Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN STUDI KASUS

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M. NATSIR SOLOK

BANGSAL INTERNE

“Hipokalemia + Hiponatermia + Hipokalsemia”

Preseptor:

Dr. Alimurdianis, Sp. Pd

Apt. Dini Hara Triastuti, M.Farm

Disusun Oleh:

Inggit Evizard Putri, S.Farm 2130122178

Jihan Rahmah, S.Farm 2130122180

Lola Sofiana, S.Farm 2130122183

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Study Report Praktek

Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah Mohammad

Natsir Solok.

Dalam proses penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak

mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan banyak terima kasih kepada :

1. Ibu dr. Alimurdianis, Sp.PD selaku preseptor yang telah meluangkan waktu

untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan arahan sehingga laporan Case

Study ini dapat diselesaikan.

2. Ibu apt. Dini Hara Triastuti, M.Farm selaku preseptor yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan arahan sehingga laporan

Case Study ini dapat diselesaikan.

3. Ibu apt. Sanubari Rela Tobat, M.Farm dan apt. Lola Azyenela, M.Farm

selaku dosen pembimbing PKPA RSUD M. Natsir Solok

4. Staf Bangsal Interne Rumah Sakit Umum Daerah Mohammad Natsir Solok

yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan Case Study ini.

Terimakasih atas semua bimbingan, bantuan dan dukungan yang telah

diberikan kepada penulis. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua untuk

perkembangan ilmu pengetahuan pada masa mendatang khususnya tentang

pengobatan penyakit “Hipokalemi + Hiponatemi + Hipokalsemi”

Penulis menyadari laporan kasus ini masih memiliki kekurangan dan jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak.

Solok, Juli 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan keseimbangan elektrolit yang umum yang sering ditemukan pada

kasus-kasus di rumah sakit seperti hipokalemia, hiponatremia, hipokalsemia.

Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium darah di bawah 3,5 mEq/L yang

disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total tubuh atau adanya gangguan

perpindahan ion kalium ke dalam sel (Bartel. 2015). Hipokalemia juga dapat

timbul akibat kurangnya asupan kalium melalui makanan, kehilangan kalium

melalui gangguan saluran cerna atau kulit, atau akibat redistribusi kalium

ekstraselular ke dalam cairan intraselular (Pardede. 2012).

Gejala umumnya muncul apabila serum kalium di bawah 3,5 mEq/L dengan

derajat ringan-sedang yaitu tanpa gejala atau dengan gejala ringan, terutama pada

orang tua atau pada orang yang menderita penyakit jantung atau ginjal. Derajat

berat yaitu pada sistem renal biasanya mengalami asidosis metabolik,

rabdomiolisis, penyakit ginjal terkait hipokalemia (tubulointerstitial nefritis,

diabetes insipidus nefrogenik, kista). Pada sistem neuromuskular biasanya terjadi

gejala kram otot, kelemahan dan paresis, Paralisis asending. Pada sistem

gastrointestinal biasanya terjadinya konstipasi, paralisis mengakibatkan ileus usus,

anoreksia, dan mual muntah. Sistem respirasi gejala yang timbul seperti gagal

napas (Tran. 2017).

Asupan kalium normal berkisar antara 40-120 mEq per hari, kebanyakan

diekskresikan kembali di dalam urin. Ginjal memiliki kemampuan untuk

menurunkan ekskresi kalium menjadi 5 sampai 25 mEq per hari pada keadaan
kekurangan kalium. Oleh karena itu, penurunan asupan kalium dengan sendirinya

hanya akan menyebabkan hipokalemia pada kasus-kasus jarang. Meskipun

demikian, kekurangan asupan dapat berperan terhadap derajat keberatan

hipokalemia, seperti dengan terapi diuretik atau penggunaan terapi protein cair

untuk penurunan berat badan secara cepat.

Hiponatremia selalu mencerminkan retensi air baik dari peningkatan mutlak

dalam jumlah berat badan (Total Body Weight, TBW) atau hilangnya natrium

dalam relatif lebih hilangnya air. Kapasitas normal ginjal untuk menghasilkan urin

encer dengan osmolalitas serendah 40 mOsm / kg (berat jenis 1,001)

memungkinkan mereka untuk mengeluarkan lebih dari 10 L air gratis per hari jika

diperlukan. Kondisi hiponatremia apabila kadar natrium plasma di bawah

130mEq/L. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan

mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar <

110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Antara penyebab terjadinya

Hiponatremia adalah euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia

(disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia

(sirosis, nefrosis). Terapi untuk mengkoreksi hiponatremia yang sudah

berlangsung lama dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia

akut lebih agresif.

Hipokalsemia disebabkan karena hipoparatiroidism, kongenital, idiopatik,

defisiensi vit D, defisiensi 125(OH)2D3 pada gagal ginjal kronik, dan

hiperfosfatemia (Mangku, 2010). Manifestasi dari hipokalsemia termasuk kulit

kering, parestesia, gelisah dan kebingungan, gangguan irama jantung, laring

stridor (spasme laring), tetani dengan spasme karpopedal (tanda Trousseau),


masseter spasme (Tanda Chvostek), dan kejang. kolik bilier dan bronkospasme(

Butterworth, 2013).

Seperti yang diketahui, hipokalsemia adalah suatu kondisi yang gawat darurat

karena menyebabkan kejang umum dan henti jantung. Dapat diberikan 20-30 ml

preparat kalsium glukonas 10% atau CaCl 10% dapat diulang 30-60 menit

kemudian sampai tercapai kadar kalsium plasma yang optimal. Pada kasus kronik,

dapat dilanjutkan dengan terapi per oral.

Drug Related Problem/DRP adalah suatu kondisi terkait dengan terapi obat

yang secara nyata atau potensial mengganggu hasil klinis kesehatan yang

diinginkan 5 (Pharmaceutical Care Network Europe, 2006). Pada tahun 1997 di

Amerika Serikat (AS) tercatat 160.000 kematian dan 1 juta pasien dirawat di

rumah sakit akibat kejadian obat yang diresepkan. Drug related problems

berkontribusi terhadap tingkat morbiditas, mortalitas, dan penurunan kualitas

hidup pasien.

Berdasarkan keterangan yang telah dipaparkan, penulis tertarik mengangkat

kasus penyakit Hipokalemia, Hiponatremia dan Hipokalsemia untuk mendapatkan

gambaran pemberian terapi pada pasien di Rumah Sakit Umum Daerah

Mohammad Natsir Solok.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada kemungkinan terjadi Drug Related Problems (DRP) dari

obat- obatan yang diberikan kepada pasien?

2. Bagaimana solusi jika tejadi Drug Related Problems (DRP) dari obat-

obatan yang diberikan kepada pasien?


1.3 Tujuan

1. Untuk mengertahui kemungkinan terjadinya Drug Relate Problem’s

(DRP’s) obat-obatan yang diberikan kepada pasien.

2. Untuk mengetahui solusi jika terjadi Drug Related Problem’s (DRP’s)

obat- obatan yang diberikan kepada pasien.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipokalemia

2.1.1 Definisi Hipokalemia

Kalium merupakan salah satu dari banyak elektrolit dalam tubuh. Kalium

dapat ditemukan di dalam sel. Tingkat normal kalium sangat penting untuk

pemeliharaan jantung, dan fungsi sistem saraf. Hipokalemia adalah suatu keadaan

dimana kadar atau serum mengacu pada konsentrasi dibawah normal yang

biasanya menunjukkan suatu kekurangan nyata dalam simpanan kalium total.

Hipokalemia didefinisikan sebagai kadar kalium serum yang kurang dari

3,5mEq/L (Price & Wilson, 2006).

2.1.2 Etilogi

Menurut Price & Wilson (2006) penyebab hipokalemia meliputi:

1. Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh.

2. Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat

menyebabkan hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop

(seperti Furosemide). Obat lain termasuk steroid, licorice, kadang-kadang

aspirin, dan antibiotik tertentu.

3. Ginjal disfungsi, ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu

kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan

mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang menyebabkan RTA

termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B.


4. Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan, diare,

atau berkeringat.

5. Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat aldosteron meningkat),

aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit

tertentu dari sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom

Cushing, dapat menyebabkan kehilangan kalium. Adapun penyebab lain

dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah berulang-ulang, diare

kronik, hilang melalui kemih (mineral kortikoid berlebihan obat-obat

diuretik (Suyono, Selamet, 2001).

