Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

SISTEM PERTANIAN TERPADU

INTEGRASI SAPI POTONG DAN TANAMAN KAKAO

OLEH

KARDILA

NIM C1071141005

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TANJUNG PURA

PONTIANAK

2017
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Konsep pengembangan integrasi usaha ternak-tanaman secara umum


adalah dengan memberdayakan siklus ternak-tanaman . Kegiatan diarahkan untuk
memperoleh system pemeliharaan dengan pola integrasi pada berbagai agro-
ekologi dengan pendekatan "zero wasted dan low cost". Salah satu konsep
program "Integrasi Tanaman- Ternak" adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip
pertanian secara terpadu, berkelanjutan, lintas sektoral dan ramah lingkungan
(Bamualim , 2007). Pola integrasi antara ternak dan tanaman pada awalnya
diprakarsai oleh Badan Litbang Pertanian dan dimulai pada kegiatan Peningkatan
Produktivitas Padi Terpadu (P3T) dengan tujuan utama adalah rehabilitasi lahan
pertanian yang telah mengalami degradasi akibat eksploitasi pemupukan, (zaini et
al., 2002). Pola integrasi tersebut semakin berkembang ke arah komoditas
tanaman pangan (padi jagung)-ternak dan tanaman perkebunan (sawit-karet-
kakao)-ternak (priyanto , 2004) . Salah satu integrasi tanaman perkebunan dan
ternak yang telah dirintis adalah integrasi usahatani kakao dan ternak sapi
Kakao merupakan penghasil devisa perkebunan nomor tiga setelah
komoditas karet . dan minyak sawit. Kakao memiliki banyak keunggulan
kompetitif. Pertama, besarnya peluang Indonesia menjadi penghasil kakao nomor
satu karena kondisi sosio-ekologis yang lebih baik dibandingkan dengan kedua
Negara pesaing Indonesia, Cote d'Ivory dan Ghana. Kedua, kakao merupakan
komoditi rakyat, karena sebagian besar (86%) diusahakan oleh petani
(smallholders), sehingga program apapun yang diimplementasikan untuk
peningkatan produktivitas, kualitas dan profitabilitas usahatani kakao, secara
langsung akan meningkatkan taraf hidup jutaan petani dan keluarganya (RAZAK,
2005).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pertanian terpadu merupakan suatu sistem berkesinambungan dan tidak


berdiri sendiri serta menganut prinsip segala sesuatu yang dihasilkan akan
kembali ke alam. Ini berarti limbah yang dihasilkan akan dimanfaatkan kembali
menjadi sumber daya yang dapat menghasilkan (Muslim, 2006). Contohnya
tanaman padi, beras yang dihasilkan merupakan bahan pangan utama, sementara
jeraminya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak terutama sapi. Namun
penggunaan jerami sebagai pakan terkendala mutu yang rendah sehingga perlu
diberi perlakuan amoniasi untuk meningkatkan kualitas gizinya. Ternak sapi yang
dipelihara menghasilkan daging sebagai bahan pangan protein, dalam
pemeliharaannya juga menghasilkan kotoran yang merupakan limbah yang dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk. Keterpaduan kedua sektor ini perlu dikaji. dengan
penerapan teknologi tepat guna sehingga masing-masing limbah lebih bermanfaat.
Pengembangan usaha pertanian terintegrasi, selanjutnya disebut Sistem
Integrasi Tanaman-Ternak, khusus pada usaha pertanian padi disebut dengan
Sistem Integrasi Padi Terna, adalah intensifikasi sistem usahatani melalui
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara terpadu dengan komponen
ternak sebagai bagian kegiatan usaha. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan
(2010), model integrasi tanaman ternak yang dikembangkan di lokasi beberapa
daerah dan negara berorientasi pada konsep ”zero waste production system” yaitu
seluruh limbah dari ternak dan tanaman didaur ulang dan dimanfaatkan kembali
ke dalam siklus produksi. Komponen usahatani dalam model ini meliputi usaha
ternak sapi potong, tanaman pangan (padi atau jagung), hortikultura (sayuran),
perkebunan, (tebu) dan perikanan (lele, gurami, nila). Limbah ternak (kotoran
sapi) diproses menjadi kompos & pupuk organik granuler serta biogas; limbah
pertanian (jerami padi, batang & daun jagung, pucuk tebu, jerami kedelai dan
kacang tanah) diproses menjadi pakan. Gas-bio dimanfaatkan untuk keperluan
memasak, sedangkan limbah biogas (sludge) yang berupa padatan dimanfaatkan
menjadi kompos dan bahan campuran pakan sapi & ikan, dan yang berupa cairan
dimanfaatkan menjadi pupuk cair untuk tanaman sayuran dan ikan.
BAB III

