Anda di halaman 1dari 19

PRAKTIKUM ANALISIS USAHA PETERNAKAN AYAM PEDAGING

DISUSUN OLEH
KARDILA
VINDO LESMANA
RISKY SAFITRI
NOORHASANAH
SHOLATI MUZDALIFAH

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TABJUNGPURA
PONTIANAK
2018

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan jumlah penduduk yang selalu meningkat dari tahun ke


tahun terus diimbangi dengan kesadaran akan arti penting peningkatan gizi dalam
kehidupan. Hal ini berimplikasi pada pola konsumsi makanan yang juga akan
terus meningkat. Disamping tujuan utama penggunaan makanan sebagai pemberi
zat gizi bagi tubuh yang berguna untuk mempertahankan hidup, manusia juga
menggunakannya untuk nilai-nilai sosial, karena penggunaan makanan telah
melembaga sebagai alat untuk berhubungan dengan orang lain. Oleh karena itu
makanan dalam lingkungan masyarakat menyangkut gizi dan aspek sosial.
Ayam merupakan jenis unggas yang paling populer dan paling banyak
dikenal orang. Selain itu ayam juga termasuk hewan yang mudah diternakkan
dengan modal yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan hewan besar lainnya.
Produk ayam (telur dan daging) dan limbahnya diperlukan manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Telur dan daging ayam yang diperlukan oleh ratusan juta
manusia di dunia ini mengakibatkan tumbuhnya peternakan ayam skala kecil,
menengah dan industri ayam modern hampir diseluruh dunia berkembang pesat.
Usaha peternakan ayam pedaging telah tersebar luas baik sebagai
peternakan rakyat maupun sebagai perusahaan peternakan. Beberapa hal yang
menyebabkan kemajuan tersebut adalah adanya perbaikan teknologi pengolahan
ayam pedaging yang berupa: bibit unggul, pakan yang berkualitas, perkandangan,
sanitasi, pengendalian penyakit dan pelaksanaan teknis pemeliharaan ayam
pedaging lainnya. Perkembangan usaha peternakan terutama peternakan ayam
pedaging mempunyai tujuan untuk memproduksi pedaging yang dijual di pasar
konsumen untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Tujuan perkembangan
usaha peternakan ayam pedaging adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan dan
gizi masyarakat pada sektor rumah tangga oleh pihak konsumen. Tujuan yang
ingin dicapai oleh pihak produsen dalam mengusahakan peternakan ayam

1
pedaging adalah untuk mendapatkan keuntungan guna mencukupi kebutuhan
hidup dan meningkatkan usahanya.
Analisis usaha peternakan yakni menggambarkan tentang kemampuan
peternak dalam memperoleh keuntungan dari sejumlah modal yang diinvestasikan
dan atas besarnya biaya operasional yang digunakan untuk menunjang usaha
peternakan tersebut. Fungsi dari analisis tersebut untuk menentukan biaya-biaya
produksi dan keuntungan yang diperoleh dari usaha ternaknya. Analisis
profitabilitas yang dilakukan adalah dengan melakukan penghitungan tentang:
keuntungan, Rasio Biaya, biaya tetap, biaya variabel.
1.2. Tujuan Praktikum
1. Menganalisis besarnya biaya produksi yang digunakan dalam usaha
peternakan ayam pedaging
2. Menganalisis keuntungan yang didapat dari usaha peternakan ayam
pedaging.
3. Menganalisis profitabilitas dari usaha peternakan ayam pedaging.

2
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan waktu

Praktikum dilaksanakan di kandang prodi peternakan. Pelaksanaan dimulai


pada tanggal 16 desember 2017 sampai dengan 16 januari 2018. Populasi dan
Sampel Biaya total (total cost) yaitu nilai semua biaya yang habis dipakai dalam
proses produksi pemeliharaan ayam petelur

1. Biaya Tetap (fixed cost) yang terdiri dari: biaya penyusutan ternak,
penyusutan peralatan, penyusutan kandang dan bunga modal.
2. Biaya Tidak Tetap (variable cost) yang terdiri dari biaya pakan, transportasi,
obat-obatan dan biaya pemeliharaan ayam petelur lainnya.
3. Usaha Peternakan adalah suatu kegiatan usaha dalam meningkatkan manfaat
ternak melalui organisasi operasional.
4. Biaya produksi adalah biaya yang timbul karenadalam proses produksi, yang
dalam satuan rupiah.
5. Penerimaan adalah uang yang diperoleh dari penjualan hasil produksi, yang
dihitung dalam satuan rupiah.
6. Pendapatan adalah penerimaan total dikurangi biaya riil yaitu biaya benar-
benar dibayar oleh petani, dihitung dalam satuan rupiah
.