2.1.3 Patofisiologi

Kalium adalah kation utama cairan intrasel. Kenyataannya 98% dari

simpanan tubuh (3000-4000 mEq) berada di dalam sel dan 2% sisanya (kira-kira

70 mEq) terutama dalam pada kompartemen ECF (cairan ekstraseluler). Kadar

kalium serum normal adalah 3,5-5,5 mEq/L dan sangat berlawanan dengan kadar

di dalam sel yang sekitar 160 mEq/L. Kalium merupakan bagian terbesar dari zat

terlarut intrasel, sehingga berperan penting dalam menahan cairan di dalam sel

dan mempertahankan volume sel. Kalium ECF, meskipun hanya merupakan

bagian kecil dari kalium total, tetapi sangat berpengaruh dalam fungsi

neuromuscular. Perbedaan kadar kalium dalam kompartemen ICF (cauran

intraseluler) dan ECF dipertahankan oleh suatu pompa Na-K aktif yang terdapat

di membran sel. Rasio kadar kalium ICF terhadap ECF adalah penentuan utama

potensial membran sel pada jaringan yang dapat tereksitasi, seperti otot jantung

dan otot rangka. Potensial membran istirahat mempersiapkan


pembentukan potensial aksi yang penting untuk fungsi saraf dan otot yang

normal.

Kadar kalium ECF jauh lebih rendah dibandingkan kadar di dalam sel,

sehingga sedikit perubahan pada kompartemen ECF akan mengubah rasio kalium

secara bermakna. Sebaliknya, hanya perubahan kalium ICF dalam jumlah besar

yang dapat mengubah rasio ini secara bermakna. Salah satu akibat dari hal ini

adalah efek toksik dari hiperkalemia berat yang dapat dikurangi kegawatannya

dengan menginduksi pemindahan kalium dari ECF ke ICF. Selain berperan

penting dalam mempertahankan fungsi nueromuskular yang normal, kalium

adalah suatu kofaktor yang penting dalam sejumlah proses metabolik.

Homeostasis kalium tubuh dipengaruhi oleh distribusi kalium antara ECF dan

ICF,juga keseimbangan antara asupan dan pengeluaran.

Beberapa faktor hormonal dan nonhormonal juga berperan penting dalam

pengaturan ini, termasuk aldostreon, katekolamin, insulin, dan variabel asam-

basa. Pada orang dewasa yang sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-100

mEq. Sehabis makan, semua kalium diabsorpsi akan masuk kedalam sel dalam

beberapa menit, setelah itu ekskresi kalium yang terutama terjadi melalui ginjal

akan berlangsung beberapa jam. Sebagian kecil (lebih kecil dari 20%) akan

diekskresikan melalui keringat dan feses. Dari saat perpindahan kalium ke dalam

sel setelah makan sampai terjadinya ekskresi kalium melalui ginjal merupakan

rangkaian mekanisme yang penting untuk mencegah hiperkalemia yang

berbahaya. Ekskresi kalium melalui ginjal dipengaruhi oleh aldosteron, natrium

tubulus distal dan laju pengeluaran urine. Sekresi aldosteron dirangsang oleh

jumlah natrium yang mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium serum
diatas normal, dan tertekan bila kadarnya menurun. Sebagian besar kalium yang

di filtrasikan oleh gromerulus akan di reabsorpsi pada tubulus proksimal.

Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang terekskresi

kedalam tubulus distal sebagai penukaran bagi reabsorpsi natrium atau H+.

Kalium yang terekskresi akan diekskresikan dalam urine. Sekresi kalium dalam

tubulus distal juga bergantung pada arus pengaliran, sehingga peningkatan

jumlah cairan yang terbentuk pada tubulus distal (poliuria) juga akan

meningkatkan sekresi kalium.

Keseimbangan asam basa dan pengaruh hormon mempengaruhi distribusi

kalium antara ECF dan ICF. Asidosis cenderung untuk memindahkan kalium

keluar dari sel, sedangkan alkalosis cenderung memindahkan dari ECF ke ICF.

Tingkat pemindahan ini akan meningkat jika terjadi gangguan metabolisme asam-

basa, dan lebih berat pada alkalosis dibandingkan dengan asidosis. Beberapa

hormon juga berpengaruh terhadap pemindahan kalium antara ICF dan ECF.

Insulin dan Epinefrin merangsang perpindahan kalium ke dalam sel. Sebaliknya,

agonis alfa-adrenergik menghambat masuknya kalium kedalam sel. Hal ini

berperan penting dalam klinik untuk menangani ketoasidosis diabetik (Price &

Wilson, edisi 6, hal 341).

2.1.3 Manifestasi klinik

a. CNS dan neuromuscular: lelah, tidak enak badan, reflek tendon dalam

menghilang dan lemas.

b. Pernapasan: otot-otot pernapasan lemah, napas dangkal.

c. Saluran cerna: menurunnya motilitas usus besar, anoreksia, mual muntah.


d. Kardiovaskuler: hipotensi postural, disritmia, perubahan pada EKG.

e. Ginjal: poliuria, nokturia. (Price & Wilson, 2006, hal 344).

2.1.4 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Doenges (2002) Pemeriksaan Diagnostik pada pasien dengan

hipokalemia adalah:

1. Kalium serum : penurunan, kurang dari 3,5 mEq/L.

2. Klorida serum : sering turun, kurang dari 98 mEq/L

3. Glukosa serum : agak tinggi.

4. Bikarbonat plasma : meningkat, lebih besar dari 29 mEq/L.

5. Osmolalitas urine : menurun

6. GDA : pH dan bikarbonat meningkat (Alkalosis metabolik).

2.1.5 Terapi Farmakologi

a. Pemberian diet (makanan) yang mengandung Kalium sebanyak rata-rata

50-100 mEq per hari. Makanan yang tinggi kalium antara lain pisang

pisang, alpukat, kacang-kacangan, dan kentang.

b. Pemberian suplemen Kalium oral sebanyak 40-80 mEq per hari, misalnya

aspar-K.

c. Pemberian suplemen Kalium intravena KCl sebanyak 20 meq dalam 100

cc NaCl isotonik dapat dilakukan melalui vena besar dengan kecepatan 10-

20 mEq/jam.

d. Pemberian suplemen Kalium intravena KCl pada keadaan aritmia atau

kelumpuhan otot pernapasan dapat dilakukan melalui vena sentral dengan

kecepatan 40-100 mEq/jam.

e. Monitor kadar kalium setiap 2-4 jam dianjurkan pada pemberian suplemen
Kalium intravena untuk menghindari hiperkalemia.

f. Monitor EKG dan observasi ketat dianjurkan pada keadaan aritma atau

kelumpuhan otot pernapasan.

2.1.6 Terapi Non Farmakologi

a. Konsumsi makanan dari susu

Susu merupakan penyumbang kalium yang sangat baik, karena di

dalam susu mengandung setidaknya 50% senyawa kalium. Senyawa inilah

yang dibutuhkan bagi yang menderita penyakit hipokalemi atau

kekurangan kalium. Oleh sebab itu terapi non farmakologi penyakit

hipokalemi yang paling tepat adalah dengan memperbanyak konsumsi

makanan yang berasal dari olahan susu, seperti keju, yoghurt, es krim dan

lain sebagainya.

b. Konsumsi makanan yang banyak mengandung kalium

Selain konsumsi olahan susu, memperbanyak konsumsi makanan yang

mengandung kalium lainnya, hal ini berguna agar gizi atau nutrisi yang

dihasilkan bisa seimbang. Makanan-makanan yang banyak mengandung

kalium selain susu ada banyak sekali antara lain seperti, kacang-kacangan,

buah persik, buah pisang, tomat, kentang, salmon dan semangka.

Konsumsilah makanan-makanan tersebut secara rutin setiap harinya.

c. Lakukan olahraga secara rutin

Olahraga sangatlah penting untuk menjaga kesehatan tubuh terutama

bagi penderita penyakit kekurangan kadar kalium dalam darah

atau penyakit hipokalemia, karena dengan melakukan olahraga, maka

sensitivitas organ ginjal untuk mengolah makanan yang masuk sehingga


bisa optimal, terlebih lagi untuk mengolah zat kalium yang terdapat dalam

makanan yang di konsumsi. Olahraga yang dapat dilakukan antara lain

seperti jogging, senam, jalan sehat dan lain sebagainya. Usahakan

luangkan waktu sehari minimal 30 menit saja.

2.2 Hiponatremia

2.2.1 Definisi Hiponatremia

Hiponatremia adalah sebuah gangguan elektrolit (gangguan pada garam

dalam darah) dimana konsentrasi natrium dalam plasma lebih rendah dari

normal, khususnya di bawah 135 meq/L. Sebagian besar kasus hiponatremia

terjadi dalam hasil orang dewasa dari jumlah berlebih atau efek dari

hormon penahan air yang dikenal dengan penahan air yang dikenal dengan

nama hormon antidiuretik.

