HIPONATREMIA
Disusun oleh:
dr. Albert Tito
Pembimbing:
dr. Darmawan, Sp.PD
dr. Susana Chandra
RSUD SAMBAS
KABUPATEN SAMBAS
KALIMANTAN BARAT
2020
LEMBAR PERSETUJUAN
Telah disetujui,
Sambas, Maret 2020
Pembimbing, Pendamping, Disusun oleh :
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Penyusunan laporan kasus ilmiah ini memiliki beberapa tujuan, di antaranya
adalah untuk memahami mengenai identifikasi, manajemen dan tatalaksana pada
kasus hiponatremia
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.2.1. Gangguan Keseimbangan Natrium
Seseorang dikatakan hiponatremia, bila konsentrasi natrium plasma dalam
tubuhnya turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah nilai normal (135-145
mEq/L) dan hipernatremia bila konsentrasi natrium plasma meningkat di atas
normal. Hiponatremia biasanya berkaitan dengan hipoosmolalitas dan
hipernatremia berkaitan dengan hiperosmolalitas.2,5
Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan air yang
berlebihan pada cairan ekstrasel akan menyebabkan penurunan konsentrasi
natrium plasma. Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada
dehidrasi hipoosmotik seperti pada keadaan berkeringat selama aktivitas berat
yang berkepanjangan, berhubungan dengan penurunan volume cairan ekstrasel
seperti diare, muntah-muntah, dan penggunaan diuretic secara berlebihan.5-7
Hiponatremia juga dapat disebabkan oleh beberapa penyakit ginjal yang
menyebabkan gangguan fungsi glomerulus dan tubulus pada ginjal, penyakit
addison, serta retensi air yang berlebihan (overhidrasi hipo-osmotik) akibat
hormone antidiuretik. Sumber lain menyebutkan bahwa respons fisiologis dari
hiponatremia adalah tertekannya pengeluaran ADH dari hipotalamus (osmolaritas
urine rendah).5-7
Pseudohiponatremia dapat dijumpai pada penurunan fraksi plasma, yaitu pada
kondisi hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia, hiperproteinemia dan
hiperglikemia serta kelebihan pemberian manitol dan glisin.1,2
Peningkatan konsentrasi natrium plasma karena kehilangan air dan larutan
ekstrasel (dehidrasi hiperosmotik pada diabetes insipidus) atau karena kelebihan
natrium dalam cairan ekstrasel seperti pada overhidrasi osmotik atau retensi air
oleh ginjal dapat menyebabkan peningkatan osmolaritas & konsentrasi natrium
klorida dalam cairan ekstrasel.1-4
Sumber lain menyebutkan bahwa hipernatremia dapat terjadi bila ada defisit
cairan tubuh akibat ekskresi air melebihi ekskresi natrium atau asupan air yang
kurang. Misalnya pada pengeluaran air tanpa elektrolit melalui insensible water
loss atau keringat, diare osmotik akibat pemberian laktulose atau sorbitol, diabetes
insipidus sentral maupun nefrogenik, diuresis osmotik akibat glukosa atau
5
manitol, gangguan pusat rasa haus di hipotalamus akibat tumor atau gangguan
vaskular.5,7
2.2.2. Gangguan Kalium
Bila kadar kalium kurang dari 3,5 mEq/L disebut sebagai hipokalemia dan
kadar kalium lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia. Kekurangan ion
kalium dapat menyebabkan frekuensi denyut jantung melambat.3,10,16,19
Peningkatan kalium plasma 3-4 mEq/L dapat menyebabkan aritmia jantung,
konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat menimbulkan henti jantung atau fibrilasi
jantung.2,4,6
Penyebab hipokalemia di antaranya sebagai berikut :
a. Asupan Kalium kurang
b. Pengeluaran Kalium berlebihan
c. Kalium masuk ke dalam sel
Sedangkan hiperkalemia dapat disebabkan di antaranya sebagai berikut:
a. Keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel
b. Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal
Pseudohiperkalemia dapat disebabkan oleh hemolisis, sampel tidak segera
diperiksa atau akibat kesalahan preanalitik yang lain yaitu tornikuet pada lengan
atas tidak dilepas sebelum diambil darah setelah penderita menggenggam
tangannya berulangkali (peningkatan sampai 2 mmol/L). Jumlah trombosit
>500.000/mm3 atau leukosit >70.000/mm3 juga dapat meningkatkan kadar
kalium serum.2,4,6
2.2.3. Gangguan Kalsium
Meskipun 98% dari total kalsium tubuh dalam tulang, pemeliharaan
konsentrasi kalsium ekstraseluler normal adalah penting untuk homeostasis. Ion
kalsium terlibat dalam fungsi biologis hampir semua penting, termasuk kontraksi
otot, pelepasan neurotransmitter dan hormon, pembekuan darah, dan metabolisme
tulang, dan kelainan pada keseimbangan kalsium dapat mengakibatkan
derangements fisiologis yang mendalam.8-10
Asupan kalsium pada orang dewasa rata-rata 600-800 mg / hari. Penyerapan
kalsium terjadi di usus terutama di usus kecil proksimal tetapi adalah variabel.
