PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Vitamin A memegang peranan sangat penting dalam tumbuh kembang anak. Fungsi Vitamin
A adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Untuk menciptakan Sumber
Daya Manusia yang tangguh di masa yang datang maka kondisi kesehatan di masa balita sangat
berpengaruh terhadap kualitas SDM di masa dewasa. Maka salah satu usaha untuk meningkatkan
daya tahan Balita adalah dengan memberi kapsul Vitamin A kepada Balita tersebut.
Departemen Kesehatan mempunyai program yakni pemberian kapsul Vitamin A diberikan
pada bulan tertentu yang di kenal dengan bulan promosi Vitamin A yaitu
bulan Februari dan Agustus setiap tahun.
Pemberian kapsul 2 kali setahun terhadap Balita, menurut hasil penelitian dari Departemen
Kesehatan, di anggap sudah mencukupi kebutuhan Balita terhadap Vitamin A.Dinas Kesehatan
tingkat II mendistribusikan kapsul tersebut kepada Puskesmas dan selanjutnya Puskesmas
mendistribusikan ke masyarakat melalui koordinator daerah binaan dan melalui kader di
Posyandu, masyarakat akan menerima kapsul ini.
Kekurangan Vitamin A (KVA) di dalam tubuh yang berlangsung lama menimbulkan
berbagai masalah kesehatan yang berdampak pada meningkatnya risiko kesakitan dan kematian
pada balita, demikian juga kecacingan pada anak akan menimbulkan malnutrisi yang bersifat
kronis yang pada akhirnya juga akan meningkatkan risiko kesakitan dan kematian pada Balita.
Pada bagian lain, penyakit campak sebagai salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan
menggunakan imunisasi (PD3I) masih menjadi ancaman bagi Balita yang juga akan
mengakibatkan meningkatnya risiko kesakitan dan kematian bagi Balita.
1
Secara Nasional, bulan Februari dan Agustus telah ditetapkan sebagai bulan Pemberian
Vitamin A bagi Balita. Kegiatan ini sudah berjalan sejak tahun 1991 Sampai sekarang. Dalam
rangka melakukan akselerasi program sekaligus mengintegrasikan momentum pemberian
Vitamin A di bulan Agustus 2016 dilaksanakan 3 (tiga) kegiatan program yang terintegrasi
yakni, Pemberian Vitamin A bagi seluruh Balita, di 295 Kabupaten dan Kota di 32 Provinsi dan
pemberian imunisasi campak bagi 4.968.512 Balita di 183 Kabupaten dan Kota di 28 Provinsi.
B. Tujuan Pelaksanaan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Mempertahankan status vitamin A pada bayi dan anak balita agar tidak menjadi masalah
kesehatan masyarakat
b. Dicapainya cakupan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi paling sedikit 80% dari seluruh
sasaran.
c. Seluruh jajaran kesehatan mengetahui tugas masing-masing dalam kegiatan distribusi kapsul
vitamin A dosis tinggi dan melaksanakan tugas tersebut dengan baik.
d. Seluruh sektor terkait mengetahui peranan masing-masing dalam kegiatan distribusi kapsul
vitamin A dosis tinggi dan melaksanakan peran tersebut dengan baik.
C. Sasaran Sasaran
integrasi program Vitamin A
1. Vitamin A: semua Balita (6-59 bulan) di seluruh Indonesia
2
D. Cara Pemberian
Cara Pemberian: Petugas harus mencuci tangan sebelum memberikan pelayan pada balita, sesuai
mekanisme sebagai berikut:
1. Pemberian Kapsul Vitamin A Biru (100.000 SI) diberikan pada Bayi dan Kapsul Vitamin A
Merah (200.000 SI atau bila tidak ada 2 kapsul Vitamin A Biru) diberikan pada Anak Balita
dan ibu nifas pertama kali setelah sasaran selesai di data dan ditimbang. Pada bayi atau anak
balita yang sedang menderita campak dapat diberikan Vitamin A kecuali sudah mendapat
dalam 1 bulan terakhir.