Hiponatremia merupakan komplikasi dari penyakit medis lain yang dimana

banyak cairan kaya natrium yang hilang (misalnya karena diare atau muntah),

atau kelebihan air yang terakumulasi dalam tubuh pada tingkat yang lebih tinggi

daripada yang dapat dieksresikan. Mengenai hilangnya natrium sebagai

penyebab hiponatremia, penting untuk dicatat bahwa kerugian tersebut bahwa

kerugian tersebut mempromosikan hiponatremia mempromosikan hiponatremia

secara tidak langsung. Secara khusus, hiponatremia yang terjadi dalam hubungan

dengan hilangnya natrium tidak mencerminkan ketersediaan natrium memadai

sebagai akibat dari kerugian. Sebaliknya, hilangnya natrium menyebabkan

keadaan deplesi volume, dengan deplesi volume melayani sebagai sinyal untuk

pelepasan ADH. Sebagai hasil ADH dirangsang retensi air, natrium darah
menjadi hasil diencerkan dan hiponatremia.

2.2.2 Etiologi

Etiologi hiponatremia dapat dikategorikan dalam tiga cara patofisiologi

utama berdasarkan osmolalitas plasma.

1. Hipertonik hiponatremia, disebabkan oleh penyerapan air yang ditarik oleh

osmol seperti glukosa (hiperglikemia atau diabetes) atau manitol (infus

hipertonik).

2. Hiponatremia isotonik, lebih sering disebut pseudohiponatremia disebabkan

oleh kesalahan laboraturium karena hipertrigliseridemia atau

hiperparaproteinemia.

3. Hiponatremia hipotonik sejauh ini merupakan jenis yang paling umum.

Hiponatremia hipotonik dikategorikan dalam 3 cara berdasarkan status

volume pasien darah.

a. Hipervolemik hiponatremia dimana ada penurunan volume sirkulasi

efektif walaupun volume total tubuh meningkat. Volume menurun

beredar efektif menstimulasi pelepasan ADH yang menyebabkan retensi

air. Hipervolemik hiponatremia yang paling umum akibat dari gagal

jantung kongensif, gagal hati atau penyakit ginjal.

b. Euvolemik hiponatremia dimana peningkatan ADH sekunder baik

fisiolagis namun rilis ADH yang berlebihan (seperti mual atau sakit

parah) atau disebabkan oleh sekresi yang tidak pantas dan non- fisiologis

ADH, yaitu sindrom hipersekresi hormon antidiuretik tidak pantas

(SIADH).

c. Hipernatremia hipovolemik dimana sekresi ADH dirangsang oleh deplesi


volume. Klasifikasi volemik gagal memasukkan hiponatremia palsu dan

artifikulasi yang dibahas dalam klasifikasi osmolar.

2.2.3 Tanda dan gejala hiponatremia

Gejala hiponatremia adalah mual dan muntah, sakit kepala, kebingungan,

kelesuan, kelelahan, kehilangan nafsu makan, gelisah dan iritabilitas, kelemahan

otot, kejang, kram, penurunan kesadaran atau koma. Kehadiran dan keparahan

gejala yang berhubungan dengan tingkat natrium serum, dengan tingkat terendah

natrium serum berhubungan dengan gejala lebih menonjol dan serius. Namun,

data yang muncul menunjukkan bahwa hiponatremia ringan (kadar natrium serum

pada 131 meq/L atau di atas) terkait dengan berbagai komplikasi dan gejala tidak

terdiagnosis. Banyak penyakit penyakit medis seperti seperti gagal jantung,

jantung, gagal hati, gagal ginjal atau pneumonia dapat berhubung pneumonia

dapat berhubungan dengan hiponatremia an dengan hiponatremia.

Ketika natrium dalam darah menjadi terlalu rendah, kelebihan air masuk

sel dan menyebabkan sel-sel membengkak. Pembengkakan di otak sangat

berbahaya sangat berbahaya karena otak dibatasi karena otak dibatasi oleh

tengkorak dan tidak mampu berkembang. Gejala neurologis yang paling sering

adalah karena sangat rendah kadar natrium serum (biasanya kurang dari 115

meq/L), mengakibatkan pergeseran cairan osmotik dan edema otak. Kompleks

gejala neurologis dapat menyebabkan herniasi batang otak tentorial dengan

komperasi berikutnya dan pernapasan, mengakibatkan kematian pada kasus pada

kasus yang paling parah. Tingkat keparahan gejala-gejala

neurologis berhubungan berhubungan dengan kecepatan dan tingkat tingkat

keparahan penurunan serum sodium. Penurunan bertahap, bahkan untuk tingkat


yang sangat rendah, dapat ditoleransi dengan baik jika terjadi selama selama

beberapa hari atau minggu, karena adaptasi saraf.

2.2.4 Patofisiologi

Tingkat sodium yang rendah dalam darah mengakibatkan kelebihan air

atau cairan dalam tubuh, mengencerkan jumlah yang normal dari sodium sehingga

konsentrasinya nampak rendah. Tipe hiponatremia ini dapat menjadi hasil dari

kondisi-kondisi kronis seperti gagal ginjal (ketika kelebihan cairan tidak dapat

diekskresikan secara efisien) dan gagal jantung, jantung, dimana kelebihan

kelebihan cairan terakumulasi terakumulasi dalam tubuh. SIADH (sindrom of

inappropriate anti-diuretik hormon) adalah penyakit dimana tubuh menghasilkan

terlalu banyak hormon anti-diuretik, berakibat pada penahanan penahanan air

dalam tubuh. Mengkonsumsi air yang berlebihan, contohnya selama latihan yang

berat, tanpa penggantian sodium yang cukup, dapat juga berakibat pada

hiponatremia. Hiponatremia juga terjadi ketika sodium dan cairan hilang dari

tubuh, contohnya selama berkeringat yang berkepanjangan dan muntah atau diare

yang parah. Adakalanya kondisi medis dihubungkan dengan hiponatremia yaitu

kekurangan adrenal, hypothyroidism dan sirosis hati. Sejumlah obat-obatan juga

dapat menurunkan tingkat sodium dalam darah contohnya adalah obat-obatan

diuretik, vasopresin, dan sulfonylurea.

2.2.5 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis dari hiponatremia biasanya akibat adanya edema otak,

yang menyebabkan gejala neurologis dan sistemik. Pada kondisi kronik (CHF,

Sirosis), hiponatremia dapat asimtomatik akibat adanya adaptasi sel dengan

mempertahankan gradien osmolar dan melindungi dari terjadinya edema serebri.


Pada hiponatremia akut (postoperatif, drug-induced), gejala tidak spesifik dan

sangat luas. Gejala awal yaitu adanya anoreksia, kesemutan, mual, muntah, sakit

kepala, iritabilitas, disorietasi, konfusi, fatigue, dan letargi, dimana gejala lanjut

yang dapat ditemukan adalah adanya gangguan status mental, kejang, koma, dan

gagal napas, dan dapat menyebabkan kematian. Saat gejala neurologis dari

hiponatremia muncul, disebut sebagai ensefalopati hiponatremia.

Hiponatremia terklasifikasi berdasarkan osmolalitas plasma yang

ditentukan melalui pemeriksaan penunjang laboratorium dan status volume yang

ditentukan melalui pemeriksaan fisik diperlukan untuk menentukan penyebab dan

terapi yang akan diberikan. Dapat dilakukan pengukuran osmolalitas plasma,

status volume, konsentrasi natrium urin dan osmolalitas.

2.2.6 Terapi Farmakologi

Bila keadaan hiponatremia sampai menimbulkan gejala,

tujuan pengobatan yang utama adalah menjaga menjaga agar kadar Na plasma

tidak kurang dari 120 meq/L. Seperti yang diketahui hiponatremia dapat

disebabkan kehilangan Na atau K dan karena retriksi air, sehingga pengobatan

ditujukan pada sasaran- sasaran ini.

Kehilangan Na dapat dihitung berdasarkan rumus:

Kehilangan Na total = 0,6 x BB x ( 140 – kadar Na plasma )

Bila disertai kehilangan cairan, maka rumusnya:

Kehilangan Na total= 0,6 x BB x (140- kadar Na plasma ) + 140 x BB x ( 1- Na

plasma/ 140) Kelebihan cairan = 0,6 x BB x ( 1- Na plasma/ 140 )


Tabel 1. Gradasi Hiponatermia

Pada keadaan hiponatremia yang disertai hipokolemia ( diare, muntah,

diuretik ), dengan melakukan koreksi K saja, hiponatremia dapat kembali normal.

Jadi pada dasarnya bila hiponatremia menimbulkan gejala, pengobatan dalam

larutan dalam larutan NaCl 3 % baru perlu diberikan dengan segera ( kadar Na

dalam larutan ini adalah 513 meq/L). Bila tidak menimbulkan gejala, pengobatan

ditujukan pada penyebabnya yaitu larutan NaCl isotonis pada kehilangan natrium

dan retriksi cairan pada kasus dengan kelebihan cairan.