6
Kalsium juga disekresi ke dalam saluran usus, dimana sekresi ini tampaknya
konstan dan independen dari penyerapan. Hingga 80% dari asupan kalsium harian
biasanya hilang dalam feses. Ginjal bertanggung jawab untuk sebagian besar
ekskresi kalsium. Rata-rata ekskresi kalsium ginjal 100 mg / hari namun dapat
bervariasi dari serendah 50 mg / hari ke lebih dari 300 mg / hari. Biasanya, 98%
dari kalsium disaring dan diserap kembali. Reabsorpsi kalsium paralel dengan
natrium dalam tubulus ginjal proksimal dan loop menaik Henle. Di tubulus distal,
bagaimanapun, reabsorpsi kalsium tergantung pada hormon paratiroid (PTH)
sekresi, sedangkan reabsorpsi natrium tergantung pada sekresi aldosteron. tingkat
PTH meningkat meningkatkan reabsorpsi kalsium distal dan dengan demikian
menurunkan ekskresi kalsium urin.4,6
Sebanyak 90% kalsium terikat dalam albumin, sehingga kondisi hipokalsemia
biasanya terjadi pada pasien dengan hipoalbuminemia. Hipokalsemia disebabkan
karena hipoparatiroidism, kongenital, idiopatik, defisiensi vit D, defisiensi
125(OH)2D3 pada gagal ginjal kronik, dan hiperfosfatemia. Manifestasi dari
hipokalsemia termasuk kulit kering, parestesia, gelisah dan kebingungan,
gangguan irama jantung, laring stridor (spasme laring), tetani dengan spasme
karpopedal (tanda Trousseau), masseter spasme (Tanda Chvostek), dan kejang.
kolik bilier dan bronkospasme. EKG dapat mengungkapkan irritasi jantung atau
interval QT perpanjangan yang mungkin tidak berkorelasi antara tingkat
keparahan dengan tingkat hipokalsemia. Penurunan kontraktilitas jantung dapat
mengakibatkan gagal jantung, hipotensi, atau keduanya. Penurunan respon
terhadap digoxin dan β-adrenergik agonis juga dapat terjadi.2,4,6
Seperti yang diketahui, hipokalsemia adalah suatu kondisi yang gawat darurat
karena menyebabkan kejang umum dan henti jantung. Dapat diberikan 20-30 ml
preparat kalsium glukonas 10% atau CaCl 10% dapat diulang 30-60 menit
kemudian sampai tercapai kadar kalsium plasma yang optimal. Pada kasus kronik,
dapat dilanjutkan dengan terapi per oral.8-10
2.3. Hiponatremia
2.3.1. Definisi
7
Hiponatremia adalah penurunan kadar natrium (Na) plasma < 135 mEq/L.
Hiponatremia akut adalah hiponatremia yang terjadi < 48 jam dan membutuhkan
penanganan segera, sedangkan hiponatremia kronik adalah hiponatremia yang
berlangsung > 48 jam. Gejala akan muncul jika kadar natirum < 725mEq/L.
