering didiagnosis secara biokimia berdasarkan konsentrasi fosfat
menurun dan alkali fosfat meningkat
• Pengukuran 25-OH-D memberikan konfirmasi bermanfaat tentang kekurangan vitamin D,
tetapi hal ini kadang normal (misalnya pada gagal ginjal kronik)
• Biopsi tulang di krista iliaka harus dilakukan jika ada kesulitan diagnosis.
• Gambaran Laboratorium yang biasa didapat:
- Alkali fosfatase serum meningkat pada 95-100% kasus
- Kalsium dan fosfor serum menurun pada 27-38% kasus
- Kalsium urin rendah pada 87% kasus
- 25-hydroxy vitamin D <15 ng/mL pada 100% kasus
- Peningkatan kadar PTH pada 100% kasus

• Pada gambaran radiologi bisa didapatkan:


- Fraktur inkomplit (looser zone) adalah tanda klasik osteomalasia. Looser zone
radiografi tampak garis lusen yang menggambarkan unmineralisasi osteoid, pada
posisi tegak lurus dengan kortek tulang.
- Gambaran densitas yang rendah karena gangguan mineralisasi dan bisa mirip dengan
osteoporosis
- Deformitas tulang dan epifise yang melebar.

Tabel 1. Temuan Lab pada Osteomalasia


K. TATALAKSANA
Osteomalasia dapat diobati dengan cara sebagai berikut.
• Kalsitriol atau alfacalcidol memberikan efek yang signifikan. Diet dan pemberian vitamin
D yang adekuat (1000 hingga 2000 IU/hari) diharapkan bisa mempercepat penyembuhan
tulang
• Pada kondisi malabsorpsi vitamin D
Pada penderita malabsorbsi vitamin D, sambil memperbaiki penyebab malabsorpsi, dosis
vitamin D sangat besar (50.000 IU sekali hingga tiga kali atau lebih tiap minggu) mungkin
dibutuhkan.
• Pada kondisi hipofosfatemia dan kelainan absorpsi fosfat renotubular
Mineralisasi tulang terjadi dengan terapi fosfat dan 1,25 (OH)2D dosis tinggi. Hal ini
dibutuhkan untuk mencegah hiperparatiroidisme terkait terapi fosfat. Pada penderita
insufisiensi ataupun gagal ginjal, fosfat harus diminum sesudah makan untuk menurunkan
absorpsi fosfat di usus halus.

DAFTAR PUSTAKA
5. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapany DL. Penatalaksanaan di bidang ilmu
penyakit dalam panduan praktik klinis. Jakarta: Interna Publishing; 2015
6. Zimmerman L, McKeon B. Osteomalacia. [Updated 2022 Apr 28]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551616/
OBESITAS

L. DEFINISI
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi jaringan
lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi bila besar dan
jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang . Bila seseorang bertambah berat badannya
maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemudian jumlahnya bertambah banyak.

M. FAKTOR RISIKO
Kebiasaan makan berlebih, genetik, kurang aktivitas fisik, faktor psikologis dan stres, obat-
obatan (beberapa obat seperti steroid, KB hormonal, dan anti-depresan memiliki efek samping
penambahan berat badan dan retensi natrium), usia (misalnya menopause), kejadian tertentu
(misalnya berhenti merokok, berhenti dari kegiatan olahraga, dsb)

N. TANDA DAN GEJALA


Tidak dijumpai gejala spesifik

O. DIAGNOSIS
• Anamnesis
Biasanya pasien datang bukan dengan keluhan kelebihan berat badan namun dengan
adanya gejala dari risiko kesehatan yang timbul.
• Pemeriksaan fisik
- Pengukuran Antropometri (BB, TB dan LP) Indeks Masa Tubuh (IMT/Body mass index/
BMI) menggunakan rumus Berat Badan (kg)/ Tinggi Badan kuadrat (m2). Pemeriksaan
fisik lain sesuai keluhan untuk menentukan telah terjadi komplikasi atau risiko tinggi
- Pengukuran lingkar pinggang (pada pertengahan antara iga terbawah dengan kristailiaka,
pengukuran dari lateral dengan pita tanpa menekan jaringan lunak). Risiko meningkat bila
laki-laki >85 cm dan perempuan >80cm
- Pengukuran tekanan darah untuk menentukan risiko dan komplikasi, misalnya hipertensi.
• Pemeriksaan penunjang
Untuk menentukan risiko dan komplikasi, yaitu pemeriksaan kadar gula darah, profil
lipid, dan asam urat.
Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas berdasarkan IMT Menurut WHO

Tabel 2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas berdasarkan IMT dan Lingkar
Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik

P. DIAGNOSIS BANDING
• Keadaan asites atau edema
• Massa otot yang tinggi, misalnya pada olahragawan

Diagnosis klinis mengenai kondisi kesehatan yang berasosiasi dengan obesitas:


• Hipertensi
• DM tipe 2
• Dislipidemia
• Sindrom metabolik
• Sleep apneu obstruktif
• Penyakit sendi degenerative

