Konsep pengembangan integrasi usaha ternak-tanaman secara umum
adalah dengan memberdayakan siklus ternak-tanaman . Kegiatan diarahkan untuk memperoleh system pemeliharaan dengan pola integrasi pada berbagai agro- ekologi dengan pendekatan "zero wasted dan low cost". Salah satu konsep program "Integrasi Tanaman- Ternak" adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip pertanian secara terpadu, berkelanjutan, lintas sektoral dan ramah lingkungan (Bamualim , 2007). Pola integrasi antara ternak dan tanaman pada awalnya diprakarsai oleh Badan Litbang Pertanian dan dimulai pada kegiatan Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) dengan tujuan utama adalah rehabilitasi lahan pertanian yang telah mengalami degradasi akibat eksploitasi pemupukan, (zaini et al., 2002). Pola integrasi tersebut semakin berkembang ke arah komoditas tanaman pangan (padi jagung)-ternak dan tanaman perkebunan (sawit-karet- kakao)-ternak (priyanto , 2004) . Salah satu integrasi tanaman perkebunan dan ternak yang telah dirintis adalah integrasi usahatani kakao dan ternak sapi Kakao merupakan penghasil devisa perkebunan nomor tiga setelah komoditas karet . dan minyak sawit. Kakao memiliki banyak keunggulan kompetitif. Pertama, besarnya peluang Indonesia menjadi penghasil kakao nomor satu karena kondisi sosio-ekologis yang lebih baik dibandingkan dengan kedua Negara pesaing Indonesia, Cote d'Ivory dan Ghana. Kedua, kakao merupakan komoditi rakyat, karena sebagian besar (86%) diusahakan oleh petani (smallholders), sehingga program apapun yang diimplementasikan untuk peningkatan produktivitas, kualitas dan profitabilitas usahatani kakao, secara langsung akan meningkatkan taraf hidup jutaan petani dan keluarganya (RAZAK, 2005). BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian terpadu merupakan suatu sistem berkesinambungan dan tidak
berdiri sendiri serta menganut prinsip segala sesuatu yang dihasilkan akan kembali ke alam. Ini berarti limbah yang dihasilkan akan dimanfaatkan kembali menjadi sumber daya yang dapat menghasilkan (Muslim, 2006). Contohnya tanaman padi, beras yang dihasilkan merupakan bahan pangan utama, sementara jeraminya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak terutama sapi. Namun penggunaan jerami sebagai pakan terkendala mutu yang rendah sehingga perlu diberi perlakuan amoniasi untuk meningkatkan kualitas gizinya. Ternak sapi yang dipelihara menghasilkan daging sebagai bahan pangan protein, dalam pemeliharaannya juga menghasilkan kotoran yang merupakan limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Keterpaduan kedua sektor ini perlu dikaji. dengan penerapan teknologi tepat guna sehingga masing-masing limbah lebih bermanfaat. Pengembangan usaha pertanian terintegrasi, selanjutnya disebut Sistem Integrasi Tanaman-Ternak, khusus pada usaha pertanian padi disebut dengan Sistem Integrasi Padi Terna, adalah intensifikasi sistem usahatani melalui pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara terpadu dengan komponen ternak sebagai bagian kegiatan usaha. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2010), model integrasi tanaman ternak yang dikembangkan di lokasi beberapa daerah dan negara berorientasi pada konsep ”zero waste production system” yaitu seluruh limbah dari ternak dan tanaman didaur ulang dan dimanfaatkan kembali ke dalam siklus produksi. Komponen usahatani dalam model ini meliputi usaha ternak sapi potong, tanaman pangan (padi atau jagung), hortikultura (sayuran), perkebunan, (tebu) dan perikanan (lele, gurami, nila). Limbah ternak (kotoran sapi) diproses menjadi kompos & pupuk organik granuler serta biogas; limbah pertanian (jerami padi, batang & daun jagung, pucuk tebu, jerami kedelai dan kacang tanah) diproses menjadi pakan. Gas-bio dimanfaatkan untuk keperluan memasak, sedangkan limbah biogas (sludge) yang berupa padatan dimanfaatkan menjadi kompos dan bahan campuran pakan sapi & ikan, dan yang berupa cairan dimanfaatkan menjadi pupuk cair untuk tanaman sayuran dan ikan. BAB III
ISI
Integrasi ternak dan kakao
Usaha pengembangan ternak ruminansia dapat dilakukan dengan
menerapkan system integrasi peternakan dengan perkebunan yaitu dengan memanfaatkan lahan perkebunan sebagai lokasi peternakan sapi, kerbau, kambing atau domba. Kegiatan ini sudah dilakukan di berbagai daerah di Propinsi Lampung dan Sulawesi Tengah yang memiliki banyak perkebunan kakao dan ternak kambing . Usaha peternakan dengan pola pemeliharaan sistem semi- intensif dan gembala ini bersifat saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) antara tanaman pokok dan ternak. Adanya ternak yang digembalakan di areal perkebunan kakao akan dihasilkan pupuk organik berasal dari kotoran ternak dan dapat digunakan langsung di areal perkebunan sehingga dapat meningkatkan produksi dan produktivitas tiap hektar kebun tanaman kakao .Hal ini dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhui kebutuhan pupuk . Selain itu ternak yang digembalakan di areal perkebunan kakao akan memakan rumput dan gulma pengganggu tanaman sehingga menghemat biaya pengeluaran untuk pestisida dan pemeliharaan kebun . Peternak tidak perlu mencari pakan karena di areal perkebunan sudah tersedia rumput dan limbah tanaman kakao seperti cangkang kakao yang dapat digunakan sebagai pakan ternak. Dengan demikian kegiatan harian peternak untuk mencari rumput dapat dialihkan ke kegiatan lain yang lebih bermanfaat.