3
BAB IV

HASIL PRAKTIKUM

4.1. Manajemen Pemeliharaan Ayam pedaging

Pemeliharaan ayam pedaging dimulai dari DOC sampai panen (Pada umur
1 bulan). Pemeliharaan ayam pedaging dengan cara intensif, yakni ayam yang
dipelihara dalam kandang secara terus menerus bertujuan untuk meningkatkan
produktivitasnya.Produktivitas ayam pedaging dapat meningkat bila pemeliharaan
ayam pedaging dilakukan dengan maksimal, yaitu melalui pemberian pakan yang
mengandung kandungan makanan yang dibutuhkan oleh ayam petelur serta
menggunakan manajemen pemeliharaan ayam pedaging yang baik dan sanitasi
dijaga dengan baik.

Pemberian pakan dilakukan 2 kali yaitu pagi dan sore, dengan jumlah
proporsi yang telah diperkirakan sampai terpenuhi kebutuhan ayam pedaging.
Rata-rata pemberian pakan per ekor per hari adalah 110 – 130 gram. Pemberian
air minum secara adlibitum yakni air selalu tersedia untuk ayam.

4.2. Modal Usaha

Modal tetap (fixed cost) pada peternakan ayam pedaging meliputi:


kandang, tempat makan, tempat minum, pemanas dan kabel. Modal tidak tetap
(variabel cost) meliputi: DOC, pakan ayam, vaksinai, gas, tenaga kerja, alas
kandang ( sekam ). Total modal yang disediakan dapat dilihat pada tabel 1 adalah
sebesar Rp.

4
Table 1. Biaya tetap (fixed cost)

No Uraian Kebutuhan Satuan Harga Jumlah


satuan (Rp)

1. Kandang 1 Buah 130.000 13.000

2. Tempat makan 16 Buah 10.500 168.000

3. Tempat minum 16 Buah 7.000 112.000

4. Pemanas 3 Buah 5.000 15.000

5. Kabel 1 Buah 37.000 37.000

6. Total 462.000

Table 2. biaya variabel (variabel cost)

Nomor Uraian Kebutuhan Satuan Harga Jumlah


satuan (Rp)

1. DOC 32 Ekor 7.000 224.000

2. Pakan 1,5 Karung 390.000 585.000

3. Gas 1 Buah

4. Vaksinasi 1 Botol 15.000 15.000

5
5. Tenaga kerja 1 Orang

6. sekam ( alas 3 Karung


kandang

7. Total 1.286.000

Biaya produksi terbesar adalah untuk pembelian pakan dan

penyediaan bibit ayam petelur. Biaya pembelian pakan yakni sebesar Rp.
935.850.000,-/tahun atau 70,92 % dari total biaya produksi. Proporsi biaya
produksi untuk pembelian pakan masih tergolong pada jumlah yang standar.
Biaya pembelian pakan diminimalkan tetapi kandungan nutrisi yang ada di dalam
kandang mampu memberikan produksi yang berada pada tingkatan standar.

Biaya penyediaan bibit ayam petelur berada pada urutan


tertinggi setelah biaya pakan. Bibit ayam petelur strain Isabrown yang
digunakan seharga Rp.24.000,-/ekor, sehingga untuk jumlah ayam 13.000
ekor biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 935.850.000,-/tahun atau
70,92 % dari total biaya produksi.

Biaya produksi terbesar ketiga adalah pemberian gaji untuk tenaga


kerja. Biaya gaji untuk adalah sebesar Rp. 68.400.000,-/tahun. Besarnya
pengeluaran biaya untuk gaji karyawan tersebut merupakan salah satu
penyebab tingginya jumlah biaya produksi, gaji tenaga kerja diberikan
antara Rp.700.000,- sampai dengan Rp.1.000.000,- per orang / bulan.