Q. TATALAKSANA
Non -Medikamentosa
• Penatalaksanaan dimulai dengan kesadaran pasien bahwa kondisi sekarang adalah obesitas,
dengan berbagai risikonya dan berniat untuk menjalankan program penurunan berat badan
• Diskusikan dan sepakati target pencapaian dan cara yang akan dipilih (target rasional
adalah penurunan 10% dari BB sekarang dalam 6 bulan)
• Usulkan cara yang sesuai dengan fakto risiko yang dimiliki pasien, dan jadwalkan
pengukuran berkala untuk menilai keberhasilan program. Penatalaksanaan ini meliputi
perubaha pola makan (makan dalam porsi kecil namun sering) dengan mengurangi
konsumsi lemak dan kalori, meningkatkan latihan fisik dan bergabung dengan kelompok
yang bertujuan sama dalam mendukung satu sama lain dan diskusi hal-hal yang dapat
membantu dalam pencapaian target penurunan berat badan ideal.
• Pengaturan pola makan dimulai dengan mengurangi asupan kalori sebesar 300-500
kkal/hari dengan tujuan untuk menurunkan berat badan sebesar 1/2-1 kg per minggu.
• Latihan fisik dimulai secara perlahan dan ditingkatkan secara bertahap intensitasnya.
Pasien dapat memulai dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka waktu 5 kali
seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 5
kali seminggu

Medikamentosa
Obat-obatan dapat dikombinasikan dengan intervensi diet, olahraga, dan perilaku. Obat
antiobesitas yang disetujui FDA yaitu phentermine, orlistat, sibutramine, lorcaserin,
liraglutide, diethylpropion, phentermine/topiramate, naltrexone/bupropion,
phendimetrazine. Dengan pemberian sibutramine dapat muncul peningkatan tekanan darah
dan denyut jantung. Sibutramine sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan riwayat
hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, aritmia atau riwayat stroke.
Orlistat biasanya menjadi pilihan pertama karena kurangnya efek sistemik akibat
penyerapan yang terbatas. Orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30 persen.
Dengan pemberian orlitas, dibutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena terjadi
malacsorpsi parsial. Semua pasien harus dipantau untuk efek samping yang timbul.

Pembedahan
• Terapi ini hanya diberikan kepada pasien obesitas berat secara klinis dengan BMI ≥ 40 atau
≥35 dengan kondisi komorbid
• Terapi Bedah ini harus dilakukan sebagai alternatif terakhir untuk pasien yang gagal
dengan farmakoterapi dan menderita komplikasi obesitas yang ekstrem
• Bedah Gastrointestinal (restriksi gastrik [banding vertical gastric] atau bypass gastric
(Roux-en Y) adalah suatu intervensi penurunan berat badan pada subyek yang bermotivasi
dengan risiko operasi yang rendah.

DAFTAR PUSTAKA
7. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapany DL. Penatalaksanaan di bidang ilmu
penyakit dalam panduan praktik klinis. Jakarta: Interna Publishing; 2015
8. IDI. Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Layanan Kesehatan Primer; 2017
9. Panuganti KK, Nguyen M, Kshirsagar RK. Obesity. [Updated 2022 Aug 8]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459357/
DISLIPIDEMIA

R. DEFINISI
Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan maupun penurunan kadarfraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang
utama adalah kenaikan kadar kolesterol total (K-total), kolesterol LDL (K-LDL) dan atau
trigliserid (TG), serta penurunan kolesterol HDL (K-HDL)
Dislipidemia diklasifikasikan menjadi :
• Dislipidemia primer : akibat kelainan genetik
• Dislipidemia sekunder : akibat suatu penyakit lain misalnya hipotiroidisme, sindroma
nefrotik, diabetes melitus, sindrom metabolik

S. FAKTOR RISIKO
• Bertambahnya usia
• Jenis kelamin laki-laki
• kelebihan berat badan atau obesitas
• Obesitas abdominal
• Merokok
• Hipertensi
• Metabolisme glukosa abnormal (pra-diabetes atau diabetes)
• Hiperurisemia

T. TANDA DAN GEJALA


• Gejala klinik dan keluhan dislipidemia pada umumnya tidak ada
• Manifestasi klinik yang timbul biasanya merupakan komplikasi dari dislipidemia itu sendiri
seperti PJK dan stroke
• Kadar trigliserid yang sangat tinggi dapat menyebabkan pankreatitis akut,
hepatosplenomegali, parastesia, perasaan sesak napas dan gangguan kesadaran, juga dapat
merubah warna pembuluh darah retina menjadi krem (lipemia retinalis) serta merubah
warna plasma darah menjadi seperti susu
• Pada pasien dengan kadar LDL yang sangat tinggi (hiperkolesterolemia familial) dapat
timbul arkus kornea, xantelasma pada kelopak mata dan xantoma pada daerah tendon
archiles, siku dan lutut.
U. DIAGNOSIS

Pemeriksaan laboratorium berperan penting dalam penegakan diagnosa. Pemeriksaan yang


dilakukan adalah pemeriksaan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL,
trigliserida.
Tabel 1. Interpretasi Kadar Lipid Plasma

