Anda di halaman 1dari 54

1

DEFISIENSI VITAMIN DAN MINERAL

Vitamin merupakan suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita
yang berfungsi untuk membantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Di dalam tubuh
diperlukan dalam jumlah sedikit (micronutrient). Biasanya tidak disintesis di dalam tubuh. Jika
dapat disintesis bermakna jumlah tidak mencukupi kebutuhan tubuh sehingga harus diperoleh
dari makanan. Beberapa vitamin berfungsi langsung dalam metabolisme penghasilan energi.
Berdasarkan hidrofobisitasnya (kelarutannya dlm air), vitamin dibagi menjadi 2 :
 Vitamin yang larut dalam lemak : A, D, E, K
 Vitamin yang larut dalam air : B kompleks, C

Jika konsumsi vitamin berlebihan :


a. Vitamin yang larut dalam lemakàdi simpan dlm tubuh
b. Vitamin yang larut dalam airà di ekskresi
Sebaliknya, gejala defisiensiàlebih sering terjadi pada vitamin yang larut dalam air karena
tidak dapat disimpan dalam jaringan tubuh.

Mineral merupakan bahan inorganik yang dibutuhkan untuk proses kehidupan baik dalam
bentuk ion atau elemen bebas. Diperoleh dari makanan karena tubuh tidak dapat memproduksi.
Berdasar jumlah yang dibutuhkan tubuh dibagi 2 mikromineral dan makromineral yaitu:
- Makromineral : natrium, potasium, klorida, magnesium, fosfor dan kalsium
- Mikromineral : besi, tembaga, zink, yodium, dan fluoride.

Mineral tersebut berfungsi sebagai katalisator berbagai reaksi biokimiawi dalam tubuh
yaitu untuk transmisi sinyal atau pesan pada sel saraf, produksi hormon, pencernaan dan
penggunaan makanan serta merupakan bagian dari organ vital seperti tulang, darah dan gigi.

1.2 TUJUAN
2

Masalah gizi menyebabkan kualitas sumber daya manusia menjadi rendah. Oleh itu,
diperlukan kesadaran pentingnya vitamin dan mineral sebagai salah satu komponen dalam
mencapai gizi seimbang. Kekurangan vitamin dan mineral banyak membawa penyakit-penyakit
yang merbahaya. Oleh itu, dibuat suatu program pangan gizi. Adapun tujuan program
pangan gizi yang dikembangkan untuk mencapai Indonesia Sehat 2010 adalah :
1. Meningkatkan ketersediaan komoditas pangan pokok dengan jumlah yang cukup, kualitas
memadai dan tersedia sepanjang waktu melalui peningkatan produksi dan penganekaragaman
serta pengembangan produksi olahan.
2. Meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan untuk memantapkan ketahanan pangan
tingkat rumah tangga.
3. Meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik dengan menurunkan
prevalensi gizi kurang dan gizi lebih.
4. Meningkatkan kemandirian keluarga dalam upaya perbaikan status gizi untuk mencapai hidup
sehat.

1.3 MANFAAT

Dapat memberikan gambaran jelas mengenai masalah pada defisiensi vitamin dan mineral.
Juga memberi kesadaran untuk mengkomsumi gizi seimbang agar tidak sakit dan hidup sehat.
Mencapai pertumbuhan yang baik pada masa janin, anak, remaja dan lansia.

VITAMIN A
3

2.1 PREVALENSI

Hasil Studi Masalah Gizi Mikro di 10 propinsi yang dilakukan Puslitbang Gizi dan Makanan
Departemen Kesehatan RI pada Tahun 2006 memperlihatkan balita dengan Serum Retinol
kurang dari 20µg/dl adalah sebesar 14,6%. Hasil studi tersebut menggambarkan terjadinya
penurunan bila dibandingkan dengan Survei Vitamin A Tahun 1992 yang menunjukkan 50%
balita mempunyai serum retinol kurang dari 20 µg/dl. Oleh karena itu, masalah kurang Vitamin
A (KVA) sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat lagi karena berada di bawah 15%
(batasan International Vitamin A Consultative Group (IVACG)). Hal tersebut salah satunya
berkaitan dengan strategi penanggulangan KVA dengan pemberian suplementasi Vitamin A
yang dilakukan setiap bulan Februari dan Agustus (Bulan Kapsul Vitamin A). Direktorat Bina
Gizi Masyarakat bekerja sama dengan SEAMEO TROPMED RCCN Universitas Indonesia,
UNICEF dan Micronutrient Initiative pada tahun 2007 melakukan survei di 3 provinsi terpilih
yaitu Kalimantan Barat, Lampung dan Sulawesi Tenggara untuk melihat cakupan suplementasi
Vitamin A dan mengevaluasi manajemen program Vitamin A. Hasil survei menunjukkan bahwa
di provinsi Kalimantan Barat cakupan Vitamin A pada bayi (6-11 bulan) adalah sebesar 55,8%
dan anak balita (12-59 bulan) sebesar 56,6%, sementara untuk provinsi Lampung cakupan pada
bayi adalah 82,4% dan anak balita 80,4%, dan Sulawesi Tenggara adalah 70,5% pada bayi dan
anak balita sebesar 62,2%. Hasil survei juga menemukan bahwa sebanyak 70,2% bayi umur 6-11
bulan dan 13,9% anak balita umur 12-59 bulan mendapatkan suplementasi Vitamin A dengan
dosis yang tidak sesuai umur.

2.2 DEFINISI

Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Secara luas, vitamin A
merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan prekursor/ provitamin A/
karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol. Dalam kondisi fisiologis yang
normal, hampir 90% dari vitamin yang tersimpan dapat ditemukan di dalam hati. Vitamin A
adalah suatu Kristal alcohol berwarna kuning. Di dalam tubuh, ia berfungsi dalam beberapa
bentuk ikatan kimia aktif yaitu retinol ( bentuk alcohol); retinal (aldehida) dan asam retinoat
(bentuk asam).

2.3 FUNGSI VITAMIN A


4

a) Penglihatan
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Di dalam
mata retinol, bentuk vitamin yang didapat dari darah, dioksidasi menjadi retinal. Retinal
kemudian mengikat protein opsin dan membentuk pigmen visual merah-ungu atau
rodopsin. Rodopsin ada di dalam sel khusus di dalam retina mata yaitu rod. Bila cahaya
mengenai retina pigmen visual merah-ungu ini berubah menjadi kuning dan retinal
dipisahkan dari opsin. Pada saat itu, terjadi rangsangan elektrokimia yang merambat
sepanjang saraf mata ke otak yang menyebabkan terjadinya suatu bayangan visual.
Kebutuhan vitamin A untuk penglihatan dapat dirasakan, bila kita dari cahaya terang di
luar kemudian memasuki ruangan yang remang-remang cahayanya. Mata membutuhkan
waktu untuk dapat melihat. Kecepatan mata beradaptasi setelah terkena cahaya terang
berhubungan langsung dengan vitamin A yang tersedia di dalam darah untuk membentuk
rodopsin. Tanda pertama kekurangan vitamin A adalah rabun senja.

b) Diferensiasi Sel
Diferensiasi sel terjadi bila sel-sel tubuh mengalami perubahan dalam sifat atau
fungsi semulanya. Perubahan sifat dan fungsi sel ini adalah salah satu karakteristik dari
kekurangan vitamin A yang dapat terjadi pada tiap tahap perkembangan tubuh. Diduga
vitamin A, dalam bentuk asam retinoat memegang peranan aktif dalam kegiatan inti sel.
Sel-sel yang mengalami diferensiasi adalah sel-sel epitel khusus seperti sel-sel goblet.
Semua permukaan tubuh dilapisi oleh sel-sel epitel. Mukus melindungi sel-sel epitel dari
serbuan mikroorganisme dan partikel lain yang berbahaya. Bila terjadi infeksi, sel-sel
goblet akan mengeluarkan lebih banyak mukus yang akan mempercepat pengeluaran
mikroorganisme tersebut. Kekurangan vitamin A menghalangi fungsi sel-sel kelenjar
yang mengeluarkan mukus dan digantikan oleh sel-sel epitel bersisik dan kering. Kulit
menjadi kering dan kasar dan luka sukar sembuh. Membran mukosa tidak dapat
mengeluarkan cairan mukus dengan sempurna sehingga mudah terserang bakteri. Peranan
vitamin A diduga berkaitan dengan dua hal: a) peranan vitamin A dalam sintesis
glikoprotein khusus yang terlibat dalam pembentukan membran sel yang mengontrol
diferensiasi sel dan b) kompleks vitamin A-CRBP masuk ke dalam nukleus sel sehingga
mempengaruhi DNA.
5

c) Kekebalan
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia dan
hewan. Mekanisme sebenarnya belum diketahui. Retinol tampaknya berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B. Disamping itu, kekurangan vitamin A
menurunkan respon antibodi yang bergantung pada sel T. Dalam kaitan vitamin A
dengan kekebalan ditemukan bahwa: a) ada hubungan kuat antara status vitamin A dan
resiko terhadap penyakit infeksi pernapasan; b) hubungan antara kekurangan vitamin A
pada campak cenderung menimbulkan komplikasi yang mengakibatkan kematian.

d) Pertumbuhan dan Perkembangan


Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein, dengan demikian terhadap
pertumbuhan sel. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang
membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan vitamin A, pertumbuhan
tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada anak-anak, terjadi kegagalan
dalam pertumbuhan. Vitamin A dalam hal ini berperan sebagai asam retinoat.

e) Pencegahan Kanker
Kemampuan retinoid mempengaruhi perkembangan sel epitel dan kemampuan
meningkatkan aktivitas sistem kekebalan diduga berpengaruh dalam pencegahan kanker,
terutama kanker kulit, paru-paru, payudara dan kantung kemih.

2.4 SATUAN YANG DIGUNAKAN

1,0 g Retinol Ekivalen (RE) = 1,0 µg retinol

= 6,0 µg beta-karoten
6

= 12,0 µg karotenoid lain

= 3,3 SI(Satuan Internasional) retinol

= 9,9 SI beta-karoten

2.5 ABSORPSI, TRANSPORTASI dan METABOLISME

Karotenoid dan vitamin A dilepas dari protein dilambung. Retinyl ester dihidrolisis oleh
enzim pankreas esterase di usus halus menjadi retinol (lebih mudah diabsorbsi daripada ester). β-
karoten dipecah menjadi dua molekul retinaldehid di mukosa usus, kemudian diubah menjadi
retinyl ester. Retinyl ester ditransportasi dalam saluran limfe kemudian masuk darah ke hati
sebagai bagian dari kilomikron dan β-lipoprotein. Dari hati, retinol diikat oleh RBP (retinol
binding protein) ke sel target dalam kompleks prealbumin RBP membawa vitamin A sampai ke
ginjal dan ginjal mengambilnya dari sirkulasi darah. Perubahan β-karoten menjadi vitamin A
diatur dengan ketat, sehingga tidak terjadi absorbsi berlebihan (80-90% retinyl ester diabsorbsi,
sedangkan β-karoten hanya 40-60%). Faktor yang mempengaruhi absorbsi karoten ialah: asal
dan banyaknya lemak dalam diet, jumlah karotenoid dalam diet, digestibilitas makanan. Sekitar
90% vitamin A dalam tubuh disimpan di hati, sisanya disimpan dalam depot lemak, paru dan
ginjal.

2.6 AKIBAT KEKURANGAN VITAMIN A

Kekurangan vitamin A terutama terdapat pada anak-anak balita. Kekurangan vitamin A


dapat merupakan kekurangan primer akibat kurang konsumsi atau kekurangan sekunder karena
gangguan penyerapan dan penggunaanya dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat ataupun
karena gangguan pada konversi karoten menjadi karoten. Salah satu tanda awal kekurangan
vitamin A adalah buta senja ( niktalopia) yaitu ketidakmampuan menyesuaikan penglihatan dari
cahaya terang ke cahaya samar. Kornea mata terpengaruh secara dini oleh kekurangan vitamin
A. Kelenjar air mata tidak mampu mengeluarkan air mata sehingga terjadi pengeringan pada
selaput yang menutupi kornea dengan tanda pemburaman. Pelapisan sel epitel kornea yang
7

akhirnya berakibat melunaknya dan bisa pecah yang menyebabkan kebutaan total. Beberapa
tanda dan gejala lain jika kekurangan vitamin A adalah kelelahan yang sangat, anemia, kulit
menjadi kering, gatal dan kasar. Pada rambut dapat terjadi kekeringan dan gangguan
pertumbuhan rambut dan kuku.

