Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

HIPONATREMIA

Disusun oleh:
dr. Albert Tito

Pembimbing:
dr. Darmawan, Sp.PD
dr. Susana Chandra

RSUD SAMBAS
KABUPATEN SAMBAS
KALIMANTAN BARAT
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan kasus dengan judul:


HIPONATREMIA
Disusun sebagai salah satu syarat program dokter internship

Telah disetujui,
Sambas, Maret 2020
Pembimbing, Pendamping, Disusun oleh :

dr. Darmawan, Sp.PD dr. Susana Chandra dr. Albert Tito

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Elektrolit merupakan senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi ion
positif atau negatif. Ion bermuatan positif disebut kation dan ion bermuatan
negatif disebut anion. Keseimbangan keduanya disebut sebagai elektronetralitas.
Sebagian besar proses metabolism memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit.
Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyak gangguan.1,2
Homeostasis cairan tubuh penting bagi kelangsungan hidup semua organisme.
Pemeliharaan tekanan osmotik dan distribusi beberapa kompartemen cairan tubuh
manusia adalah fungsi utama empat elektrolit mayor, yaitu natrium (Na+), kalium
(K+), klorida (Cl-), dan bikarbonat (HCO3-).1-4
Satu di antara gangguan elektrolit adalah hiponatremia. Pada hiponatremia
akut, dibutuhkan penanganan segera dan merupakan kegawatdaruratan seperti
yang ditampilkan pada laporan kasus ini.

1.2. Tujuan
Penyusunan laporan kasus ilmiah ini memiliki beberapa tujuan, di antaranya
adalah untuk memahami mengenai identifikasi, manajemen dan tatalaksana pada
kasus hiponatremia

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Elektrolit


Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit. Cairan tubuh dibedakan atas cairan
ekstrasel dan intrasel. Cairan ekstrasel meliputi plasma dan cairan interstisial.
Berikut adalah ilustrasi elektrolit utama dan cairan secara fisiologis dalam tubuh 1-4
(tabel 2.1.)

Tabel 2.1. Kadar elektrolit dalam cairan ekstrasel dan intrasel

Pemeliharaan homeostasis cairan tubuh adalah penting bagi kelangsungan


hidup semua organisme. Pemeliharaan tekanan osmotik dan distribusi beberapa
kompartemen cairan tubuh manusia adalah fungsi utama empat elektrolit mayor,
yaitu natrium (Na+), kalium (K+), klorida (Cl-), dan bikarbonat (HCO3-).
Pemeriksaan keempat elektrolit mayor tersebut dalam klinis dikenal sebagai
”profil elektrolit”.1-4

2.2. Gangguan Keseimbangan Elektrolit

4
2.2.1. Gangguan Keseimbangan Natrium
Seseorang dikatakan hiponatremia, bila konsentrasi natrium plasma dalam
tubuhnya turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah nilai normal (135-145
mEq/L) dan hipernatremia bila konsentrasi natrium plasma meningkat di atas
normal. Hiponatremia biasanya berkaitan dengan hipoosmolalitas dan
hipernatremia berkaitan dengan hiperosmolalitas.2,5
Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan air yang
berlebihan pada cairan ekstrasel akan menyebabkan penurunan konsentrasi
natrium plasma. Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada
dehidrasi hipoosmotik seperti pada keadaan berkeringat selama aktivitas berat
yang berkepanjangan, berhubungan dengan penurunan volume cairan ekstrasel
seperti diare, muntah-muntah, dan penggunaan diuretic secara berlebihan.5-7
Hiponatremia juga dapat disebabkan oleh beberapa penyakit ginjal yang
menyebabkan gangguan fungsi glomerulus dan tubulus pada ginjal, penyakit
addison, serta retensi air yang berlebihan (overhidrasi hipo-osmotik) akibat
hormone antidiuretik. Sumber lain menyebutkan bahwa respons fisiologis dari
hiponatremia adalah tertekannya pengeluaran ADH dari hipotalamus (osmolaritas
urine rendah).5-7
Pseudohiponatremia dapat dijumpai pada penurunan fraksi plasma, yaitu pada
kondisi hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia, hiperproteinemia dan
hiperglikemia serta kelebihan pemberian manitol dan glisin.1,2
Peningkatan konsentrasi natrium plasma karena kehilangan air dan larutan
ekstrasel (dehidrasi hiperosmotik pada diabetes insipidus) atau karena kelebihan
natrium dalam cairan ekstrasel seperti pada overhidrasi osmotik atau retensi air
oleh ginjal dapat menyebabkan peningkatan osmolaritas & konsentrasi natrium
klorida dalam cairan ekstrasel.1-4
Sumber lain menyebutkan bahwa hipernatremia dapat terjadi bila ada defisit
cairan tubuh akibat ekskresi air melebihi ekskresi natrium atau asupan air yang
kurang. Misalnya pada pengeluaran air tanpa elektrolit melalui insensible water
loss atau keringat, diare osmotik akibat pemberian laktulose atau sorbitol, diabetes
insipidus sentral maupun nefrogenik, diuresis osmotik akibat glukosa atau