Sebagai dasar pengobatan dapat diberikan gambaran seperti di bawah

ini: NaCl diberikan pada:

- Deplesi cairan

- Insufisiensi adrenal

- Hiponatremia karena diuretic

- Polidipsia yang psikogen

- Gagal ginjal

2.2.7 Terapi Non Farmakologi

a. Obati kondisi yang bisa memicu hiponatremia.

b. Minum minuman yang bisa menggantikan elektrolit tubuh yang hilang saat

beraktivitas atau berolahraga.

c. Minum air secukupnya, yaitu sekitar 2,2 liter/hari untuk wanita dan 3
liter/hari untuk pria.

Kecukupan konsumsi air dapat diketahui dengan memperhatikan

warna urine. Warna urine yang lebih pekat (oranye atau kuning tua)

menandakan tubuh masih kekurangan air.

2.3 Hipokalsemia

2.3.1 Definisi hipokalsemia

Hipokalsemia adalah konsentrasi serum kalsium kurang dari 8,5 mg/dl.

Ketidakmampuan untuk mengakses simpanan kalsium tulang akibat disfungsi,

supresi, atau pengangkatan kelenjar paratiriod dapat menimbulkan hipokalsemia.

Selain itu hipokalsemia bisa disebabkan oleh defisiensi vitamin D, sehingga

menyebabkan penurunan absorpsi kalsium dalam diet. Peningkatan ikatan protein

kalsium serum akibat penurunan H+ dapat menimbulkan hipokalsemia, karena

gagal ginjal dapat menyebabkan kenaikkan kadar fospat. (Corwin, Elizabeth J,

2009) Hipokalsemia menyebabkan gangguan fungsi neuromuskulus, berupa

spasme dan kram otot, dan kebas serta kesemutan di ekstremitas. Hipotensi dan

penurunan curah jantung merupakan tanda terkenanya sistem kardiovaskular.

Dapat muncul pula nyeri tulang, deformitas dan fraktur. Osteomalasia dan riketsia

pada masa kanak-kanak dapat terjadi . pengobatan hipokalsemia akut berupa infus

intravena. Hipokalsemia dapat terjadi karena reduksi kalsium total tubuh atau

reduksi persentase kalsium yang teronisasi. Kadar kalsium total mungkin menurun

karena peningkatan kehilangan kalsium, penurunan masukan sekunder terhadap

perubahan absorpsi usus, atau perubahan pengaturan (misalnya

hipoparatiroidisme). Peningkatan kadaar fosfor dan penurunan kadar magnesium

dapat mencetuskan hipokalsemia. Kalsium dan fosfor mempunyai hubungan


resiprokal : saat salah satu meningkat, yang lain cenderung menurun.

Hipomagnesemia dapat menyebabkan hipokalsemia karena penurunan kerja

hormon paratiroid. (Jan, Tambayong, 2000)

2.3.2 Etiologi

a. Hipokalsemia simtomatik dapat terjadi karena reduksi kalsium tubuh atau

reduksi persentase kalsium yang terionisasi. Kadar kalsium total mungkin

menurun karena peningkatan kehilangan kalsium, penurunan masukan

sekunder terhadap perubahan absorpsi usus, atau perubahan pengaturan.

b. Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai

masalah.

c. Hipokalsemia paling sering terjadi pada penyakit yang menyebabkan

hilangnya kalsium dalam jangka lama melalui air kemih atau kegagalan

untuk memindahkan kalsium dari tulang.

d. Sebagian besar kalsium dalam darah dibawa oleh protein albumin, karena

itu jika terlalu sedikit albumin dalam darah akan menyebabkan rendahnya

konsentrasi kalsium dalam darah.


2.3.3 Patofisiologi

- Hubungan kalsium dengan fosfat

Fosfat adalah anion yang juha diatur oleh hormon paratiroid dan

vitamin D yang diaktivasi. Normalnya, peningkatan konsentrasi kalsium

dan fosfat adalah konstan: bila kadar kalsium meningkat, kadar fosfat

menurun. Kalsium bersama dengan fosfat membentuk kalsium fosfat

(CaHPO4). Bila kelebihan jumlah CaHPO4 terbentuk, bentuk ini tidak

dapat diionisasi, dan terjadi hipokalsemia. Bila kadar kalsium menurun,

efek pemblokan dari kalsium terhadap natrium juga menurun. Sebagai

akibat, depolarisasi sel yang dapat dirangsang terjadi lebih cepat bila

natrium bergerak masuk. Kerenanya, bila kadar kalsium rendah,

meningkatkan eksitabilitas sistem saraf pusat dan terjadi spasme otot.

Konvulsi dan tetani dapat terjadi. Akibat dari hipokalsemia adalah spasme
dan tetani, peningkatan motilitas gastrointestinal, masalah kardiovaskuler,

dan osteoporosis. Tetani otot merupakan keadaan umum sekaligus

berbahaya, khususnya bila melibatkan spasme laring. Masalah jantung

akibat hipokalsemia adalah penurunan kontraktilitas jantung, dan kadang-

kadang gejala gagal jantung.

2.3.4 Manifestasi Klinis

a. Tanda Gejala

- kebas dengan kesemutan jari dan region sirkumoral

- refleks hiperaktif

- kram otot

- tetani

- kejang

- mual muntah

- Letargi dan makan buruk mungkin terjadi pada bayi baru lahir

- Pada hipokalsemia kronis, fraktur dapat terjadi karena positas

tulang.

b. Pengkajian fisik

- Tanda trousseau’s positif : spasme karpal karena iskemia. Tanda

ini ditimbulkan dengan penggunaan manset TD pada lengan atas

dan menggembangkannya melewati TD sistolik selama 2menit.

- Tanda Chvostek’s positif : kontraksi unilateral dari wajah dan

otot kelopak mata. Ini ditimbulkan oleh iritasi saraf fasial dengan

memperkusi wajah tepat di depan telinga.

c. Perubahan EKG
- Interval QT memanjang disebabkan oleh elongasi segmen ST;

dapat membentuk takikardia ventrikel: Torsades de pointes.

2.3.5 Pemeriksaan Penunjang

a. Kadar kalsium serum total: mungkin < 8,5 mg/dl. Kadar kalsium

serum harus di evaluasi dengan albumin serum. Untuk penurunan

kadar albumin serum 1,0 g/dl, terjadi penurunan 0,8 – 1,0 mg/dl

kadar kalsium total.

b. Kalsium serum terionisasi: akan < 4,5 mg/dl.

c. Hormon paratiroid : penurunan kadar terjadi pada hipoparatiroidisme.

Rentang normal 150 – 350 pg/ml (bervariasi diantara laboratorium).

d. Kadar magnesium dan fosfor : dapat diperiksa untuk mengidentifikasi

penyebab potensial hipokalsemia.

2.3.6 Penatalaksanaan

a. Pengobatan etiologi

b. Penggantian kalsium : hipokalsemia diatasi dengan kalsium PO atau

IV. Tetani pada orang dewasa diatasi dengan 10 – 20 ml dari 10%

kalsium glukonat IV atau drip kontinu 100 ml dari 10% kalsium

glukonat dalam 1000 D5W, diinfuskan lebih dari 4 jam.

c. Terapi vitamin D (mis, dihidrotakisterol, kalsiteriol): untuk

meningkatkan absorpsi kalsium dari saluran GI.

d. Antasida hidroksi aluminium : untuk mengurangi kadar fosfor

sebelum mengatasi hipokalsemia.

e. Peningkatan masukan diet kalsium : sedikitnya 1000 – 1500 mg/ hari

pada orang dewasa


BAB III

TINJAUAN UMUM KASUS

3.1 Identitas Pasien

Data Umum
Nama Pasien Elmardanis
Jenis Perempuan
Kelamin
Umur 59 Tahun 8 Bulan
Agama Islam
Alamat Merangin
Pekerjaan IRT
Ruangan HCU
Berat Badan -
Diagnosa Hipokalemi,Hiponatemi,Hipokalsemi
Mulai 05 Juli 2022
Perawatan
Keluar RS -
Dokter Yang dr. Alimurdianis, Sp.Pd
Merawat

3.2 Riwayat Penyakit

a. Keluhan Utama
Sulit diajak komunikasi selama 2 minggu
b. Riwayat Penyakit Sekarang
- Hipokalemia
- Hiponatemi
- Hipokalsemi
c. Riwayat Terdahulu
- Post Stroke
- Hipertensi
d. Riwayat Alergi
- Tidak ada
e. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada
f. Riwayat penggunaan obat
- Tidak ada
g. Riwayat Pengobatan Sebelumnya (IGD)
- Tidak ada
Data Penunjang

3.3.1 Data Pemeriksaan Fisik

3.3.1 .1 Pemeriksaan Laboratorium Kimia Klinik ( IGD )