Pengolahan kulit buah kakao
Bahan : alat :
• RAGUR 100 - aerator
- Ragi Tape 100 gr - ember - Gula pasir 100 gr - Urea 100 gr - Air Dingin 20 ltr Tahap pengolahan buah kakao Proses pembuatan larutan permentor a. 20 liter air sumur(air PAM dimasak/dinginkan) b. 100 gr ragi tape c. 100 gr gula pasir d. 100 gr urea e. Aduk rata dalam ember f. Diaerasi dengan aerator 24 jam, buing yang keluar di buang setiap 6 jam g. Larutan fermentasi siap Proses fermentasi a. Kulit buah kakao di cacah b. Siram dengan larutan fermentor c. Masukan dalam kantong yang sudah dilapisi plastic d. Fermentasi selama 5-6 hari setiap 3 hari krung dibalikan e. Keringanginkn f. Siap
cara pemberian kulit kakao fermentasi
• Kulit Buah Kakao Fermentasi (KKF) dapat diberikan kepada sapi dalam bentuk segar atau tepung (digiling setelah dikeringanginkan) sebagai campuran pakan konsentrat antara lain dengan dedak padi • KKF diberikan sebelum pemberian pakan hijauan • Pakan hijauan bisa berupa rumput lapangan atau limbah pertanian lainnya seperti jerami padi, jerami jagung atau kacang-kacangan. • Pemberian jerami padi sebaiknya difermentasi terlebih dahulu, karena kandungan gizinya sangat rendah. • Untuk jerami jagung dapat diolah terlebih dahulu menjadi silase • Kulit Buah Kakao Fermentasi (KKF) dapat diberikan kepada sapi dalam bentuk segar atau tepung (digiling setelah dikeringangin) sebagai campuran pakan konsentrat antara lain dengan dedak padi • KKF diberikan sebelum pemberian pakan hijauan • Pakan hijauan bisa berupa rumput lapangan atau limbah pertanian lainnya seperti jerami padi, jerami jagung atau kacang-kacangan. • Pemberian jerami padi sebaiknya difermentasi terlebih dahulu, karena kandungan gizinya sangat rendah pengolahan kotoran sapi menjadi kompos Tumpuk kotoran sapi yang telah dikeringkan dalam bak pengomposan I secara berlapis dengan ketebalan 20 cm tiap lapisannya. • Setelah ketebalan 20 cm taburkan secara berturut-turut abu sekam (20 kg), kapur/dolomit (2 kg), urea (0,5 kg) dan Tricodherma (0,5kg). • Selanjutnya dibuat lapis kedua dan lakukan hal yang sama sampai mencapai ketinggian 100 cm (5 lapis). • Setelah selesai bagian atas ditutup dengan plastik dan diperam 7 hari • Setelah 7 hari/1 minggu lakukan pembalikan dengan cara memindahkan ke bak berikutnya (bak II) BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkebunan kakao sangat berpeluang untuk dijadikan basis pengembangan ternak ruminansia khususnya ternak kambing karena tersedianya sumber pakan yang berlimpah . Dengan sedikit sentuhan teknologi untuk meningkatkan kualitas pakan berbasis limbah kakao dan pengaturan produksi ternak, maka diharapkan tingkat produktivitas dapat ditingkatkan dan peluang pengembangan dapat diperbesar . Dengan demikian, populasi ternak kambing dapat meningkat dan sekaligus pendapatan peternak juga meningkat. Daftar pustaka Asmak, Manti, I, M. Sabir, dan Nasril. 2011. Laporan Demonstrasi Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Fermentasi untuk Sapi Potong. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Badan Pusat Statistik Sumatera Barat. 2014. Sumatera Barat dalam Angka 2013/2014. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Barat dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat. Harmaini, N. Hosen, Ermidias, Supriyadi, dan Nasril. 2014. Laporan Percepatan Pemasyarakatan Teknologi Sistem Usahatani Terpadu Sapi-Kakao dengan Konsep Ramah Lingkungan (Bio Cycle Farming) melalui Pendekatan SDMC mendukung Program PSDSK. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Harmaini, dan Hendri. Y 2010. “Ragur 100” Teknologi Fermentasi Kulit Buah Kakao Untuk Pakan Ternak. Majalah Ilmiah Populer Prima Tani Sumatera Barat Vol.4 No.1. Tahun 2010 Hal 52-54.