a. Potong ujung kapsul dengan menggunakan gunting yang bersih
b. Pencet kapsul dan pastikan bayi/anak balita menelan semua isi kapsul dan tidak
membuang sedikitpun isi kapsul
c. Untuk anak yang sudah bisa menelan isi kapsul dapat diberikan langsung satu kapsul
untuk diminum
E. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pemberian kapsul Vitamin A, dilaksanakan dalam :
1. Dua minggu untuk pelaksanaan
2. Dua minggu untuk sweeping dan penyelesaian laporan Tempat untuk memperoleh dan
pemberian Kapsul Vitamin A secara gratis dilakukan di: UKBM seperti Posyandu, dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Dasar/ Rujukan (Pemerintah dan Swasta). Jika sasaran tidak datang, perlu
dilakukan ‘sweeping' melalui kunjungan rumah untuk menjaring sasaran dalam upaya
meningkatkan pemberian kapsul Vitamin A, obat cacing dan vaksin campak.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Vitamin A
Vitamin A menurut Depkes (2002) adalah salah satu unsur zat gizi yang dibutuhkan
dalam makanan sehari-hari dalam jumlah sedikit tetapi sangat penting bagi kehidupan manusia.
Salah satu fungsi penting dari vitamin A adalah hubungannya dengan integritas jaringan.
Sedangkan menurut Almatsier (2001) Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang
pertama ditemukan. Secara luas vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua
retinoid dan prekusor atau provitamin A atau karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik
sebagai retinol. Vitamin A esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup.
Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak yang mempunyai
berbagai peranan penting dalam tubuh. Vitamin A adalah komponen sentral pada berbagai
struktur mata untuk penglihatan yang sehat (Persagi, 2009).
Fungsi vitamin A menurut Sunita Almatsier (2001) dalam buku Prinsip Dasar Ilmu Gizi
yaitu:
a. Penglihatan, Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang.
Kebutuhan vitamin A untuk penglihatan dapat dirasakan, bila kita dari cahaya terang diluar
kemudian memasuki ruangan yang remang-remang cahayanya, maka mata membutuhkan waktu
untuk melihat. Begitu pula pada waktu malam hari bertemu dengan mobil yang memasang lampu
yang menyilaukan. Kecepatan mata beradaptasi setelah terkena cahaya terang berhubungan
langsung dengan vitamin A yang tersedia di dalam darah untuk membentuk rodopsin. Tanda
pertama kekurangan vitamin A adalah rabun senja. Suplementasi vitamin A dapat memperbaiki
penglihatan yang kurang bila itu disebabkan oleh kekurangan vitamin A.
b. Diferensiasi sel
Diferensiasi sel terjadi bila sel-sel tubuh mengalami perubahan dalam sifat atau fungsi
semulanya. Perubahan sifat dan fungsi sel ini adalah salah satu karakteristik dari kekurangan
vitamin A yang dapat terjadi pada tiap tahap perkembangan tubuh, seperti pada tahap
pembentukan sperma dan sel telur, pembuahan, pembentukan struktur dan organ tubuh,
pertumbuhan dan perkembangan janin, masa bayi, anak-anak, dewasa dan masa tua.
4
Diduga vitamin A, dalam bentuk asam retinoat memegang peranan aktif dalam kegiatan
inti sel, dengan demikian dalam pengaturan faktor penentu keturunan atau gen yang berpengaruh
terhadap sintesis protein. Pada diferensiasi sel terjadi perubahan dalam bentuk dan fungsi sel
yang dapat dikaitkan dengan perubahan perwujudan gen-gen tertentu. Sel-sel yang paling nyata
mengalami diferensiasi adalah sel-sel epitel khusus, terutama sel-sel goblet, yaitu sel kelenjar
yang mensintesis dan mengeluarkan mukus atau lendir. Kekurangan vitamin A menghalangi
fungsi sel-sel kelenjar yang mengeluarkan mukus digantikan oleh sel-sel epitel bersisik atau
kering (keratinized). Kulit menjadi kering dan kasar serta luka sukar sembuh. Membrane mukosa
tidak dapat mengeluarkan cairan mukus dengan sempurna sehingga mudah terserang infeksi
bakteri. Keratinisasi konjungtiva mata merupakan salah satu tanda khas kekurangan vitamin A.
c. Fungsi kekebalan
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia dan hewan.
Mekanisme sebenarnya belum diketahui secara pasti. Retinol tampaknya berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B (leukosit yang berperan dalam proses kekebalan
humoral). Selain itu, kekurangan vitamin A menurunkan respon antibodi yang bergantung pada
sel T (limfosit yang berperan pada kekebalan seluler). Sebaliknya infeksi dapat memperburuk
kekurangan vitamin A.