Hiponatremia dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan osmolalitas plasma:1,2
Isotonik hiponatremia: osmolalitas plasma normal
Hipertonik hiponatremia: osmolalitas plasma meningkat. Cairan berpindah
dari intrasel ke ekstrasel sebagai respon adanya kosentrasi terlarut yang
meningkat (glukosa, manitol)
Hipotonik hiponatremia: osmolalitas plasma menurun. Berdasarkan
perjalanan penyakit dan status volume intravaskular yaitu hipovolemia
hiponatremia, euvolemik hiponatremia, dan hipervolemia hiponatremia.
8
kepribadian, kelemahan, keram otot, agitasi, disorientasi, kejang, bahkan koma.
Pada kasus asimptomatik dapat mulai bermanifestasi kehilangan kestabilan
sehingga beresiko jatuh.1
2.3.4. Pemeriksaan Fisik
Perubahan kesadaran atau perubahan kepribadian, hipotermia, reflex menurun,
pola pernapasan Cheyne-Stokes, pseudobulbar palsy, kulit dingin dan basah,
tremor, dan disertai gangguan saraf sensorik.1,2
2.3.5. Pemeriksaan Penunjang
- Natrium serum: < 137 mEq/L
- Osmolalitas serum: menurun kecuali pada kasus pseudohiponatremia,
azotemia, intoksikasi etanol, metanol.
- Berat jenis urin
- Natrium urin
- Fungsi ginjal: ureum, kreatinin, asam urat
- Glukosa darah (setiap peningkatan glukosa 100mg/dl menurunkan natrium 2.4
meq/L), profile lemak
- Fungsi tiroid
- Radiologi: mencari apakah ada efek hiponatremia pada paru atau susunan
saraf pusat.
2.2.1. Tatalaksana
a. Hal-hal yang harus diperhatikan:1,2
Cepat lambatnya onset penyakit
Derajat, durasi, dan gejala dari hiponatremia
Ada atau tidaknya factor resiko yang dapat meningkatkan resiko
komplikasi neurologis
b. Menyingkirkan diagnosis pseudohiponatremia atau hipertonik hiponatremia
(hiperglikemik)1
c. Mengatasi penyakit dasarnya1
d. Hiponatremia asmitomatik: menaikan natrium dengan kecepatan ≤ 0,5
meq/L/jam1,2
e. Hiponatremia akut simtomatik:1,2
9
Tujuan: meningkatkan kadar natirum 1.5-2 mEq/L/jam sampai gejala
berkurang atau sampai konsentrasi natrium serum > 118 mEq/L dan
mengobati penyakit dasarnya.
Peningkatan kadar natrium harus < 12 mEq/L dalam 24 jam pertama dan <
18 mEq/L dalam 48 jam pertama untuk menghindari demielinisasi osmotik.
Cairan saline hipertonik 3 % diberikan secara infus intravena dengan
kecepatan 1-2ml/kg/jam dan ditambah loop diuretic
Jika ada gejala neurologik berat: kecepatan dapat dinaikkan menjadi 4-6
ml/kg/jam.
Jika gejala sudah menghilang dan kadar natrium > 118 mEq/L, pemberian
cairan diturunkan menjadi maksimal 8 mEq/L dalam 24 jam sampai target
kadar natrium 125 mEq/L.
Pemantauan ketat natrium serum dan elektrolit sampai terjadi kenaikan
kadar natrium dan gejala meghilang.
f. Hiponatremia kronik simtomatik:1,2
Jika tidak diketahui durasi atau onset gejala, koreksi dilakukan dengan hati-
hati karena otak sudah beradaptasi dengan kadar natrium yang rendah.
]ika gejala berat: tatalaksana seperti kasus hipernatremia akut. Peningkatan
natrium tidak melebihi 10-12 mEq/L pada 24 jam pertama, dan < 6
mEq/L/hari pada hari berikutnya.