5
manitol, gangguan pusat rasa haus di hipotalamus akibat tumor atau gangguan
vaskular.5,7
2.2.2. Gangguan Kalium
Bila kadar kalium kurang dari 3,5 mEq/L disebut sebagai hipokalemia dan
kadar kalium lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia. Kekurangan ion
kalium dapat menyebabkan frekuensi denyut jantung melambat.3,10,16,19
Peningkatan kalium plasma 3-4 mEq/L dapat menyebabkan aritmia jantung,
konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat menimbulkan henti jantung atau fibrilasi
jantung.2,4,6
Penyebab hipokalemia di antaranya sebagai berikut :
a. Asupan Kalium kurang
b. Pengeluaran Kalium berlebihan
c. Kalium masuk ke dalam sel
Sedangkan hiperkalemia dapat disebabkan di antaranya sebagai berikut:
a. Keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel
b. Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal
Pseudohiperkalemia dapat disebabkan oleh hemolisis, sampel tidak segera
diperiksa atau akibat kesalahan preanalitik yang lain yaitu tornikuet pada lengan
atas tidak dilepas sebelum diambil darah setelah penderita menggenggam
tangannya berulangkali (peningkatan sampai 2 mmol/L). Jumlah trombosit
>500.000/mm3 atau leukosit >70.000/mm3 juga dapat meningkatkan kadar
kalium serum.2,4,6
2.2.3. Gangguan Kalsium
Meskipun 98% dari total kalsium tubuh dalam tulang, pemeliharaan
konsentrasi kalsium ekstraseluler normal adalah penting untuk homeostasis. Ion
kalsium terlibat dalam fungsi biologis hampir semua penting, termasuk kontraksi
otot, pelepasan neurotransmitter dan hormon, pembekuan darah, dan metabolisme
tulang, dan kelainan pada keseimbangan kalsium dapat mengakibatkan
derangements fisiologis yang mendalam.8-10
Asupan kalsium pada orang dewasa rata-rata 600-800 mg / hari. Penyerapan
kalsium terjadi di usus terutama di usus kecil proksimal tetapi adalah variabel.

6
Kalsium juga disekresi ke dalam saluran usus, dimana sekresi ini tampaknya
konstan dan independen dari penyerapan. Hingga 80% dari asupan kalsium harian
biasanya hilang dalam feses. Ginjal bertanggung jawab untuk sebagian besar
ekskresi kalsium. Rata-rata ekskresi kalsium ginjal 100 mg / hari namun dapat
bervariasi dari serendah 50 mg / hari ke lebih dari 300 mg / hari. Biasanya, 98%
dari kalsium disaring dan diserap kembali. Reabsorpsi kalsium paralel dengan
natrium dalam tubulus ginjal proksimal dan loop menaik Henle. Di tubulus distal,
bagaimanapun, reabsorpsi kalsium tergantung pada hormon paratiroid (PTH)
sekresi, sedangkan reabsorpsi natrium tergantung pada sekresi aldosteron. tingkat
PTH meningkat meningkatkan reabsorpsi kalsium distal dan dengan demikian
menurunkan ekskresi kalsium urin.4,6
Sebanyak 90% kalsium terikat dalam albumin, sehingga kondisi hipokalsemia
biasanya terjadi pada pasien dengan hipoalbuminemia. Hipokalsemia disebabkan
karena hipoparatiroidism, kongenital, idiopatik, defisiensi vit D, defisiensi
125(OH)2D3 pada gagal ginjal kronik, dan hiperfosfatemia. Manifestasi dari
hipokalsemia termasuk kulit kering, parestesia, gelisah dan kebingungan,
gangguan irama jantung, laring stridor (spasme laring), tetani dengan spasme
karpopedal (tanda Trousseau), masseter spasme (Tanda Chvostek), dan kejang.
kolik bilier dan bronkospasme. EKG dapat mengungkapkan irritasi jantung atau
interval QT perpanjangan yang mungkin tidak berkorelasi antara tingkat
keparahan dengan tingkat hipokalsemia. Penurunan kontraktilitas jantung dapat
mengakibatkan gagal jantung, hipotensi, atau keduanya. Penurunan respon
terhadap digoxin dan β-adrenergik agonis juga dapat terjadi.2,4,6
Seperti yang diketahui, hipokalsemia adalah suatu kondisi yang gawat darurat
karena menyebabkan kejang umum dan henti jantung. Dapat diberikan 20-30 ml
preparat kalsium glukonas 10% atau CaCl 10% dapat diulang 30-60 menit
kemudian sampai tercapai kadar kalsium plasma yang optimal. Pada kasus kronik,
dapat dilanjutkan dengan terapi per oral.8-10