5
f. Pencegahan kanker dan penyakit jantung
Kemampuan retinoid mempengaruhi perkembangan sel epitel dan kemampuan
meningkatkan aktivitas sistem kekebalan diduga berpengaruh dalam pencegahan kanker,
terutama kanker kulit, tenggorokan, paru-paru, payudara, dan kantung kemih. Di samping itu,
beta karoten yang bersama vitamin E dan C berperan sebagai antioksidan diduga dapat pula
mencegah kanker paru-paru. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa vitamin A berperan
dalam pencegahan dan penyembuhuan penyakit jantung. Bagaimana mekanismenya belum
diketahui secara pasti.
1.1 Sumber Vitamin A
Vitamin A terdapat didalam pangan hewani, sedangkan karoten terutama didalam pangan
nabati. Sumber vitamin A adalah hati, kuning telur, susu (didalam lemaknya) dan mentega.
Margarine biasanya diperkaya dengan vitamin A. Karena vitamin A tidak berwarna, warna
kuning dalam kuning telur adalah karoten yang tidak diubah menjadi vitamin A. minyak hati
ikan digunakan sebagai sumber vitamin A yang diberikan untuk keperluan penyembuhan.
Sumber karoten adalah sayuran berwarna hijau tua serta sayuran dan buah-buahan yang
berwarna kuning-jingga, seperti daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang,
buncis, wortel tomat, jagung kuning, papaya, mangga, nangka masak dan jeruk. Minyak kelapa
sawit yang berwarna merah kaya akan karoten (Almatsier, 2001). Kandungan vitamin A dalam
makanan diukur dengan retinol ekivalen: 1 µg retinol = 6 µg ß-karoten = 12 µg karotenoid =
3,33 SI (Persagi, 2009).
1.2 Defisiensi Vitamin A
Kekurangan vitamin A sering terjadi pada anak balita meliputi daerah yang luas dan
terdapat hampir pada semua golongan masyarakat terlebih lagi pada keluarga miskin, sehingga
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius. Berdasarkan beberapa hasil
survey kekurangan Vitamin A terdapat disebagian besar Provinsi di Indonesia (Direktorat Bina
Gizi Masyarakat, 2002). Kelompok umur yang terutama mudah mengalami kekurangan vitamin
A adalah kelompok bayi usia 6-11 bulan dan kelompok anak balita usia 12-59 bulan (1-5 tahun).
Sedangkan yang lebih beresiko menderita kekurangan vitamin A adalah bayi berat lahir rendah
(BBLR) kurang dari 2,5 kg, anak yang tidak mendapat ASI eksklusif dan tidak diberi ASI
sampai usia 2 tahun, anak yang tidak mendapat makanan pendamping ASI yang cukup, baik
mutu maupun jumlahnya, anak kurang gizi atau di bawah garis merah pada KMS, anak yang
6
menderita penyakit infeksi (campak, diare, TBC, pneumonia) dan kecacingan, anak dari keluarga
miskin, anak yang tinggal di daerah dengan sumber vitamin A yang kurang, anak yang tidak
pernah mendapat kapsul vitamin A dan imunisasi di Posyandu maupun Puskesmas, serta anak
yang kurang atau jarang makan makanan sumber vitamin A, seperti dari buah-buahan maupun
sayuran.
Menurut Almatsier (2001) kekurangan vitamin A terutama terdapat pada anak balita.
Tanda-tanda kekurangan terlihat bila simpanan tubuh telah habis terpakai. Kekurangan vitamin
A dapat merupakan kekurangan primer akibat kurang konsumsi, atau kekurangan sekunder
karena gangguan penyerapan dan penggunaannya dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat,
ataupun karena gangguan karena konversi karoten menjadi vitamin A. Kekurangan vitamin A
sekunder terjadi pada penderita Kurang Energi Protein (KEP), penyakit hati, alfa, beta-
lipoproteonemia, atau gangguan absorpsi karena kekurangan asam empedu.
