Anda di halaman 1dari 22

Sari Kepustakaan ACC Supervisor Telah dibacakan

Divisi Pulmonologi dan Pimpinan Sidang


Alergi Imunologi

dr. Fauzi Ahmad Lubis (dr. Zuhrial Zubir, Sp.PD K-AI) (dr. Zuhrial Zubir, Sp.PD K-AI)

SJORGEN SYNDROME
Ahmad Fauzi, Zuhrial Zubir, Alwinsyah Abidin, Meivina Ramadhani, Ananda Wibawa
Divisi Pulmonologi dan Alergi Imunologi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU
RSUP Haji Adam Malik Medan

1. PENDAHULUAN
Sindrom Sjogren (SS) disebut juga Autoimmune Exocrinopathy, Mickuliczs Disease,

Geugerots Syndrome, Sicca Syndrome adalah penyakit autoimun sistemik yang terutama

mengenai kelenjar eksokrin dan biasanya memberikan gejala kekeringan persisten pada mulut

dan mata akibat gangguan fungsional kelenjar saliva dan lakrimalis.1SS pertama kali

dilaporkan oleh Hadden, Leber dan Mikulicz tahun 1880, terminologi SS diperkenalkan saat

Sjogren di Swedia tahun 1933 melaporkan bahwa SS terkait dengan poliartritis dan penyakit

sistemik lain. Sebagian besar kasus SS masih belum diketahui penyebabnya. SS diklasifi

kasikan sebagai SS primer apabila tidak berkaitan dengan penyakit autoimun sistemik,

sedangkan SS sekunder apabila berkaitan dengan penyakit autoimun sistemik lain seperti

Artritis Rematoid (RA), Systemic Lupus Eritematosus (SLE), dan Sklerosis Sistemik.1,2

Sindrom Sjogren bisa dijumpai pada semua umur, sering umur 40-60 tahun terutama

perempuan dengan perbandingan perempuan dengan pria 9:1. Sampai saat ini prevalensinya

belum diketahui dengan pasti, diperkirakan prevalensi Sindrom Sjogren sekitar 0,1 – 0,6 %

karena seringnya sindrom ini bertumpang tindih dengan penyakit rematik lainnya. Selain itu
gejala klinik yang muncul pada awal penyakit sering tak spesifik, di Amerika diperkirakan

penderita Sindrom Sjogren sekitar 2-4 juta orang, hanya lima puluh persen saja yang tidak

tegak diagnosanya dan hampir 60 % ditemukan bersamaan dengan penyakit autoimun lainnya

antara lain Artritis rematoid, SLE dan Sklerosis Sistemik.2,3

Manifestasi klinis Sindrom Sjogren ini sering tumpang tindih dengan penyakit

rematik lain sehinga diperlukan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang cermat untuk dapat

menegakkan diagnosis sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat

2.1. DEFINISI

Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit

autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan

gejala kekeringan persisten dari mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer saliva

dan lakrimalis. 2

2.2. EPIDEMIOLOGI
Sindrom Sjogren merupakan penyakit autotimun yang sering dijumpai selain

Systemic Lupus Eritematosus (SLE), di seluruh dunia angka kejadian Sindrom Sjogren

berkisar 0,1-4% populasi. Di Amerika Serikat jumlah penderitanya mencapai 2-4 juta orang.

Hanya 50% yang tidak didiagnosis dan hampir 60% ditemukan bersamaan dengan penyakit

autoimun lain. Sindrom Sjorgen dapat dijumpai pada semua usia, paling sering pada usia 40-

60 tahun, terutama pada wanita dengan perbandingan wanita dan pria adalah 9:1.

Prevalensinya pada populasi wanita di China berkisar 0,33-0,77%. 3

2.3. ETIOLOGI
Etiologi Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat peranan

faktor genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Dilaporkan adanya kaitan

antara Sindrom Sjogren dengan HLA DR dan DQ. Kaitan antara HLA dan Sindrom Sjogren

didapatkan hanya pada pasien yang meliputi antibodi anti SS-A dan atau anti SS-B.