2.3. Hiponatremia
2.3.1. Definisi

7
Hiponatremia adalah penurunan kadar natrium (Na) plasma < 135 mEq/L.
Hiponatremia akut adalah hiponatremia yang terjadi < 48 jam dan membutuhkan
penanganan segera, sedangkan hiponatremia kronik adalah hiponatremia yang
berlangsung > 48 jam. Gejala akan muncul jika kadar natirum < 725mEq/L.
Hiponatremia dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan osmolalitas plasma:1,2
 Isotonik hiponatremia: osmolalitas plasma normal
 Hipertonik hiponatremia: osmolalitas plasma meningkat. Cairan berpindah
dari intrasel ke ekstrasel sebagai respon adanya kosentrasi terlarut yang
meningkat (glukosa, manitol)
 Hipotonik hiponatremia: osmolalitas plasma menurun. Berdasarkan
perjalanan penyakit dan status volume intravaskular yaitu hipovolemia
hiponatremia, euvolemik hiponatremia, dan hipervolemia hiponatremia.

Tabel 2.2. Klasifikasi Hipotonik Hiponatremia1

2.3.2. Pendekatan Diagnosis


Pendekatan dalam mendiagnosis hiponatremia yaitu menentukan osmolaliats
plasma. Jika hipotonik hiponatremia tentukan status volume (tanda vital,
ortostatik, JVP (Jugular Venous Pressure), turgor kulit, membrane mukosa, edema
perifer, BUN, kreatinin, asam urat)1,2
2.3.3. Anamnesis
Umumnya tidak menimbulkan gejala, Gejala yang dikeluhkan berhubungan
dengan disfungsi susuan saraf pusat seperti mual, muntah, sakit kepala, perubahan

8
kepribadian, kelemahan, keram otot, agitasi, disorientasi, kejang, bahkan koma.
Pada kasus asimptomatik dapat mulai bermanifestasi kehilangan kestabilan
sehingga beresiko jatuh.1
2.3.4. Pemeriksaan Fisik
Perubahan kesadaran atau perubahan kepribadian, hipotermia, reflex menurun,
pola pernapasan Cheyne-Stokes, pseudobulbar palsy, kulit dingin dan basah,
tremor, dan disertai gangguan saraf sensorik.1,2
2.3.5. Pemeriksaan Penunjang
- Natrium serum: < 137 mEq/L
- Osmolalitas serum: menurun kecuali pada kasus pseudohiponatremia,
azotemia, intoksikasi etanol, metanol.
- Berat jenis urin
- Natrium urin
- Fungsi ginjal: ureum, kreatinin, asam urat
- Glukosa darah (setiap peningkatan glukosa 100mg/dl menurunkan natrium 2.4
meq/L), profile lemak
- Fungsi tiroid
- Radiologi: mencari apakah ada efek hiponatremia pada paru atau susunan
saraf pusat.
2.2.1. Tatalaksana
a. Hal-hal yang harus diperhatikan:1,2
 Cepat lambatnya onset penyakit
 Derajat, durasi, dan gejala dari hiponatremia
 Ada atau tidaknya factor resiko yang dapat meningkatkan resiko
komplikasi neurologis
b. Menyingkirkan diagnosis pseudohiponatremia atau hipertonik hiponatremia
(hiperglikemik)1
c. Mengatasi penyakit dasarnya1
d. Hiponatremia asmitomatik: menaikan natrium dengan kecepatan ≤ 0,5
meq/L/jam1,2
e. Hiponatremia akut simtomatik:1,2