ISI

Integrasi ternak dan kakao

Usaha pengembangan ternak ruminansia dapat dilakukan dengan


menerapkan system integrasi peternakan dengan perkebunan yaitu dengan
memanfaatkan lahan perkebunan sebagai lokasi peternakan sapi, kerbau, kambing
atau domba. Kegiatan ini sudah dilakukan di berbagai daerah di Propinsi
Lampung dan Sulawesi Tengah yang memiliki banyak perkebunan kakao dan
ternak kambing . Usaha peternakan dengan pola pemeliharaan sistem semi-
intensif dan gembala ini bersifat saling menguntungkan (simbiosis mutualisme)
antara tanaman pokok dan ternak. Adanya ternak yang digembalakan di areal
perkebunan kakao akan dihasilkan pupuk organik berasal dari kotoran ternak dan
dapat digunakan langsung di areal perkebunan sehingga dapat meningkatkan
produksi dan produktivitas tiap hektar kebun tanaman kakao .Hal ini dapat
mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhui kebutuhan pupuk .
Selain itu ternak yang digembalakan di areal perkebunan kakao akan memakan
rumput dan gulma pengganggu tanaman sehingga menghemat biaya pengeluaran
untuk pestisida dan pemeliharaan kebun . Peternak tidak perlu mencari pakan
karena di areal perkebunan sudah tersedia rumput dan limbah tanaman kakao
seperti cangkang kakao yang dapat digunakan sebagai pakan ternak. Dengan
demikian kegiatan harian peternak untuk mencari rumput dapat dialihkan ke
kegiatan lain yang lebih bermanfaat.

Pengolahan kulit buah kakao

Bahan : alat :

• RAGUR 100 - aerator


- Ragi Tape 100 gr - ember
- Gula pasir 100 gr
- Urea 100 gr
- Air Dingin 20 ltr
Tahap pengolahan buah kakao
Proses pembuatan larutan permentor
a. 20 liter air sumur(air PAM dimasak/dinginkan)
b. 100 gr ragi tape
c. 100 gr gula pasir
d. 100 gr urea
e. Aduk rata dalam ember
f. Diaerasi dengan aerator 24 jam, buing yang keluar di buang setiap 6 jam
g. Larutan fermentasi siap
Proses fermentasi
a. Kulit buah kakao di cacah
b. Siram dengan larutan fermentor
c. Masukan dalam kantong yang sudah dilapisi plastic
d. Fermentasi selama 5-6 hari setiap 3 hari krung dibalikan
e. Keringanginkn
f. Siap

cara pemberian kulit kakao fermentasi


• Kulit Buah Kakao Fermentasi (KKF) dapat diberikan kepada sapi dalam bentuk
segar
atau tepung (digiling setelah dikeringanginkan) sebagai campuran pakan
konsentrat antara lain dengan dedak padi
• KKF diberikan sebelum pemberian pakan hijauan
• Pakan hijauan bisa berupa rumput lapangan atau limbah pertanian lainnya
seperti
jerami padi, jerami jagung atau kacang-kacangan.
• Pemberian jerami padi sebaiknya difermentasi terlebih dahulu, karena
kandungan
gizinya sangat rendah.
• Untuk jerami jagung dapat diolah terlebih dahulu menjadi silase
• Kulit Buah Kakao Fermentasi (KKF) dapat diberikan kepada sapi dalam bentuk
segar
atau tepung (digiling setelah dikeringangin) sebagai campuran pakan konsentrat
antara lain dengan dedak padi
• KKF diberikan sebelum pemberian pakan hijauan
• Pakan hijauan bisa berupa rumput lapangan atau limbah pertanian lainnya
seperti
jerami padi, jerami jagung atau kacang-kacangan.
• Pemberian jerami padi sebaiknya difermentasi terlebih dahulu, karena
kandungan
gizinya sangat rendah
pengolahan kotoran sapi menjadi kompos
Tumpuk kotoran sapi yang telah dikeringkan dalam bak pengomposan I secara
berlapis dengan ketebalan 20 cm tiap lapisannya.
• Setelah ketebalan 20 cm taburkan secara berturut-turut abu sekam (20 kg),
kapur/dolomit (2 kg), urea (0,5 kg) dan Tricodherma (0,5kg).
• Selanjutnya dibuat lapis kedua dan lakukan hal yang sama sampai mencapai
ketinggian 100 cm (5 lapis).
• Setelah selesai bagian atas ditutup dengan plastik dan diperam 7 hari
• Setelah 7 hari/1 minggu lakukan pembalikan dengan cara memindahkan ke bak
berikutnya (bak II)
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkebunan kakao sangat
berpeluang untuk dijadikan basis pengembangan ternak ruminansia khususnya
ternak kambing karena tersedianya sumber pakan yang berlimpah . Dengan sedikit
sentuhan teknologi untuk meningkatkan kualitas pakan berbasis limbah kakao dan
pengaturan produksi ternak, maka diharapkan tingkat produktivitas dapat
ditingkatkan dan peluang pengembangan dapat diperbesar . Dengan demikian,
populasi ternak kambing dapat meningkat dan sekaligus pendapatan peternak juga
meningkat.
Daftar pustaka
Asmak, Manti, I, M. Sabir, dan Nasril. 2011. Laporan Demonstrasi Pemanfaatan
Kulit
Buah Kakao Fermentasi untuk Sapi Potong. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Sumatera Barat.
Badan Pusat Statistik Sumatera Barat. 2014. Sumatera Barat dalam Angka
2013/2014.
Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi
Sumatera Barat dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat.
Harmaini, N. Hosen, Ermidias, Supriyadi, dan Nasril. 2014. Laporan Percepatan
Pemasyarakatan Teknologi Sistem Usahatani Terpadu Sapi-Kakao dengan
Konsep
Ramah Lingkungan (Bio Cycle Farming) melalui Pendekatan SDMC mendukung
Program PSDSK. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat.
Harmaini, dan Hendri. Y 2010. “Ragur 100” Teknologi Fermentasi Kulit Buah
Kakao
Untuk Pakan Ternak. Majalah Ilmiah Populer Prima Tani Sumatera Barat Vol.4
No.1. Tahun 2010 Hal 52-54.

Anda mungkin juga menyukai