2.7 SUMBER VITAMIN A

Sumber vitamin A yang sudah terbentuk (performed) dalam makanan, meliputi hati,susu
dan produk susu, telur serta ikan. Sumber vitamin A yang paling kaya adalah minyak hati ikan
seperti hiu, cod. Pada ikan laut, senyawa alkohol vitamin A (retinol) merupakan bentuk
simpanan vitamin A1 sementara simpanan vitamin A dalam ikan air tawar yang berupa senyawa
alkohol vitamin A2(3-dehidroretinol) hanya memiliki 40% aktivitas retinol. Telur,susu dan
produk susu seperti keju dan mentega merupakan vitamin A dengan konsentrasi sedang.
Senyawa karotenoid provitamin A ditemukan pada banyak makanan nabati seperti jeruk, sayuran
berwarna kuning serta jingga dan sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam. Buah-buahan
yang berwarna kuning seperti papaya, mangga serta jeruk dan sayuran seperti wortel, labu
kuning serta singkong kuning memiliki karotenoid provitamin A dengan jumlah yang signifikan.
Minyak kelapa sawit merupakan sumber alami karotenoid yang paling kaya.

2.8 KEBUTUHAN VITAMIN A

Pemenuhan kebutuhan vitamin A sangat penting untuk pemeliharaan kelangsungan hidup


secara normal. Kebutuhan tubuh akan vitamin A untuk orang Indonesia telah dibahas dan
ditetapkan dalam Widyakarya Nasional pangan dan Gizi (2007) dengan mempertimbangkan
faktor-faktor khas dari kesehatan tubuh orang Indonesia.

Daftar Kecukupan Vitamin A


Golongan Umur Kebutuhan Vitamin A (RE)
8

Bayi 0 – 6 bulan 350


7 – 12 bulan 350
Balita 1 – 3 tahun 350
4 – 6 tahun 460
7 – 9 tahun 400
Pria 10 – 12 tahun 500
13 – 15 tahun 600
16 – 19 tahun 700
20 – 45 tahun 700
46 – 59 tahun 700
>60 tahun 600
Wanita 10 – 12 tahun 500
13 – 15 tahun 500
16 – 19 tahun 500
20 – 45 tahun 500
46 – 59 tahun 500
>60 tahun 500
Hamil + 200
Menyusui 0 – 6 bulan + 350
7 – 12 bulan + 300

2.9 PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN


Kekurangan makan makanan bergizi yang berlarut-larut, selain membuat orang menjadi
kurus juga kekurangan vitamin-vitamin, termasuk kekurangan vitamin A. Penyakit usus yang
menahun akan mengakibatkan penyerapan vitamin A dari usus terganggu. Untuk melakukan
pengobatan harus berobat pada dokter dan biasanya dokter akan memberikan suntikan vitamin A
setiap hari sampai gejalanya hilang. Untuk mencegah kekurangan vitamin A makanlah pepaya,
wortel dan sayur-sayuran yang berwarna. Program nasional pemberian suplemen vitamin A
adalah upaya penting untuk mencegah kekurangan vitamin A di antara anak-anak Indonesia.
Tujuan Program ini adalah untuk mendistribusikan kapsul vitamin A pada semua anak di seluruh
9

wilayah Indonesia dua kali dalam satu tahun. Setiap Februari dan Agustus, kapsul vitamin A
didistribusikan secara gratis kepada semua anak yang mengunjungi Posyandu dan Puskesmas.
Vitamin A yang terdapat dalam kapsul tersebut cukup untuk membantu melindungi anak-anak
dari timbulnya beberapa penyakit yang pada gilirannya akan membantu menyelamatkan
penglihatan dan kehidupan mereka. Pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata
dalam satu sampai dua minggu. Dianjurkan bila diagnosa defisiensi vitamin A ditegakkan maka
berikan vitamin A 200.000 IU peroral dan pada hari kesatu dan kedua. Belum ada perbaikan
maka diberikan obat yang sama pada hari ketiga. Biasanya diobati gangguan protein kalori
malnutrisi dengan menambah vitamin A, sehingga perlu diberikan perbaikan gizi. Pencegahan
dan pengobatan di kutip berdasarkan keterangan dari brosur suplementasi vitamin A kapsul yang
terdiri dari :
a. Kapsul vitamin A berwarna biru (100.000 IU)
Tiap kapsul mengandung vitamin A palmitat 1,7 juta IU 64.7059 mg (setara dengan vitamin A
100.000 IU) dengan dosis
1) Pencegahan bayi umur 6 bulan – 11 bulan : 1 kapsul
2) Bayi dengan tanda klinis xerofthalmia :
- Saat ditemukan segera beri 1 kapsul
- Hari berikutnya 1 kapsul
- 4 minggu berikutnya 1 kapsul
3) Bayi dengan campak, pneumonia, diare, gizi buruk dan infeksi lainnya diberi 1 kapsul.
b. Kapsul vitamin A berwarna merah (200.000 IU) tiap kapsul vitamin A mengandung palmitat
1,7 juta IU 129.5298 mg (setara dengan vitamin A 200.000 IU) dengan dosis :
1). Pencegahan bayi umur 1 tahun – 3 tahun : 1 kapsul
2). Bayi dengan tanda klinis xerofthalmia :
- Saat ditemukan segera beri 1 kapsul
- Hari berikutnya 1 kapsul
- 4 minggu berikutnya 1 kapsul
3). Bayi dengan campak, pneumonia, diare, gizi buruk dan infeksi dan infeksi lainnya diberi 1
kapsul.

2.10 JADWAL PEMBERIAN DOSIS VITAMIN


10

Anak-anak yang mengalami gizi kurang mempunyai resiko yang tinggi untuk mengalami
kebutaan sehubungan dengan defisiensi vitamin A, karena alasan ini vitamin A dosis tinggi harus
diberikan secara rutin untuk semua anak yang mengalami gizi kurang pada hari pertama, kecuali
bila dosis yang sama telah diberikan pada bulan yang lalu. Dosis tersebut adalah sebagai berikut:
50.000 IU untuk bayi berusia < 6 bulan, 100.000 IU untuk bayi berumur 6 - 12 bulan , dan
200.000 IU untuk anak berusia > 12 bulan. Jika terdapat tanda klinis dari defisiensi vitamin A
(seperti rabun senja, xerosis konjungtiva dengan bitot’s spot, xerosis kornea atau ulceration, atau
ketomalasia), maka dosis yang tinggi harus diberikan untuk dua hari pertama, diikuti dosis ketiga
sekurang-kurangnya 2 minggu kemudian.

VITAMIN D

3.1 Kasus Defisiensi Vitamin D


11

Pria Amerika Afrika yang berusia 22 tahun dengan pervasive developmental delay dan
retardasi mental didiagnosis dengan kemungkinan aktivitas kejang. Ibunya melaporkan bahwa ia
tiba-tiba mulai menjerit-jerit siang itu ketika ia sedang di tempat tidur; lengannya diekstensi di
depannya. Ibunya telah berusaha untuk membuat dia berdiri, tapi ia terus jatuh ke tanah dan
bernafas secara dalam. Ibu tersebut kemudian memanggil 911 yang telah mengangkut pasien
untuk unit gawat darurat untuk evaluasi lebih lanjut. Anak muda itu tetap tidak responsif
terhadap perintah-perintah ibunya sepanjang kejadian ini, yang berlangsung kurang dari 30
menit. Tidak ada inkontinensia usus atau saluran kemih. Pasien dimasukkan ke ruang rawat inap
untuk hasil pemeriksaan lebih lanjut.
Secara umum, pasien menjadi nonverbal, dan tidak bisa melakukan aktivitas hidupnya
sehari-hari kecuali makan dengan sendiri. Selain itu, ia telah mengambil ibuprofen dan
oksikodon untuk 3 tahun yang lalu untuk sakit umum dan ketidakstabilan emosional dengan
etiologi yang tidak jelas. Dia telah menjadi semakin gelisah sepanjang episode intermittent
dengan kepalan tangan menggedor selama beberapa tahun terakhir. Ibu dan dokter mengatakan
perilaku ini disebabkan rasa sakit.
Pada pemeriksaan fisik, tekanan darah pasien 125/76 mm Hg, nadi 90 kali/menit, suhu
oral 97 º F, dan oksimetri nadi udara kamar 99%. Dia tampak gelisah dan berbaring di posisi
janin. Kepalanya normocephalic. Kedua-dua pupil sama-sama bulat dan bereaksi terhadap
cahaya. Selaput lendir basah. Pemeriksaan dada, jantung, dan perut normal. Tidak ada edema
perifer dicatat dan gerakan dari semua kaki telah diamati. Tidak ada kelainan tulang atau bentuk
sendi.
Nilai kimia serum semua dalam batas normal, dengan pengecualian :
1) Jumlah total kalsium 4,8 mg / dl (8,6-10 mg / dl)
2) Fosfor serum 2,5 mg / dl (2,8-4,6 mg / dl).
3) Albumin ini sebesar 3,8 g / dl (3,5-5,2 g / dl).
4) Tes fungsi hati dan hematologi semua normal.
5) Hormon paratiroid adalah 938 pg / ml (10-69 pg / ml),
6) Hidroksi vitamin D-25 kurang dari 3,0 pg / ml (8,9-46,7 pg / ml),
7) 1, dihidroksi D 25 vitamin 8.3 pg / ml (25,1-66,1 pg / ml).
Hasil computed tomography (CT) kepala tanpa kontras tampak normal
12

Pasien ini didiagnosis dengan hypokalsemia sekunder akibat kekurangan vitamin D. Pada
pertanyaan lebih lanjut , ibu pasien mengungkapkan bahwa anaknya tidak meninggalkan
rumahnya untuk masa 2 - 3 bulan yang lalu . Dia sebelumnya berpartisipasi dalam program
sehari bersama anak-anak cacat, yang telah dihadiri 3 sampai 4 kali per minggu. Namun, selama
beberapa bulan terakhir dia tidak pergi akibat ketidakstabilan emosional yang meningkat
nya. Riwayat diet secara menyeluruh menunjukkan diet terbatas yang terdiri dari Spaghettios,
ayam tender, dan kentang goreng. Diet pasien kurang dengan makanan kaya vitamin D (produk
susu, telur, dan ikan) dan makanan yang diperkaya vitamin D (susu dan sereal). Kedua kegiatan
luar yang terbatas serta diet terbatas merupakan kemungkinan besar kausal untuk kekurangan
vitamin D pasien ini.
Pasien dimulai pada penggantian vitamin D oral 500 000 unit harian dan penggantian
kalsium intravena (1 g intravena setiap hari selama 3 hari). Dia mengalami perbaikan yang
signifikan dalam gejala-gejala yang dihidapinya berikutan dosis intravena kalsium pertamanya
dan, pada waktu keluar rumah sakit, yaitu setelah 4 hari pengamatan, dia lebih aktif dan tampak
lebih berpuas hati daripada waktu dia masuk untuk rawatan. Dia tidak punya lagi simptom –
simptom seperti kejang setelah dosis pertama kalsium secara intravena.