Akibat kekurangan vitamin A pada anak balita yaitu:
a. Buta senja
Salah satu tanda awal kekurangan vitamin A adalah buta senja (niktalopia), yaitu
ketidakmampuan menyesuaikan penglihatan dari cahaya terang ke cahaya samar-samar/senja,
seperti bila memasuki kamar gelap dari kamar terang. Konsumsi vitamin A yang tidak cukup
menyebabkan simpanan dalam tubuh menipis, sehingga kadar vitamin A dalam darah menurun
yang berakibat vitamin A tidak cukup diperoleh retina mata untuk membentuk pigmen
penglihatan rodopsin.
b. Perubahan pada mata
Kornea mata terpengaruh secara dini oleh karena kekurangan vitamin A. Kelenjar air
mata tidak mampu mengeluarkan air mata sehingga terjadi pengeringan pada selaput yang
menutupi kornea. Ini diikuti oleh tanda-tanda seperti: atrofi kelenjar mata, kreatinisasi
konjungtiva, pemburaman, pelepasan sel-sel epitel kornea yang akhirnya berakibat melunaknya
dan pecahnya kornea. Mata terkena infeksi dan terjadi perdarahan.
1.3 Perencanaan
Menurunkan prevalensi dan mencegah kekurangan vitamin A pada anak balita dan bayi,
dengan cara pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 IU kepada anak yang berusia 12-
59 bulan dan kapsul 100.000 IU kepada anak yang berusia 6-11 bulan di seluruh Indonesia setiap
bulan Februari dan Agustus.
7
1.4 Intervensi
Intervensi : pemberian kapsul vitamin A
Pemberian kapsul vitamin A dilaksanakan dengan cara:
a. Terjadwal
Untuk tujuan pencegahan, kapsul vitamin A dosis tinggi diberikan kepada bayi dan anak
balita dan ibu nifas secara periodik, yaitu untuk bayi diberikan setahun sekali pada bulan
Februari atau Agustus. Pemberian secara serentak dalam bulan Februari dan Agustus
Mempunyai beberapa keuntungan:
1) Memudahkan dalam memantau kegiatan pemberian kapsul, termasuk pencatatan dan
pelaporannya, karena semua anakmempunyai jadwal pemberian yang sama.
2) Memudahkan dalam upaya penggerakkan masyarakat, karena kampanye dapat dilakukan
secara nasional di samping secara spesifik daerah.
3) Memudahkan dalam pembuatan materi-materi penyuluhan (spot TV, spot radio, barang-
barang cetak) terutama yang dikembangkan, diproduksi dan disebarluaskan oleh tingkat
Pusat/Propinsi.
4) Dalam rangka Hari Proklamasi RI (Agustus) biasanya banyak kegiatan-kegiatan yang dapat
digunakan untuk promosi kesehatan, termasuk pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.
5) Bulan Februari dan Agustus merupakan bulan pemantauan garam beryodium di tingkat
masyarakat, sehingga kegiatan tersebut dapat diintegrasikan di tingkat Puskesmas.
Pemberian dilakukan di Posyandu pada hari buka Posyandu, atau ditempat lain yang telah
disepakati bersama. Kapsul tidak boleh dibawa pulang, jadi harus diberikan kepada bayi dan
anak balita pada saat itu. Pemberian kepada anak balita adalah sebagai berikut:
1) Dilakukan oleh kader, ketua RT/RW, kepala desa, bidan desa, dan lainnya, dengan
menggunting ujung kapsul sampai terbuka, kemudian dipencet kapsul sampai semua isinya
masuk mulut anak.
2) Bagi balita yang sudah besar, dapat diberikan kepadanya 1 kapsul tersebut. Beri air minum
bila perlu. Jadi tidak perlu menggunting kapsul. Menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat
(2009) tempat pemberian kapsul vitamin A yaitu:
8
a. Sarana Fasilitas Kesehatan (rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu (pustu),
polindes/poskesdes, balai pengobatan)
b. Posyandu
c. Sekolah taman kanak-kanak, Pos PAUD termasuk kelompok bermain, tempat penitipan anak,
dan lain-lain.
Cara pemberian kapsul vitamin A menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat (2009) yaitu:
1) Berikan kapsul biru (100.000 SI) untuk bayi dan kapsul merah (200.000 SI) untuk anak
balita.
2) Potong ujung kapsul dengan menggunakan gunting yang bersih.
3) Pencet kapsul dan pastikan anak menelan semua isi kapsul (dan tidak membuang sedikitpun
isi kapsul)
4) Untuk anak yang sudah bisa menelan dapat diberikan langsung satu kapsul untuk diminum.
b. Kunjungan rumah
Kegiatan ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan cakupan pemberian kapsul
vitamin A.