Diperkirakan terdapat peranan infeksi virus (Epstein-Barr, Coxsackle, HIV dan HCV ) pada

patogenesis Sindrom Sjogren. 1.3.4 Hubungan Sindrom Sjogren dengan Hepatitis Virus C dulu

masih diperdebatkan, baru tahun 1922 Haddad di Spanyol mendapatkan gambaran histologi

Sindrom Sjogren pada 16 pasien dari 28 pasien Hepatitis virus C, sejak saat itu lebih dari 250

kasus Sindrom Sjogren yang berhubungan dengan Hepatiti virus C dilaporkan.4 Tahun 1994

didapatkan sebanyak 4 % pasien Hepatitis autoimun pada pasien Sindrom Sjogren Primer,

sedangkan survei terbaru tahun 2008 terdapat 2 kasus Hepatitis autoimun dari 109 pasien

Sindrom Sjogren Primer.5 Hubungan pasien pasien Sindrom Sjogren dengan SLE dilaporkan

di Athens dari 283 pasien SLE terdapat 26 (9,2%) memenuhi kriteria Sindrom Sjogren,

sedangkan di China terdapat 35 (6,5 %) pasien memenuhi kriteria Sindrom Sjogren dari 542

pasien SLE. 5 Berdasarkan AECC kriteria terdapat 19 (14 %) pasien memenuhi kriteria

Sindrom Sjogren dari 133 pasien Sklerosis sistemik.5

2.4. IMUNOPATOLOGI

Gambaran histopatologi pada kelenjer lakrimalis dan saliva adalah periductal focal

lymphocytic infiltration. Limfosit yang paling awal mengilfiltrasi kelenjer saliva adalah sel T

terutama CD45RO dan sel B CD20+. Pada Sindrom Sjogren ini juga didapatkan peningkatan

B cell Activating Factor (BAFF), yang merangsang pematangan sel B. Kadar plasma BAFF

pada pasien Sindrom Sjogren berkorelasi dengan autoantibodi disirkulasi dan pada jangka

panjang mungkin berperanan pada terjadinya limfoma. Pada sebagian besar pasien Sindrom

Sjogren terjadi peningkatan imunoglobulin dan autoantibodi. Autoantibodi ini ada yang

nonspesifik seperti Faktor Reumatik, ANA dan yang spesifik Sindrom Sjogren seperti anti Ro
(SS-A) dan anti LA (SS-B). Peran anti Ro dan anti–La pada patogenesis Sindrom Sjogren

masih belum jelas. Tetapi pada wanita hamil bisa menyebabkan komplikasi, dimana setelah

kehamilan 20 minggu antibodi ini bisa menembus plasenta dan mengakibatkan inflamasi

pada sistim konduksi jantung janin sehingga menyebabkan 1%-2 % congenital heart block.

Suatu penelitian di Norway mendapatkan dari 58 pasien Sindrom Sjogren yang hamil, 2

orang anaknya mengalami congenital heart block. 6,7

2.5.PATOFISIOLOGI

Reaksi imunologi yang mendasari patofisiologi Sindrom Sjogren tidak hanya

sistim imun selular tetapi juga sistim imun humoral. Bukti keterlibatan sistim humoral

ini dapat dilihat adanya hipergammaglobulin dan terbentuknya autoantibodi yang

berada dalam sirkulasi. Gambaran histopatologi yang dijumpai pada SS adalah

kelenjer eksokrin yang dipenuhi dengan infiltrasi dominan limfosit T dan B terutama

daerah sekitar kelenjer dan atau duktus, gambaran histopatologi ini dapat ditemui

dikelenjer saliva, lakrimalis serta kelenjer eksokrin yang lainnya misalnya kulit,

saluran nafas, saluran cerna dan vagina. Fenotip limfosit T yang mendominasi adalah

sel T CD 4 +. Sel-sel ini memproduksi berbagai interleukin antara lain IL-2, IL-4, IL-

6, IL1 A dan TNF alfa sitokin-sitokin ini merubah sel epitel dan mempresentasikan
protein, merangsang apoptosis sel epitel kelenjer melalui regulasi fas. Sel B selain

mengfiltrasi pada kelenjer, sel ini juga memproduksi imunoglobulin dan autoantibodi.