Pemeriksaan Nilai Normal Tanggal


05/07/2022 06/07/2022 07/07/2022 08/07/2022
Kimia Klinik
Glukosa Darah < 200 101 - - -
(mg/dl)
Ureum 20 – 13 - - -
(mg/dl) 50
Creatinin 0.5 – 0.46 - - -
(mg/dl) 1.5
Calsium (mg/dl) 8.8 – 9.45 - - 7.14
10.4
Elektrolit Serum (Na - K - Cl
)
Natrium (Na) (mEq/L) 135 – 124.5 - - 125.3
145
Kalium (K) (mEq/L) 3.5 – 2.9 - - 3.5
5.5
Clorida (Cl) (mEq/L) 98 – 89.1 - - 96.1
108

RENDAH
TINGGI
3.3.1.2 Pemeriksaan Laboratorium Hematologi (IGD)

Pemeriksaan Nilai Normal Tanggal


05/07/2022 06/07/2022 07/07/2022
Hematologi Lengkap

Hemoglobin (g/dl) 12.0 – 16.0 12.3 - -


Eritrosit 106/mm3 4.0 – 5.0 4.32 - -
Hematokrit (%) 36 – 48 34.5 - -
Nilai – Nilai MC

MCV (fl) 84 – 96 79.9 - -


MCH (pg/cell) 28-34 28.5 - -
MCHC (g/dl) 32 – 36 35.7 - -
RDW-CV (%) 11.5 – 14.5 14.7 - -
Leukosit (103/mm3) 5.0 – 10.0 5.8 - -
Trombosit (103/mm3) 140 -400 288 - -
Hitung Jenis ( Diff)

Pemeriksaan Nilai Normal Tanggal


05/07/2022 - -
Basofil (%) 0-1 0 - -
Eosinofil (%) 1-3 1 - -
Neutrofil (%) 50-70 70 - -
Limfosit (%) 20-40 18 - -
Monosit (%) 2-8 11 - -
ALC ( Absolute 1500-4000 1044 - -
Lymphocyte Count)
NLR ( Neutrophil < 3.13 3.89 - -
Lymphocyte Ratio)

RENDAH
TINGGI
3.4 Lembar Follow Up Dokter
Dokter
Tanggal S O A P
- Tampak Luka ulkus - TD: 156/84 mmHg Diagnosa: Pengobatan :
05/07/22 cleamber di - N: 83 x/menit - Manajemen cerebral
- Inektif pefusi jaringan
punggung - RR: 20x/menit - Manajemen cairan dan
cerebral elektrolit
- Sesak (-) -Sa O2: 98%
- Demam (-) - GCS: CM: - Ketidakseimbangan cairan - Penggunaan ca. Glukosa
- Batuk (+) (14-15) dan elektrolit 1x1 selama 3 hari
- Mengalami nyeri - T: 36.8 - Pemberian calcium lactat 3x
pada bagian kepala - P:20 sehari 1 tablet
seperti tertusuk dan -Glukosa: 101mg/dl - Pemberian asam folat 3x
hilang timbul -Ureum: 13 mg/dl sehari 1 tablet
- Riwayat hipertensi -Creatinin: 0.46 mg/dl
(+), kontrol tidak
teratur
- Pasien sudah
terpasang kateter
NGT dan kateter
- Pasien sulit diajak
komunikasi sejak 2
minggu ini
- Pasien mengalami
penurunan
kesadaran
- Pernah mengalami
post stroke 2 bulan
yang lalu
- Riwayat alergi (-)
- Na: 124,5 Diagnosa: Pengobatan :
- Badan letih
06/07/22 - K: 2,9 - Manajemen cerebral
- Imbalance elektrolit
- TD: 164/92 (sore) - Manajemen elektrolit
- ADL - Manajemen luka pada area
- TD: 173/103 (Malam) - Post stroke
dibantu - N: 92 punggung
- Decubitus grade 1 - Penggunaan ca. Glukonas
- T: 36,5
- Penurunan - P: 23 1x1 (3 hari)
- Pemberian KCl 25mg
kesadaran dilarutkan didalam NaCl
0,9%
- Pemberian calcium lactat
3x sehari 1 tablet
- Pemberian asamfolat 3x
sehari 1 tablet
- Pemberian Amlodipine
10mg, 1x sehari 1 tablet
(pagi)
- Pemberian candesartan
16mg 1x sehari 1 tablet
(malam)
- TD: 193/100 mmHg - Elektrolit imbalance - Pemberian ceftriaxone 1x 2gr
1.Badan letih
07/07/2022 - N: 122 - Ketidakseimbangan perfusi - Manajemen luka pada
- T: 37,9 jaringan cerebral areapunggung
2. Penurunan - Decubitus grade 1 - Penggunaan ca. Glukonas 1x
- R: 20
Kesadaran 1 (3hari)
- Pemberian NAC 3x sehari 1
3. Batuk tablet
- Pemberian calcium lactat 3x
sehari 1 tablet
- Pemberian asam folat3x
sehari 1 tablet
- Pemberian Amlodipine
10mg, 1x sehari 1 tablet
(pagi)
- Pemberian Candesartan
16mg, 1x sehari 1 tablet
(malam)

08/07/2022 - - - Pemberian ceftriaxone 1x 2gr


1. Pasien mulai - Pemberian NAC 3x sehari 1
sadar tablet
- Pemberian calcium lactat 3x
sehari 1 tablet
- Pemberian asam folat3x
sehari 1 tablet
- Pemberian Amlodipine
10mg, 1x sehari 1 tablet
(pagi)
- Pemberian Candesartan
16mg, 1x sehari 1 tablet
(malam)
09/07/2022 -TD: 164/76 - - Pemberian ceftriaxone 1x
1. Penurunan 2gr
-N: 101
kesadaran -T: 36,9 - Pemberian NAC 3x sehari
-P: 22 1 tablet
-IVFD Nacl 3,6 12 j/k - Pemberian calcium lactat
3x sehari 1 tablet
- Pemberian asam folat3x
sehari 1 tablet
- Pemberian Amlodipine
10mg, 1x sehari 1 tablet (pagi)
- Pemberian Candesartan
16mg, 1x sehari 1 tablet (malam)

10/07/2022 - TD: 185/70 mmHg - - Pemberian ceftriaxone 1x


1. Penurunan 2gr
- N: 101
kesadaran - T: 36,4 - Pemberian NAC 3x sehari
- P: 20 1 tablet
- IVFD NaCl 0,9% 12j/k - Pemberian calcium lactat
- Pemasangan kateter 3x sehari 1 tablet
- Pemberian asam folat3x
sehari 1 tablet
- Pemberian Amlodipine
10mg, 1x sehari 1 tablet (pagi)
- Pemberian Candesartan
16mg, 1x sehari 1 tablet (malam)
11/07/2022 - TD: 201/84 - - Pemberian ceftriaxone 1x 2gr
1. Penurunan - Pemberian NAC 3x sehari 1
- N: 100
kesadaran - T: 37 tablet
- P: 24 - Pemberian calcium lactat 3x
- IVFD NaCl 0.9 12j/k sehari 1 tablet
- Pemberian asam folat3x
sehari 1 tablet
- Pemberian Amlodipine
10mg, 1x sehari 1 tablet
(pagi)
- Pemberian Candesartan
16mg, 1x sehari 1 tablet
(malam)
- Pemberian Furosemid 1x 1
tablet pagi (pc)
- Cpg 1x sehari 1 tablet pagi
(pc)

3.5 Lembar Terapi Farmakologi


Nama Obat Dosis Rute Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
06/07 07/07 08/07 09/07 10/07 11/07

Calsium Lactat 3 x 500 mg PO √ √ √ √ √ √

Asam Folat 3 x 1 mg PO √ √ √ √ √ √

Amlodipine 1 x 10 mg PO √ √ √ √ √ √

Candesartan 1x 16 mg PO √ √ √ √ √ √

Acetylcystein 1 x 200 mg PO - √ √ √ √ √
Furosemid 1 x 40 mg PO - - - - - √

Clopidogrel 1 x 75 mg PO - - - - - √

NaCl 0,9% Infus √ √ √ √ √ √

Ca. Glukonas 1 x 1gr IV √ √ - - - -

Ceftriaxone 1 x 2gr IV - √ √ √ √ -

NaCl 3% Infus - - √ - - -

3.6 Kajian Dosis


No Nama Obat Dosis Yang Diberikan Dosis Literatur Keterangan
1 Calsium Lactat 3 x 500 mg 300-600 mg sehari (MIMS,2020) Dosis sesuai literatur
2 Asam Folat 3 x 1 mg Hingga 1 mg dalam sehari (MIMS,2020) Dosis sesuai literatur
3 Amlodipine 1 x 10 mg Awalnya 5 mg sekali sehari Maks : 10 mg Dosis sesuai literatur
sekali sehari (MIMS,2020)
4 Candesartan 1x 16 mg Awalnya , 8 mg sekali sehari disesuaikan Dosis sesuai literatur
dengan respons . Maks : 32 mg/hari
sebagai dosis tunggal atau dalam 2 dosis
terbagi (MIMS,2020)
5 Acetylcystein 1 x 200 mg Dewasa 3x 1 kapsul sehari (200mg) Dosis sesuai literatur
6 Furosemid 1 x 40 mg Dewasa dosis awal 40 mg pada pagi hari, Dosis sesuai literatur
penunjang 20-40mg sehari (Bassic
Pharmacology,2019)
7 Clopidogrel 1 x 75 mg Dosis awal 1x 300 mg/hari, lalu Dosis sesuai literatur
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1x
75mg/hari
8 NaCl 0,9% 12j/k
9 Ca. Glukonas 1 x 10 ml Injeksi awal intravena 10 ml 2,25 Dosis sesuai literatur
10. Inj. Ceftriaxone 1 x 2gr 1 – 2 g /hari (AHFS,2011)
11. Nacl 3%