V. TATALAKSANA
Terapi Non Farmakologis
• Aktivitas fisik
Aktifitas fisik yang disarankan meliputi program latihan yang mencakup setidaknya 30
menit aktivitas fisik dengan intensitas sedang (menurunkan 4-7 kkal/menit) 4 sampai 6 kali
seminggu, dengan pengeluaran minimal 200 kkal/ hari. Kegiatan yang disarankan meliputi
jalan cepat, bersepeda statis, ataupun berenang. Tujuan aktivitas fisik harian dapat dipenuhi
dalam satu sesi atau beberapa sesi sepanjang rangkaian dalam sehari (minimal 10 menit).
Bagi beberapa pasien, beristirahat selama beberapa saat di sela-sela aktivitas dapat
meningkatkan kepatuhan terhadap program aktivitas fisik. Selain aerobik, aktivitas
penguatan otot dianjurkan dilakukan minimal 2 hari seminggu.
• Terapi Nutrisi Medis
Bagi orang dewasa, disarankan untuk mengkonsumsi diet rendah kalori yang terdiri dari
buah -buahan dan sayuran (≥ 5 porsi/hari), bijibijian (≥ 6 porsi/hari), ikan, dan daging tanpa
lemak. Asupan lemak jenuh, lemak trans, dankolesterol harus dibatasi, sedangkan
makronutrien yang menurunkan kadar K-LDL harus mencakup tanaman stanol/sterol (2
g/hari) dan serat larut air (10-25 g/hari)
• Berhenti merokok
Merokok merupakan faktor risiko kuat, terutama untuk penyakit jantung koroner, penyakit
vaskular perifer, dan strok. Merokok mempercepat pembentukan plak pada koroner dan
dapat menyebabkan ruptur plak sehingga sangat berbahaya bagi orang dengan
aterosklerosis koroner yang luas. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa merokok
memiliki efek negatif yang besar pada kadar K-HDL dan rasio K-LDL/K-HDL. Merokok
juga memiliki efek negatif pada lipid postprandial, termasuk trigliserid. Berhenti merokok
minimal dalam 30 hari dapat meningkatkan K-HDL secara signifikan.

Terapi farmakologis
Prinsip dasar dalam terapi farmakologi untuk dislipidemia baik pada ATP III maupun
ESC/EAS 2016, AACE/ACE 2017 serta ACC/AHA 2018 adalah untuk menutunkan risiko
terkena penyakit kardiovaskular
Tabel 2. Obat penurun lipid, Cara kerja, Dosis dan Efek samping

Berdasarkan banyaknya faktor risiko pada pasien, NCEP-ATP III membagi 3 risiko penyakit
koroner untuk menentukan sasaran kadar kolestrol LDL yang diinginkan pada orang dewasa
<20 tahun.
Tabel 3. Faktor risiko (selain kolesterol LDL) yang menentukan sasarn kolesterol LDL
yang ingin dicapai

Tabel 4. Tiga kategori risiko yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang ingin
dicapai

Tabel 5. Sasaran kadar kolesterol LDL serta batasan untuk mulai perubahan gaya
hidup dan pemberian obar penurun lipid
Gambar 1. Bagan Penatalaksanaan Dislipidemia. A. Faktor risiko 0-1. B. Faktor risiko
multipel >2. C. Faktor risiko tinggi
DAFTAR PUSTAKA
10. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapany DL. Penatalaksanaan di bidang ilmu
penyakit dalam panduan praktik klinis. Jakarta: Interna Publishing; 2015
11. Gao H, Wang H, Shan G, Liu R, Chen H, Sun S, Liu Y. Prevalence of dyslipidemia and
associated risk factors among adult residents of Shenmu City, China. PLoS One. 2021 May
7;16(5):e0250573. doi: 10.1371/journal.pone.0250573.
12. IDI. Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Layanan Kesehatan Primer; 2017
13. Aman, AM. Pedoman Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia. Jakarta: Perkeni; 2019
MALNUTRISI ENERGI PROTEIN

I. DEFINISI
Malnutrisi Energi Protein (MEP) merupakan penyakit akibat kekurangan dari energi dan
protein umumnya disertai dengan defisiensi nutrisi lainnya. Dapat diklasifikasikan menjadi 3
tipe yaitu:
- Kwashiorkor → Kekurangan protein
- Marasmus → Kekurangan protein dan kalori
- Kwashiorkor Marasmus → kombinasi gejala keduanya

Gambar 1. Kwashiorkor dan Marasmus

J. FAKTOR RESIKO
Beberapa factor resiko dari MEP adalah:
- Berat badan lahir rendah (BBLR)
- HIV
- Infeksi TB
- Kondisi ekonomi buruk

K. TANDA DAN GEJALA


Tabel 1. Gejala Klinis Kwashiorkor dan Marasmus
Kwashiorkor Marasmus
SUBJECTIVE - Edema - Sangat kurus
- Wajah sembab - Cengeng
- Pandangan sayu - Rewel
- Kulit keriput
- Rambut tipis, bewarna
kemerahan seperti
jagung, mudah di cabut
tanpa rontok
- Anak rewel dan apatis
OBJECTIVE - BB/TB <-3SD - BB/TB >-3SD
- Tampak sangat kurus - Edema
- Tidak ada jaringan - Rambut kuning mudah
lemak dibawah kulit rontok
- Tampa tua - Crazy pavement
- Baggy pants dermatosa
appearance - LILA <11.5cm untuk
- LILA <11.5cm untuk anak 6-59 bulan
anak 6-59 bulan

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan


- Darah Lengkap
- Gula Darah
- Apusan Darah Tepi
- Urin dan Feses Rutin
- Antopometri
- Foto Thoraks
- Uji Tuberkulin

L. DIAGNOSIS
Dapat ditegakan berdasarkan tanda gejala klinis serta pengukuran antopometri
- BB/TB <-3SD atau 70% dari median (marasmus)
- Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor: BB/TB >-
3SD atau marasmus-kwashiorkor BB/TB >-3SD)
M. TATALAKSANA

Gambar 2. 10 Langkah Tatalaksana MEP


Tatalaksana anak dengan MEP dilakukan secara bertahap dalam beberapa fase yaitu
- Fase Stabilisasi
- Fase Transisi
- Fase Rehabilitasi
- Fase Tindak Lanjut