4.3. Penerimaan

6
Besarnya penerimaan berdasarkan jumlah produksi yang dihasilkan
dikalikan dengan harga yang berlaku pada saat penjualan produk.
Penerimaan peternakan meliputi: penerimaan yang berasal dari penjualan
produk dan non produk. Penerimaan produk diantaranya adalah: penjualan
telur utuh, penjualan telur putih, telur bentes dan telur pecah. Penjualan non
produk meliputi: penjualan feses dan karung bekas. Penerimaan bulan Juli
2010 – Juni 2011, dapat dilihat pada Tabel 4 berikut :

Tabel 4. Penjualan Produk dan Non Produk pada bulan Juli 2010-Juni 2015

Penjualan

Persen-
Jumlah Total Harga Harga tase

No Jenis Penjualan (kg) (Rp) (Rp/kg) (%)

A. Penjualan Produk

7,244.4
7 41,118,453 5675.84 2.66
1 Telur Utuh

698.7
7 3,171,913 4539.28 0.20
2. Telur Putih

315.0
8 1,503,307 4771.19 0.10
3. Telur Bentes

1,445,102 3214.91 0.09


4. Telur Pecah 449.5

7
0

8,707.
82 47,238,774 18201.22
Total Telur Terjual

24,590. 1,495,478,
28 878 9721.04 96.60
5. Ayam Afkir

1,542,717,
Total Penjualan 652 6.935,40
Produk

Penjualan Non
B. Produk

4,465,1
1011.954 25 4412.38 0.29
1. Feses

913,
3647.18 889 250.55 0.06
2. Karung Bekas

5,379,
Total Penjualan non 014
Produk

1,548,096,
664 1.00
Total Penjualan

Sumber: Data primer yang diolah, 2015

Total telur yang dijual dari peternakan baik telur utuh, telur putih,
telur bentes dan telur pecah adalah sebesar 8,707.82 kg atau sekitar

8
3.697.037 butir yang mampu menghasilkan penerimaan sebesar
Rp.1.548.096.664,-/ tahun. Produk ayam afkir memperoleh penerimaan
dengan persentase sebesar 96,60 %.

Tahap akhir untuk penjualan ayam afkir dilakukan pada bulan


Januari 2015, yakni pada ssat ayam petelur telah berumur 72 – 75 minggu.

Penjualan non produk pada peternakan tersebut yaitu feses dan


karung bekas merupakan persentase penerimaan yang paling sedikit dari
total penerimaan yang didapatkan. Penjualan non produk yang berupa
feses sebesar 0,29 %. Penjualan yang justru lebih banyak memberikan
keuntungan adalah penjualan feses, karena harga feses dari lebih besar
yaitu Rp.4412,38,-/kg. Penjualan feses dilakukan setiap bulan kepada para
petani di sekitar peternakan untuk digunakan sebagai pupuk pada sawah dan
ladang yang dimiliki.

4.4. Keuntungan

Keuntungan pada usaha peternakan ayam petelur ada 2 macam yaitu


keuntungan kotor (keuntungan peternakan sebelum membayar pajak) dan
keuntungan bersih sesudah bayar pajak. Keuntungan kotor diperoleh dari
sesilih penjualan produk dengan total biaya produksi selain pembayaran
pajak. Tabel keuntungan peternakan dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai
berikut:

Tabel 5. Keuntungan Peternakan pada Bulan Juli 2010 –Juni 2011

No Uraian Jumlah (Rp)

1 514.715.000
Total Modal

9
2 1,319,570,900
Total Biaya Produksi

3 1,548,096,664
Total Penerimaan

4 1,300,000
Pembayaran Pajak

5 228,525,764
Keuntungan Kotor

6 227,225,764
keuntungan Bersih

Sumber: Data primer yang diolah, 2011

Semakin besar jumlah penerimaan yang didapatkan dibandingkan


dengan biaya yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan maka akan semakin
tinggi tingkat keuntungan yang didapatkan. Keuntungan bersih sesudah
pembayaran pajak adalah Rp. 227,225,764 sedangkan keuntungan kotor
yang didapatkan, yaitu penjualan produk dikurangi total biaya produksi
adalah Rp. 228,525,764.