3.7 Lembar Drug Related Problem DRP

Nama: Tn.M No.MR: 22**** Diagnosa: Hipokalemi + Hiponatemi Dokter : dr. Ali Murdianis, Sp. Pd
+ Hipokalsemi
Tanggal Lahir: 07-11-1962 Berat Badan: kg Ruangan Bangsal Interne Apt. Dini Hara Triastuti, M.Farm

DRUG RELATED PROBLEM


No. Drug related problem Checklist Rekomendasi
1. Terapi obat yang diperlukan
Tidak terdapat terapi tanpa indikasi medis
Terdapat terapi tanpa indikasi medis -
- pada tanggal 5 juli 2022 pasien tidak diberikan obat untuk
Terdapat indikasi tidak diterapi √ menurunkan tekanan darah sehingga pasien mengalami kenaikan
tekanan darah pada tanggal 6 juli 2022
Pasien mendapatkan terapi tambahan yang tidak Pasien tidak mendapatkan terapi tambahan yang tidakdiperlukan.
-
Diperlukan
Pasien masih memungkinkan menjalani terapi Kondisi pasien memungkinkan untuk melakukan terpai non
non farmakologi -
farmakologi. Seperti :
 harus mengkonsusmi susu
 makanan yang banyak mengandung kalium seperti kacang-
kacangan, buah pisang, tomat, kentang, salmon dan semangka
 Lakukan olahraga secara rutin

Terdapat duplikasi terapi - Tidak terdapat duplikasi terapi

Pasien tidak mendapatkan penangan terhadap Belum ada efek samping yang bisa dibuktikan yang
efek samping terapi -
berarti selama pengobatan.
2. Kesalahan Obat
Bentuk sediaan tidak tepat Semua bentuk sediaan obat telah sesuai
-
dengan kondisi pasien.
Terdapat kontra indikasi Pengobatan yang diberikan tidak kontraindikasi dengan
-
kondisi pasien ataupun hasil laboratoriumpasien.
Kondisi pasien tidak disembuhkan oleh obat - Kondisi pasien belum menunjukkaan perbaikan
Obat tidak di indikasikan untuk pasien - Semua obat di indikasikan untuk pasien
Terdapat obat lain yang lebih efektif - Pengobatan yang diberikan sudah tepat.
3. Dosis tidak tepat
Dosis terlalu rendah - Dosis sudah tepat
Dosis terlalu tinggi - Dosis sudah tepat
Frekuensi penggunaan tidak tepat - Frekuensi penggunaan sudah tepat
Durasi penggunaan tidak tepat √ Penggunaan ceftiaxone dan kalsium glukonas sebaiknya
dijarakkan selama 48 jam.
Penyimpanan tidak tepat - Penyimpanan sudah tepat
4. Reaksi yang tidak diinginkan

Obat tidak aman untuk pasien -


Obat yang diberikan sejauh ini masih aman
Terjadi reaksi alergi - Tidak menimbulkan reaksi alergi dari penggunaan obat.
Tejadi interaksi obat Terdapat interaksi obat yaitu :
√ 6 juli 2022 : penggunaan kalsium glukonas dapat
menurunkan efek terapi amlodipine
7 juli 2022 dan 8 juli 2022 : penggunaan obat ceftriaxone dan
kalsium glukonas dapat menimbulkan prespitasi kalsium dan
sangat fatal bila digunakan secara bersamaan pada paru-paru
dan ginjal, setidaknya dipisahkan selama 48 jam
Tinjauan Obat

1. Nama Obat Calsium Lactat


Komposisi Ca Lactate (MIMS,2020)
Indikasi Hipokalsemia, suplemen kalsium selama kehamilan
(MIMS,2020)
Pemberian Obat Oral (MIMS,2020)
Efek samping Bradikardia, aritmia kardiak, anoreksia, merasa lemah,
nyeri otot dan sendi, mual muntah,kontipasi, haus dan poli
uria (MIMS,2020)
Kontraindikasi Pasien menjalani terapi glikosida jantung (MIMS,2020)
Dosis 500 mg/ hari (MIMS,2020)
Contoh Sediaan

2. Nama Obat Asam folat


Komposisi Asam Folat 1 mg
Indikasi Suplemen nutrisi. (Medscape, 2022)
Pemberian Obat Oral
Efek samping Bronkospasme, Eritema, Malaise. (Medscape, 2022)
Kontraindikasi -
Farmakokinetika Absorpsi : Diserap di bagian proksimal usus halus.
Metabolisme : Dimetabolisme di hati.
Ekskresi : Urine. (Medscape, 2022)
Dosis Pria : 400 mcg/hari PO
Wanita: 400-800 mcg/hari PO. (Medscape, 2022)
Contoh Sediaan

3. Nama Obat Amlodipine


Komposisi Amlodipine besylate 13,8 mg setara dengan amlodipine
10 mg
Indikasi Untuk menurunkan tekanan darah pada hipertensi.
(Medscape, 2022)
Pemberian Obat Oral
Efek samping Hipersensitifitas,
Kontraindikasi -
Dosis Amlodipine Besylate 10 mg
Amlodipine Besylate 1 mg
Amlodipine Besylate 5 mg
Contoh Sediaan

4. Nama Obat Candesartan


Komposisi Candesartan
Indikasi Indikasi ARB kurang lebih sama dengan ACE Inhibitor.
ARB merupakan alternative yang berguna untuk pasien
yang harus menghentikan ACE-Inhibitor akibat batuk
yang persisten atau intoleransi terhadap ACE inhibitor.
Pemberian Obat PO
Efek samping Pusing, sakit kepala, diare, penurunan Hb, ruam,
abnormal taste sensation (metallic taste)
Kontraindikasi Kehamilan, menyusui, stenosis arteri, renalis, bilateral
atau stenosis pada satu-satunya ginjal yang masih
berfungsi (Bassic pharmacology,2019)
Dosis Tablet 8 mg
Tablet 16 mg
Contoh Sediaan

5. Nama Furosemid
Obat
Komposisi Furosemid 40mg
Indikasi Pasien dengan retensi cairan yang berat (edema, ascites)
hipertensive heart failure, edema paru akut, edema pada syndrome
nefrotik, insufisiensi renal kronik, sirosis hepatis.
Pemberian Obat PO
Efek samping Hipotensi, hiponatremia,
hipokalemia,hipokalsemia,hiperuresimia,ototoksisitas,hiperglesimi
a, meningkatkan LDL Kolestroll dan menurunkan HDL
Kontraindikasi Hipovolemia,Hiponatremia,anuri (abstruksi post renal), pasien
yang alergi terhadap preparat sulfa.
Dosis Dosis dewasa : 20-40 mg
Contoh Sediaan

6. Nama Obat Clopidogrel


Komposisi Clopidogrel 75 mg
Indikasi Mencegah kejadian aterotrombosis pada pasien yang
menderita infark miokard, stroke iskemik, atau penyakit
arteri perifer, sindrom coroner akut (STEMI, NSTEMI,
Angina Pectoris tidak stabil) (Bassic Pharmacology,2019)
Pemberian Obat PO
Efek samping Dispepsia, nyeri akut, diare; pendarahan (termasuk
pendarahan saluran cerna dan intakranial); mual, muntah,
gastritis, perut kembung, konstipasi, tukak lambung dan usus
besar, sakit kepala, pusing, parastesia,leukopenia, platelet
menurun, eosinophilia, ruam kulit, dan gatal; vertigo,
gangguan darah. (Bassic Pharmacology,2019)
Kontraindikasi Hipersensitivitas, pendarahan aktif seperti ulkus peptikum
atau pendarahan intracranial, menyusui.
Dosis  Tablet 75 mg
Contoh Sediaan
7. Nama Obat Injeksi Calcium Glukonas
Komposisi Calcium Gluconas 100 mg/ml (Medscape, 2022)
Indikasi Hipokalsemia. (Medscape, 2022)
Pemberian Obat Intravena
Efek samping Bradikardia, Hipotensi. (Medscape, 2022)
Kontraindikasi Pasien dengan hiperkalsemia atau kondisi yang
berhubungan dengan hiperkalsemia.
(MIMS, 2022)
Dosis 1-2 g selama 2 jam.
100mg/mL (10%)
(Medscape, 2022)
Contoh Sediaan