1) Dengan kegiatan bulan kapsul dan sweeping 100% dan telah diberi kapsul vitamin A.
2) Sweeping sebaiknya dilakukan segera setelah Bila masih ada bayi dan anak balita yang tidak
datang atau belum mendapat kapsul vitamin A pada hari pemberian yang telah ditentukan, perlu
dilakukan sweeping yaitu mendatangi/mencari bayi dan anak balita tersebut untuk diberi kapsul
vitamin A, dengan melakukan kunjungan rumah. Hari pemberian dan paling lambat sebulan
setelah hari pemberian. Untuk memudahkan pencatatan dan pelaporan, pada akhir minggu ketiga
bulan Maret (untuk periode Februari) dan akhir minggu ketiga bulan September ( untuk periode
Agustus) seluruh kegiatan sweeping sudah selesai.
3) Bila setelah sweeping masih ada anak yang belum mendapat kapsul vitamin A, maka
diupayakan lagi meskipun sudah diluar periode pemberian.
9
c. Pada kejadian tertentu
1) Bila oleh petugas Puskesmas ditemukan kasus Xerophthalmia atau kasus campak atau
pneumonia dan gizi buruk, maka yang bersangkutan harus segera diberi kapsul vitamin A sesuai
anjuran.
2) Bila kader atau anggota masyarakat lain yang menemukan kasus Xerophthalmia hendaknya
kasus tersebut segera dikirim ke Puskesmas.
1.5 Program
Departemen Kesehatan mempunyai program yakni pemberian kapsul Vitamin A diberikan
pada bulan tertentu yang di kenal dengan bulan promosi Vitamin A yaitu
bulan Februari dan Agustus setiap tahun.
Program pemberian vitamin A menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Tahun 2002
dapat dilihat sebagai berikut:
Pencegahan kekurangan vitamin A pada anak balita sebenarnya sederhana saja yakni
dengan menumbuhkan kesadaran kepada keluarga-keluarga agar memberikan makanan sumber
vitamin A ke dalam makanan anaknya. Upaya–upaya penyuluhan untuk meningkatkan
pengetahuan keluarga dalam memilih makanan dan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi
untuk mencegah terjadinya kekurangan vitamin A.
Kapsul vitamin A dosis tinggi adalah sumber vitamin A, hasilnya dapat dilihat dalam
jangka panjang. Dalam jangka pendek diketahui kapsul lunak berisi vitamin A dosis 200 IU dan
100.000 IU. Kapsul vitamin A dosis tinggi bila dimakan oleh anak, akan disimpan di dalam hati
dan dapat memenuhi kebutuhan vitamin A selama 6 bulan. Artinya, anak yang memperoleh
kapsul vitamin A dosis tinggi dijamin tidak akan kekurangan vitamin A dalam kurun waktu 6
bulan setelah dia memakan kapsul tersebut (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2002).
Pemeberian vitamin A kepada ibu selah melahirkan dapat meningkatkan status vitamin A
dan jumlah kandungan vitamin terdsebut dalam ASI. Dosisi pemberianya sebanyak dua kali,
yaitu segera setelah melahirkan satu kapsul 200.000 IU, di lanjutkan satu kapsul pada hari
berikutnya minimal setelah 24 jam sesudah kapsul pertama, dan tidak lebih dari 6 minggu
kemudian. Dengan dosis ini akan menurunkan angka kematian pada ibu dan bayi, berkurangnya
penyakit infeksi pada persalinan, mencegah gangguan penglihatan seperti rabun senja,
memepercepat proses pemulihan, dan mencegah anemia.
10
Pemberian vitamin A dosisi tinggi selain di berikan pada anak usia di bawah 5 tahun di
setiap 6 bulan, ibu hamil dan ibu nifas juga di berikan pada keadaan tertentu seperti pada anak
dengan kasusu xeroftalmia, campak dan gizi buruk (marasmus, kwasiokor, dan marasmik
kwashiokor) dosisi pemeberianya disesuaikan dengan umur anak, di berikan pada hari pertama
(saat di temukan) hari kedua dan empat minggu kemudian.