Adanya infiltrasi limfosit yang menganti sel epitel kelenjer eksokrin, menyebabkan

penurunan fungsi kelenjer yang menimbulkan gejala klinik. Pada kelenjer saliva dan

mata menimbulkan keluhan mulut dan mata kering. Peradangan pada kelenjer

eksokrin pada pemeriksaan klinik sering dijumpai pembesaran kelenjer. Gambaran

serologi yang didapatkan pada SS biasanyan suatu gambaran hipergammaglobulin. 6,7

Peningkatan imonuglobulin antara lain faktor reumatoid, ANA dan antibodi

non spesifik organ. Pada pemeriksaan dengan teknik imunofloresen Tes ANA

menunjukan gambaran spekled yang artinya bila diekstrak lagi maka akan dijumpai

autoantibodi Ro dan La. Adanya antibodi Ro dan anti La ini dihubungkan dengan

gejala awal penyakit, lama penyakit, pembesaran kelenjer parotis yang berulang,

splenomegali, limfadenopati dan anti La sering dihubungkan dengan infiltrasi limfosit

pada kelenjer eksokrin minor. Faktor genetik, infeksi, hormonal serta psikologis

diduga berperan terhadap patogenesis, yang merangsang sistim imun teraktivasi.7,8


2.6. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinik Sindrom Sjogren sangat luas berupa suatu eksokrinopati

yang disertai gejala sistemik dan ektraglandular. Xerostomia dan xerotrakea

merupakan gambaran eksokrinopati pada mulut .Gambaran eksokrinopati pada mata

berupa mata kering atau keratokonjungtivitis sicca akibat mata kering. Manifestasi

ektraglandular dapat mengenai paru-paru, ginjal, pembuluh darah maupun otot. Gejala

sistemik yang dijumpai pada Sindrom Sjogren sama seperti penyakit autoimun

lainnya dapat berupa kelelahan, demam, nyeri otot, artritis. Poliartritis non erosif

merupakan bentuk artritis yang khas pada Sindrom Sjogren. Raynauds phenomena

merupakan gangguan vaskuler yang sering ditemukan, biasanya tanpa disertai

teleektasis ataupun ulserasi pada jari. Manifestasi ektraglandular lainnya tergantung

penyakit sistemik yang terkait misalnya AR, SLE dan skerosis sistemik. Meskipun

Sindrom Sjogren tergolong penyakit autoimun yang jinak, sindrom ini bisa

berkembang menjadi suatu malignansi. Hai ini diduga adanya transformasi sel B

kearahan keganasan.7, 9,10


MATA

Kelainan mata akibat Sindrom Sjogren adalah KeratoConjungtivitis Sicca

(KCS). KCS terjadi akibat penurunan produksi kelenjer air mata dalam jangka

panjang dan perubahan kualitas air mata. Gejala klinis berupa rasa seperti ada benda

asing dimata, rasa panas seperti terbakar dan sakit dimata, tidak ada air mata, mata

merah dan fotofobia. Beberapa pasien KCS ada yang asimtomatik. Pemeriksaan yang

dilakukan untuk penilaian KCS adalah Slit lamp dan pemeriksaan Rose Bengal atau

Lissamin green. Pemeriksaan jumlah produksi air mata dilakukan dengan Schimer

test. Bila hasilnya < 5 mm dalam 5 menit menunjukan produksi yang kurang. 1.3

Menurunnya produksi air mata dapat merusak epitel kornea maupun konjungtiva, bila

kondisi ini berlanjut, maka kornea maupun konjungtiva mendapat iritasi kronis, iritasi

kronis pada epitel kornea dan konjungtiva memberikan gambaran klinik

keratokonjungtivitis Sicca. Pada pemeriksaan terdapat pelebaran pembuluh darah

didaerah konjungtiva, perikornea dan pembesaran kelenjer lakrimalis.6

MULUT

Pada awal penyakit gejala yang paling sering adalah mulut kering

(xerostomia). Keluhan lain adalah kesulitan mengunyah dan menelan makanan,

kesulitan mengunakan gigi bawah serta mulut rasa panas. Tetapi beberapa pasien ada

yang tanpa gejala. Pemeriksaan yang paling spesifik untuk kelenjer saliva pasien

Sindrom Sjogren adalah biopsi Labial Salivary Gland ( LSG). Pemeriksaan biopsi

LSG tidak diperlukan pada pasien yang sudah terbukti terdapat KCS dan anti Ro atau

anti La. Fungsi kelenjer saliva dapat dinilai dengan mengukur unstimulated salivary

flow selama 5-10 menit. Keluhan xerostomia merupakan eksokrinopati pada kelenjer

ludah yang menimbulkan keluhan mulut kering karena menurunnya produksi kelenjer
saliva. Akibat mulut kering ini sering pasien mengeluh kesulitan menelan makanan