8. Nama Obat Injeksi Ceftriaxone


Komposisi Ceftriaxone 1 g
Indikasi Bronkopneumonia (AHFS, 2011)
Pemberian Obat Intravena, Intramuskular
Efek samping Indurasi setelah injeksi IM (5-17%). (Medscape,
2022)
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap sefalosporin atau riwayat
hipersensitivitas berat terhadap antibiotik B-laktam jenis
lain (misalnya penisilin, monobaktam, karbapenem).
(MIMS, 2022)
Dosis 1-2 g setiap hari, ditingkatkan menjadi 4 g setiap hari pada
infeksi berat, diberikan sekali atau dalam 2 dosis terbagi
melalui injeksi IV lambat selama 5 menit, atau diinfuskan
setidaknya selama 30 menit, atau injeksi IM dalam. Dosis
>2 g diberikan
melalui injeksi IV atau infus. (AHFS, 2011)
Contoh Sediaan
9. Nama Obat Injeksi NaCl 0,9 %
Komposisi Setiap 500 mL mengandung : 4,5 Natrium Klorida (NaCl)
Air untuk injeksi ad 500 mL
Indikasi NaCl 0,9 persen digunakan pada kondisi kekurangan
natrium dan klorida, pengganti cairan isotonik plasma, juga
digunakan sebagai pelarut sediaan injeksi.
Pemberian Obat Intra vena
Efek samping Kondisi dimana pemberian natrium klorida dapat
membahayakan pada pasien gagal jantung kongestif .
Kontraindikasi tangan/kaki mengalami bengkak, nyeri sendi, kaku, kram
otot,sakit kepala, mual, dan mungkin juga terjadi reaksi
alergi walaupun sangat jarang.
Dosis Injeksi NaCl 0,9 %
Contoh Sediaan

10. Nama Obat Acetylcysteine


Komposisi Acetylcysteine 200 mg(MIMS,2020)
Indikasi Terapi hipersekresi mukus kental dan tebal pada saluran
pernafasan
(MIMS,2020)
Pemberian Obat Oral (MIMS,2020)
Efek samping Pada penggunaan sistemik : menimbulkan reaksi
hipersensitivitas seperti urtikaria dan bronkospasme (jarang
terjadi), psoriasis, mual, muntah, diare,stomatitis, pusing,
tinitus (MIMS,2020)
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap Acetylcysteine (MIMS,2020)
Dosis Dewasa : 3x1 kapsul sehari 200 mg/ hari (MIMS,2020)
Contoh Sediaan
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang wanita berumur 59 tahun 8 bulan di rawat di Bangsal Interne RS M.

Natsir Solok sejak tanggal 5 Juli 2022. Berdasarkan dari keterangan keluhan utama

pasien ialah sesak sesekali, batuk, lemah anggota gerak kanan, mual, nyeri pada

bagian kepala. Pasien diketahui memiliki riwayat penyakit hipertensi namun kontrol

tidak teratur dan post stroke 2 bulan lalu. Dari data organ vital mulai tanggal 5 Juli

2022 sampai 11 Juli 2022 tekanan darah pasien tidak stabil tetapi selalu di atas batas

normal. Untuk suhu pasien normal pada tanggal 5 Juli sampai 11 Juli 2022, tetapi

suhu tubuh pasien meningkat di atas normal pada tanggal 7-8 Juli 2022. Untuk nadi

pasien cenderung normal dari tanggal 5 Juli sampai 11 Juli 2022, tetapi nadi pasien

meningkat di atas normal pada tanggal 7 Juli 2022. Kecepatan napas pasien pada

tanggal 6 Juli 2022 di atas normal, tetapi dari tanggal 5 Juli sampai 11 Juli 2022

kecepatan napas pasien cenderung normal selama pemeriksaan organ vital.

Pemeriksaan laboratorium hematologi dilakukan satu kali pada tanggal 5 Juli

2022. Hemoglobin pasien berada di batas normal selama pemeriksaan. Hemoglobin

adalah protein dalam sel darah merah (eritrosit yang berfungsi mengantarkan oksigen

ke sel dan jaringan di seluruh tubuh). Nilai eritrosit berada di batas normal namun,

hematokrit pasien rendah selama pemeriksaan. Terdapat hubungan bermakna antara

kadar hemoglobin meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam

urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia,


hipokalsemia, asidosis metabolik agar terhindar dari kelainan biokimiawi darah. Nilai

MCV pasien rendah pada pemeriksaan laboratorium. MCV (Mean Corpuscular

Volume) adalah ukuran volume rata-rata sel darah merah pada tubuh man usia, jika

terlalu rendah, dapat mengindikasikan bahwa pasien mengidap salah satu jenis

anemia. Nilai RDW-CV tinggi selama pemeriksaan dimana nilai RDW-CV adalah

red distribution width atau kisaran variasi volume sel darah merah. Hasil yang lebih

tinggi menandakan variasi volume/ ukuran sel darah merah yang lebih besar.

Nilai limfosit berada dibawah batas normal dengan nilai 18%, Limfositopenia,

atau limfopenia, adalah keadaan ketika jumlah limfosit dalam aliran darah lebih

rendah dibandingkan biasanya. Jumlah limfosit rendah yang parah atau kronis dapat

mengindikasikan terjadinya infeksi atau penyakit lainnya. Nilai monosit pada pasien

tinggi dengan hasil 11% dimana Monositosis atau kadar monosit tinggi umumnya

dipicu oleh peradangan dalam tubuh. Peradangan tersebut dapat disebabkan oleh

berbagai hal, mulai dari infeksi hingga tindakan medis tertentu. Nilai leukosit pasien

berada di atas batas normal pada tanggal 5 Juli 2022, Leukosit merupakan bagian

penting dari sistem kekebalan tubuh yang berfungsi untuk menghasilkan antibody

yang melawan virus, jamur, bakteri dan parasit penyebab penyakit. Trombosit pasien

pada saat diperiksa berada dalam rentang normal. Trombosit (keeping darah)

berperan penting dalam proses pembekuan darah. Nilai ALC (Absoloute lymphocyte

COUNT) berada dibawah batas normal yaitu 1044 per mikroliter Bila jumlah limfosit

kurang dari batas normal dikhawatirkan dapat mengakibatkan tubuh rentan terhadap

infeksi, meningkatkan risiko terkena penyakit kanker, serta menyebabkan kerusakan


berbagai organ.Sedangkan nilai NLR (Neutrhophil Lymphocyte Ratio ) tinggi yaitu

3.89 per mikroliter.

Kadar ureum dalam darah merupakan indikator fungsi ginjal. Ureum

diproduksi sebagai produk sampingan di hati ketika protein dimetabolisme. Dengan

kata lain, ureum adalah zat sisa dari pemecahan protein dan asam amino di dalam

hati. Ginjal yang sehat akan menyaring ureum dari tubuh melalui urine. Nilai rujukan

yang didapatkan berupa nilai rujukan ureum dengan hasil kadar ureum pada laki-laki

berkisar antara 14-39 mg/dL dan hasil kadar ureum pada perempuan berkisar antara

12-33 mg/dL. nilai ureum pada pasien yaitu sebesar 13 mg/dL, yaitu dalam kategori

nilai ureum yang rendah. Kadar ureum yang rendah bisa menandakan adanya

gangguan pada hati (harus dilakukan pemeriksaan fungsi hati lainnya untuk

konfirmasi), malnutrisi (terutama bila konsumsi hanya sedikit sekali protein),

overhidrasi (pemberian cairan terlalu banyak atau minum terlalu banyak).

Berdasarkan kasus yang telah dianalisa pada tanggal 5 Juli 2022, Pasien didiagnosa

mengalami hipokalsemia hal ini terlihat dari hasil pemeriksaan laboratorium kimia

klinik dimana nilai calcium rendah dari normal. 90% kalsium terikat dalam albumin,

sehingga kondisi hipokalsemia biasanya terjadi pada pasien dengan

hipoalbuminemia, maka diperlukan pemeriksaan albumin pasien.

Berdasarkan pengobatan hipokalsemia pasien masih memungkin

mendapatkan terapi non-farmakologi seperti konsumsi makanan dari susu. Susu

merupakan penyumbang kalium yang sangat baik, karena di dalam susu mengandung

setidaknya 50% senyawa kalium. Senyawa inilah yang dibutuhkan bagi yang
menderita penyakit hipokalemi atau kekurangan kalium. Oleh sebab itu terapi non

farmakologi penyakit hipokalemi yang paling tepat adalah dengan memperbanyak

konsumsi makanan yang berasal dari olahan susu, seperti keju, yoghurt, es krim dan

lain sebagainya. Konsumsi makanan yang banyak mengandung kalium selain

konsumsi olahan susu, memperbanyak konsumsi makanan yang mengandung kalium

lainnya, hal ini berguna agar gizi atau nutrisi yang dihasilkan bisa seimbang.