3.2 Vitamin D
Fungsi
Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak yang secara alami terdapat pada
makanan sangat sedikit, ditambahkan kepada orang lain, dan tersedia sebagai suplemen
makanan. Hal ini juga diproduksi endogen ketika sinar ultraviolet dari sinar matahari menyerang
kulit dan memicu sintesis vitamin D. Vitamin D diperoleh dari paparan sinar matahari, makanan,
dan suplemen secara biologis inert dan harus menjalani dua hydroxylations dalam tubuh untuk
aktivasi.
Yang pertama terjadi pada hati dan mengkonversi vitamin D untuk 25-hidroksivitamin D
[25 (OH) D], juga dikenal sebagai calcidiol. Yang kedua terjadi terutama di ginjal dan
membentuk dihydroxyvitamin D-fisiologis aktif 1,25 [1,25 (OH) 2 D], juga dikenal sebagai
calcitriol . Vitamin D mendorong penyerapan kalsium di usus dan mempertahankan kalsium
serum yang memadai dan konsentrasi fosfat untuk memungkinkan mineralisasi normal tulang
dan mencegah tetany hypocalcemic. Hal ini juga diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan
13

remodeling tulang oleh osteoblas dan osteoklas .Tanpa cukup vitamin D, tulang dapat menjadi
tipis, rapuh, atau cacat. Kecukupan vitamin D mencegah rakhitis pada anak dan osteomalacia
pada orang dewasa . Bersama dengan kalsium, vitamin D juga membantu melindungi orang
dewasa yang lebih tua dari osteoporosis.
Vitamin D memiliki peran lain dalam tubuh, termasuk modulasi pertumbuhan sel, dan
fungsi kekebalan neuromuskuler, dan pengurangan peradangan . Banyak gen encoding protein
yang mengatur proliferasi sel, diferensiasi, dan apoptosis yang dimodulasi sebagian oleh vitamin
D . Banyak sel reseptor vitamin D, dan beberapa mengkonversi 25 (OH) D 1,25 (OH) 2 D.
Konsentrasi serum dari 25 (OH) D adalah indikator terbaik status vitamin D. Hal ini
mencerminkan vitamin D diproduksi cutaneously dan yang diperoleh dari makanan dan
suplemen dan memiliki cukup lama beredar setengah-hidup 15 hari . 25 (OH) D berfungsi
sebagai biomarker pemaparan, tetapi tidak jelas sejauh mana 25 (OH) D tingkat juga berfungsi
sebagai biomarker efek (yaitu, yang berkaitan dengan status kesehatan atau hasil) . Serum 25
(OH) D tingkat tidak menunjukkan jumlah vitamin D disimpan dalam jaringan tubuh.
Berbeda dengan 25 (OH) D, beredar 1,25 (OH) 2 D umumnya bukan merupakan indikator
yang baik status vitamin D karena memiliki kehidupan yang singkat-setengah dari 15 jam dan
konsentrasi serum erat diatur oleh hormon paratiroid, kalsium , dan fosfat . Tingkat 1,25
(OH) 2 D tidak biasanya menurun hingga kekurangan vitamin D parah .
Ada diskusi yang cukup konsentrasi serum 25 (OH) D yang terkait dengan kekurangan
(misalnya, rakhitis), kecukupan untuk kesehatan tulang, dan kesehatan secara keseluruhan yang
optimal, dan titik potong belum dikembangkan oleh proses konsensus ilmiah. Berdasarkan hasil
penelaahan atas data kebutuhan vitamin D, sebuah komiti dari Institute of Medicine
menyimpulkan bahwa orang-orang beresiko kekurangan vitamin D di serum 25 (OH) D
konsentrasi <30 nmol / L (<12 ng / mL). Beberapa berpotensi beresiko untuk tidak mampu di
tingkat berkisar 30-50 nmol / L (12-20 ng / mL). Hampir semua orang yang cukup pada tingkat ≥
50 nmol / L (≥ 20 ng / mL); panitia menyatakan bahwa 50 nmol / L adalah serum 25 (OH)
Dtingkat yang mencakup kebutuhan 97,5% dari populasi. konsentrasi serum> 125 nmol / L (> 50
ng / mL) berhubungan dengan dampak yang tidak diharapkan (Tabel 3.2).
14

Tabel 3.2: Serum 25-hidroksivitamin D [25 (OH) D] Konsentrasi dan * Kesehatan


nmol / L ng /
Status kesehatan
** mL *
<30 <12 Terkait dengan kekurangan vitamin D, menyebabkan rakhitis pada bayi dan
anak-anak dan osteomalacia pada orang dewasa
30-50 12-20 Umumnya dianggap tidak memadai untuk tulang dan kesehatan secara
keseluruhan pada individu sehat
≥ 50 ≥ 20 Umumnya dianggap cukup untuk tulang dan kesehatan secara keseluruhan
pada individu sehat
> 125 > 50 bukti link Emerging dampak yang tidak diharapkan ke tingkat tinggi seperti,
terutama> 150 nmol / L (> 60 ng / mL)
* Serum konsentrasi 25 (OH) D yang dilaporkan di kedua nanomoles per liter (L / nmol) dan
nanogram per mililiter (ng / mL).
** 1 nmol / L = 0,4 ng / mL

3.3 Sumber Vitamin D

Makanan
Sangat sedikit makanan di alam mengandung vitamin D. daging ikan lemak (seperti
salmon, tuna, dan mackerel) dan Minyak hati ikan adalah salah satu sumber terbaik
[ 1 , 11 ]. Sejumlah kecil vitamin D ditemukan pada hati sapi, keju, dan kuning telur. Vitamin D
pada makanan ini terutama dalam bentuk vitamin D 3 dan metabolitnya 25 (OH)
D 3 [ 12 ]. Beberapa jamur memberikan vitamin D 2 dalam jumlah bervariasi [ 13 , 14 ].Jamur
dengan kadar vitamin D ditingkatkan 2 dari yang terkena sinar ultraviolet di bawah kondisi
terkontrol juga tersedia.

IU per Persen
Makanan
porsi * DV **
Cod liver oil, 1 sendok makan 1,360 340
Salmon (sockeye), dimasak, 3 ons 794 199
15

IU per Persen
Makanan
porsi * DV **
Makarel, dimasak, 3 ons 388 97
Ikan tuna, kalengan dalam air, ditiriskan, 3 ons 154 39
Susu, tanpa lemak, mengurangi lemak, dan utuh, yang diperkaya vitamin
115-124 29-31
D, 1 cangkir
Jus jeruk yang diperkaya dengan vitamin D, 1 cangkir (periksa label
100 25
produk, sebagai jumlah tambahan vitamin D bervariasi)
Yogurt, diperkaya dengan 20% dari DV untuk vitamin D, 6 ons (lebih
80 20
berat yogurt difortifikasi menyediakan lebih dari DV)
Margarin, difortifikasii, 1 sendok makan 60 15
Sarden, kaleng dalam minyak, tiriskan, 2 sarden 46 12
Hati, daging sapi, dimasak, 3,5 ons 46 12
sereal Siap-ke-makan, diperkaya dengan 10% dari DV untuk vitamin D,
40 10
0,75-1 cangkir (lebih banyak sereal mungkin menyediakan lebih dari DV)
Telur, 1 utuh (vitamin D ditemukan dalam kuning telur) 25 6
Keju, Swiss, 1 ons 6 2
* IU = Unit Internasional.
** DV Harian = Nilai.

Paparan sinar matahari


Kebanyakan orang memenuhi setidaknya beberapa vitamin D perlu melalui paparan sinar
matahari. Ultraviolet (UV) B dengan panjang gelombang 290-320 nanometer ditemukan
menembus kulit dan mengkonversi kulit 7-dehydrocholesterol untuk previtamin D 3, yang pada
gilirannya menjadi vitamin D 3 . Musim, waktu, panjang hari, cakupan awan, asap, melanin
konten kulit, dan tabir surya adalah salah satu faktor yang mempengaruhi paparan radiasi UV
dan vitamin sintesis D . Mungkin mengejutkan, lintang geografis tidak secara konsisten
memprediksi serum rata-rata 25 (OH) D di tingkat populasi.
Membuka kesempatan yang ada untuk membentuk vitamin D (dan menyimpannya dalam
hati dan lemak) dari paparan sinar matahari selama musim panas, musim semi, dan musim gugur
16

bulan bahkan di lintang utara jauh awan lengkap mengurangi energi UV sebesar 50%; naungan
(termasuk yang dihasilkan oleh polusi parah) mengurangi itu dengan 60% . radiasi UVB tidak
menembus kaca, sehingga paparan sinar matahari dalam ruangan melalui jendela tidak
menghasilkan vitamin D .
Tabir surya dengan faktor perlindungan matahari (SPF) dari 8 atau lebih muncul untuk
memblokir vitamin D-memproduksi sinar UV, walaupun dalam prakteknya orang pada
umumnya tidak berlaku jumlah yang cukup, mencakup semua-kulit terkena sinar matahari, atau
mengajukan permohonan kembali tabir surya secara teratur. Oleh karena itu, kemungkinan kulit
mensintesis beberapa vitamin D bahkan ketika itu dilindungi oleh tabir surya sebagai biasanya
diterapkan.

Diet suplemen
Dalam suplemen dan makanan yang diperkaya, vitamin D tersedia dalam dua bentuk, D 2
(ergocalciferol) dan D 3 (cholecalciferol) yang berbeda hanya dalam struktur kimia sisi-rantai
mereka. Vitamin D 2 diproduksi oleh iradiasi UV ergosterol dalam ragi, dan vitamin
D 3 diproduksi oleh iradiasi 7-dehydrocholesterol dari lanolin dan konversi kimia
kolesterol . Dua bentuk secara tradisional dianggap sebagai setara berdasarkan kemampuan
mereka untuk menyembuhkan rakhitis dan, memang, langkah yang paling terlibat dalam
metabolisme dan tindakan vitamin D 2 dan vitamin D 3 adalah identik. Kedua bentuk (dan juga
vitamin D dalam makanan dan dari sintesis kulit) efektif meningkatkan serum 25 (OH) D tingkat
. Kantor kesimpulan tentang efek yang berbeda dari kedua bentuk vitamin D tidak dapat
ditarik. Namun, tampak bahwa pada vitamin dosis gizi D 2 dan D 3 adalah setara, tetapi pada
dosis tinggi vitamin D 2 kurang kuat.

3.4 Defisiensi Vitamin D


Kekurangan gizi biasanya hasil daripada ketidakcukupan diet, gangguan penyerapan,
peningkatan kebutuhan, atau ekskresi meningkat. Kekurangan vitamin D dapat terjadi jika
asupan biasanya lebih rendah daripada tingkat yang direkomendasikan dari waktu ke waktu,
paparan sinar matahari terbatas, ginjal tidak dapat mengubah 25 (OH) D bentuk aktif, atau
penyerapan vitamin D dari saluran pencernaan tidak memadai. D-kekurangan vitamin diet
berhubungan dengan alergi susu, intoleransi laktosa, ovo-vegetarian, dan veganisme .
17

Rakhitis dan osteomalacia adalah penyakit klasik kekurangan vitamin D. Pada anak-anak,
kekurangan vitamin D menyebabkan rakhitis, penyakit yang ditandai dengan kegagalan jaringan
tulang untuk benar mengisikan dengan mineral, sehingga tulang lunak dan kelainan bentuk
tulang . Rakhitis pertama kali dijelaskan pada pertengahan abad ke-17 oleh para peneliti
Inggris . Pada abad ke-20 ke-19 awal dan akhir, dokter Jerman mencatat bahwa mengkonsumsi
1-3 sendok teh / hari hati minyak ikan bisa membaikkan rakhitis . Lama menyusui eksklusif
tanpa suplementasi vitamin D-direkomendasikan AAP merupakan penyebab signifikan rakhitis,
terutama pada bayi berkulit gelap disusui oleh ibu yang tidak penuh vitamin D .
Tambahan penyebab rakhitis termasuk penggunaan tabir surya ekstensif dan penempatan
anak-anak dalam program penjagaan anak (nursery), di mana mereka sering memiliki aktivitas
luar ruangan yang kurang dari paparan sinar matahari . Pada orang dewasa, kekurangan vitamin
D dapat menyebabkan osteomalacia, sehingga tulang lemah . Gejala nyeri tulang dan kelemahan
otot dapat menunjukkan tingkat vitamin D tidak memadai, tetapi gejala tersebut dapat halus dan
tidak terdeteksi dalam tahap awal.

Temuan berikut ini mungkin perlu dicatat pada pasien dengan rakhitis:

a) Pada awal proses rakhitis, kalsium (fraksi terionisasi) yang rendah, namun sering dalam
rentang referensi pada saat diagnosis sebagai peningkatan kadar hormon paratiroid.
b) Calcidiol (25-hidroksi vitamin d) tingkat rendah, dan kadar hormon paratiroid yang tinggi,
namun, menentukan kadar hormon paratiroid calcidiol dan biasanya tidak diperlukan.
c) Tingkat calcitriol mungkin normal atau meningkat karena peningkatan aktivitas paratiroid.
d) Tingkat fosfor selalu rendah untuk usia kecuali telah terjadinya perawatan parsial terbaru
atau paparan sinar matahari baru-baru ini.
e) Tingkat alkaline fosfatase meninggi.
f) Aminoaciduria umum terjadi dari aktivitas paratiroid; aminoaciduria tidak terjadi di rakhitis
hypophosphatemia keluarga (fhr).

Radiografi diindikasikan pada pasien dengan rakhitis.


18

a) Tampilan radiografi terbaik tunggal untuk bayi dan anak-anak muda dari 3 tahun adalah
pandangan anterior dari lutut yang mengungkapkan akhir metaphyseal dan epiphysis dari
femur dan tibia. Situs ini adalah yang terbaik karena pertumbuhan paling cepat di lokasi ini,
sehingga perubahan yang ditekankan.
b) Pameran metaphyses pelebaran dan menangkupkan karena cekungan berlebihan dan
kalsifikasi normal mereka tidak teratur. Karena osteoid kalsifikasi berlimpah, zona kalsifikasi
provisional metaphysis jauh lebih jauh dari pusat pengapuran epiphysis daripada normal
untuk usia.
c) Sepanjang poros itu, osteoid uncalcified menyebabkan periosteum yang muncul terpisah dari
diaphysis tersebut. osteomalacia Generalized terjadi (diamati sebagai osteopenia), dengan
pengkasaran terlihat trabekula berbeda dengan osteopenia tanah-gelas kudis.