Jika gejala ringan-sedang: koreksi dilakukan secra perlahan 0,5 mEq/L/jam,
sampai target tercapai terapi tetap diteruskan. Maksimal pemberian 10
mEq/L dalam 24 jam
g. Hiponatremia kronik asimtomatik
Tujuan terapi: mencegah penurunan natrium serum dan menjaga kadar
natrium mendekati normal.
h. Hipervolemia hiponatremia: restriksi cairan 1000-1500 ml/ hari dan restriksi
natrium. CHF: furosemid dan ACE (Angiotensin Converting Enzyme)
inhibitor.
i. Euvolemik hiponatremia (SIADH) : restriksi cairan 1000-1 500 ml/hari.
j. Hipovolemia hiponatremia: berikan normal saline (NS) atau D5NS
10
2.2.2. Komplikasi
Kejang, herniasi batang otak, kerusakan otak permanen, koma disebabkan
karena edema serebral.1,2
2.2.3. Prognosis
Wanita yang belum menopause, anak prepubertas, dan pasien dengan hipoksia
serebral lebih besar kemungkinan berkembang menjadi ensefalopati dan sequelae
gejala neurologis yang berat.1,2
11
BAB III
PENYAJIAN KASUS
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Badan terasa lemah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Sambas dengan
keluhan badan terasa lemas yang dirasakan sejak 3 hari terakhir dan semakin
memberat. Ketika pasien dirawat di Puskesmas Paloh pada 1 hari sebelumnya,
pasien kejang 2 kali selama sekitar 2 menit pada 1 kali kejang disertai
kesadaran menurun dan kembali sadar penuh dalam 30 menit. Keluhan diawali
dengan muntah-muntah > 5 kali per hari dengan jumlah sebanyak > 1 gelas
250 cc per 1 kali muntah berisi cairan dan makanan yang dimakan. Makan dan
minum pasien sedikit dalam 3 hari terakhir karena mual. Keluhan disertai
dengan pusing berputar dalam 3 hari terakhir disertai telinga terasa berdenging
dan penurunan pendengaran. Pusing berputar semakin memberat ketika pasien
menoleh atau berubah posisi kepala. Mual (+). BAB (+) sedikit karena kurang
asupan makanan. BAK (+) kuning tua. Pasien merasa haus.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa pada 1 bulan sebelumnya, namun pada saat itu
pasien tidak kejang.
12
b. Riwayat Hepatitis B yang diketahui pada awal bulan Februari 2020
(sekitar 1 bulan sebelum masuk rumah sakit) dan telah dilakukan USG
abdomen di RS Pemangkat:
13
Hasil:
- USG hepar, gallbladder, pancreas, spleen, ginjal bilateral, vesica
urinaria dalam batas normal.
- Tidak tampak tanda-tanda sirosis hepatis maupun asites.
c. Riwayat trauma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa (-)
Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pekerjaan pasien sebagai buruh tani. Pasien mengkonsumsi makanan tidak
teratur dan sering mengkonsumsi makanan yang digoreng. Konsumsi alkohol
(-). Merokok (+)
14
Tinggi Badan : 155 cm
Indeks Massa Tubuh : 20,8 (Normal)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
3/3 mm, nystagmus (+) horizontal, cekung (+/+)
Paru
Jantung
15
Abdomen
Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), liver span normal, shiffting
dullnes (-), turgor baik
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Hangat, edema (-/-), CRT <2 detik, motorik dalam batas
normal, nadi teraba reguler, isi cukup, equal
Status Neurologis : Motorik 5/5/5/5, Sensorik baik, Kaku kuduk (-), Laseque
sign (-), Brudzinski sign (-), Babinski (-), chaddock (-),
R.Biceps (++/++), R. Patella (++/++)
16
Elektrolit
Natrium : 109 mmol/L
Kalium : 3,9 mmol/L
Klorida : 84 mmol/L
Elektrokardiografi
Interpretasi
Irama : Sinus rhytm
Frekuensi : 100 x/menit
Regularitas : Reguler
Axis : Normoaxis
Gelombang P : 0,08 s/0,1 mV
Interval P-R : 0,20 s
Gelombang QRS : 0,06 s
Gelombang Q : Normal
Segmen ST : Normal
Gelombang T : T normal
Kesan : Normal sinus rhytm
17
3.5. Resume Medis
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Sambas dengan
keluhan badan terasa lemas yang dirasakan sejak 3 hari terakhir dan semakin
memberat. Ketika pasien dirawat di Puskesmas Paloh pada 1 hari sebelumnya,
pasien kejang 2 kali selama sekitar 2 menit pada 1 kali kejang disertai kesadaran
menurun dan kembali sadar penuh dalam 30 menit. Keluhan diawali dengan
muntah-muntah > 5 kali per hari dengan jumlah sebanyak > 1 gelas 250 cc per 1
kali muntah berisi cairan dan makanan yang dimakan. Makan dan minum pasien
sedikit dalam 3 hari terakhir karena mual. Keluhan disertai dengan pusing
berputar dalam 3 hari terakhir disertai telinga terasa berdenging dan penurunan
pendengaran. Pusing berputar semakin memberat ketika pasien menoleh atau
berubah posisi kepala. Mual (+). BAB (+) sedikit karena kurang asupan makanan.