dan berbicara lama. Selain itu kepekaan lidah berkurang dalam merasakan makanan,

gigi banyak yang mengalami karies. Pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa mulut

yang kering dan sedikit kemerahan, atropi papila filiformis pada pangkal lidah, serta

pembesaran kelenjar.10,11

PEMBESARAN KELENJER PARATIROID

Sekitar 20-30 % pasien Sindrom Sjogren Primer mengalami pembesaran

kelenjer parotis atau submandibula yang tidak nyeri. Pembesaran kelenjer ini bisa

mengalami tranformasi menjadi limfoma.7

ORGAN LAIN

Kekeringan bisa terjadi pada saluran nafas serta orofaring yang sering

menimbulkan suara parau, bronkitis berulang, serta pneumonitis. Gejala lain yang

mungkin dijumpai adalah menurunnya produksi kelenjer pankreas. Kekeringan juga

juga bisa terjadi pada vagina, suatu penelitian pada 169 pasien Sindrom Sjogren, 26 %

pasien juga mempunyai keluhan vagina kering. 12

MANIFESTASI EKTRAGLANDULAR

Banyak sekali manifestasi ektraglandular pada Sindrom Sjogren yaitu artritis

atau artralgia (25%-85%), fenomena raynaud (13%-62%), tiroiditis autoimun

Hashimoto (10%-24%), renal tubular asidosis (5%-33%), sirosis bilier primer dan

hepatitis autoimun (2%-4%), penyakit paru (7%-35%) seperti batuk kronik, fibrosis

paru, alveolitis dan vaskulitis (9%-32%). Resiko terjadinya limfoma meningkat pada

pasien SS.12

MANIFESTASI KULIT
Manifestasi kulit merupakan gejala ektraglandular yang paling sering

dijumpai, dengan gambaran klinik yang luas. Kulit kering dan gambaran vaskulitis

merupakan keluhan yang sering dijumpai. Manifestasi vaskulitis pada kulit bisa

mengenai pembuluh darah sedang maupun kecil. Vaskulitis pembuluh darah sedang

biasanya terkait dengan krioglobulin dan vaskulitis pada pembuluh darah kecil berupa

purpura. Dikatakan bahwa vaskulitis dikulit merupakan petanda prognosis buruk.13

MANIFESTASI PARU

Manifestasi paru yang paling menonjol yaitu gambaran penyakit bronkial dan

bronkiolar dan saluran nafas kecil. Penyakit paru Intertisial lebih sering dijumpai pada

Sindrom Sjogren Primer dengan gambaran patologi infiltrasi limfosit pada intersisial

atau fibrosis yang berat. Adanya pembesaran kelenjer limfe yang parahiler yang

sering menyerupai suatu limfoma (pseudolimfoma). Manifestasi paru pada Sindrom

Sjogren Primer dan Sekunder memberikan gambaran yang berbeda. Pada Sindrom

Sjogren Sekunder, manifestasi parunya disebabkan oleh primer penyakit yang

mendasari.13

MANIFESTASI PEMBULUH DARAH

Vaskulitis ditemukan sekitar 5 % dapat mengenai pembuluh darah sedang

maupun kecil dengan manifestasi klinik berbentuk purpura, urtikaria yang berulang,

ulkus kulit dan mononeuritis multipel. Vaskulitis pada organ internal jarang

ditemukan. Raynaunds fenomena dijumpai pada 35 % kasus dan biasanya muncul

setelah sindrom sicca terjadi sudah bertahun-tahun, tanpa disertai teleektasis dan

ulserasi. 11,12

MANIFESTASI PADA GINJAL


Keterlibatan ginjal hanya ditemukan sekitar 10 %. Manifestasi yang tersering

berupa kelainan tubulus dengan gejala subklinis. Gambaran kliniknya dapat berupa

hipophospaturia, hipokalemia, hiperkloremia, renal tubular asidosis tipe distal. Yang

sering dijumpai diklinik gambarannya tidak jelas dan seringkali menimbulkan

komplikasi batu kalsium dan gangguan fungsi ginjal. Gejala hipokalemia seringkali

dijumpai diklinik dengan manifestasi kelemahan otot. Pada biopsi ginjal didapatkan

infiltrasi limfosit pada jaringan intersisial.12

MANIFESTASI NEUROMUSKULAR

Manifestasi neurologi yaitu diakibatkan vaskulitis pada sistim syaraf dengan

manifestasi klinik neuropati perifer. Kranial neuropati juga dapat dijumpai pada

Sindrom Sjogren, biasanya mengenai serat saraf tunggal, misalnya neuropati

trigeminal atau neuropati optik, neuropati sensorik merupakan komplikasi neurologi