Vitamin A dapat di di berikan secara geratis dan di peroleh di seluruh sarana fasilitas
kesehatan, (rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu(pustu), polindes/poskasdes, balai
pengobatan, praktek dokter/bidan swasta )
B. TAHAP PELAKSANAAN
A. Persiapan
ii. Kapsul Merah (200.000 SI) sejumlah Anak Balita dan ibu nifas
iii. Kapsul Vitamin A biru dapat diberikan kepada anak balita sebanyak 2 kapsul apabila kapsul
Vitamin A merah tidak tersedia di lapangan iv. Perlu penambahan 10% untuk kapsul Vitamin A
biru dan Merah untuk cadangan.
11
2) Tenaga pelaksana Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus
mengetahui kebutuhan tenaga pelaksana untuk masing - masing puskesmas dan memberikan
bantuan apabila terdapat kekurangan tenaga pelaksana.
b. Tingkat Puskesmas
Puskesmas menyusun rencana kerja yang lebih rinci menurut petugas, tempat dan waktu
serta bagaimana menjangkau sasaran (microplanning). Selanjutnya membuat peta daerah risiko
tinggi dan lokasi pelayanan yang terdiri dari:
1) Jumlah sasaran : Puskesmas mendapatkan jumlah sasaran balitanya dengan berdasarkan data
riil atau data proyeksi dari sasaran kabupaten/kota.
4) Tenaga Pelaksana Perkiraan jumlah tenaga pelaksana (satu tim) dihitung berdasarkan jumlah
tempat pelaksanaan kegiatan ini. Pos pelayanan imunisasi dibagi jumlah sasaran:
a) Satu orang tenaga kesehatan diperkirakan mampu memberikan pelayanan suntikan pada
maksimal 75 sasaran per hari.
b) Setiap pos pelayanan dibantu oleh 3 orang kader yang bertugas untuk:
(i) menggerakkan masyarakat untuk datang ke pos pelayanan imunisasi, (ii) mengatur alur
pelayanan imunisasi di pos pelayanan (iii) mencatat hasil imunisasi, dan (iv) memberi
tanda/marker pada kuku jari kelingking kiri anak yang sudah mendapat imunisasi.
12
c) Setiap 3-5 pos pelayanan imunisasi dikoordinir oleh satu orang supervisor untuk memastikan
pelaksanaan crash program campak berjalan dengan baik. Supervisor juga bertugas memantau
kecukupan logistik dan KIPI.
Kegiatan ini harus menjangkau semua sasaran di wilayah kerja puskesmas sehingga
petugas perlu mengetahui wilayah kerjanya dengan baik. Kabupaten/Kota harus
menginventarisasi daerah (kecamatan, puskesmas, dan desa) di wilayahnya berdasarkan tingkat
kesulitannya. Hal ini akan membantu dalam menentukan strategi pelaksanaan sehingga semua
sasaran dapat dijangkau. Dalam pemetaan tersebut juga harus dicantumkan tanggal dan lamanya
pelaksanaan tiap puskesmas serta petugas kabupaten yang bertanggung jawab sebagai supervisor
serta nama - nama tim perpos pelayanan imunisasi.
3. Advokasi
13
4. Mobilisasi Masyarakat
B. Pelaksanaan
2. Mekanisme Kerja
a. Pelaksanaan di Tingkat Posyandu Berikut ini adalah contoh mekanisme kerja pelayanan
imunisasi di posyandu atau pos pelayanan imunisasi:
Sasaran yang datang ke Pos Pelayanan dicatat dalam buku Register oleh kader dan
selanjutnya anak ditimbang dan mendapatkan kapsul Vitamin A sesuai dengan umur. Pastikan
14
anak sudah mendapatkan Vitamin A sebelum diberikan obat cacing (Albendazole). Pemberian
Balita yang sudah mendapatkan semua pelayanan harus sudah tercatat dibuku Register.
2. Kalau kapsul Vitamin A merah (200.000 SI) tidak tersedia di lapangan maka, untuk anak
Balita (12-59 bulan) dapat diberika kapsul Vitamin A biru masing- masing 2 kapsul.