BAK (+) kuning tua. Pasien merasa haus. Riwayat keluhan serupa pada 1 bulan
sebelumnya, namun pada saat itu pasien tidak kejang. Riwayat Hepatitis B yang
diketahui pada awal bulan Februari 2020. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
keadaan umum tampak lemah, nystagmus horizontal, kelopak mata cekung,
mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan kadar elektrolit
Natrium sebesar 109 mmol/L.
3.6. Diagnosa
Hiponatremia
Dehidrasi ringan-sedang
Benign paroxysmal positional vertigo
Infeksi Hepatitis B
3.7. Tatalaksana
- IVFD NaCl 0,9 % loading 1000 cc dalam 30 menit
- IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 8 jam (maintenance)
- IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 24 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam IV
18
- Inj. Ondancentron 8 mg/8 jam IV
- PO. Betahistine 3 x 6 mg
- PO. Silybin-phospholipids + Vitamin B complex 3 x 1 tablet
3.8. Follow Up
24/2/2020
S:
Keluhan lemah sudah lebih berkurang dibandingkan pada hari sebelumnya. Mual
masih dirasakan oleh pasien. Muntah (-). Makan sedikit-sedikit dan minum baik.
Pusing berputar masih dirasakan disertai telinga berdenging, terutama jika dari
posisi baring ke duduk. Kejang (-). Pingsan (-). BAB (-). BAK (+) kuning jernih.
Ulu hati masih terasa tidak nyaman.
O:
KU : Lemah, tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
RR : 22 x / menit
Nadi : 90 kali / menit
Tekanan Darah: 140/80 mmHg
Suhu : 36,8 0 C
Mata : CA (-/-), SI (-/-), cekung (-/-), nystagmus (+) horizontal
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : Dalam batas normal
Pulmo : SND Ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
Cor : S1S2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen : Supel, BU (+) 5 kali/menit, Nyeri tekan (-), turgor baik
Ekstremitas : CRT < 2 detik, akral hangat, edema (-)
A:
- Hiponatremia
- Dehidrasi ringan-sedang
- Benign paroxysmal positional vertigo
- Infeksi Hepatitis B
19
P:
- IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 8 jam
- IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 24 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam IV
- Inj. Ondancentron 8 mg/8 jam IV
- PO. Betahistine 3 x 6 mg
- PO. Flunarizine 2 x 10 mg
- PO. Silybin-phospholipids + Vitamin B complex 3 x 1 tablet
25/2/2020
S:
Keluhan lemah sudah lebih berkurang dibandingkan sebelumnya. Mual
berkurang. Muntah (-). Makan sedikit-sedikit dan minum baik. Pusing berputar
berkurang. Kejang (-). Pingsan (-). BAB (-). BAK (+) kuning jernih. Ulu hati
masih terasa tidak nyaman.