Peternakan mampu menghasilkan produksi telur yang baik, sehingga


hasil penjualan produk dan non produk cukup digunakan untuk menutupi
biaya produksi yang dikeluarkan serta mampu memberikan
keuntungan. peternakan dalam melakukan kegiatan operasional diupayakan
dengan sebaik mungkin sehingga tidak terjadi adanya pemborosan biaya
produksi yang dikeluarkan. Biaya produksi yang dikeluarkan peternakan
tergolong masih sesuai dengan standar biaya produksi perusahaan pada
umumnya, tetapi untuk biaya pemberian gaji persentasenya terlalu tinggi
karena jumlah ayam yang dipelihara lebih sedikit sehingga hal ini dapat
dikatakan sebagai salah satu pemborosan biaya produksi pada pihak
peternakan. Dengan peminimalan biaya untuk gaji tenaga kerja, yakni

10
dengan memberikan gaji sesuai dengan standar gaji yang berlaku
minimal Rp.500.000,-/ bulan, maka keuntungan pada pihak perusahaan
dapat lebih ditingkatkan.

4.5. Analisis Profitabilitas

Profitabilitas adalah kemampuan suatu usaha perusahaan dalam


memperoleh keuntungan. Pengukuran tingkat profitabilitas peternakan dapat
dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu profitabilitas dalam
hubungannya dengan penjualan dan profitabilitas dalam hubungannya
dengan investasi (modal) atau disebut dengan rentabilitas. Rasio
profitabilitas dalam hubungannya dengan penjualan terdiri dari 3 bentuk,
yaitu: Gross Profit Margin (GPM)/keuntungan kotor dibanding dengan
penjualan, Net Profit Margin (NPM)/keuntungan bersih dibandingkan
dengan penjualan dan Operating Ratio (OR)/perbandingan biaya produksi
dengan penjualan peternakan. Profitabilitas dalam hubunganya dengan
investasi terdiri dari Rentabilitas (R) dan Turn Over of Assets
(TOA). Analisis Profitabilitas dalam hubungannya dengan penjualan dapat
dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut :

Tabel 6. Analisis Profitabilitas dalam Hubungannya dengan Penjualan

No Analisis Profitabilitas Jumlah (%)

1 14,76
Gross Profit Margin (GPM)

2 85,24
Operating Ratio (OR)

11
3 14,68
Net Profit Margin (NPM)

Sumber: Data primer yang diolah, 2011

1. Analisis Profitabilitas dalam Hubungannya dengan Penjualan

a. Gross Profit Margin (GPM)

Gross Profit Margin (GPM) merupakan nilai laba kotor dibagi dengan
penjualan. Nilai GPM sebesar 14,76 %. Nilai itu berarti bahwa
setiap Rp.100.000,-/tahunpenjualan produk mampu menghasilkan laba kotor
sebesar Rp.14.760,-/tahun,-. Keuntungan sebesar Rp.14.760,-/tahun dari setiap
penerimaanRp.100.000,-/tahun merupakan surplus bagi perusahaan yang
dibutuhkan untuk meningkatkan profit guna mengembangkan usahanya. Nilai
GPM tersebut masih berada di bawah standar rata-rata GPM industri, karena rata-
rata nilai GPM untuk industri adalah sebesar 23,8 %. Nilai GPM yang masih
rendah tersebut dipengaruhi oleh jumlah biaya produksi yang dikeluarkan masih
tergolong tinggi.
b. Operating Ratio (OR)

Rasio tersebut menerangkan bahwa besarnya biaya produksi yang dikeluarkan


dalam memproduksi suatu barang dibandingkan dengan jumlah penerimaan dari
penjualan produk yang dihasilkan. Nilai Operating Ratio
(OR) adalah sebesar 85,24 %. Hal ini menerangkan bahwa setiap Rp.100.000,-
/tahun penjualan, maka memerlukan biaya produksi sebesar Rp.85.240,-
/tahun, sehingga semakin besar Gross Profit Margin dan Net Profit Margin, maka
semakin baik keadaan operasi perusahaan karena menunjukkan total biaya
produksi lebih rendah dibanding dengan penerimaan. Operating Ratio
(OR) semakin besar, maka semakin buruk keuntungan yang didapatkan oleh
perusahaan tersebut.
c. Net Profit Margin (NPM)