DAFTAR PUSTAKA
1. IDI. Panduan Praktek Klinis Bagi Fokter di Fasilitas Layanan Kesehatan Primer; 2014
2. Pudjihati AH, Hegar B, Hardyastuti S, Idris NS, Gandapura EP, Harmoniati ED. Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia. Jilid ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011
DEFISENSI VITAMIN
N. DEFINISI
Vitamin adalah mikronutrien yang berupa molekul organic. Vitamin bersifat konstituen
esensial dan tidak di produksi oleh tubuh dan sebagian besar di peroleh dari makanan. Vitamin
berperan penting untuk metabolisme dan berperan sebagai kofaktor. Vitamin sendiri terdiri dari
vitamin yang larut dalam lemak (Fat Soluble) dan larut dalam air (Water Soluble). Defisiensi
vitamin merupakan gangguan kesehatan yang diakibatkan karena kekurangan vitamin tertentu.
Jika tidak terjadi kekurangan yang parah, defisiensi vitamin dapat terjadi secara asimtomatik
atau tanpa gejala. Umumnya defisiensi vitamin juga terjadi bersamaan dengan defisiensi
mineral. Defisiensi vitamin dapat terjadi secara primer akibat asupan yang kurang atau secara
sekunder karena adanya gangguan penyerapan dan peningkatan penggunaan.
Tabel 1. Fungsi, Sumber dan Penyakit akibat Defisiensi dari Vitamin
Jenis Vitamin Fungsi Sumber Penyakit akibat
Defisiensi
Fat Soluble
Vitamin A (Retinol) Regenerasi Sayuran Berdaun Night
pigmen visual, Gelap, Sayuran Blindness, dan
pemeliharaan Berwarna Oranye, Xeroftalmia
membran mukosa, Produk Susu, Hati,
dan fungsi Dan Ikan
kekebalan tubuh
Vitamin D (Calciferol) Menyerap dan Ikan berminyak – Hiperparatiroid,
mempertahankan seperti salmon, Hipokalsemia,
kalsium dan fosfor sarden, herring Osteoporosis,
dan mackerel, dan
daging merah, Rickets
hati, kuning telur,
makanan yang
difortifikasi
Vitamin E (Tocopherol) Antioksidan, Kacang-kacangan, Anemia
imunomodulasi, biji-bijian, alpukat, hemolitik,
dan efek minyak sayur dan ataksia,
antiplatelet bibit gandum. infertilitas
Vitamin K (Phyloquinone) Pembekuan darah, Sayuran hijau, Vitamin K
metabolisme minyak kedelai, Deficiency
tulang, dan minyak kanola Bleeding
mengatur kadar (VKDB)
kalsium darah.
Water Soluble
Vitamin B1 (Thiamin) Katalis dan Daging, sapi, babi, Beri-Beri,
koenzim kacang-kacangan, Wenicke-
biji-bijian, dan Korsakoff
kacang-kacangan Syndrome

Vitamin B2 (Riboflavin) Metabolisme Telur, produk Hyperemia,


makronutrien susu, daging, angular
(karbohidrat, sayuran hijau, dan stomatitis,
protein, dan biji-bijian cheilosis
lemak) dan
antioksidan
Vitamin B3 (Niacin) Metabolisme Daging sapi, hati, Pellagra
makronutrien unggas, telur, (dermatitis,
(karbohidrat, produk susu, ikan, dementia, dan
protein, dan kacang-kacangan, diare),
lemak) biji-bijian, polong-
polongan, alpukat,
dan biji-bijian
Vitamin B6 (Pyridoxine) Metabolisme asam ayam atau kalkun, Anemia
amino, sintesis ikan, kacang normositik,
neurotransmitter, kacangan, kedelai. dermatitis,
dan koenzim. pisang. depresi
Vitamin B9 (Folic Acid) Koenzim Buah-buahan, Anemia
metabolisme sayuran berdaun megaloblasik,
hijau, dan hati. dan neural tube
defect
Vitamin B12 Kofaktor untuk Buah-buahan, Anemia
(Cyanocobalamin) enzim yang sayuran berdaun megaloblastic
terlibat dalam hijau, dan hati.
sintesis DNA,
asam lemak, dan
mielin
Vitamin C (Ascorbic Acid) Antioksidan. Jeruk, lemon, Scurvy
Pembentukan limau, kentang,
DNA dan kolagen bayam, brokoli,
paprika merah, dan
tomat