Contoh temuan radiografi ditampilkan pada gambar di bawah.

Anteroposterior dan lateral radiografi pergelangan tangan seorang anak 8 tahun


dengan rakhitis menunjukkan kop dan berjumbai di wilayah metaphyseal.
19

Radiografi lutut seorang gadis 3,6 tahun dengan hypophosphatemia


menggambarkan berjumbai parah metaphysis tersebut.

Radiograf dalam seorang gadis 4 tahun dengan rakhitis


menggambarkan membungkuk kaki akibat pembebanan

Pengobatan untuk rakhitis dapat diberikan secara bertahap selama beberapa bulan atau di
hari dosis tunggal 15.000 mcg (600.000 U) vitamin D. Jika metode bertahap dipilih, 125-250
mcg (5000-10,000 U) diberikan harian 2-3 bulan sampai penyembuhan mapan dan konsentrasi
alkali fosfatase mendekati kisaran referensi. Karena metode ini membutuhkan perawatan harian,
kesuksesan tergantung pada kepatuhan.

Jika dosis vitamin D diberikan dalam satu hari, biasanya dibagi menjadi 4 atau 6 dosis
oral. Suntikan intramuskular juga tersedia.Vitamin D baik disimpan dalam tubuh dan secara
bertahap dirilis selama beberapa minggu. Karena keduanya calcitriol dan calcidiol memiliki
20

setengah pendek-hidup, mereka tidak cocok, mereka akan melewati kontrol fisiologis alami
sintesis vitamin D. Terapi tunggal-hari menghindari masalah dengan kepatuhan dan mungkin
membantu dalam membedakan rakhitis gizi dari rakhitis hypophosphatemia keluarga
(FHR). Dalam rakhitis gizi, tingkat fosfor meningkat dalam 96 jam dan penyembuhan radiografi
terlihat dalam 6-7 hari. Tidak terjadi dengan FHR.

3.5 Kelebihan Vitamin D


Keracunan vitamin D dapat menyebabkan gejala yang tidak spesifik seperti anoreksia,
penurunan berat badan, poliuria, dan aritmia jantung. Lebih serius, itu juga dapat meningkatkan
kadar kalsium darah yang mengarah ke dan jaringan kalsifikasi pembuluh darah, dengan
kerusakan setelah jantung, pembuluh darah, dan ginjal [ 1 ]. Penggunaan suplemen kedua
kalsium (1000 mg / hari) dan vitamin D (400 IU) oleh perempuan pascamenopause dikaitkan
dengan peningkatan 17% pada risiko batu ginjal selama 7 tahun di Women's Health Initiative . A
serum 25 (OH) D konsentrasi konsisten> 500 nmol / L (> 200 ng / mL) adalah dianggap
potensial beracun .
21

VITAMIN K

4.1 Kasus Defisiensi Vitamin K


Infan perempuan berusia 4 minggu, yang diberi ASI kelihatan sehat sehingga
manifestasi klinis yang berupa deteriosi mbili saraf pusat kelihatan. Infan diperhatikan
mengalami hematoma intraserebral pada parietal kiri, masa prothrombin yang memanjang, masa
thromboplastin yang parsial, kiraan platlet yang normal, dan ikterus dengan kadar bilirubin
serum total 5.4mg/Dl dan bilirubin direk 2.6mg/Dl. Vitamin K1 dan fresh frozen plasma
mengembalikan masa prothrombin dan masa parsial thromboplastin pada nilai normal dalam 18
jam, ini memungkinkan infan tersebut mengalami defisiensi vitamin K yang kronis diperberat
dengan perdarahan intraserebral. Berdasarkan hasil evaluasi hiperbilirubinemia direk infan, dia
didiagnosa homozygous (pi-type ZZ [PiZZ] ) defisiensi alpha-1-antitrypsin . Berdasarkan
observasi pada kasus ini, mungkin infan mengalami kolekstasis hati apabila defisiensi vitamin k
yang tidak dapat diperjelaskan berlaku pada tahap awal infan.

Berdasarkan Kasus yang diberi diatas, infan tersebut menderita perdarahan akibat
defisiensi vitamin K. Vitamin K diperlukan untuk sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX dan X
(kompleks protrombin) serta protein C dan S yang berperan sebagai antikoagulan (menghambat
proses pembekuan). Selain itu Vitamin K diperlukan untuk konversi faktor pembekuan tidak
aktif menjadi aktif.

Ada 3 Kelompok :
 VKDB dini
 VKDB klasik
 VKDB lambat atau acquired prothrombin complex deficiency (APCD)
 Secondary prothrombin complex (PC) deficiency

Epidemiologi

Angka kejadian VKDB ( Vitamin K Defficiency Bleeding) berkisar antara 1:200 sampai
1:400 kelahiran bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis. Di Indonesia, data mengenai
22

VKDB secara nasional belum tersedia. Hingga tahun 2004 didapatkan 21 kasus di RSCM
Jakarta, 6 kasus di RS Dr. Sardjito Yogyakarta dan 8 kasus di RSU Dr. Soetomo Surabaya.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yaitu onset perdarahan, lokasi


perdarahan, pola pemberian makanan dan riwayat pemberian obat-obatan pada ibu selama
kehamilan. Pemeriksaan fisik mengambarkan adanya perdarahan di saluran cerna, mbilicus,
hidung, bekas sirkumsisi dan lain sebagainya. Pemeriksaan penunjang berdasarkan Waktu
pembekuan memanjang, PPT (Plasma Prothrombin Time) memanjang, Partial Thromboplastin
Time (PTT) memanjang, Thrombin Time normal, USG, CT Scan atau MRI untuk melihat lokasi
perdarahan.
Tabel dibawah mengambarkan perdarahan defisiensi vitamin K pada anak.

Tabel : Perdarahan akibat defisiensi vitamin K pada anak


VKDB lambat Secondary PC
VKDB dini VKDB klasik
deficiency
(APCD)

1-7 hari (terbanyak 3-5 2 minggu-6 bulan Segala usia


Umur < 24 jam
hari) (terutama 2-8 minggu)

Penyebab & Obat yang - Pemberian - Intake Vit K - obstruksi


diminum selama makanan terlambat inadekuat bilier
Faktor
kehamilan
resiko - Intake Vit K - Kadar vit K -penyakit hati
inadekuat rendah pada ASI
-malabsorbsi
- Kadar vit K - Tidak dapat
-intake kurang
rendah pada ASI profilaksis vit K
(nutrisi
- Tidak dapat parenteral)
profilaksis vit K

Frekuensi < 5% pada 0,01-1% 4-10 per 100.000


kelompok resiko kelahiran (terutama di
(tergantung pola makan
Asia Tenggara)
bayi)
23

tinggi

Lokasi Sefalhematom, GIT, umbilikus, Intrakranial (30-60%),


perdarahan umbilikus, hidung, tempat kulit, hidung, GIT,
intrakranial, suntikan, bekas tempat suntikan,
intraabdominal, sirkumsisi, intrakranial umbilikus, UGT,
GIT, intratorakal
intratorakal

Pencegahan -penghentian / -Vit K profilaksis Vit K profilaksis (im)


penggantian (oral / im)
- asupan vit K yang
obat penyebab
- asupan vit K yang adekuat
adekuat

Sebagai Penatalaksanaan, pencegahan yang disarankan berupa pemberian vitamin K Profilaksis:

 Vitamin K1 pada bayi baru lahir 1 mg im (dosis tunggal) atau per oral 3 kali atau
2 mg pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari dan umur 1-2 tahun
 Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan mendapat profilaksis
vitamin K1 5 mg/hari selama trimester ketiga atau 10 mg im pada 24 jam
sebelum melahirkan. Selanjutnya bayinya diberi vitamin K1 1 mg im dan diulang
24 jam kemudian
Pengobatan VKDB berupa

 Vitamin K1 dosis 1-2 mg/hari selama 1-3 hari


 Fresh frozen plasma (FFP) dosis 10-15 ml/kg

4.2 Vitamin K
Pada bayi, hemorhagia dapat dicegah dengan memberikan vitamin K pada ibunya
sebelum bayi tersebut dilahirkan. Berdasarkan alasan tersebut maka vitamin K disebut juga
vitamin koagulasi, karena vitamin ini bertperan dalam menjaga konsitensi aliran darah dan
membekukannya saat diperlukan. Defisiensi vitamin K menyebabkan waktu pembekuan darah
24

menjadi lebih panjang, sehingga penderita defisiensi vitamin K bisa mati hanya karena
perdarahan ringan. Proses pembekuan darah terdiri dari dua tahap, yaitu (1) protrombin, dengan
adanya tromboplastin, kalsium dan faktor-faktor lain diubah menjadi trombin dan (2) fibrinogen
diubah menjadi gumpalan fibrin.

4.3 Struktur kimia dan Klasifikasi Vitamin K

Struktur kimia vitamin K terdapat dalam tiga bentuk berbeda (Gambar 1.), pertama
adalah vitamin K1 atau filoquinon, yaitu jenis yang ditemukan dan dihasilkan tumbuh-tumbuhan
dan daun hijau. Kedua, adalah K 2 atau disebut juga dengan menaquinon, yang dihasilan oleh
jaringan hewan dan bakteri menguntungkan dalam sistem pencernaan. Dan yang ketiga adalah
K3 atau menadion, yang merupakan vitamin sintetik, bersifat larut dalam air, digunakan untuk
penderita yang mengalami gangguan penyerapan vitamin K dari makanan.

Vitamin K1

Vitamin K2

Vitamin K3

Gambar 1. Struktur kimia vitamin K dalam tiga bentuk


25

4.4 Manfaat dan Fungsi Vitamin K

Fungsi vitamin K antara lain:


i. memelihara kadar normal faktor-faktor pembeku darah, yaitu faktor II, VII, IX,
dan X, yang disintesis di hati;
ii. berperan dalam sintesis faktor II, yaitu protrombin;
iii. sebagai komponen koenzim dalam proses fosforilasi.

Vitamin K digunakan untuk mata lebih bersinar untuk, hal ini


banyak ditemukan di krim mata yang juga mengandung retinol. Vitamin K dipercaya bisa
membantu mengatasi lingkar mata hitam. Pembuluh kapiler yang rentan dan bocor di sekitar
daerah mata sering diakui sebagai penyebab hitamnya daerah di sekitar mata. Vitamin K, yang
dikenal juga sebagai phytonadione, bisa membantu mengontrol aliran darah. Penggunaan vitamin
K teratur bisa membuat bagian lingkar mata yang menghitam terlihat lebih cerah. Biasanya
digunakan 2-3 hari seminggu, setiap sebelum tidur untuk mencegah iritasi. Vitamin K uga
berperan penting dalam pembentukan tulang dan pemeliharaan ginjal.
Seluruh vitamin K dalam tubuh diproses dalam liver di mana nantinya akan digunakan
untuk memproduksi zat pembuat darah bisa membeku. Selain berperan dalam pembekuan,
vitamin ini juga penting untuk pembentukan tulang terutama jenis K 1. Vitamin K1 diperlukan
supaya penyerapan kalsium bagi tulang menjadi maksimal dan memastikan tidak salah sasaran.

4.5 Sumber Vitamin K

Untuk memenuhi kebutuhan vitamin K terbilang cukup mudah karena selain jumlahnya
terbilang kecil, sistem pencernaan manusia sudah mengandung bakteri yang mampu mensintesis
vitamin K, yang sebagian diserap dan disimpan di dalam hati. Namun begitu, tubuh masih perlu
mendapat tambahan vitamin K dari makanan.

Meskipun kebanyakan sumber vitamin K di dalam tubuh adalah hasil sintesis oleh bakteri
di dalam sistem pencernaan, namun Vitamin K juga terkandung dalam makanan, seperti hati,
26

sayur-sayuran berwarna hijau yang berdaun banyak dan sayuran sejenis kobis (kol) dan susu.
Vitamin K dalam konsentrasi tinggi juga ditemukan pada susu kedele, teh hijau, susu sapi, serta
daging sapi dan hati. Jenis-jenis makanan probiotik, seperti yoghurt yang mengandung bakteri
sehat aktif, bisa membantu menstimulasi produksi vitamin ini.