9
 Tujuan: meningkatkan kadar natirum 1.5-2 mEq/L/jam sampai gejala
berkurang atau sampai konsentrasi natrium serum > 118 mEq/L dan
mengobati penyakit dasarnya.
 Peningkatan kadar natrium harus < 12 mEq/L dalam 24 jam pertama dan <
18 mEq/L dalam 48 jam pertama untuk menghindari demielinisasi osmotik.
 Cairan saline hipertonik 3 % diberikan secara infus intravena dengan
kecepatan 1-2ml/kg/jam dan ditambah loop diuretic
 Jika ada gejala neurologik berat: kecepatan dapat dinaikkan menjadi 4-6
ml/kg/jam.
 Jika gejala sudah menghilang dan kadar natrium > 118 mEq/L, pemberian
cairan diturunkan menjadi maksimal 8 mEq/L dalam 24 jam sampai target
kadar natrium 125 mEq/L.
 Pemantauan ketat natrium serum dan elektrolit sampai terjadi kenaikan
kadar natrium dan gejala meghilang.
f. Hiponatremia kronik simtomatik:1,2
 Jika tidak diketahui durasi atau onset gejala, koreksi dilakukan dengan hati-
hati karena otak sudah beradaptasi dengan kadar natrium yang rendah.
 ]ika gejala berat: tatalaksana seperti kasus hipernatremia akut. Peningkatan
natrium tidak melebihi 10-12 mEq/L pada 24 jam pertama, dan < 6
mEq/L/hari pada hari berikutnya.
 Jika gejala ringan-sedang: koreksi dilakukan secra perlahan 0,5 mEq/L/jam,
sampai target tercapai terapi tetap diteruskan. Maksimal pemberian 10
mEq/L dalam 24 jam
g. Hiponatremia kronik asimtomatik
Tujuan terapi: mencegah penurunan natrium serum dan menjaga kadar
natrium mendekati normal.
h. Hipervolemia hiponatremia: restriksi cairan 1000-1500 ml/ hari dan restriksi
natrium. CHF: furosemid dan ACE (Angiotensin Converting Enzyme)
inhibitor.
i. Euvolemik hiponatremia (SIADH) : restriksi cairan 1000-1 500 ml/hari.
j. Hipovolemia hiponatremia: berikan normal saline (NS) atau D5NS

10
2.2.2. Komplikasi
Kejang, herniasi batang otak, kerusakan otak permanen, koma disebabkan
karena edema serebral.1,2
2.2.3. Prognosis
Wanita yang belum menopause, anak prepubertas, dan pasien dengan hipoksia
serebral lebih besar kemungkinan berkembang menjadi ensefalopati dan sequelae
gejala neurologis yang berat.1,2

11
BAB III
PENYAJIAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 47 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh tani
Masuk RS via IGD : 23 Februari 2020

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Badan terasa lemah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Sambas dengan
keluhan badan terasa lemas yang dirasakan sejak 3 hari terakhir dan semakin
memberat. Ketika pasien dirawat di Puskesmas Paloh pada 1 hari sebelumnya,
pasien kejang 2 kali selama sekitar 2 menit pada 1 kali kejang disertai
kesadaran menurun dan kembali sadar penuh dalam 30 menit. Keluhan diawali
dengan muntah-muntah > 5 kali per hari dengan jumlah sebanyak > 1 gelas
250 cc per 1 kali muntah berisi cairan dan makanan yang dimakan. Makan dan
minum pasien sedikit dalam 3 hari terakhir karena mual. Keluhan disertai
dengan pusing berputar dalam 3 hari terakhir disertai telinga terasa berdenging
dan penurunan pendengaran. Pusing berputar semakin memberat ketika pasien
menoleh atau berubah posisi kepala. Mual (+). BAB (+) sedikit karena kurang
asupan makanan. BAK (+) kuning tua. Pasien merasa haus.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa pada 1 bulan sebelumnya, namun pada saat itu
pasien tidak kejang.