yang sering. Kelainan muskular hanya berupa mialgia dengan enzim otot dalam batas

normal. 11

MANIFESTASI GASTRO INTESTINAL

Keluhan yang sering dijumpai adalah disfagia, karena kekeringan daerah

kerongkongan, mulut dan esofagus, disamping itu faktor dismotilitas esofagus akan

menambah kesulitan proses menelan. Mual dan nyeri perut daerah epigastrik juga

sering dijumpai. Biopsi mukosa lambung menunjukan gastritis kronik atropik yang

secara histopatologi didapatkan infiltrasi limfosit. Gambaran ini persis seperti yang

didapatkan pada kelenjer liur. Hepatomegali, peningkatan alkali fosfatase, sirosis

bilier primer lebih sering pada tipe primer.12


ARTRITIS

Lima puluh persen gejala artritis pada Sindrom Sjogren, artritisnya mungkin

muncul lebih awal sebelum gejala sindrom sicca muncul. Artritis pada Sindrom

Sjogren tidak erosif. Artralgia, kaku sendi, sinovitis, poliartitis kronis gejala lain yang

mungkin dijumpai.13

2.7. DIAGNOSIS SJORGEN SYNDROME

Banyak gejala Sindrom Sjogren yang non spesifik sehingga seringkali

menyulitkan dalam mendiagnosis. Ketepatan membuat diagnosis diperlukan waktu

pengamatan yang panjang. Oleh karena manifestasi yang luas dan tidak spesifik

akhirnya American European membuat suatu konsensus untuk menegakkan diagnosis

Sindrom Sjogren, kriteria ini mempunyai sensitivitas spesifisitas sebesar 95 %.

Adapun kriteria tersebut : 14


 Gejala mulut kering

 Gejala mata kering

 Tanda mata kering dibuktikan dengan tes schimer atau tes Rose bengal

 Tes fungsi kelenjer saliva, abnormal flow rate dengan skintigrafi /sialogram

 Biopsi kelenjer ludah minor

 Autoantibodi (SS-A, SS-B)

SS bila memenuhi 4 kriteria, satu diantaranya terbukti pada biopsi kelenjer eksokrin

minor atau positif antibodi. Suatu penelitian melaporkan dari 3000 pasien Sindrom

Sjogren rata-rata waktu mulai timbul keluhan sampai diagnosis adalah 6,5 tahun.
Pada SS sering didapatkan peningkatan imunoglobulin serum poliklonal dan

sejumlah auto antibodi yang sesuai dengan aktivitas kronis sel B. Laju endap darah

meningkat sesuai peningkatan globulin gama. Suatu penelitian multisenter atas 400

pasien SS berdasarkan kriteria The European Community Preeliminary Criteria tahun

1993 mendapatkan Anti Ro 40% dan anti La 26%, ANA 74%, RF 38% pasien SS.

Kelainan hematologi yang bisa didapatkan pada SS adalah anemia 20%, leukopenia

16%, dan trombositopenia 13%, hipergamaglobulinemia ditemukan hampir pada 80%

kasus. Penelitian di London mengevaluasi 34 pasien keluhan mata dan mulut kering

tapi tidak termasuk SS yang dikenal dengan Dry Eyes and Mouth Syndrome (DEMS);

pada pemeriksaan anti Ro dan anti La semuanya negatif walaupun ANA positif

(19%).11,12

2.8. PEMERIKSAAN TAMBAHAN

1. Tes Schirmer

Berfungsi memeriksa fungsi kelenjar lakrimal. Terdapat 2 jenis tes yaitu Schirmer I

dan II, Schirmer I adalah pemeriksaan yang masuk dalam kriteria diagnosis SS, yaitu

meletakkan kertas kering di kelopak mata bawah selama 5 menit, normalnya adalah
≥15 mm kertas akan basah, jika <5 mm maka hal ini mengkonfi rmasi diagnosa mata

kering.7

2. Rose Bengal

Pemeriksaan ini menggunakan bahan aniline yang dapat mewarnai epitel

kornea dan konjungtiva yang tidak fungsional. Penilaiannya: 0-4, bila 3-4 berarti