Air susu Ibu ( ASI) tidak banyak mengandung vitamin K, sedangkan bakteri yang dapat
mensintesis vitamin K tidak segera tersedia di dalam saluran cerna bayi. Untuk mencegah
terjadinya gangguan penggumpalan darah yang dapat menyebabkan perdarahan, bayi baru lahir
dianjurkan mendapat vitamin K melalui mulut atau dalam bentuk injeksi intramuskular. Susu
formula bayi sebaiknya diffortifikasi dengan vitamin K.

Tabel Nilai vitamin K beberapa bahan makanan (mikrogram/100 gram)

Bahan Makanan Mikrogram Bahan Makanan Mikrogram


Susu sapi 3 Asparagus 57
Keju 35 Buncis 14
Mentega 30 Brokolli 200
Ayam 11 Kol 125
Daging sapi 7 Daun Selada 129
Hati sapi 92 Bayam 89
Hati ayam 7 Kentang 3
Minyak jagung 10 Tomat 5
Jagung 5 Pisang 2
Gandum 5 Jeruk 1
Tepung Terigu 4 Kopi 38
Roti 4 Teh hijau 712
Sumber: R.E. Olson, 1973 dalam Wilson, E.D, K.H Fisher dan P.A. Garcia,
Principles of Nutrition, 1979
27

4.6 Metabolisme Vitamin K

Sebagaimana vitamin yang larut lemak lainnya, penyerapan vitamin K dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan lemak, antara lain cukup tidaknya sekresi empedu
dan pankreas yang diperlukan untuk penyerapan vitamin K. Hanya sekitar 40 -70% vitamin K
dalam makanan dapat diserap oleh usus. Setelah diabsorbsi, vitamin K digabungkan dengan
kilomikron, diangkut melalui saluran limfatik, kemudian melalui saluran darah ditranportasi ke
hati. Sekitar 90% vitamin K yang sampai di hati disimpan dalam bentuk menaquinone. Dari hati,
vitamin K disebarkan ke seluruh jaringan tubuh yang memerlukan melalui darah. Saat di darah,
vitamin K bergabung dengan VLDL dalam plasma darah.

Setelah disirkulasikan berkali-kali, vitamin K dimetabolisme menjadi komponen larut air


dan produk asam empedu terkonjugasi. Selanjutnya, vitamin K diekskresikan melalui urin dan
feses. Sekitar 20% dari vitamin K diewkskresikan melalui feses. Pada gangguan penyerapan
lemak, ekskresi vitamin K bisa mencapai 70 -80 %.

4.7 Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan

Angka kecukupan vitamin K yang dianjurkan untuk berbagai golongan umur dan jenis kelamin
untuk Indonesia adalah seperti berikut:

Golongan Umur *AKG (microgram) Golongan Umur *AKG (microgram)


0-6 bulan 5 Wanita: 45
7-12 bulan 10 10-12 tahun 55
1-3 tahun 15 13-15 tahun 60
4-6 tahun 20 16-19 tahun 65
7-9 tahun 20 20-50 tahun 65
46-59 tahun 65
> 60 tahun 65

Pria:
10-12 tahun 45 Hamil 65
28

13-15 tahun 65
16- 19 tahun 70 Menyusui
20-45 tahun 80 0-6 bulan 65
46-59 tahun 80 7-12 bulan 65
> 60 tahun 80
Sumber: Widyakarya Pangan dan Gizi, 1998.

*Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.

4.8 Defisiensi Vitamin K

Jika vitamin K tidak terdapat dalam tubuh, darah tidak dapat membeku. Hal ini dapat
meyebabkan pendarahan atau hemoragik. Bagaimanapun, kekurangan vitamin K jarang terjadi
karena hampir semua orang memperolehnya dari bakteri dalam usus dan dari makanan. Namun
kekurangan bisa terjadi pada bayi karena sistem pencernaan mereka masih steril dan tidak
mengandung bakteri yang dapat mensintesis vitamin K, sedangkan air susu ibu mengandung
hanya sejumlah kecil vitamin K. Untuk itu bayi diberi sejumlah vitamin K saat lahir.

Pada orang dewasa, kekurangan dapat terjadi karena minimnya konsumsi sayuran atau
mengonsumsi antobiotik terlalu lama. Antibiotik dapat membunuh bakteri menguntungkan
dalam usus yang memproduksi vitamin K. Terkadang kekurangan vitamin K disebabkan oleh
penyakit liver atau masalah pencernaan dan kurangnya garam empedu.

Diagnosa adanya defisiensi vitamin K adalah timbulnya gejala-gejala, antara lain


hipoprotrombinemia, yaitu suatu keadaan adanya defisiensi protrombin dalam darah. Selain itu,
terlihat pula perdarahan subkutan dan intramuskuler.
29

Mineral Besi ( Ferum)

5.1 Kasus Defisiensi Mineral Besi (ferum)

Seorang laki-laki berusia, 60 datang dengan keluhan rasa lemah,letih,pusing,dan kurang


nafsu makan yang mengakibatkan menurunnya kemampuan kerja.Bapak A sememangnya
mengalami nyeri epigastik kronik dan sering kali menggunakan antacid sebagai solusi. Pada
pemeriksaan fisik,laki-laki tampak pucat dan capek. Denyut nadi 94x/min. RR= 24x/min.Suhu
tubuh = 36,8 C. Tekanan darah 110/60 mmHg. Hati dan limpa tidak teraba. Adanya nyeri
epigastric,chelitis (+),koilonychias (+),limfadenopati (-).
Hasil pemeriksaan laboratorium :
◦Hb = 5,0 gr/dl
◦MCV = 70 fl
◦MCH = 25
◦MCHC = 30 %
◦RDW = 17 %
◦Apusan darah tepi : anisopoikilositosis, hypokromik micrositer
◦Fecal Occult Blood Test : (+)

Diagnosis : Bapak A tampil capek dan lemah akibat anemia defisiensi besi. Anemia oleh
orang awam dikenal sebagai “kurang darah”.Anemia adalah suatu penyakit dimana kadar
Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal dan anemia berbeda dengan“tekanan darah
rendah”.

Sebagian besar anemia di Indonesia disebabkan oleh kekurangan zat besi. Zat besi adalah
salah satu unsur gizi yang merupakan komponen pembentuk Hb atau sel darah merah. Oleh
karena itu disebut Anemia Gizi Besi.
30

5.2 Prevalensi

Jika tidak segera ditangani anemia zat besi bisa menyebabkan ganguan kesehatan serius.
Prevalensi anemia gizi besi di Indonesia cukup tinggi. Menurut data yang dikeluarkan Depkes
RI, pada kelompok usia balita prevalensi anemia gizi besi pada tahun 2001 adalah 47,0%,
kelompok wanita usia subur 26,4%, sedangkan pada ibu hamil 40,1%. Data WHO tidak kalah
fantastis: hampir 30% total penduduk dunia diperkirakan menderita anemia.

5.3 Etiologi

Anemia zat besi biasanya ditandai dengan menurunnya kadar Hb total di bawah nilai
normal (hipokromia) dan ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal (mikrositosis). Tanda-
tanda ini biasanya akan menggangu metabolisme energi yang dapat menurunkan produktivitas.
Penyebab anemia gizi besi bisa disebabkan oleh beberapa hal. Seperti kurang mengkonsumsi
makanan yang mengandung zat besi, menderita penyakit ganguan pencernaan sehingga
menggangu penyerapan zat besi. Terjadi luka yang menyebabkan pendarahan besar, persalinan,
menstruasi, atau cacingan serta penyakit kronis seperti kanker, ginjal dan penyakit hati.
a. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan.
- Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah : makanan yang berasal
darihewani (seperti ikan, daging, hati, ayam).
- Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya sayuran hijau tua, yang walaupun
kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh usus.

b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi


- Pada masa pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja, kebutuhan tubuh akan zat besi
meningkat tajam.
- Pada masa hamil kebutuhan zat besi meningkat karena zat besi diperlukan untuk
pertumbuhan janin serta untuk kebutuhan ibu sendiri.
- Pada penderita penyakit menahun seperti TBC.
31

c. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh.


Perdarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia. Hal ini terjadi pada penderita
- Cacingan (terutama cacing tambang). Infeksi cacing tambang menyebabkan perdarahan
pada dinding usus, meskipun sedikit tetapi terjadi terus menerus yang mengakibatkan
hilangnya darah atau zat besi
- Malaria pada penderita Anemia Gizi Besi dapat memperberat keadaan anemianya.
- Kehilangan darah pada waktu haid berarti mengeluarkan zat besi yang ada dalam darah.
- Terjadinya hematuria akibat gangguan system perkemihan

5.4 Patofisiologi

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi,sehingga cadangan besi makin


menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila
kekurangan besi berlanjut terus,maka penyediaan besi untuk eritoproesis berkurang, sehingga
menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit,tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan
ini disebut iron deficient erythropoesis. Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer,
sehingga disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada
epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan
faring, serta berbagai gejala lainnya.

5.5 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Defisiensi Besi

1. Asupan zat besi dalam makanan

Macam bahan makanan yang banyak mengandung zat besi dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Hati adalah bahan makanan yang paling banyak mengandung zat besi. Daging juga banyak
mengandung zat besi. Dari bahan makanan yang berasak dari tumbuh-tumbuhan, maka kacang-
kacangan seperti kedelai, kacang tanah, kacang panjang koro, buncis serta sayuran hijau daun
mengandung banyak zat besi.
32

Selain dari pada banyaknya zat besi yang tersedia didalam makanan, juga perlu
diperhatikan Faktor-faktor lain yang mempengaruhi absorpsi zat besi, antara lain macam-macam
bahan makanan itu sendiri. Zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, jumlah yang dapat
diabsorpsi hanya sekitar 1-6 %, sedangkan zat besi yang berasal dari hewani 7-22 %. Didalam
campuran susunan makanan, adanya bahan makanan hewani dapat meninggikan absorpsi zat besi
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Faktor ini mempunyai arti penting dalam menghitung
jumlah zat besi yang dikonsumsi oleh masyarakat yang tak mampu, yang jarang mengkonsumsi
bahan makanan hewani. (Husaini, 1989)

Tabel 4.1. Zat Besi Dalam Bahan Makanan


No. Bahan Makanan Zat Besi (mg/100 g)
1. Hati 6,0 sampai 14,0

2. Daging Sapi 2,0 sampai 4,3

3. Ikan 0,5 sampai 1,0

4. Telur Ayam 2,0 sampai 3,0

5. Kacang-kacangan 1,9 sampai 14,0

6. Tepung Gandum 1,5 sampai 7,0

7. Sayuran Hijau Daun 0,4 sampai 18,0

8. Umbi-umbian 0,3 sampai 2,0

9. Buah-buahan 0,2 Sampai 4,0

10. Beras 0,5 sampai 0,8

11. Susu Sapi 0,1 sampai 0,4

Sumber : Davidson, dkk, 1973 dalam Husaini, 1989


33

Zat besi didalam bahan makanan dapat berbentuk hem yaitu berikatan dengan protein
atau dalam bentuk nonhem yaitu senyawa besi organic yang kompleks. Ketersediaan zat besi
untuk tubuh kita dapat dibedakan antara hem dan nonhem ini. Zat besi hem berasal dari
hemoglobin dan mioglobin yang hanya terdapat dalam bahan makanan hewani, yang dapat
diabsorpsi secara langsung dalam bentuk kompleks zar besi phorphyrin (“iron phorphyrin
kompleks”). Jumlah zat besi hem yang diabsorpsi lebih tinggi daripada nonhem. Untuk
seseorang yang cadangan zat besi dalam tubuhnya rendah, zat besi hem ini dapat diabsorpsi lebih
dari 35 %, sedangkan buat orang yang simpanan zat besinya cukup banyak (lebih dari 500 gram)
maka absorpsi zat besi hem ini hanya kurang lebih 25 %. Dari hasil analisa bahan makanan
didapatkan bahwa sebanyak 30 – 40 % zat besi didalam hati dan ikan, serta 50-60 % zat besi
dalam daging sapi, kambing, dan ayam adalah dalam bentuk hem. (Cook, dkk dalamHusaini,
1989).

Zat besi nonhem pada umumnya terdapat didalam bahan makanan yang umumnya berasal
dari tumbuh-tumbuhan seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan dan
serealia, dan dalam jumlah yang sedikit daging, ikan dan telur. Zat besi nonhem didalam bentuk
kompleks inorganic Fe3+ dipecah pada waktu percernaan berlangsung dan sebagian dirubah dari
Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih siap diabsorpsi. Konversi Fe3+ menjadi Fe2+ dipermudah oleh
adanya faktor endogenus seperti HCl dalam cairan sekresi gastric, komponen zat gizi yang
berasal dari makanan seperti vitamin C, atau daging, atau ikan.