O. DIAGNOSIS
Diagnosis defisiensi vitamin dapat di tegakan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang mengacu pada ciri khusus dari masing defisiensi vitamin. Defisiensi vitamin sering
disebabkan karena kurangnya konsumsi atau adanya penyakit pada saluran pencernaan yang
menyebabkan adanya gangguan penyerapan vitamin di usus.
Selain dengan pemeriksaan fisik dan anamnesis, diagnosis defisiensi vitamin dapat
ditegakan dengan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium unruk memastikan
kadar vitamin dalam serum plasma atau sekresi metabolit di dalam urin. Pemeriksaan
penunjang lain seperti pemeriksaan radiologi dapat dilakukan untuk memastikan kelainan yang
terjadi namun bukan unutk menegakan diagnosis.
Tabel 2. Pemeriksaan Penunjang Defisiensi Vitamin
Fat Soluble
Vitamin A (Retinol) • Kadar retinol plasma <20 µg/dL
• Pemeriksaan tes adaptasi gelap
Vitamin D (Calciferol) • Kadar 25-hidroksi vitamin D
(25(OH)D3) insufisiensi: 21 – 29 ng/ml
• Kadar 25-hidroksi vitamin D
(25(OH)D3) defisiensi: < 20 ng/ml
• Kadar 25-hidroksi vitamin D
(25(OH)D3) defisiensi berat: < 5 ng/ml
Vitamin E (Tocopherol) • Kadar alpha-tocopherol levels < 5
mcg/mL
Vitamin K (Phyloquinone) • PT memanjang (4 x dari nilai normal)
• PIVKA-II
Water Soluble
Vitamin B1 (Thiamin) • Kadar serum thiamine menurun
Vitamin B2 (Riboflavin) • Kadar riboflavin dalam sekresi urin
<40mcg
• Penurunan Erythocyte Gluthatione
Reductase
Vitamin B3 (Niacin) • Kadar N1-methylnicotinamide
(NMN) dalam sekresi urin <0.8mg/hari
Vitamin B6 (Pyridoxine) • Kadar 4-pyridoxic acid dalam ekskresi
urin >3.0mmol/hari
Vitamin B9 (Folic Acid) • Kadar serum folat dalam darah <2
mmol/hari
• Pada kadar serum folat >2 mmol dan
<4mmol membutuhkan pemeriksaan
kadar methylmalonic acid (MMA) and
homocysteine. Ditemukan kadar MMA
normal dan peningkatan kadar
homosistein
Vitamin B12 (Cyanocobalamin) • Kadar serum cyanocobalamin
<200pg/mL
• Peningkatan kadar MMA dan
homosistein
Vitamin C (Ascorbic Acid) • Kadar serum plasma vitamin C
<0.2mg/dL
• Kadar leukosit vitamin C 0-7mg/dL

P. TATALAKSANA
Tatalaksana defisiensi vitamin pada umumnya dapat dilakukan dengan memperbaiki pola
hidup dan pola makan dengan memperbanyak konsumsi makanan yang kaya dengan vitamin
tersebut. Pada defisiensi vitamin yang bersifat sekunder dapat dilakukan pengobatan terhadap
penyakit yang mendasari defisiensi vitamin. Selain hal itu, suplementasi vitamin tersebut baik
secara oral, intramuscular ataupun intravena dapat dilakukan untuk mengatasi defisiensi
vitamin
Tabel 3. Tatalaksana Defisiensi Vitamin
Fat Soluble
Vitamin A (Retinol) Suplementasi vitamin A pada pasien yang
sudah mengalami xeroftalmia
- <6 bulan : 50.000IU
- 6-12 bulan :100.000IU
- >12 bulan : 200.000IU
Diberikan sebanyak 1 kali sehari selama 2
hari ditambah pemberian 2 minggu
kemudian
Vitamin D (Calciferol) Suplementasi vitamin D awal sebanyak
6000IU perhari/50.000IU perminggu,
dilanjutkan dosis maintenance setelah kadar
25-hidroksi vitamin D (25(OH)D3)
>30ng/ml sebanyak 1000-2000IU
Vitamin E (Tocopherol) Sumplementasi vitamin E sebanyak 15-20g
perhari
Vitamin K (Phyloquinone) VKDB → 1 mg, IM, dalam satu jam setelah
kelahiran
Water Soluble
Vitamin B1 (Thiamin) Suplementasi vitamin B1 sebanyak 3 x
200mg hingga gejala membaik
Vitamin B2 (Riboflavin) Perbaikan diet
Suplemen vitamin B2
Vitamin B3 (Niacin) Perbaikan diet
Nicomtinamide 250-500mg/hari
Vitamin B6 (Pyridoxine) Suplementasi vitamin B6 50-250mg/hari
tergantung pada keparahan gejala
Vitamin B9 (Folic Acid) Suplementasi vitamin B9 1-5mg/hari
Vitamin B12 (Cyanocobalamin) Suplementasi vitamin B12
1000mcg/minggu selama 1 bulan
Vitamin C (Ascorbic Acid) Suplementasi vitamin C
- Anak : 300mg/hari
- Dewasa : 500-1000mg/hari

DAFTAR PUSTAKA
1. Griffiths JK. Vitamin Deficiencies. Hunter’s Tropical Medicine and Emerging Infectious
Disease. 2013;997–1002.
2. Kementerian Kesehatan RI. Panduan Manajemen Terintegrasi Suplementasi Vitamin A;
2016
3. Suryawan BK, Yati NP, Batubara Y. Panduan Praktek Klinis Ikaan Dokter Anak
Indonesia: Vitamin D; 2018
4. Kemnic TR, Coleman M. Vitamin E Deficiency. [Updated 2022 Jul 4]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-
5. Eden RE, Coviello JM. Vitamin K Deficiency. [Updated 2022 Jul 4]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
6. Wiley KD, Gupta M. Vitamin B1 Thiamine Deficiency. [Updated 2022 Jul 22]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
7. Mahabadi N, Bhusal A, Banks SW. Riboflavin Deficiency. [Updated 2022 Jul 18]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
8. Redzic S, Hashmi MF, Gupta V. Niacin Deficiency. [Updated 2022 Nov 21]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
9. Brown MJ, Ameer MA, Beier K. Vitamin B6 Deficiency. [Updated 2022 Jul 18]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
10. Khan KM, Jialal I. Folic Acid Deficiency. [Updated 2022 Jun 27]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
11. Ankar A, Kumar A. Vitamin B12 Deficiency. [Updated 2022 Oct 22]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
12. Maxfield L, Crane JS. Vitamin C Deficiency. [Updated 2022 Oct 12]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
DEFISIENSI MINERAL
A. KALSIUM (Ca)
Definisi
Kalsium adalah mineral penting dengan fungsi kritis dalam sistem kerangka,
kardiovaskular, endokrin, dan neurologis. Sekitar 99% dari total kalsium tubuh ada di tulang,
di mana tulang memberikan kekakuan dan struktur pada sistem kerangka dan bertindak sebagai
penyimpan kalsium. Keadaan defisiensi kalsium dikenal juga sebagai hipokalsemia.