12
Net Profit Margin (NPM) menjelaskan besarnya keuntungan bersih perusahaan,
yaitu keuntungan setelah pembayaran pajak dibanding dengan penerimaan
perusahaan. Besarnya NPM adalah 14,68 %, sehingga hal ini dapat diartikan
bahwa setiap penjualan/ penerimaan sebesar Rp.100.000,-/tahun maka peternakan
nendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp.14,680,-/tahun. Sabardi (1995)
menyatakan bahwa standar rata-rata NPM perusahaan adalah sebesar 5,7%, Nilai
NPM yang tinggi dapat dimanfaatkan pihak perusahaan dalam hal
mengembangkan usaha lebih besar. Nilai NPM yang rendah tersebut disebabkan
oleh jumlah keuntungan bersih yang didapatkan sangat kecil proporsinya
dibanding dengan penerimaan. Tingginya nilai NPM pada suatu perusahaan harus
tetap dipertahankan agar dapat memberikan tingkatan pendapatan guna
pengembangan usaha perusahaan tersebut. Nilai NPM yang rendah pada suatu
perusahaan perlu diantisipasi agar tidak memberikan dampak buruk bagi jalannya
kegiatan operasional perusahaan.
2. Analisis Profitabilitas dalam Hubungannya dengan Investasi

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur profitabilitas dalam hubungannya


dengan investasi yakni dengan menggunakan rentabilitas (tingkat keuntungan)
dan Turn Over of Assets (TOA) atau tingkat perputaran modal perusahaan. Tabel
profitabilitas dalam kaitannya dengan investasi sebagai berikut:

Tabel 7. Analisis Profitabilitas dalam Hubungannya dengan Investasi

No Profitabilitas Nilai yg dicapai

44,15 %

3,01 kali
12 RentabilitasTurn Over of Assets (TOA)

Sumber: Data primer yang diolah, 2011

13
a. Rentabilitas

Rasio keuntungan usaha peternakan dalam kaitannya dengan investasi (modal)


diukur dengan rentabilitas. Rentabilitas berfungsi sebagai alat ukur bagi
perusahaan, yakni mengukur sampai seberapa besar tingkat keuntungan yang
dialami oleh perusahaan atas penggunaan modal yang digunakan untuk
menunjang produksi yang dikelola. Rentabilitas pada 44,15 %, hal ini
berarti bahwa setiap Rp.100.000,- modal yang ditanamkan perusahaan mampu
menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 44.150,- dalam satu tahun. Tingkat
keuntungan tersebut masih dalam kategori buruk sesuai dengan kriteria
keuntungan yang berlaku perusahaan pada umumnya.
Rentabilitas pada peternakan (pada tabel 7) masih berada di bawah bunga
deposito bank. Besarnya bunga deposito bank per bulan rata-rata per bulan adalah
sebesar 0,54 % atau sebesar 6,5 % per tahun. Nilai rentabilitas yang lebih rendah
dibandingkan dengan bunga deposito bank, sehingga dapat dikatakan bahwa
usaha peternakan tersebut perlu untuk melakukan perbaikan operasional
perusahaan. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk memelihara ayam petelur
guna menghasilkan produk telur perlu diminimalkan jumlahnya, terutama untuk
biaya penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan kebutuhan produksi
ayam petelur

b. Turn Over of Assets (TOA)

Tingkat perputaran modal aktiva (Turn Over of Assets) adalah perbandingan


antara penjualan dengan total aktiva. Total aktiva terdiri dari aktiva tetap yang
meliputi: penyusutan dan aktiva lancar di antaranya: kas, simpanan di bank,
piutang usaha dan persediaan. Total perputaran modal adalah sebesar 3,01 kali.
Hal ini berarti dalam satu tahun produksi, usaha peternakan ayam petelur tesebut
mampu mengembalikan modal sebesar 3,01 kali. Langkah konkrit yang perlu
dilakukan oleh peternakan adalah dengan memanfaatkan sumber daya
pemeliharaan ayam petelur yang dikelola manajemen yang terarah, meliputi:

14
manajemen pemeliharaan ayam petelur, ditunjang dengan sanitasi yang sehat,
pengaturan manajemen biaya operasional yang tepat, yakni dengan
meminimalkan biaya produksi yang dikeluarkan untuk mengelola sarana produksi
yang ada guna memperoleh keuntungan yang tinggi/ penanganan hasil produksi
yang mempunyai tujuan untuk memperoleh profit/ keuntungan tinggi
(Prawirokusumo, 1990).