12
b. Riwayat Hepatitis B yang diketahui pada awal bulan Februari 2020
(sekitar 1 bulan sebelum masuk rumah sakit) dan telah dilakukan USG
abdomen di RS Pemangkat:

13
Hasil:
- USG hepar, gallbladder, pancreas, spleen, ginjal bilateral, vesica
urinaria dalam batas normal.
- Tidak tampak tanda-tanda sirosis hepatis maupun asites.
c. Riwayat trauma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa (-)
Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pekerjaan pasien sebagai buruh tani. Pasien mengkonsumsi makanan tidak
teratur dan sering mengkonsumsi makanan yang digoreng. Konsumsi alkohol
(-). Merokok (+)

3.3. Pemeriksaan Fisik


Tanda-tanda Vital
Keadaan Umum : Lemah, tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Nadi : 110 kali/menit, reguler, equal, isi cukup
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Frekuensi Napas : 21 kali/menit
Temperatur : 36,70C
SpO2 : 98%
Status Generalis
Berat Badan : 50 Kg

14
Tinggi Badan : 155 cm
Indeks Massa Tubuh : 20,8 (Normal)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
3/3 mm, nystagmus (+) horizontal, cekung (+/+)

Telinga : Sekret (-/-), aurikula hiperemis (-/-)

Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa bibir kering (+)

Hidung : Sekret (-), deformitas (-)

Tenggorokan : Faring hiperemis (-)

Leher : Simetris, Pembesaran kelenjar tiroid (-), Pembesaran


KGB (-), JVP ± 3 cm H2O

Paru

Inspeksi : Simetris saat statis maupun dinamis, retraksi (-)

Palpasi : massa (-), nyeri tekan(-), krepitasi (-), fremitus taktil


sama pada kedua thoraks

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-),wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis ICS V linea midclavicula sinistra, thrill (-)

Perkusi : Batas atas jantung pada ICS II linea parasternalis sinistra


dan dextra, batas jantung kanan pada ICS IV linea
parasternalis dextra, batas jantung kiri pada ICS V linea
midclavicula sinistra

Auskultasi : S1/S2 reguler, murmur (-), S3 gallop (-)

15
Abdomen

Inspeksi : Dalam batas normal

Auskultasi : Bising usus normal

Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), liver span normal, shiffting
dullnes (-), turgor baik

Perkusi : Timpani

Ekstremitas : Hangat, edema (-/-), CRT <2 detik, motorik dalam batas
normal, nadi teraba reguler, isi cukup, equal

Status Neurologis : Motorik 5/5/5/5, Sensorik baik, Kaku kuduk (-), Laseque
sign (-), Brudzinski sign (-), Babinski (-), chaddock (-),
R.Biceps (++/++), R. Patella (++/++)

3.4. Pemeriksaan Penunjang


Hematologi Rutin (23/11/2018)
Hemoglobin : 12,9 g/dl
Eritrosit : 4,11 x 106/µl
Leukosit : 16.550/µl
Hematokrit : 35%
Trombosit : 259.000/µl
Fungsi Ginjal
Ureum : 10 mg/dl
Creatinin : 0,52 mg/dl
Fungsi Hati
SGOT : 62 U/L
SGPT : 28 U/L
HbsAg : reaktif
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu : 194 mg/dl

16
Elektrolit
Natrium : 109 mmol/L
Kalium : 3,9 mmol/L
Klorida : 84 mmol/L

Elektrokardiografi

Interpretasi
Irama : Sinus rhytm
Frekuensi : 100 x/menit
Regularitas : Reguler
Axis : Normoaxis
Gelombang P : 0,08 s/0,1 mV
Interval P-R : 0,20 s
Gelombang QRS : 0,06 s
Gelombang Q : Normal
Segmen ST : Normal
Gelombang T : T normal
Kesan : Normal sinus rhytm