Zat gizi yang telah dikenal luas dan sangat berperanan dalam meningkatkan absorpsi zat
besi adalah vitamin C. Vitamin C dapat meningkatkan absorpsi zat besi nonhem sampai empat
kali lipat.Vitamin C dengan zat besi mempunyai senyawa ascorbat besi kompleks yang larut dan
mudah diabsorpsi, karena itu sayur-sayuran segar dan buah-buahan yang mengandung banyak
vitamin C baik dimakan untuk mencegah anemia .

Selain faktor yang meningkatkan absorpsi zat besi seperti yang telah disebutkan, ada pula
faktor yang menghambat absorpsi zat besi. Faktor-faktor yang menghambat itu
adalahtannin dalam the, phosvitin dalam kuning telur, protein kedelai, phytat, fosfat, kalsium,
dan serat dalam bahan makanan (Monsen and Cook dalam Husaini, 1989). Zat-zat gizi ini
dengan zat besi membentuk senyawa yang tak larut dalam air, sehingga lebih sulit diabsorpsi.
34

Seseorang yang banyak makan nasi, tetapi kurang makan sayur-sayuran serta buah-buahan dan
lauk-pauk, akan dapat menjadi anemia walaupun zat besi yang dikonsumsi dari makanan sehari-
hari cukup banyak. Kecukupan konsumsi zat besi Nasional yang dianjurkan untuk anak balita
berumur 1-3 tahun adalah 8 mg, sedangkan untuk anak balita berumur 4-6 tahun adalah 9 mg
(Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 2003)

2. Pengetahuan

Tan (1979) mengatakan bahwa pola konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh adat istiadat
setempat, termasuk didalamnya pengetahuan mengenai pangan, sikap terhadap pangan dan
kebiasaan makan. Semakin sering suatu bahan pangan dikonsumsi dan semakin berat pangan
tersebut dimakan, maka semakin besar peluang pangan tersebut tergolong dalam pola konsumsi
pangan individu atau masyarakat.

Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap perilaku dalam memilih


makanan yang akan berdampak pada asupan gizinya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan
sangat penting peranannya dalam menentukan asupan makanan. Dengan adanya pengetahuan
tentang gizi, masyarakat akan tahun bagaimana menyimpan dan menggunakan pangan.
Memperbaiki konsumsi pangan merupakan salah satu bantuan terpenting yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan mutu penghidupan (Suhardjo, 1986).

3. Pendidikan

Menurut Hidayat (1980), tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi pangan melalui
cara pemilihan bahan makanan. Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih
makanan yang lebih baik dalam kuantitas dan kualitas dibandingkan dengan mereka yang
berpendidikan lebih rendah. Makin tinggi pendidikan orang tua, makin baik status gizi anaknya
(Soekirman, 1985). Anak-anak dari ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan yang lebih
tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik. Hal ini disebabkan karena
keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal-hal yang baru untuk pemeriksaan
kesehatan anaknya (Emelia, 1985 dalam Ginting, M, 1997).
35

Faktor pendidikan mengakibatkan perubahan perilaku dan mempunyai pengaruh terhadap


penerimaan inovasi baru, dalam hal ini perilaku makan yang sesuai dengan anjuran gizi
(Pranadji, 1988)

4. Pendapatan

Peningkatan pendapatan rumah tangga terutama bagi kelompok rumah tangga miskin dapat
meningkatkan status gizi, karena peningkatan pendapatan tersebut memungkinkan mereka
mampu membeli pangan berkualitas dan berkuantitas yang lebih baik. Keadaan ekonomi
merupakan factor yang penting dalam menentukan jumlah dan macam barang atau pangan yang
tersedia dalam rumah tangga. Bagi Negara berkembang pendapatan adalah factor penentu yang
penting terhadap status gizi.

Menurut Mosley dan Lincoln (1985), pendapatan rumah tangga akan mempengaruhi sikap
keluarga dalam memilih barang-barang konsumsi. Pendapatan menentukan daya beli terhadap
pangan dan fasilitas lain. Semakin tinggi pendapatan maka cendrung pengeluaran total dan
pengeluaran pangan semakin tinggi (Hardinsyah & Suhardjo, 1987).

Rendahnya pendapatan (keadaan miskin) merupakan salah satu sebab rendahnya konsumsi
pangan dan gizi serta buruknya status gizi. Kurang gizi akan mengurangi daya tahan tubuh
terhadap penyakit, menurunkan produktivitas kerja dan pendapatan. Akhirnya masalah
pendapatan rendah, kurang konsumsi, kurang gizi dan rendahnya mutu hidup membentuk siklus
yang berbahaya (Hardinsyah & Suhardjo, 1987)

5. Frekuensi Makan

Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun


penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan
saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan
penanggulangannya harus melibatkan berbagai sector yang terkait.
36

Pola asuh merupakan suatu sistem atau tata cara seorang ibu dalam memenuhi kebutuhan
terutama memberi makan dan merawat anak dengan baik. Menurut Nasedul dalam Sudarmiati
(2006) semua orang tua harus memberikan hak untuk bertumbuh. Semua anak harus memperoleh
yang terbaik agar dapat tumbuh secara penuh, tumbuh sesuai dengan apa yang mungkin
dicapainya, bertumbuh sesuai dengan kemampuan tubuhnya.

Salah satu factor yang paling penting untuk meningkatkan status gizi adalah konsumsi
makanan. Semakin baik konsumsi atau asupan zat gizi maka semakin besar kemungkinan
terhindar dari status gizi yang kurang atau buruk, baik dari segi jumlah maupun dari segi
frekuensi makanan yang dikonsumsi.

Frekuensi makan pada keluarga di Indonesia umumnya adalah tiga kali dalam sehari. Hal
ini terkait dengan masalah fisiologis, artinya hampir semua zat gizi itu di metabolisme dalam
tubuh selama kurang lebih dari 4 jam. Untuk itu maka dianjurkan frekuensi makan yang baik
adalah berpatokan dengan limit waktu metabolisme itu.

5.6 Jenis Bahan Makanan

Menurut Daftar Komposisi Bahan Makanan yang dikeluarkan oleh Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan RI, ada 11 golongan bahan makanan. Berdasarkan penggolongan ini
kemudian dapat dianalisa konsumsi zat gizi yang diasup oleh seseorang. Setiap bahan makanan
mempunyai susunan kimia yang berbeda-beda dan mengandung zat gizi yang bervariasi pula
baik jenis maupun jumlahnya. Baik secara sadar maupun tidak sadar manusia mengkonsumsi
makanan untuk kelangsungan hidupnya. Dengan demikian jelas bahwa tubuh manusia
memerlukan zat gizi atau zat makanan, untuk memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik
sehari-hari, untuk memelihara proses tubuh dan untuk tumbuh dan berkembang khususnya bagi
yang masih dalam pertumbuhan (Suhardjo, 1992).

Berbagai zat gizi yang diperlukan tubuh dapat digolongkan kedalam enam macam yaitu (1)
karbohidrat, (2) protein, (3) lemak, (4) vitamin, (5) mineral dan (6) air. Sementara itu energi
yang diperlukan tubuh dapat diperoleh dari hasil pembakaran karbohidrat, protein dan lemak di
37

dalam tubuh. Di alam ini terdapat berbagai jenis bahan makanan baik yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan yang disebut pangan nabati maupun yang berasal dari hewan yang dikenal sebagai
pangan hewani (Suhardjo, 1992).

Apabila konsumsi makanan sehari-hari kurang beraneka ragam, maka timbul


ketidakseimbangan antara masukan zat-zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif.
Dengan mengkonsumsi makanan sehari-hari yang beraneka ragam, kekurangan zat gizi jenis
makanan lain diperoleh sehungga masukan zat-zat gizi menjadi seimbang. Jadi, untuk mencapai
masukan zat-zat gizi yang seimbang tidak mungkin dipenuhi hanya oleh satu jenis bahan
makanan, melainkan harus terdiri dari aneka ragam bahan makanan (Khumaidi, 1994).

5.7 Manifestasi Klinis

Penderita defisiensi besi biasanya ditandai dengan mudah lemah, letih, lesu, nafas
pendek, muka pucat, susah berkonsentrasi serta fatique atau rasa lelah yang berlebihan. Gejala
ini disebabkan karena otak dan jantung mengalami kekurangan distribusi oksigen dari dalam
darah. Denyut jantung penderita anemia biasanya lebih cepat karena berusaha mengkompensasi
kekurangan oksigen dengan memompa darah lebih cepat. Akibatnya kemampuan kerja dan
kebugaran tubuh menurun. Jika kondisi ini berlangsung lama, kerja jantung menjadi berat dan
bisa menyebabkan gagal jantung kongestif. Anemia zat besi juga bisa menyebabkan menurunya
daya tahan tubuh sehingga tubuh mudah terinfeksi.

Gejala anemia defisiensi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar berikut ini:

1. Gejala Umum Anemia

Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada
anemia defisiensi jika kadar hemoglobin turun dibawah 7-8g/dl. Gejala ini berupa
badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging.
Pada anemia defisiensi besi, karena terjadi penurunan kadar hemoglobin secara
perlahan-lahan, sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan
dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya lebih cepat.
38

2. Gejala khas akibat defisiensi besi

Gejala yang khas dijumpai pada difisiensi besi yang tidak dijumpai pada anemia
jenis lain adalah sebagai berikut.

· Koilorikia : kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis


vertical, dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.

· Atrofi papila lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang.

· Stomatitis angularis : adanya peradangan pada sudut mulut, sehingga


tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

· Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

· Atropi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklorida.

3. Gejala penyakit dasar

Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia defisiensi. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing
tambang dijumpai dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan
berwarna kuning.

5.8 Dampak Defisiensi Besi


1. Anak-anak :
a. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
b. Menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan otak.
c. Meningkatkan risiko menderita penyakit infeksi karena daya tahan tubuh menurun.
2. Wanita :
a. Anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit.
b. Menurunkan produktivitas kerja.
39

c. Menurunkan kebugaran.
3. Remaja putri :
a. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
b. Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal.
c. Menurunkan kemampuan fisik olahragawati.
d. Mengakibatkan muka pucat.
4. Ibu hamil :
a. Menimbulkan perdarahan sebelum atau saat persalinan.
b. Meningkatkan risiko melahirkan Bayi dengan Berat Lahir Rendah atau BBLR (<2,5>
c. Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan/atau bayinya.

5.9 Kelompok Rentan

AGB bisa diderita siapa saja, namun ada masa rentan AGB.Diantaranya pada masa
kehamilan, balita, remaja, masa dewasa muda dan lansia. Pada ibu hamil, prevalensi anemia
defisiensi berkisar 45-55%, artinya satu dari dua ibu hamil menderita AGB.

Ibu hamil rentan terhadap AGB disebabkan kandungan zat besi yang tersimpan tidak
sebanding dengan peningkatan volume darah yang terjadi saat hamil, ditambah dengan
penambahan volume darah yang berasal dari janin. Wanita secara kodrat harus kehilangan darah
setiap bulan akibat menstruasi, karenanya wanita lebih tinggi risikonya terkena AGB
dibandingkan pria. Anak anak dan remaja juga usia rawan AGB karena kebutuhan zat besi cukup
tinggi diperlukan semasa pertumbuhan. Jika asupan zat besinya kurang maka risiko AGB
menjadi sangat besar.

Penyakit kronis seperti radang saluran cerna, kanker, ginjal dan jantung dapat menggangu
penyerapan dan distribusi zat besi di dalam tubuh yang dapat menyebabkan AGB.

5.10 Pemeriksaan Laboratorium

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah
sebagai berikut:
40

1. Kadar hemoglobin (Hb) dan indeks eritrosit. Didapatkan anemia mikrositer


hipokromik dengan penurunan kadar Hb mulai dari ringan sampai berat. RDW
meningkat yang menunjukan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah mengalami
perubahan sebelun kadar Hb menurun. Apusan darah menunjukkan anemia mikrositer
hipokromik, anisositosis, poikilositosis anulosit, leukosit dan trombosit normal,
retikulosit rendah.

2. Kadar besi serum menurun kurang dari 50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC)
menigkat lebih dari 350 mg/dl dan saturasi transferin kurang dari 15%.