15
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan penelitian maka, dapat disimpulkan bahwa:

1. Total biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp.1.319.570.900,-/tahun.


2. Keuntungan bersih yang didapatkan dari penjualan produk dan non
produk sebesar Rp.227.225.764,-/tahun.
3. Nilai analisis profitabilitas usaha pada peternakan Ayam Petelur dapat
diketahui sebagai berikut:
1. Nilai Gross Profit Margin (GPM) adalah sebesar 14,76 %.
2. Nilai Operating Ratio (OR) yaitu sebesar 85,24 %.
3. Nilai Net Profit Margin (NPM) adalah sebesar 14,68 %.
4. Nilai Rentabilitas ( R ) yakni sebesar 44,15 %.
5. Nilai Turn Over of Assets (TOA) adalah sebesar 3,01 kali.
6. Nilai Turn Over of Operating Assets (TOA) pada peternakan tersebut
sudah sesuai dengan standar TOA pada industri, yaitu sebesar 1,5
kali. Peternakan tersebut sudah berada pada tingkat keuntungan yang
sudah tergolong tinggi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1992. Usaha Peternakan, Perencanaan Usaha, Analisa dan Pengelolaan.


Direktorat Bina Usaha peternakan dan Pengolahan Hasil Ternak. Direktora
tJendral Peternakan. Jakarta

______, 2003. Beternak Ayam Petelur. Kanisius. Ygyakarta

Glueck, W.F., dan Jauech, L.R., 1994. Manajemen Strategis dan Kebijaksanaan
perusahaan. Edisi Ketiga Erlangga. Jakarta

Hirt, G.A., dan Block, S.B., 1992. Foundation of Financial Management. Sixth
Edition. Printed in United State of America

Indarto, P., 1990. Beternak Unggas berhasil. CV. Armico. Bandung

Lubis, A.M. dan Parnin, F.B., 2001. Delapan Kiat Mencegah Penurunan
Produksi Telur Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta

Nasir, M. 1998. Metode Penelitian Sosial. PT. Ghalia Indonesia : Jakarta

Prawirokusumo, 1990. Ilmu Usaha Tani. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah


Mada. Yogyakarta

Rasyaf, M., 1991. Pengelolaan Produksi Telur. Kanisius. Jakarta

______, M., 1994. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta

______, M., 1996. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Penebar


Swadaya. Jakarta

17
______, M., 2001. Manajemen Peternakan Ayam Petelur. Penebar Swadaya.
Jakarta

Sabardi, A.,1995. Manajemen Keuangan. Jilid I.UPP AMP YKPN. Yogyakarta

Sadono Sukirno, 2005. Teori Pengantar Mikro Ekonomi. Edisi ketiga. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.

Soekartawi, Soeharjo, A. Dillon, J.L. dan Hardeker, J.B., 1994. Prinsip Dasar
Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian (dengan Pokok Bahasan Khusus
Perencanaan Pembangunan Daerah). Rajawali. Jakarta

Sudaryani, T., dan Santosa, H., 2001. Pembibitan Ayam Ras. Penebar
Swadaya.Jakarta

Syamsudin, L., 1994. Manajemen Keuangan. Raja Gradi Persada. Jakarta

Weston, J.F., dan Brigham, E.F., 1993. Dasar-Dasar Manajemen


Keuangan. Erlangga. Jakarta

Wiharto, 1996. Petunjuk Beternak Ayam. LP- Unibraw. Malang

Winardi, 1990. Kapita Selekta Ekonomi Perusahaan. Nova. Bandung

18

Anda mungkin juga menyukai