17
3.5. Resume Medis
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Sambas dengan
keluhan badan terasa lemas yang dirasakan sejak 3 hari terakhir dan semakin
memberat. Ketika pasien dirawat di Puskesmas Paloh pada 1 hari sebelumnya,
pasien kejang 2 kali selama sekitar 2 menit pada 1 kali kejang disertai kesadaran
menurun dan kembali sadar penuh dalam 30 menit. Keluhan diawali dengan
muntah-muntah > 5 kali per hari dengan jumlah sebanyak > 1 gelas 250 cc per 1
kali muntah berisi cairan dan makanan yang dimakan. Makan dan minum pasien
sedikit dalam 3 hari terakhir karena mual. Keluhan disertai dengan pusing
berputar dalam 3 hari terakhir disertai telinga terasa berdenging dan penurunan
pendengaran. Pusing berputar semakin memberat ketika pasien menoleh atau
berubah posisi kepala. Mual (+). BAB (+) sedikit karena kurang asupan makanan.
BAK (+) kuning tua. Pasien merasa haus. Riwayat keluhan serupa pada 1 bulan
sebelumnya, namun pada saat itu pasien tidak kejang. Riwayat Hepatitis B yang
diketahui pada awal bulan Februari 2020. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
keadaan umum tampak lemah, nystagmus horizontal, kelopak mata cekung,
mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan kadar elektrolit
Natrium sebesar 109 mmol/L.

3.6. Diagnosa
 Hiponatremia
 Dehidrasi ringan-sedang
 Benign paroxysmal positional vertigo
 Infeksi Hepatitis B

3.7. Tatalaksana
- IVFD NaCl 0,9 % loading 1000 cc dalam 30 menit
- IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 8 jam (maintenance)
- IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 24 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam IV

18
- Inj. Ondancentron 8 mg/8 jam IV
- PO. Betahistine 3 x 6 mg
- PO. Silybin-phospholipids + Vitamin B complex 3 x 1 tablet

3.8. Follow Up
24/2/2020
S:
Keluhan lemah sudah lebih berkurang dibandingkan pada hari sebelumnya. Mual
masih dirasakan oleh pasien. Muntah (-). Makan sedikit-sedikit dan minum baik.
Pusing berputar masih dirasakan disertai telinga berdenging, terutama jika dari
posisi baring ke duduk. Kejang (-). Pingsan (-). BAB (-). BAK (+) kuning jernih.
Ulu hati masih terasa tidak nyaman.
O:
KU : Lemah, tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
RR : 22 x / menit
Nadi : 90 kali / menit
Tekanan Darah: 140/80 mmHg
Suhu : 36,8 0 C
Mata : CA (-/-), SI (-/-), cekung (-/-), nystagmus (+) horizontal
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : Dalam batas normal
Pulmo : SND Ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
Cor : S1S2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen : Supel, BU (+) 5 kali/menit, Nyeri tekan (-), turgor baik
Ekstremitas : CRT < 2 detik, akral hangat, edema (-)
A:
- Hiponatremia
- Dehidrasi ringan-sedang
- Benign paroxysmal positional vertigo
- Infeksi Hepatitis B

19
P:
- IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 8 jam
- IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 24 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam IV
- Inj. Ondancentron 8 mg/8 jam IV
- PO. Betahistine 3 x 6 mg
- PO. Flunarizine 2 x 10 mg
- PO. Silybin-phospholipids + Vitamin B complex 3 x 1 tablet

25/2/2020
S:
Keluhan lemah sudah lebih berkurang dibandingkan sebelumnya. Mual
berkurang. Muntah (-). Makan sedikit-sedikit dan minum baik. Pusing berputar
berkurang. Kejang (-). Pingsan (-). BAB (-). BAK (+) kuning jernih. Ulu hati
masih terasa tidak nyaman.
O:
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
RR : 20 x / menit
Nadi : 86 kali / menit
Tekanan Darah: 120/70 mmHg
Suhu : 36,8 0 C
Mata : CA (-/-), SI (-/-), cekung (-/-), nystagmus (+) horizontal
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : Dalam batas normal
Pulmo : SND Ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
Cor : S1S2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen : Supel, BU (+) 4 kali/menit, Nyeri tekan (-), turgor baik
Ekstremitas : CRT < 2 detik, akral hangat, edema (-)
A:
- Hiponatremia

20
- Benign paroxysmal positional vertigo
- Infeksi Hepatitis B
P:
- IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 8 jam
- IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 24 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam IV
- Inj. Ondancentron 8 mg/8 jam IV
- PO. Betahistine 3 x 6 mg
- PO. Flunarizine 2 x 10 mg
- PO. Silybin-phospholipids + Vitamin B complex 3 x 1 tablet
- Cek elektrolit kembali