Etiologi
Hipokalsemia dapat disebabkan karena kekurangan diet, gangguan penyerapan kalsium
dan gangguan hormone paratiroid. Riwayat operasi paratiroidectomy, autoimun, defisiensi
vitamin D, gagal ginjal kronik, asidosis/alkalosis, pankreatitis akut,

Diagnosis
Hipokalsemia dapat menyebabkan osteroporosis dan pada kasus parah menyebabkan
penyakit Ricket’s. Tanda hipokalsemia dapat dievaluasi secara klinis
- Kejang
- Tetani (Kaku)
- Parasthesia
- Manifestasi psikiatri (ansietas, depresi, dan ketidakseimbang emosional)
- Spasme karpopedal/Tanda Trousseau
- Tanda Chovstek

Gambar 1. Tanda Trousseau dan Tanda Chovestek pada Defisiensi Kalsium/Hipokalsemia


Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dan ditemukan penurunan serum kalsium.
Sebagian besar laboratorium melaporkan konsentrasi kalsium serum total, yang biasanya
berkisar antara 8,5 hingga 10,5 mg/dL (2,12 hingga 2,62 mmol/L). Kalsium terionisasi juga
dapat diukur oleh beberapa laboratorium, dan kisaran normalnya adalah 4,65 hingga 5,25
mg/dL (1,16 hingga 1,31 mmol/L). Setiap tingkat di bawah kisaran ini dianggap hipokalsemia.
pada pasien. Selain itu, pda pemeriksaan EKG dapat ditemukan temuan perpanjangan QT
interval

Tatalaksana
Tatalaksana hipokalsemia dapat dilakukan dengan pemberian suplementasi kalsium
tergantung pada tingkat keparahan gejala.
- Jika terdapat gejala yang parah seperti pemanjangan QT interval, dapat diberikan secara
intravena kalsium glukonat 1-2gr IV selama 20 menit
- Jika tidak terdapatgejala yang patah, suplementasi kalsium secara oral dengan pemberian
kalsium karbonat sebanyak 1500-2000mg dibagi menjadi 2 atau 3 dosis

B. ZINC (Zn)
Definisi
Zinc adalah mikronutrien esensial bagi manusia dan terlibat secara luas dalam
metabolisme protein, lipid, asam nukleat, dan transkripsi gen. Perannya dalam tubuh manusia
sangat luas dalam reproduksi, fungsi kekebalan tubuh, dan perbaikan luka. Defisiensi zinc
adalah keadaan dimana kadar zinc dalam tubuh ada di bawah normal.

Etiologi
Zinc merupakan kation bivalen yang tidak di produksi oleh tubuh. Sehingga defisiensi
zinc sering kali dihubungkan dengan kondisi malnutrisi, penyakit kronik, konsumsi yang
kurang, gangguan penyerapan, peningkatan kebutuhan, dan kehilangan berlebih. Defisiensi
zinc dapat bersifat genetic yaitu berupa Acrodermatitis enteropathica yang merupakan
defisiensi zinc akibat gangguan penyerapan

Diagnosis
Defisiensi zinc dapat di evaluasi dengan pemeriksaan fisik serta penunjang. Zinc
mempengaruhi berbagai system tubuh sehingga defisiensi zinc dapat menyebabkan gejala yang
beragam pada system tubuh
- Sistem saraf : labilitas emosional, gangguan mental, gangguan rasa, dan bau, serta
fotofobia
- Sistem reproduksi : hypogonadism
- Sistem pencernaan : diare persisten
- Sistem integument : angular chelitis, paronichia
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis defisiensi zinc adalah pengukuran kadar
serum zinc. Kadar normal zinc adalah antara 70 hingga 250 ug/dl pada orang dewasa, dan
defisiensi ringan dapat bermanifestasi secara klinis ketika nilainya turun menjadi 40 hingga 60
ug/dl.

Tatalaksana
Defisiensi zinc dapat ditangani dengan pemberian suplementasi zinc secara oral.
Pemberian zinc secara intravena jarang sekali diperlukan.
- Pada orang dewasa, 2 sampai 3 mg/kg per hari atau 20-40 mg dosis harian sering
menyembuhkan semua manifestasi klinis dalam 1 sampai 2 minggu
- Pada pasien dengan defisiensi berat karena malnutrisi atau malabsorpsi pada kelainan
seperti penyakit Crohn atau sindrom usus pendek, dosis seng yang lebih tinggi (lebih dari
50 mg/hari) mungkin sangat dibutuhkan.
Respon pasien terhadap terapi harus dipantau dan kadar zinc serum harus diperiksa setelah
tiga sampai enam bulan suplementasi. Jika respon tidak adekuat, dosis zink dapat ditingkatkan;
namun, pemantauan ketat terhadap toksisitas harus dilakukan pada dosis yang lebih tinggi

C. MAGNESIUM (Mg)
Definisi
Magnesium merupakan mineral penting yang berperan dalam metabolime energi,
sintesis protein, kontraksi otot, dan berbagai system tubuh lainnya. Defisiensi magnesium
adalah kondisi dimana kadar magnesium berada dibawah kadar normal. Kondisi ini dikenal
juga sebagai hypomagnesemia.