3. Kadar serum feritin. Jika terdapat inflamasi, maka feritin serum sampai dengan 60
Ug/dl.

4. Protoporfirin eritrosit meningkat (lebih dari 100 Ug/dl)

5. Sumsum tulang. Menunjukkan hiperflasia normoblastik dengan normoblast kecil-kecil


dominan.

5.11 Pencegahan Defisiensi Besi

1. Diet Tinggi Zat Besi

Kekurangan zat besi merupakan faktor utama AGB. Pria dewasa angka kecukupan gizi
zat besi (AKG) yang dianjurkan adalah 13 mg/hari, wanita 14-26 mg/hari, sedangkan ibu hamil
ditambah 20 mg dari AKG wanita.

AGB dapat dicegah dengan menjalani pola makan sehat dan bervariasi. Pilih bahan
pangan yang tinggi akan zat besi, folat, vitamin B12 dan vitamin C. Vitamin B12 bermanfaat
untuk melepaskan folat sehingga dapat membantu pembentukan sel darah merah. Sedangkan
vitamin C penting dikonsumsi penderita AGB karena dapat membantu penyerapan zat besi.
Selain diet tinggi zat besi, pemulihan AGB biasanya diperlukan tambahan suplemen folat,
vitamin B12 serta zat besi. Pemulihan terapi diet yang disertai pemberian suplemen penderita
AGB biasanya akan pulih setelah 6 bulan menjalani terapi.
a. Meningkatkan Konsumsi Makanan Bergizi.
41

- Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani
(daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau
tua, kacang-kacangan, tempe).
- Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C (daun
katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas) sangat bermanfaat
untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus.
b. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet Tambah Darah.
2. Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat anemia seperti kecacingan,
malaria dan penyakit TBC.

5.12 Penatalaksanaan Medis


1. Terapi Kausal.

Terapi kausal bergantung pada penyebabnya misalnya pengobatan cacing tambang,


hemoroid dam menoragi.

2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh.

Biasanya diberikan secara peroral atau parenteral.

- Zat besi Peroral.

Pengobatan melalui oral jelas aman dan murah dibandingkan dengan parenteral. Zat besi
melalui oral harus memenuhi syarat bahwa tiap tablet atau kapsul berisi 50-100 mg besi
elemental yang mudah dilepaskan dalam lingkungan asam, mudah diabsorpsi dalam bentuk
fero, dan kurang efek samping. Ada 4 bentuk garam besi yang dapat diberikan melalui oral
yaitu sulfat, glukonat, fumarat dan suksinat. Efek samping yang terjadi biasanya pirosis dan
konstipasi. Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah kadar Hb normal untuk mengisi
cadangan zat besi tubuh.
42

- Zat besi Parenteral

Diberikan bila ada indikasi seperti malabsorpsi, kurang toleransi melalui oral, klien
kurang kooperatif, dan memerlukan peningkatan HB secara cepat (pre operasi hamil
trisemester terakhir).

Preparat yang tersedia adalah iron dextran complex dan iron sorbitol citic acid complex yang
dapat diberikan secara IM dalam atau IV. Efek samping pada pemberian IM biasanya sakit
pada bekas suntikan sedangkan pemberian IV bias terjadi renjatan atau tromboplebitis.

Pengobatan lain

Pengobatan lain yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:

1. Diet : Sebaiknya diberikan makanan bergizi yang tinggi protein

terutama protein hewani.

2. Vitamin C : Diberikan 3x100mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi.

3. Tranfusi darah : Indikasi pemberian tranfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah
adanya penyakit jantung anemik, anemia yang simtomatik dan penderita memerlukan
peningkatan kadar HB yang cepat.
43

YODIUM

6.1 Kasus Defisiensi Yodium

Seorang anak perempuan P, berusia 16 tahun datang ke praktek dokter dengan keluhan
demam sejak 2 atau 3 hari yang lalu dan dengan pembengkakan pada bahagian kanan mukanya.
Bengkak pada mukanya dikatakan semakin membesar dalam 24 jam yang terakhir. P
mengatakan dia tidak mempunyai sebarang kelainan gigi. Pada pemeriksaan fisik dipalpasi nodul
pada lobus tiroid kanan. Sonografi menunjukkan nodul 2cm pada lobus tiroid kanan .

GAKY merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan retardasi mental, namun
sebelumnya sangat mudah dicegah. Penyakit ini bisa disebut defisiensi yodium atau kekurangan
yodium. Penyakit ini sangat sedikit diketahui oleh masyarakat dan mungkin masih merupakan
problem yang ditelantarkan. Saat ini diperkirakan 1.6 miliar penduduk dunia mempunyai risiko
kekurangan yodium, dan 300 juta menderita gangguan mental akibat kekurangan yodium. Kira-
kira 30.000 bayi lahir mati setiap tahun, dan lebih dari 120.000 bayi kretin, yakni retardasi
mental, tubuh pendek, bisu tuli atau lumpuh.

Sebagian besar dari mereka mempunyai IQ sepuluh poin di bawah potensinya. Di antara
mereka yang lahir normal, dengan konsumsi diet rendah yodium akan menjadi anak yang kurang
intelegensinya, bodoh, lesu dan apatis dalam kehidupannya. Sehingga, kekurangan yodium akan
menyebabkan masyarakat miskin dan tidak berkembang, sementara pada anak menyebabkan
kesulitan belajar.

Risiko itu karena kekurangan yodium dalam dietnya, dan berpengaruh pada awal
perkembangan otaknya. Yodium merupakan elemen yang sangat penting untuk pembentukan
hormon tiroid.

Hormon itu sangat diperlukan untuk pertumbuhan normal, perkembangan mental dan
fisik, baik pada manusia maupun hewan. Efek yang sangat dikenal orang akibat kekurangan
yodium adalah gondok, yakni pembesaran kelenjar tiroid di daerah leher.
Di Indonesia telah diadakan penelitian pada anak sekolah dasar antara tahun 1980-1982 di 26
provinsi, didapatkan prevalensi goiter lebih dari 10% apda 68,3% dari 966 kecamatan yang
44

diperiksa, dan di beberapa desa lebih dari 80% penduduknya dengan gondok.

Pada tahun 1998 dilakukan pemeriksaan terhadap 46.000 anak sekolah dari 878
kecamatan yang telah diseleksi pada tahun 1980-1982, dibandingkan data terdahulu prevalensi
gondok yang terlihat (visible goiter prevalences) menurun sekitar 37,2 sampai 50%.

Tahun 1991, dilakukan survei di Indonesia bagian Timur (Maluku, Irian Jaya, NTT,
Timor Timur) pada 29.202 anak sekolah dan 1749 ibu hamil, didapatkan gondok pada anak
sekolah 12-13% dan ibu hamil 16-39%. Kemudian pada tahun 1996, dilakukan survei di 6
propinsi, didapatkan gondok 3,1-5%, di Maluku 33%.
Pada tahun 1998, mulai ada Thyro Mobile, yang memproses data ukuran kelenjar gondok dan
kadar yodium dalam urin.
Berdasarkan data survei pada tahun 1980-1982, diperkirakan 75.000 menderita kretin, 3,5 juta
orang dengan gangguan mental, bahkan di beberapa desa 10-15% menderita kretin.

Dari data hasil penelitian pada anak sekolah dasar. maka pengertian tentang kekurangan
yodium sudah jauh dari hanya menyebabkan gondok saja. Yakni menyebabkan pada tumbuh
kembang anak, termasuk perkembangan otaknya, sehingga istilahnya saat ini disebut sebagai
''Gangguan Akibat Kekurangan Yodium'' atau disingkat GAKY.

6.2 Etiologi Kekurangan Yodium

Sebagian besar yodium berada di samudera / lautan, karena yodium (melalui pencairan
salju dan hujan) pada permukaan tanah, kemudian dibawa oleh angin, aliran sungai, dan banjir
ke laut. Kondisi ini, terutama di daerah yang bergunung-gunung di seluruh dunia, walau dapat
juga terjadi di lembah sungai.

Yodium yang berada di tanah dan lautan dalam bentuk yodida. Ion yodida dioksidasi oleh
sinar matahari menjadi elemen yodium yang sangat mudah menguap, sehingga setiap tahun kira-
kira 400.000 ton yodium hilang dari permukaan laut. Kadar yodium dalam air laut kira-kira 50
mikrogram/liter, di udara kira-kira 0,7 mikrogram/meter kubik. Yodium yang berada dalam
45

atmosfer akan kembali ke tanah melalui hujan, dengan kadar dalam rentang 1,8 - 8,5
mikrogram/liter. Siklus yodium tersebut terus berlangsung selama ini.

Kembalinya yodium ke tanah sangat lambat dan dalam jumlah sedikit dibandingkan saat
lepasnya. Proses ini akan berulang terus menerus sehingga tanah yang kekurangan yodium
tersebut akan terus berkurang kadar yodiumnya. Di sini tidak ada koreksi alamiah, dan defisiensi
yodium akan menetap. Akibatnya, populasi manusia dan hewan di daerah tersebut yang
sepenuhnya tergantung pada makanan yang tumbuh di daerah tersebut akan menjadi kekurangan
yodium.

Melihat hal tersebut maka sangat banyak populasi di Asia yang menderita kekurangan
yodium berat karena mereka hidup dalam sistem mencari nafkah dengan bertani di daerah
gunung atau lembah.

Kekurangan yodium akan menimpa populasi di daerah tersebut yang dalam


makanannya tidak ada suplemennya yodium atau tidak ada penganekaragaman dalam
makanannya dengan makanan dari daerah lain yang tidak kekurangan yodium.

6.3 Akibat Kekurangan Yodium


Istilah GAKY menggambarkan dimensi baru dari pengertian spektrum kekurangan
yodium. Berakibat sangat luas dan buruk pada janin bayi baru lahir, anak dan remaja serta orang
dewasa dalam populasi yang kekurangan yodium tersebut. Akibat hal itu dapat dikoreksi dengan
pemberian yodium.

6.4 Kebutuhan Yodium

Kebutuhan yodium setiap hari di dalam makanan yang dianjurkan saat ini adalah:

 50 mikrogram untuk bayi (12 bulan pertama)


 90 mikrogram untuk anak (usia 2-6 tahun)
 120 mikrogram untuk anak usia sekolah (usia 7-12 tahun)
46

 150 mikrogram untuk dewasa (diatas usia 12 tahun)


 200 mikrogram untuk ibu hamil dan meneteki

6.5 Kekurangan Yodium pada Janin


Kekurangan yodium pada janin akibat Ibunya kekurangan yodium. Keadaan ini akan
menyebabkan besarnya angka kejadian lahir mati, abortus, dan cacat bawaan, yang semuanya
dapat dikurangi dengan pemberian yodium. Akibat lain yang lebih berat pada janin yang
kekurangan yodium adalah kretin endemik.

Kretin endemik ada dua tipe, yang banyak didapatkan adalah tipe nervosa, ditandai
dengan retardasi mental, bisu tuli, dan kelumpuhan spastik pada kedua tungkai. Sebaliknya yang
agak jarang terjadi adalah tipe hipotiroidisme yang ditandai dengan kekurangan hormon tiroid
dan kerdil.
Penelitian terakhir menunjukkan, transfer T4 dari ibu ke janin pada awal kehamilan sangat
penting untuk perkembangan otak janin. Bilamana ibu kekurangan yodium sejak awal
kehamilannya maka transfer T4 ke janin akan berkurang sebelum kelenjar tiroid janin berfungsi.

Jadi perkembangan otak janin sangat tergantung pada hormon tiroid ibu pada trimester
pertama kehamilan, bilamana ibu kekurangan yodium maka akan berakibat pada rendahnya
kadar hormon tiroid pada ibu dan janin. Dalam trimester kedua dan ketiga kehamilan, janin
sudah dapat membuat hormon tiroid sendiri, namun karena kekurangan yodium dalam masa ini
maka juga akan berakibat pada kurangnya pembentukan hormon tiroid, sehingga berakibat
hipotiroidisme pada janin.