Makanan-makanan yang banyak mengandung kalium selain susu ada banyak sekali

antara lain seperti, kacang-kacangan, buah persik, buah pisang, tomat, kentang,

salmon dan semangka. Konsumsilah makanan-makanan tersebut secara rutin setiap

harinya. Dan lakukan olahraga secara rutin sangatlah penting untuk menjaga

kesehatan tubuh terutama bagi penderita penyakit kekurangan kadar kalium dalam

darah atau penyakit hipokalemia, karena dengan melakukan olahraga, maka

sensitivitas organ ginjal untuk mengolah makanan yang masuk sehingga bisa

optimal, terlebih lagi untuk mengolah zat kalium yang terdapat dalam makanan yang

di konsumsi. Olahraga yang dapat dilakukan antara lain seperti jogging, senam, jalan

sehat dan lain sebagainya. Usahakan luangkan waktu sehari minimal 30 menit saja.

Kreatinin merupakan zat limbah dalam yang diproduksi oleh jaringan otot,

yang diolah oleh ginjal dan dibuang melalui urine. Kadar kreatinin normal dalam

darah 1,2 mg/dL untuk wanita, sementara 1,4 mg/dL untuk pria. Kadar kreatinin pada

pasien sebesar 0,46 mg/dL, yaitu dalam kategori rendah. Kadar kreatinin yang rendah

dapat mengindikasikan bahwa hati atau otot tidak bekerja dengan baik. Selain itu,

rendahnya kadar kreatinin juga bisa pertanda bahwa hilangnya massa otot seiring
penuaan terjadi atau kondisi sementara seperti kehamilan. Natrium adalah elektrolit

yang membantu mengatur jumlah air di dalam dan di sekitar sel tubuh. nilai normal

natrium yaitu 136 - 145 mmol/L. nilai normal pada pasien yaitu sebesar 124,5 yaitu

dikatakan dalam kategori rendah. Kadar natrium rendah dapat menyebabkan

kelelahan, pusing, mual, muntah, kram otot, kejang otot, dan kebingungan . Kalium

merupakan mineral yang membantu membawa sinyal elektrik ke sel di dalam tubuh.

Mineral ini berperan penting terhadap fungsi sel saraf dan otot. Kadar kalium dalam

darah normalnya berkisar antara 3,5 – 5,2 millimoles per liter (mmol/L). nilai kadar

kalium pada pasien yaitu sebesar 2,9 mEq/L yang dapat dikatakan kategori rendah.

gejala kalium rendah yaitu Mual dan muntah, Nafsu makan menghilang.

Konstipasi.Tubuh terasa lemah, kesemutan.kram otot, jantung berdebar.

Dari studi kasus yang didapatkan, diketahui pasien selama di RS mendapatkan

terapi yaitu As. Folat 1 mg 3x1 , kalsium laktat 500 mg 3x1, Amlodipin 10 mg 1x1,

Candesartan 16 mg 1x1, asetilsistein 200 mg 3x1, furosemide 40 mg 1x1, clopidogrel

75 mg 1x1, injeksi Ca. Glukonas 1x2 gr,IVFD Nacl 0,9 % 12 jam/kolf, Inj

Ceftriaxone 1 x 2gr. Pemberian Ca. lactat (kalsium laktat) adalah obat atau suplemen

yang berfungsi untuk mencegah serta mengatasi kadar kalsium yang rendah di dalam

darah atau hipokalsemia. Asam folat membantu mengurangi risiko terjadinya anemia,

pembentukan sel darah merah dan mendukung daya tahan tubuh. Amlodipin adalah

obat antihipertensi yang dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.

Candesartan digunakan untuk menurunkan tekanan darah pada hipertensi.

Asetilsistein obat yang digunakan untuk mengencerkan dahak pada beberapa kondisi,
seperti asma, cystic fibrosis, atau PPOK. Furosemide obat untuk mengatasi

penumpukan cairan di dalam tubuh atau edema. Obat yang termasuk ke dalam

kelompok diuretik ini juga bisa digunakan untuk mengatasi tekanan darah tinggi atau

hipertensi. Furosemide bekerja dengan cara menghalangi penyerapan natrium di

dalam sel-sel tubulus ginjal. Clopidogrel adalah obat untuk mencegah penyumbatan

pembuluh darah dan membantu melancarkan peredaran darah, sehingga obat ini dapat

menurunkan risiko terjadinya stroke atau serangan jantung.

Injeksi Ca. Gluconas adalah obat yang digunakan untuk mengatasi

kekurangan kalsium (hipokalsemia), mengatasi kadar magnesium dalam darah

berlebih (hipermagnesemia) dan membantu mengatasi kadar kalium dalam

darah terlalu tinggi (hiperkalemia). Kalsium memiliki peran yang sangat penting

dalam tubuh karena sangat bermanfaat untuk pembuluh darah, sel-sel tubuh, otot, dan

tulang. Jika darah kekurangan kalsium, tubuh akan mengambil kalsium dari tulang,

sehingga tulang menjadi keropos. Ceftriaxone adalah golongan antibiotik sefalosforin

yang dapat digunakan untuk mengobati beberapa kondisi akibat infeksi bakteri,

seperti pneumonia.

Pemberian injeksi Ca. Glukonas kurang tepat diberikan secara bersamaan

dengan jneksi ceftriaxon sehingga akan mengakibatkan Interaksi obat yang memilki

risiko terjadinya presipitasi partikulat yang berpotensi fatal di paru-paru dan ginjal.

Sehingga dapat disarankan untuk dilakukan pemisahan jarak pemberian obat

setidaknya selama 48 jam dan peninjauan kondisi pasien dan monitoring efek

samping kedua obat. Terdapat penelitian yang dilakukan untuk menilai potensi
presipitasi ketika ceftriaxone dengan produk kalsium dicampur dalam botol dan jalur

infus. Hasilnya menunjukkan bahwa presipitasi ceftriaxone-kalsium terjadi pada

konsentrasi kalsium yang lebih rendah dalam plasma neonatus dari pada plasma

dewasa.

Pada pasien dewasa, ceftriaxone tidak boleh diberikan bersamaan dengan

calcium gluconate, melalui jalur infus yang sama. Jika saluran infus yang sama

digunakan untuk pemberian berurutan, saluran tersebut harus dibilas secara

menyeluruh antara infus dengan cairan yang kompatibel. Oleh karena itu, diperlukan

peninjauan kembali terhadap penggunaan obat dan pemantauan kemungkinan

terjadinya interaksi obat.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pasien mengalami hipokalsemia, hipokalemia, hiponatremia dari keadaan

pasien masih memungkinkan mendapatkan terapi non-farmakologi.

2. Penggunaan injeksi ceftriaxone dengan injeksi Ca Glukonas dapat

menimbulkan prespitasi partikulat yang berpotensi sangat fatal di paru-paru

dan ginjal.

3. Pemberian furosemide perlu dipertimbangkan lagi dikarenakan memilki

kontraindikasi dengan penyakit hiponatremia dan juga penggunaan

furosemide dapat menimbulkan efek samping hipokalemia, hiponatremia,

hipokalsemia.

4. Injeksi ceftriaxone tidak boleh diberikan bersamaan dengan calcium

gluconate, melalui jalur infus yang sama.

5.2 Saran

1. Sebaiknya penggunaan injeksi Ca. Glukonas dengan injeksi cefriaxone ,

dipisahkan selama 48 jam .

2. Monitoring efek samping obat .

3. diperlukan peninjauan kembali terhadap penggunaan obat dan pemantauan

kemungkinan terjadinya interaksi obat


DAFTAR PUSTAKA

Bartel B, Gau E. Fluid and electrolyte management. In: Johnson TJ. Critical care

pharmacotherapeutics. 1st ed. Burlington (MA): Jones & Bartlett Learning,

LLC; 2015. p. 11 – 13.

Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid and

Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology

5th ed. New York: Mc-Graw Hill. 2013; 4 (49): h. 1107 – 40.

Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta :EGC

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., dan Geissler, A. C. (2014). Rencana

Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: E

Jan, Tambayong. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Mangku G, Senapathi TGA. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Ajar

Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks; 2010. 6 (5) : h.272 – 98.

Pardede SO, Fahriani R. Paralisis Periodik Hipokalemik Familial. Cermin Dunia

Kedokteran. 2012;39:727–30.

Price and Wilson. Gangguan Cairan & Elektrolit. Patofisiologi Vol.1. 6th ed. Jakarta:

EGC: 2006:p.344

Suyono, Selamet.2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 2. Jakartra: Balai

Penerbit FKUI
Tran TTT, Pease A, Wood AJ, Zajac JD, Mårtensson J, Bellomo R, et al. Review of

evidence for adult diabetic ketoacidosis management protocols. Front

Endocrinol. 2017;13(8):106.

Anda mungkin juga menyukai