26/2/2020
S:
Pasien sudah merasa agak segar. Mual (-). Muntah (-). Makan dan minum baik.
Pusing berputar masih dirasakan namun sudah banyak berkurang. Pasien sudah
mulai dapat mobilisasi mandiri. Kejang (-). Pingsan (-). BAB (-). BAK (+) kuning
jernih.
O:
KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
RR : 20 x / menit
Nadi : 90 kali / menit
Tekanan Darah: 140/80 mmHg
Suhu : 36,8 0 C
Mata : CA (-/-), SI (-/-), cekung (-/-), nystagmus (+) horizontal
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : Dalam batas normal
Pulmo : SND Ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
Cor : S1S2 reguler, m (-), g (-)

21
Abdomen : Supel, BU (+) 5 kali/menit, Nyeri tekan (-), turgor baik
Ekstremitas : CRT < 2 detik, akral hangat, edema (-)

Hasil elektrolit:
Natrium : 136 mmol/L
Kalium : 4,0 mmol/L
Klorida : 84 mmol/L

A:
- Benign paroxysmal positional vertigo
- Infeksi Hepatitis B
P:
- Rawat jalan
- PO. Betahistine 3 x 6 mg
- PO. Flunarizine 2 x 10 mg
- PO. Silybin-phospholipids + Vitamin B complex 3 x 1 tablet

3.9. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Asesmen pada Pasien


Secara kronologis, kasus pada pasien adalah diawali dengan pusing berputar
disertai telinga berdenging yang dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit, hal tersebut membuat pasien mual dan muntah-muntah sebanyak lebih dari
5 kali dalam 1 hari dan dalam jumlah lebih dari 250 cc setiap kali muntah. Muntah
berisi cairan dan makanan yang dikonsumsi. Karena mual dan terus muntah-

22
muntah, pasien menjadi sulit makan sehingga dalam 3 hari sebelum masuk rumah
sakit, pasien juga kurang asupan makanan dan minuman. Pada 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, pasien sempat berobat di Puskesmas, karena keluhan badan
lemas dan muntah-muntah. Saat di Puskesmas, pasien kejang sebanyak 2 kali.
Kejang berupa seluruh badan kaku, penurunan kesadaran dan mata mendelik ke
atas. Kejang berlangsung selama 2 menit dan kembali sadar penuh dan dapat
berkomunikasi pada 30 menit setelah kejang. Kemudian pasien dirujuk ke RSUD
Sambas dan berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium, diketahui bahwa
kadar natrium serum pasien adalah 109 mmol/L.
Berdasarkan klinis pasien tersebut, pasien mengalami benign paroxysmal
positional vertigo kemudian pasien muntah profuse dan hal tersebut merupakan di
antara penyebab hiponatremia. Berdasarkan hasil laboratorium maka diketahui
osmolaritas serum pada pasien, yaitu 230,44 mOsm/L (normal: 285-295
mOsm/L), yang mana diinterpretasikan sebagai hipo-osmolar. Sehingga pada
pasien ini diketahui mengalami hiponatremia hipotonis dan berdasarkan klinis
disertai hipovolemia, satu di antara sebabnya adalah muntah sehingga kadar
natrium serum pasien menurun dan menyebabkan manifestasi klinis hipovolemik
dan hiponatremia, di antaranya adalah takikardia, badan lemah, dan riwayat
kejang 1 hari sebelum masuk rumah sakit.1,2
4.2. Etiologi dan Patofisiologi Hiponatremia pada Pasien
Hiponatremia didefinisikan, konsentrasi natrium plasma dibawah nilai normal
(135-145 mEq/L). Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada
dehidrasi hipoosmotik seperti pada keadaan berkeringat selama aktivitas berat
yang berkepanjangan, berhubungan dengan penurunan volume cairan ekstrasel
seperti diare, muntah-muntah, dan penggunaan diuretik. Pada pasien ini terjadi
hiponatremia hipotonis dengan kondisi hipovolemia yang dapat terjadi akibat
pengeluaran cairan dan natrium melalui muntah yang cukup banyak pada pasien.
4.3. Manajemen Penatalaksanaan pada Pasien
Saat pasien masuk rumah sakit melalui Unit Gawat Darurat, dilakukan survey
primer dengan penilaian kesadaran, jalan napas, pernapasan dan sirkulasi. Pada
pasien ini didapatkan takikardi sehingga ditelusuri kemungkinan penyebab