6.6 Kekurangan Yodium pada Saat Bayi Baru Lahir


Yang sangat penting diketahui pada saat ini, adalah fungsi tiroid pada bayi baru lahir
berhubungan erat dengan keadaan otak pada saat bayi tersebut lahir. Pada bayi baru lahir, otak
baru mencapai sepertiga, kemudian terus berkembang dengan cepat sampai usia dua tahun.
Hormon tiroid pembentukannya sangat tergantung pada kecukupan yodium, dan hormon ini
sangat penting untuk perkembangan otak normal.
47

Di negara sedang berkembang dengan kekurangan yodium berat, penemuan kasus ini
dapat dilakukan dengan mengambil darah dari pembuluh darah balik talipusat segera setelah bayi
lahir untuk pemeriksaan kadar hormon T4 dan TSH. Disebut hipotiroidisme neonatal, bila
didapatkan kadar T4 kurang dari 3 mg/dl dan TSH lebih dari 50 mU/mL.
Pada daerah dengan kekurangan yodium yang sangat berat, lebih dari 50% penduduk
mempunyai kadar yodium urin kurang dari 25 mg per gram kreatinin, kejadian hipotiroidisme
neonatal sekitar 75-115 per 1000 kelahiran. Yang sangat mencolok, pada daerah yang
kekurangan yodium ringan, kejadian gondok sangat rendah dan tidak ada kretin, angka kejadian
hipotiroidisme neonatal turun menjadi 6 per 1000 kelahiran.

Dari pengamatan ini disimpulkan, bila kekurangan yodium tidak dikoreksi maka
hipotiroidisme akan menetap sejak bayi sampai masa anak. Ini berakibat pada retardasi
perkembangan fisik dan mental, serta risiko kelainan mental sangat tinggi. Pada populasi di
daerah kekurangan yodium berat ditandai dengan adanya penderita kretin yang sangat mencolok.

6.7 Kekurangan Yodium pada Masa Anak


Penelitian pada anak sekolah yang tinggal di daerah kekurangan yodium menunjukkan
prestasi sekolah dan IQ kurang dibandingkan dengan kelompok umur yang sama yang berasal
dari daerah yang berkecukupan yodium. Dari sini dapat disimpulkan kekurangan yodium
mengakibatkan keterampilan kognitif rendah. Semua penelitian yang dikerjakan di daerah
kekurangan yodium memperkuat adanya bukti kekurangan yodium dapat menyebabkan kelainan
otak yang berdimensi luas.
Dalam penelitian tersebut juga ditegaskan, dengan pemberian koreksi yodium akan
memperbaiki prestasi belajar anak sekolah. Faktor penentu kadar T3 otak dan T3 kelenjar
hipofisis adalah kadar T4 dalam serum, bukan kadar T3 serum, sebaliknya terjadi pada hati,
ginjal dan otot. Kadar T3 otak yang rendah, yang dapat dibuktikan pada tikus yang kekurangan
yodium, didapatkan kadar T4 serum yang rendah, akan menjadi normal kembali bila dilakukan
koreksi terhadap kekurangan yodiumnya.
48

Keadaan ini disebut sebagai hipotiroidisme otak, yang akan menyebabkan bodoh dan
lesu, hal ini merupakan tanda hipotiroidisme pada anak dan dewasa. Keadaan lesu ini dapat
kembali normal bila diberikan koreksi yodium, namun lain halnya bila keadaan yang terjadi di
otak. Ini terjadi pada janin dan bayi yang otaknya masih dalam masa perkembangan, walaupun
diberikan koreksi yodium otak tetap tidak dapat kembali normal.

6.8 Kekurangan Yodium pada Dewasa


Pada orang dewasa, dapat terjadi gondok dengan segala komplikasinya, yang sering
terjadi adalah hipotiroidisme, bodoh, dan hipertiroidisme. Karena adanya benjolan/modul pada
kelenjar tiroid yang berfungsi autonom. Disamping efek tersebut, peningkatan ambilan kelenjar
tiroid yang disebabkan oleh kekurangan yodium meningkatkan risiko terjadinya kanker kelenjar
tiroid bila terkena radiasi.

6.9 Penatalaksanaan

Pemecahan masalah sebenarnya sangat sederhana, berikan satu sendok yodium pada
setiap orang yang membutuhkan, dan terus menerus. Karena yodium tidak dapat disimpan oleh
tubuh dalam waktu lama, dan hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit sehingga harus
berlangsung terus menerus.
Pada daerah kekurangan yodium endemik akibat tanah dan hasil panen serta rumput untuk
makanan ternak tidak cukup kandungan yodiumnya untuk dikonsumsi oleh penduduk setempat,
maka suplementasi dan fortifikasi yodium yang diberikan terus menerus sangat tinggi angka
keberhasilannya.

Yang paling sering digunakan untuk melawan GAKY adalah program garam beryodium
dan suplementasi minyak beryodium.

Pilihan pertama tentunya dengan garam beryodium karena biayanya sangat murah, dan
teknologinya mudah. Untuk suplementasi minyak beryodium, keuntungannya praktis, sebaiknya
49

hanya untuk intervensi pada populasi yang berisiko, walaupun mudah pemakaiannya, namun
memerlukan teknologi yang lebih ruwet.

Penyuluhan kesehatan secara berkala pada masyarakat perlu dilakukan, demikian juga
perlu diberikan penjelasan pada pembuat keputusan, dan tentunya juga diberikan tambahan
pengetahuan kepada tenaga kesehatan.

Selanjutnya yang penting juga adalah penelitian tentang GAKY dengan pendekatan
multidisiplin, baik klinis, eksperimental maupun epidemiologi, untuk menemukan cara yang
terjamin dan mudah penerapannya. GAKY yang terlihat di masyarakat atau populasi, hanya
sebagai puncak gunung es.

Di daerah endemik, gondoklah yang terlihat dari bagian puncak gunung es tersebut,
namun efek dari kekurangan yodium yang utama yaitu kerusakan otak merupakan komponen
yang tersembunyi dan tidak terlihat dalam tragedi ini.

Sehingga problem dari GAKY ini sebenarnya adalah pada perkembangan otak, tidak
hanya pembesaran kelenjar tiroid atau gondok. Dengan melihat besarnya populasi yang
mempunyai risiko seperti diatas, pantas bila GAKY menjadi problem nasional maupun
internasional.
Dengan diadakannya pertemuan ilmiah nasional GAKY 2001 yang tema ''Perkembangan
Mutakhir tentang Masalah GAKY dalam rangka Indonesia Sehat 2010'' harapan kita tentunya
dapat mendapatkan konsep, pemikiran.

Strategi Penanggulangan GAKY

Sentra Produksi Garam Nonsentra Produksi Garam


Konsumsi Garam KATEGORI 1 KATEGORI 2
Beryodium Strategi : Strategi :
Cukup Mempertahankan produksi Mempertahankan pasokan dan
dan konsumsi Garam Beryodium
konsumsi Garam Beryodium yang memenuhi syarat.
50

yang memenuhi syarat. Upaya :


Upaya : Menjamin pasokan Garam
Meneruskan pengawasan di Beryodium dan pengawasan
tingkat produksi, distribusi mutu garam di tingkat
dan konsumsi, penegakan distribusi dan konsumsi secara
hukum, peningkatan status intensif serta memperkuat
social ekonomi pegaram, penegakan perundangan
teknologi yodisasi dan Garam Beryodium dan
survailans. survailans
Konsumsi Garam KATEGORI 3 KATEGORI 4
Beryodium Strategi : Strategi :
Tidak Cukup Meningkatkan produksi dan Meningkatkan pasokan dan
konsumsi Garam Beryodium konsumsi Garam Beryodium
memenuhi syarat. yang memenuhi syarat.
Upaya : Upaya :
Meningkatkan konsumsi Menjamin pemenuhan
Garam Beryodium melalui pasokan Garam Beryodium
promosi intensif, penegakan disertai dengan promosi
norma sosial dan hukum, intensif konsumsi Garam
meneruskan pengawasan di Beryodium,
tingkat produksi, distribusi penegakan norma sosial dan
dan konsumsi secara intensif, hukum, pengawasan mutu
peningkatan status sosial garam di tingkat distribusi dan
ekonomi pegaram dan konsumsi serta survailans.
teknologi yodisasi serta
survailan

Dalam mencapai tujuan dan target program penanggulangan GAKY, sesuai dengan rekomendasi
dari WHO/CCIDD/UNICEF, ada 10 indikator yang digunakan untuk menilai pencapaian
program.
51

a) Pengembangan kelembagaan ditandai dengan adanya Tim GAKY


b) Adanya komitmen politik tentang USI
c) Adanya organisasi pelaksana yang kuat di setiap tingkatan
d) Legislasi dan regulasi tentang USI di semua tingkatan
e) Komitmen dalam monitoring dan evaluasi, dengan adanya data yang akurat
f) KIE dan mobilisasi sosial untuk mengkonsumsi garam beryodium
g) Adanya data garam beryodium secara reguler pada tingkat produsen, pasar dan
konsumen
h) Adanya data EYU anak sekolah secara reguler pada daerah endemik berat
i) Adanya kerjasama dengan produsen garam untuk pengawasan mutu garam beryodium
j) Adanya data hasil monitoring dan penyebarluasannya termasuk data garam dan EYU

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S., 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 180-184
52

Bauernd, JC. 1994. Nutrification of Foods. In Shils, MD.; Olsm, JA.; Shike, M. Ed.
a. Modern nutrition in health an disease. Lea and Febiger, 8th Edition, Chaper

Burgi, H.; Supersaxo, Z.; Selz, B. 1990. Iodine deficiency diseases in Switernland
b. one hundred years after Theatre Kocher's survey: A historical review with some
c. new goitre prevalence data. Acta Endocrinologica. Copenhagen.

Cegah Kekurangan Vitamin A http://www.gizi.net/cgiin/berita/fullnews.cgi?


newsid1094097322,37567,

Gizi Kesehatan Masyarakat / editor , Michael J. Gibney….(et al) ; alih bahasa, Andry Hartono ;
editor edisi bahasa Indonesia, Palupi Widyastuti, Erita Agustin Hardiyanti. Jakarta :
EGC,2008. http://books.google.co.id/books?id=1ki_J-
WJb9wC&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q
&f=false

Gizi dalam daur kehidupan : biku ajar ilmu gizi / Arisman. Ed. 2. Jakarta : EGC, 2009.

Holick MF. Vitamin D. In: Shils ME, Shike M, Ross AC, Caballero B, Cousins RJ, eds.
Modern Nutrition in Health and Disease, 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins, 2006.

Harris, RS. 1968. Attitudes and approaches to supplementation offoods with nutrients. J. Agr.
Food Chern. 16(2), 149-152.

Indonesian Nutrition Network (INN) http://www.gizi.net/pugs/index.shtml

Indonesian Nutrition Network (INN) http://www.gizi.net/pedoman-gizi/suplementasi-vit-a.shtml

INNAG. 1993. Iron EDTA for food fortifikation. A report of the INAAG. Wahongton, DC.
USA.
53

Institute of Medicine, Food and Nutrition Board. Dietary Reference Intakes for Calcium and
Vitamin D. Washington, DC: National Academy Press, 2010.

Jackson RD, LaCroix AZ, Gass M, Wallace RB, Robbins J, Lewis CE, et al. Calcium plus
vitamin D supplementation and the risk of fractures. N Engl J Med 2006;354:669-83.
[PubMed abstract

Payne, NR., Hasegawa, DK., 1984. Vitamin K deficiency in newborns: a case report in alpha-
1-antitrypsin deficiency and a review of factors predisposing to hemorrhage.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=Vitamin%20K
%20deficiency%20in%20newborns:%20a%20case%20report%20in%20alpha
antitrypsin%20deficiency%20and%20a%20review%20of%20factors
%20predisposing%20to%20hemorrhage [Accesed 2nd February 2011]

Permono,B., Ugrasena,IDG.,Ratwita, A., 2006. Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K.


Available from: http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0 &pdf=&html=07110-
kiao236.htm [Accesed 2nd February 2011]

Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A, Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen


Kesehatan 2009 http://www.gizi.net/vita/download/panduan-suplementasi-vitA.pdf

Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Balita Tentang Pemberian
Kapsul Vitamin A Di Lingkungan IX Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan
Marelan Tahun 2009, oleh Rangi Nadya, 2009.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16580

Prinsip dasar ilmu gizi / Sunita Almatsier. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001.

WHO. 1995. Global prevalence of vitamin A deficiency. WHO Micronutrient Deficiency


Onformation Systems: Working Paper Number 2. WHO, Geneva, Switzernland.

WHO. 1994. Indicator for assesing iodine deficiency disorders and their control
through salt iodization. WHO/UNICEF/ICCIDD.Doc. WHO, Geneva, Switzernland.

WHO. 1992. National strategies for overcoming micronutrient malnutrition EB89/27.


45th World Health Assembly Provisional Agenda Item 21; WHO, Geneva,
54

Switzernland.

World Banka. 1994. Enriching Lives. Overcoming vitamin A and mineral malnutrition
in developing countries. The World Bank. DC, USA.

Anda mungkin juga menyukai