O:
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
RR : 20 x / menit
Nadi : 86 kali / menit
Tekanan Darah: 120/70 mmHg
Suhu : 36,8 0 C
Mata : CA (-/-), SI (-/-), cekung (-/-), nystagmus (+) horizontal
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : Dalam batas normal
Pulmo : SND Ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
Cor : S1S2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen : Supel, BU (+) 4 kali/menit, Nyeri tekan (-), turgor baik
Ekstremitas : CRT < 2 detik, akral hangat, edema (-)
A:
- Hiponatremia
20
- Benign paroxysmal positional vertigo
- Infeksi Hepatitis B
P:
- IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 8 jam
- IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 24 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam IV
- Inj. Ondancentron 8 mg/8 jam IV
- PO. Betahistine 3 x 6 mg
- PO. Flunarizine 2 x 10 mg
- PO. Silybin-phospholipids + Vitamin B complex 3 x 1 tablet
- Cek elektrolit kembali
26/2/2020
S:
Pasien sudah merasa agak segar. Mual (-). Muntah (-). Makan dan minum baik.
Pusing berputar masih dirasakan namun sudah banyak berkurang. Pasien sudah
mulai dapat mobilisasi mandiri. Kejang (-). Pingsan (-). BAB (-). BAK (+) kuning
jernih.
O:
KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
RR : 20 x / menit
Nadi : 90 kali / menit
Tekanan Darah: 140/80 mmHg
Suhu : 36,8 0 C
Mata : CA (-/-), SI (-/-), cekung (-/-), nystagmus (+) horizontal
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : Dalam batas normal
Pulmo : SND Ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
Cor : S1S2 reguler, m (-), g (-)
21
Abdomen : Supel, BU (+) 5 kali/menit, Nyeri tekan (-), turgor baik
Ekstremitas : CRT < 2 detik, akral hangat, edema (-)
Hasil elektrolit:
Natrium : 136 mmol/L
Kalium : 4,0 mmol/L
Klorida : 84 mmol/L
A:
- Benign paroxysmal positional vertigo
- Infeksi Hepatitis B
P:
- Rawat jalan
- PO. Betahistine 3 x 6 mg
- PO. Flunarizine 2 x 10 mg
- PO. Silybin-phospholipids + Vitamin B complex 3 x 1 tablet
3.9. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
22
muntah, pasien menjadi sulit makan sehingga dalam 3 hari sebelum masuk rumah
sakit, pasien juga kurang asupan makanan dan minuman. Pada 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, pasien sempat berobat di Puskesmas, karena keluhan badan
lemas dan muntah-muntah. Saat di Puskesmas, pasien kejang sebanyak 2 kali.
Kejang berupa seluruh badan kaku, penurunan kesadaran dan mata mendelik ke
atas. Kejang berlangsung selama 2 menit dan kembali sadar penuh dan dapat
berkomunikasi pada 30 menit setelah kejang. Kemudian pasien dirujuk ke RSUD
Sambas dan berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium, diketahui bahwa
kadar natrium serum pasien adalah 109 mmol/L.
Berdasarkan klinis pasien tersebut, pasien mengalami benign paroxysmal
positional vertigo kemudian pasien muntah profuse dan hal tersebut merupakan di
antara penyebab hiponatremia. Berdasarkan hasil laboratorium maka diketahui
osmolaritas serum pada pasien, yaitu 230,44 mOsm/L (normal: 285-295
mOsm/L), yang mana diinterpretasikan sebagai hipo-osmolar. Sehingga pada
pasien ini diketahui mengalami hiponatremia hipotonis dan berdasarkan klinis
disertai hipovolemia, satu di antara sebabnya adalah muntah sehingga kadar
natrium serum pasien menurun dan menyebabkan manifestasi klinis hipovolemik
dan hiponatremia, di antaranya adalah takikardia, badan lemah, dan riwayat
kejang 1 hari sebelum masuk rumah sakit.1,2
4.2. Etiologi dan Patofisiologi Hiponatremia pada Pasien
Hiponatremia didefinisikan, konsentrasi natrium plasma dibawah nilai normal
(135-145 mEq/L). Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada
dehidrasi hipoosmotik seperti pada keadaan berkeringat selama aktivitas berat
yang berkepanjangan, berhubungan dengan penurunan volume cairan ekstrasel
seperti diare, muntah-muntah, dan penggunaan diuretik. Pada pasien ini terjadi
hiponatremia hipotonis dengan kondisi hipovolemia yang dapat terjadi akibat
pengeluaran cairan dan natrium melalui muntah yang cukup banyak pada pasien.