23
takikardi dan ditatalaksana sesuai kemungkinan penyebab. Pada pasien ini,
takikardi, diduga karena kondisi pre-syok akibat muntah yang cukup banyak
sehingga dilakukan resusitasi cairan pada pasien dan dipantau status hidrasi/cairan
dan tanda overload. Kemudian dilakukan survey sekunder dan digali riwayat
penyakit dan klinis pasien lebih lanjut.
Berdasarkan klinis pasien, maka diketahui pasien mengalami hiponatremia
akut simtomatik sehingga dilakukan tatalaksana sebagai berikut:
 Tujuan: meningkatkan kadar natirum 1.5-2 mEq/L/jam sampai gejala
berkurang atau sampai konsentrasi natrium serum > 118 mEq/L dan
mengobati penyakit dasarnya.
 Peningkatan kadar natrium harus < 12 mEq/L dalam 24 jam pertama dan <
18 mEq/L dalam 48 jam pertama untuk menghindari demielinisasi osmotik.
 Cairan saline hipertonik 3 % diberikan secara infus intravena dengan
kecepatan 1-2ml/kg/jam dan ditambah loop diuretik
 Jika ada gejala neurologik berat: kecepatan dapat dinaikkan menjadi 4-6
ml/kg/jam.
 Jika gejala sudah menghilang dan kadar natrium > 118 mEq/L, pemberian
cairan diturunkan menjadi maksimal 8 mEq/L dalam 24 jam sampai target
kadar natrium 125 mEq/L.
 Pemantauan ketat natrium serum dan elektrolit sampai terjadi kenaikan
kadar natrium dan gejala meghilang.
Penyakit yang mendahuluinya adalah benign paroxysmal positional vertigo
disertai muntah, sehingga dilakukan tatalaksana juga pada penyakit yang
mendahuluinya tersebut.
4.4. Prognosis pada Pasien
Komplikasi dari hiponatremia di antaranya adalah kejang, herniasi batang
otak, kerusakan otak permanen, koma disebabkan karena edema serebral. Pada
pasien ini terjadi kejang yang dapat terjadi pada kondisi hiponatremia. Namun
pada akhir masa perawatan, klinis pasien cukup baik dan kadar natrium serum
kembali normal (terkoreksi). Penyebab yang sesuai pada pasien adalah karena
muntah profuse dan tidak ditemukan penyebab lain. Pasien tidak sedang dalam

24
penggunaan obat diuretik. Berdasarkan kondisi tersebut, pasien ini memiliki
prognosis baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alwi I, Sakim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL. Penatalaksanaan di


Bidang Penyakit Dalam: Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Interna Publishing;
2015.
2. Aminoff M..Fluid ond Electrolyte Disturbonces . In: Fouci A, Kosper D,
Longo D, Braunwold E, Houser S, Jameson J, Loscalzo J, editors. Harrison's
principles of internal medicine. l8rh ed. United States of America; The
McGraw-Hill Componies, 20l2.

25
3. Matfin G. and Porth C.M, ‘Disorders of Fluid and Electrolyte Balance’ In:
Pathophysiology Concepts of Altered Health States, 8th Edition, McGraw Hill
Companies USA, 2009.
4. Guyton A.C and Hall J.E, dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-11,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2008.
5. Widmaier E.P, Raff H. dan Strang K.T, ’The Kidney and Regulation of Water
and Inorganic Ions’ In: Vander Human Physiology: The Mechanisms of Body
Function, 9th Edition, McGraw Hill Publishing, 2004.
6. Ganong W.F, ’Fungsi Ginjal dan Miksi’ pada Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, edisi ke-22, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2005.
7. Yaswir R, Ferawati I. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium,
Kalium dan Klorida serta pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2012; 1 (2).
8. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid
and Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology 5th ed. New York: Mc-Graw Hill. 2013.
9. Hines RL, Marschall KE. Fluid, Electrolytes, and Acid-Base Disorders. Dalam
Handbook for Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease 4th ed.
Philadelphia: Elsevier Inc. 2013.
10. Kaye AD. Fluid Management. Dalam Basics of Anesthesia 6th ed.
Philadelphia: Elsevier Inc. 2011.

26

Anda mungkin juga menyukai