C. Waktu pelaksanaan
1. Sebelum dilakukan pemberian kapsul, tanyakan pada ibu balita apakah pernah menerima
kapsul vitamin A pada 1 (satu) bulan terakhir. Petugas kesehatan atau kader mencuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir sebelum memberikan kapsul vitamin A. Berikan kapsul
biru (100.000 SI) untuk bayi dan kapsul merah (200.000 SI) untuk anak balita
15
BAB III
Pemantauan adalah salah satu fungsi penting dalam pelaksanaan kegiatan ini untuk
mengetahui permasalahan saat pelaksanaan kegiatan sehingga dapat segera dilakukan upaya
pemecahan masalah. Ada 3 alat pemantauan yang digunakan dalam kegiatan ini:
3. RCA (Rapid Convenient Assesment) atau penilaian cepat setelah kegiatan dilakukan untuk
mengetahui apakah seluruh sasaran pada daerah tersebut sudah diimunisasi sekaligus sebagai
upaya validasi cakupan crash program yang dilaporkan.
16
sesudah pelaksanaan dilakukan untuk mengidentifikasi pencapaian hasil kegiatan, seperti
cakupan masing-masing wilayah, pemakaian logistik dan masalah-masalah yang dihadapi saat
pelaksanaan. Pada pertemuan evaluasi juga diidentifikasi kasus-kasus KIPI yang terjadi serta
aspek-aspek yang menyebabkan terjadinya KIPI tersebut. Hasil pertemuan evaluasi dapat
digunakan sebagai acuan dalam menyusun rencana tindak lanjut untuk penguatan imunisasi rutin
Melakukan pencatatan dan pelaporan cakupan suplementasi vitamin A pada bayi, anak
balita, dan ibu nifas dilakukan secara berjenjang mulai dari Posyandu sampai dengan Provinsi.
Data utama yang harus dicantumkan
Data utama yang harus dicantumkan adalah data jumlah sasaran, program, data jumlah
yang menerima kapsul vitamin A, dan cakupan kapsul vitamin A.
C. Indikator Indikator yang digunakan dalam evaluasi adalah:
1. Input
a. Logistik (jumlah dan ketersediaan kapsul vitamin A di setiap tempat pelayanan dan formulir
pencatatan-pelaporan)
b. SDM (Petugas kesehatan, kader dan guru)
c. Dana operasional
d. Sarana dan prasarana
2. Proses
a. Jumlah sasaran yang datang dan menerima obat
b. Kecepatan sasaran menerima dosis yang sesuai
c. Ketepatan pencatatan
d. Ketepatan pelaporan
e. Ketepatan jadwal sosialiasi
f. Koordinasi dalam pencatatan dan pelaporan.
3. Output
Cakupan suplementasi kapsul vitamin A sesuai sasaran pemberian kapsul.
17
BAB 1V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sasaran dari program posyandu untuk pemberian kapsul vitamin A di puskesmas tidak
memenuhi target
2. Upaya yang di lakukan untuk memenuhi target yang telah di tetapkan adalah dengan
mengunakan analisis swot dan penyusunan strategi generic.
3. Untuki mencapai strategi tersebut di susun suatu rencana kerja atau plan of action dalam
rangka pencapainan target
4. Monitoring dan evaluasi di lakukan dengan mengunakan recommended frame work for
program evaluation dari WHO. Cara ini merupakan suatu langkah evaluasi yang disarankan oleh
WHO dalam evaluasi.
18
DAFTAR FUSTAKA
WHO (1995). Menejemen Pelayanan Kesehatan Primer, Edisi kedua, Penerbit Buku Kedokteran
ECG.
WHO (1995), Evaluasi Program Kesehatan, Geneva.
Machmud, Rizanda (1997), Evaluasi Pemanfaatan Posyandu Masyarakat di Kecamatan Padang
Timur, Padang, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Reinke,William, A (1994). Perencanaan Kesehatan Untuk Meningkatkan Efektifitas
Menejemen. Gajah Mada Press.
Djoko Wijono (1999), Manajemen Mutu pelayanan Kesehatan Edisi Pertama, Universitas
Airlangga Press
Azwar, Azrul (1988) ; Pengantar Administrasi kesehatan, Edisi kedua, Bina rupa Aksara.
Loevonsohn et all (1997), Using cost-effectiveness analysis to evaluate targeting strategies : the
case of vitmain A supplementation, Health Policy and Planning, 12 (1); 29-37, Oxford
University Press.
De Kluyver, Cornelis (2000), Strategic Thinking an Executive Perspective, Prentice Hall, Upper
Saddle river, New Jersey. http://www.cdc.gov/mmwr
19