4.3. Manajemen Penatalaksanaan pada Pasien
Saat pasien masuk rumah sakit melalui Unit Gawat Darurat, dilakukan survey
primer dengan penilaian kesadaran, jalan napas, pernapasan dan sirkulasi. Pada
pasien ini didapatkan takikardi sehingga ditelusuri kemungkinan penyebab
23
takikardi dan ditatalaksana sesuai kemungkinan penyebab. Pada pasien ini,
takikardi, diduga karena kondisi pre-syok akibat muntah yang cukup banyak
sehingga dilakukan resusitasi cairan pada pasien dan dipantau status hidrasi/cairan
dan tanda overload. Kemudian dilakukan survey sekunder dan digali riwayat
penyakit dan klinis pasien lebih lanjut.
Berdasarkan klinis pasien, maka diketahui pasien mengalami hiponatremia
akut simtomatik sehingga dilakukan tatalaksana sebagai berikut:
Tujuan: meningkatkan kadar natirum 1.5-2 mEq/L/jam sampai gejala
berkurang atau sampai konsentrasi natrium serum > 118 mEq/L dan
mengobati penyakit dasarnya.
Peningkatan kadar natrium harus < 12 mEq/L dalam 24 jam pertama dan <
18 mEq/L dalam 48 jam pertama untuk menghindari demielinisasi osmotik.
Cairan saline hipertonik 3 % diberikan secara infus intravena dengan
kecepatan 1-2ml/kg/jam dan ditambah loop diuretik
Jika ada gejala neurologik berat: kecepatan dapat dinaikkan menjadi 4-6
ml/kg/jam.
Jika gejala sudah menghilang dan kadar natrium > 118 mEq/L, pemberian
cairan diturunkan menjadi maksimal 8 mEq/L dalam 24 jam sampai target
kadar natrium 125 mEq/L.
Pemantauan ketat natrium serum dan elektrolit sampai terjadi kenaikan
kadar natrium dan gejala meghilang.
Penyakit yang mendahuluinya adalah benign paroxysmal positional vertigo
disertai muntah, sehingga dilakukan tatalaksana juga pada penyakit yang
mendahuluinya tersebut.
4.4. Prognosis pada Pasien
Komplikasi dari hiponatremia di antaranya adalah kejang, herniasi batang
otak, kerusakan otak permanen, koma disebabkan karena edema serebral. Pada
pasien ini terjadi kejang yang dapat terjadi pada kondisi hiponatremia. Namun
pada akhir masa perawatan, klinis pasien cukup baik dan kadar natrium serum
kembali normal (terkoreksi). Penyebab yang sesuai pada pasien adalah karena
muntah profuse dan tidak ditemukan penyebab lain. Pasien tidak sedang dalam
24
penggunaan obat diuretik. Berdasarkan kondisi tersebut, pasien ini memiliki
prognosis baik.
DAFTAR PUSTAKA
25
3. Matfin G. and Porth C.M, ‘Disorders of Fluid and Electrolyte Balance’ In:
Pathophysiology Concepts of Altered Health States, 8th Edition, McGraw Hill
Companies USA, 2009.
4. Guyton A.C and Hall J.E, dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-11,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2008.
5. Widmaier E.P, Raff H. dan Strang K.T, ’The Kidney and Regulation of Water
and Inorganic Ions’ In: Vander Human Physiology: The Mechanisms of Body
Function, 9th Edition, McGraw Hill Publishing, 2004.
6. Ganong W.F, ’Fungsi Ginjal dan Miksi’ pada Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, edisi ke-22, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2005.
7. Yaswir R, Ferawati I. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium,
Kalium dan Klorida serta pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2012; 1 (2).
8. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid
and Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology 5th ed. New York: Mc-Graw Hill. 2013.
9. Hines RL, Marschall KE. Fluid, Electrolytes, and Acid-Base Disorders. Dalam
Handbook for Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease 4th ed.
Philadelphia: Elsevier Inc. 2013.
10. Kaye AD. Fluid Management. Dalam Basics of Anesthesia 6th ed.
Philadelphia: Elsevier Inc. 2011.
26