ABSTRAK
Ayam buras dapat menjadi sumber ekonomi petani bila ada perubahan penanganan dari sekedar
sebagai sampingan yang dipelihara secara tradisonal menjadi usaha komersial yang dikelola secara
intensif atau semi intensif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan ekonomi
usaha pembesaran ayam KUB yang dilakukan Peternak di Kelurahan Tilihuwa Kabupaten Gorontalo.
800 ekor ayam KUB dipelihara secara intensif terkurung selama 3 bulan pada kandang postal. Dari
hasil analisis kegiatan penggemukan ini menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 7.298.332 per periode,
R/C ratio sebesar 1,35, BEP produksi sebanyak 522 ekor ayam, BEP harga jual Rp 26.619 /ekor,. Dari
hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa penggemukan ayam KUB layak untuk dilaksanakan.
Kata kunci : Ayam KUB, intensif, BEP
PENDAHULUAN
Swasembada protein hewani menjadi isu penting dalam penyediaan pangan masyarakat.
Berbagai jenis ternak digenjot untuk menjadi sumber protein hewani tersebut. Ada daging sapi,
daging ayam ras dan ada daging kambing/domba dan ternak lainnya. Dari berbagai jenis ternak itu,
persoalan yang mendasar adalah bagaimana menciptakan produksi dalam waktu cepat, berproduksi
tinggi dan efisien. Satu dari banyak sumber ternak itu adalah ayam buras (ayam kampung) yang
juga bisa menjadi pendamping ayam ras sebagai sumber protein hewani (sinar tani, 2015).
Ayam kampung sering juga disebut ayam bukan ras yang disingkat ayam buras. Secara umum
istilah ayam buras mengacu kepada ayam yang tidak lagi memiliki ras tertentu karena perkawinan
yang liar. Yang dimaksud liar adalah sudah kawin dengan ayam lain yang tak jelas lagi
keturunannya (Nawawi dan Nurrohmah, 2011).
Ayam KUB merupakan galur baru female line ayam hasil pemuliaan berbasis ayam kampung
yang berasal dari beberapa lokasi di Provinsi Jawa Barat dan telah dilepaskan dengan SK Menteri
Pertanian No. 1023/6/2014. Hal ini merupakan kebanggan bagi Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian khususnya peneliti pemuliaan unggas di Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
cq Balai Penelitian Ternak. SK Menteri Pertanian tersebut merupakan pengakuan atas hasil kerja
penelitian pemuliaan untuk pembentukan galur baru ayam KUB dengan sifat yang khas.
Ayam buras memiliki arti penting bagi pembanguan peternakan di Indonesia. Ayam buras
merupakan bahan pangan sumber protein hewani guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan
sebagai ternak yang dapat dijadikan usaha sambilan bagi masyarakat, terutama yang tinggal di
pedesaaan (Suprijatna, 2005). Ayam buras dapat menjadi sumber ekonomi petani bila ada
perubahan penanganan dari sekedar sebagai sampingan yang dipelihara secara tradisonal menjadi
usaha komersial yang dikelola secara intensif atau semi intensif (Tambunan dan Silalahi, 2008).
Penelitian bertujuan untuk mengetahui kelayakan ekonomi usaha pembesaran ayam KUB
yang dilakukan Peternak di Kelurahan Tilihuwa Kabupaten Gorontalo yang meliputi keuntungan
atau kerugian, Nisbah antara penerimaan kotor dengan jumlah biaya operasional (R/C), Titik
Impas harga penjualan (Rp/ekor), Titik impas tingkat produsi (ekor) dan Tingkat Keuntungan.
Keuntungan
Z = R –C
Z: Keuntungan; R: Penerimaan kotor; C: Biaya total.
Berpijakan pada harga bahan baku di lokasi kegiatan maka biaya investasi mencapai Rp
20.825.000, dimana biaya terbesar terletak pada nilai bangunan kandang. Biaya produksi usaha
penggemukan dengan skala 800 ekor pada masa produksi 3 bulan (Tabel 2) mencapai Rp
19.591.668 biaya tersebut terdiri dari masing-masing adalah biaya variabel Rp 17.415.000 atau
88,89% dari total biaya, dan biaya tetap Rp 2.178.668 atau 11,11%.dari total biaya. Proporsi
komponen biaya terhadap total biaya dapat diurutkan dari yang tertinggi adalah komponen biaya
pakan (50,23%), biaya DOC (30,63%), biaya tenaga kerja (7,66) dan biaya penyusutan (3,45%).
Penerimaan kotor sebesar Rp 27.850.000 merupakan gabungan dari hasil penjualan produk
utama yaitu ayam kampung umur 3 bulan sebesar Rp 27.600.000 dengan hasil penjualan
kotoran kandang sebesar Rp 250.000. Berdasarkan jumlah biaya dan jumlah penerimaan maka
dapat diketahui kinerja ekonomi, jika diperoleh angka negatif maka dinyatakan merugi,
sebaliknya jika diperoleh angka positif maka dinyatakan memperoleh laba.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usaha pengemukan ayam kampung memperoleh
keuntungan sebesar Rp. 8.258.332/masa produksi. (3 bulan). Nisbah antara penerimaan kotor
dengan biaya (B/C) diperoleh angka 1,42. Titik Impas atau Break Even Point (BEP) produksi
maupun harga jual, ternyata hasil perhitungan menunjukkan bahwa titik impas produksi
adalah 522 ekor, padahal produksi ayam potong setiap periode mampu menghasilkan
sebanyak 736 ekor, hal ini berarti usaha yang dilakukan dapat dilanjutkan. Hasil perhitungan
Titik impas harga jual diperoleh sebesar Rp 26.619/ekor, padahal harga jual ayam potong
mencapai Rp.27.500/ekor, artinya usaha ayam kampung dapat dilanjutkan.
DAFTAR PUSTAKA
Nawawi, N.T dan S. Nurrohmah. 2011. Pakan Ayam Kampung. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rangkuti F, 2012. Studi Kelayakan Bisnis dan Investasi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Sartika, T. & S. Iskandar. 2007. Mengenal Plasma Nutfah Ayam Indonesia dan
Pemanfaatannya. Balai Penelitian Ternak Puslitbangnak. Bogor.
Tambunan, R.D. dan Silalahi, M. 2008. Teknologi Budidaya Ayam Buras. Balai Besar Pengkajian
dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor.
Wihandoyo. 2009. Potensi, Budidaya dan Peluang Usaha Ayam Kampung. Diktat Kuliah.
Laboratorium Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, UGM. Yogyakarta