Etiologi
Defisiensi magnesium dapat disebabkan karena konsumsi yang kurang, penggunaan
obat-obatan seperti diuretic, PPI, dan antibiotic golongan aminoglikosida. Selain itu dapat juga
disebabkan karena redistribusi dari kompartemen ekstraseluler ke intraseluler seperti
tatalaksana diabetes ketoasidosis dengan insulin, sindrom refeeding, dan pankreatitis akut.
Defisiensi magnesium dapat juga terjadi pada ekskresi yang berlebih pada diare akut dan kronik
serta kelainan genetic seperti sindrom Gitelmann dan Bartter.

Diagnosis
Presentasi awal hipomagnesemia termasuk mual, muntah, kehilangan nafsu makan,
kelelahan, dan kelemahan. Pasien mungkin mengeluhkan disfagia, kelemahan otot.
Hypomagnesemia dapat juga bermanifestasi pada kelainan system saraf seperti menyebabkan
kejang, dan tremor. Pada system kardiovaskular, hypomagnesemia dapat menyebabkan QRS
kompleks melebar, atrial fibrilasi, aritmia, dan iskemia jantung.
Pemeriksaan serum magnesium, kalsium dan fosfat serta pemeriksaan EKG dapat
dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis. Kadar serum magnesium kurang dari 1,46
mg/dL dalam darah telah dianggap sebagai hipomagnesemua. Namun, biasanya asimptomatik
sampai konsentrasi magnesium serum kurang dari 1,2 mg/dL (0,5 mmol/L).

Tatalaksana
Tatalaksana hipomagnesemia didasarkan pada fungsi ginjal pasien, tingkat keparahan
gejalanya, dan stabilitas hemodinamik.
- Jika seorang pasien dengan hemodinamik tidak stabil dapat diberikan 1-2 gram
magnesium sulfat dapat diberikan dalam waktu sekitar 15 menit.
- Untuk gejala hipomagnesemia berat pada pasien stabil, dapat diberikan 1-2 gram
magnesium sulfat dapat diberikan selama satu jam.
- Pada pasien anak, dosisnya 25 sampai 50 mg/kg (maksimal 2 gram)

D. KALIUM (K)
Definisi
Kalium adalah konstituen mineral penting dari tubuh manusia dan merupakan kation
utama yang ditemukan di dalam cairan intraseluler semua sel. Indikasi utama pemberian kalium
adalah defisiensi kalium atau hipokalemia, suatu kondisi di mana kadar kalium serum turun di
bawah kisaran kritis.

Etiologi
Hipokalemia dapat disebabkan oleh berbagai penyebab namun penyebab paling utama
adalah sebagai berikut:
- Penurunan asupan kalium
- Pergeseran transeluler (peningkatan serapan intraseluler)
- Peningkatan kehilangan kalium (kehilangan kulit, gastrointestinal, dan ginjal)

Diagnosis
Penyebab hipokalemia terbukti dari riwayat pasien. Oleh karena itu, pertanyaan harus
fokus pada adanya masalah pasa system pencernaan(muntah, diare) dan penyakit jantung yang
mendasarinya, dan riwayat penggunaan obat-obatan (insulin, agonis beta, penggunaan
diuretik). Manifestasi klinis terutama melibatkan sistem muskuloskeletal dan kardiovaskular.
Oleh karena itu, pemeriksaan fisik harus fokus untuk mengidentifikasi manifestasi neurologis
dan disritmia jantung. Gejala klinis hipokalemia tidak menjadi jelas sampai kadar kalium serum
kurang dari 3 mmol/L kecuali jika terjadi penurunan drastis atau pasien mengalami proses yang
diperkuat oleh hipokalemia. Tingkat keparahan gejala juga cenderung sebanding dengan
derajat dan durasi hipokalemia. Gejala hilang dengan koreksi hipokalemia
Evaluasi diagnostik melibatkan penilaian ekskresi kalium urin dan penilaian status
asam-basa. Penilaian ekskresi kalium urin dapat membantu membedakan kehilangan ginjal
dari penyebab hipokalemia lainnya. Pengukuran ekskresi kalium idealnya dilakukan melalui
pengumpulan urin 24 jam. Ekskresi lebih dari 30 mEq kalium per hari menunjukkan kehilangan
kalium ginjal yang tidak sesuai. Metode alternatif untuk pengukuran termasuk konsentrasi
kalium urin spot atau rasio kalium-ke-kreatinin urin. Konsentrasi kalium urin lebih besar dari
15 mmol/L atau rasio kreatinin lebih besar dari 13 mEq/mmol, juga mengindikasikan
kehilangan kalium dari ginjal yang abnormal.

Tatalaksana
Urgensi terapi tergantung pada beratnya hipokalemia, adanya kondisi komorbid dan
kecepatan penurunan kadar kalium serum. Manifestasi klinis tidak terjadi pada hipokalemia
ringan sampai sedang; dengan demikian, tatalaksana tidak mendesak. Hipokalemia ringan
hingga sedang biasanya diobati dengan suplemen kalium oral. Memberikan 60 sampai 80
mmol/hari dalam dosis terbagi selama beberapa hari sampai minggu biasanya cukup, Terapi
penggantian harus diberikan lebih cepat dengan hipokalemia berat atau ketika gejala klinis
muncul. Lebih disukai kalium klorida 40 mmol diberikan setiap 3 sampai 4 jam untuk 3 dosis.
Koreksi cepat dapat diberikan melalui formulasi oral dan/atau IV. Pemberian IV lebih disukai
dalam pengaturan disritmia jantung, toksisitas digitalis dan iskemia jantung baru-baru ini atau
sedang berlangsung. Nyeri dan flebitis biasanya terjadi dengan infus IV perifer ketika
kecepatan infus melebihi 10 mmol per jam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Russell RM, Suter PM. Vitamin and Trace Mineral Deficiency and Excess. In: Kasper D,
Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson J, Loscalzo J. eds. Harrison's Principles of Internal
Medicine, 19e. McGraw Hill; 2014
2. Goyal A, Anastasopoulou C, Ngu M, et al. Hypocalcemia. [Updated 2022 Jul 24]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
3. Castro D, Sharma S. Hypokalemia. [Updated 2022 Sep 12]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-
4. Maxfield L, Shukla S, Crane JS. Zinc Deficiency. [Updated 2022 Nov 21]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
5. Gragossian A, Bashir K, Bhutta BS, et al. Hypomagnesemia. [Updated 2022 Nov 4]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
HIPERURICEMIA
Q. DEFINISI
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat serum di atas
normal. Hiperurisemia yang lama dapat merusak sendi, jaringan lunak dan ginjal.. Dapat terjadi
akibat peningkatan produksi asam urat karena diet tinggi purin atau penurunan ekskresi karena
pemecahaan asam nukleat yang berlebihan atau sering merupakan kombinasi keduanya.
Hiperuricemia dapat menyebabkan kondisi penumpukan kristal monosodium urat disekitar
sendi yang dikenal sebagai gout
Tabel 1. Nilai Referensi Asam Urat
Range Normal (mg/dL) Hiperuricemia (mg/dL)
Laki-laki 3.5 – 7.0 >7.0
Perempuan 2.0 – 6.0 >6.0

R. FAKTOR RESIKO
Tabel 2. Faktor Resiko Hiperurisemia
Faktor Resiko Kriteria
Usia Pada laki laki meningkat pada usia 40-50
tahun, sedangkan pada wanita diusia 50-
60 tahun
Jenis kelamin Laki laki
Etnis Kulit hitam
Genetik Memiliki orang tua dengan keluhan
serupa
Penyakit Metabolic dan Kardiovaskular DM, obesitas, dan hipetensi
Diet Diet tinggi karbohidrat, protein, dan gula

S. TANDA DAN GEJALA


Hiperurisemia bisa juga tidak menampakkan gejala klinis/ asimptomatis. Gejala muncul
pada saat sudah terjadi penumpukan kristal di persendian. Keluhan yang di sampaikan pasien:
- Bengkak pada sendi
- Nyeri sendi mendadak pada malam hari
- Bengkak pada sendi disertai panas dan kemerahan
- Demam, mengigil dan nyeri badan
Gout kronis
bertofus
Gout
Interkritikal
Gout akut
Hiperurisemia
asimptomatis

Gambar 1. Perjalanan Penyakit Hiperurisemia

T. DIAGNOSIS
Diagnosis Hiperuricemia dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang karena sering
asimtomatik Sedangkan diagnosis gout ditegakan pemeriksaan fisik dan penunjang
berdasarkan kriteria ACR-EULAR 2015
Pemeriksan penunjang :
- Darah → peningkatan asam urat
- Foto Xray pada sendi yang nyeri → evaluasi erosi, sklerotik, dan massa jaringan lunak
- Analisis Cairan Sendi → kristal monosodium urat

Gambar 2. Alogaritma Diagnosis dan Kriteria ACR/EULAR 2015


Gambar 3. Kriteria ACR/EULAR 2015

U. TATALAKSANA
Fase Gout Tatalaksana
Hiperurisemia asimptomatis Modifikasi gaya hidup
• Penurunan berat badan
• Mengurangi konsumsi alcohol,
makanan tinggi karbohidrat, daging
merah, dan tinggi gula
• Olah raga rutin
Gout akut Kolkisin 1-2gr/hari + OAINS
Gout Interkritikal dan Kronis Allopurinol 100-900mg/hari + OAINS
Di berikan 2 minggu setelah serangan akut

• Penurunan atau peningkatan kadar asam urat yang mendadak dapat memicu serangan akut.
Oleh karena itu, penggunaan allupurinol tidak disarankan pada kondisi serangan akut
• Target terapi penurun asam urat adalah kadar asam urat serum <6mg/dl dengan
pemeriksaan kadar asam urat serum secara berkala

DAFTAR PUSTAKA
1. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapany DL. Penatalaksanaan di bidang ilmu
penyakit dalam panduan praktik klinis. Jakarta: Interna Publishing; 2015
2. Pedoman diagnosis dan pengelolaan gout. Jakarta: Perhimpunan Reumatologi Indonesia;
2018
3. Neogi T, Jansen TLTA, Dalbeth N, et al. 2015 Gout classification criteria: an American
College of Rheumatology/European League Against Rheumatism collaborative
initiativeAnnals of the Rheumatic Diseases 2015;74:1789-1798.

Anda mungkin juga menyukai