pewarnaan epitel lebih banyak yang menandakan hiposekresi lakrimal. Evaluasi

dengan kriteria Van Bijsterveld membagi permukaan mata menjadi 3 yaitu:

konjungtiva bulbar bagian nasal, kornea, konjungtiva bulbar bagian temporal, yang

diberi nilai 0-3 (0: tidak ada pewarnaan; 3: pewarnaan jelas). Skor ≥4 sudah bernilai

positif. Skor ini merupakan metode paling spesifik untuk mengevaluasi keluhan mata

pada sjorgen syndrome. 7

3. Sialometri

Merupakan pengukuran kecepatan produksi kelenjar saliva (parotis,

submandibula, sublingual, atau total) tanpa adanya rangsangan. Pada SS aliran saliva

akan diukur pada kelenjar submandibular/sublingual kemudian dibandingkan dengan

kontrol; pengukuran pada kelenjar parotis tidak spesifik karena akan menunjukkan

penurunan aliran saliva baik pada pasien SS dan non-SS.9


4. Sialografi

Bertujuan untuk mengetahui perubahan anatomi kelenjar saliva dan

duktusnya. Pemeriksaan ini menggunakan kontras larut air yang dimasukkan dengan

sistem kanulasi ke kelenjar saliva kemudian mengevaluasi kelainan yang terjadi.13

5. Scintigrafi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan injeksi 99mTcsodium intravena kemudian

mengevaluasi ambilan 99mTc-sodium setelah 60 menit.13

6. Histopatologi

Biopsi kelenjar eksokrin minor memberikan gambaran sangat spesifik yaitu

infi ltrasi limfosit dominan. Biopsi saliva minor merupakan standar baku diagnosis

SS.13

DIAGNOSIS BANDING
2.9. PENATALAKSANAAN SJORGEN SYNDROME

Prinsip penatalaksanaan SS adalah menggantikan fungsi kelenjar eksokrin

dengan memberi lubrikasi sehingga memperbaiki kualitas hidup pasien.

MATA

Pengobatan untuk mata kering bisa dimulai secara non-farmakologis seperti

menghindari kondisi lingkungan yang memperberat mata kering (kering, berasap, ber-

AC), dan aktivitas yang menyebabkan ketidakstabilan lapisan air mata (terlalu lama

membaca atau di depan layar komputer). Penggunaan kacamata dengan dukungan

ruangan sedikit lembap dapat menguntungkan. Pasien juga harus menghindari obat

yang dapat menghambat produksi lakrimal seperti diuretik, β-bloker, antidepresan

trisiklik, dan antihistamin, atau dalam dosis minimal Penggunaan air mata

buatan/artifi sial merupakan modalitas yang paling sering,terutama pada derajat

ringan sampai sedang. Ada 2 jenis sediaan yaitu emulsi dan cairan hipotonik. Emulsi

mengandung komponen cairan dan lipid untuk mata kering derajat evaporasi tinggi.

Sedangkan cairan hipotonik digunakan hanya untuk menambah jumlah lakrima dan

mengurangi osmolaritas lapisan air mata. Saat ini sudah terdapat tetes mata serum
autolog terbuat dari bahan non-alergenik bersifat sama seperti air mata normal untuk

pasien dengan intoleransi air mata artifi sial, mendukung reepitelisasi karena

mengandung Epithelial Growth Factor, fibronektin, dan vitamin.15

Terapi sistemik untuk kasus mata kering adalah agonis muskarinik (M) yang

menstimulasi sel kelenjar lakrimalis yaitu dengan Pilokarpin 5 mg 4 kali sehari atau

Cevimeline 30 mg 3 kali sehari. Kedua obat tersebut menyebabkan stimulasi sekresi

aqueus humor dan mucus pada reseptor M1 dan M3, cevimeline juga memiliki efek

anti-apoptosis yang dimediasi reseptor M1 .15

Pemberian imunomodulator seperti emulsi Siklosporin A 0,05% menstabilkan

respon imun pada mata dengan mengurangi disposisi limfosit; pemberian oral tidak

menunjukkan respon yang berarti.15

MULUT

Pengobatan kelainan dimulut akibat Sindrom Sjogren meliputi pengobatan dan

pencegahan karies, mengurangi gejala dimulut, memperbaiki fungsi mulut.

Pengobatan xerostomia sangat sulit sampai saat ini belum ada obat yang dapat untuk

mengatasinya. Pada umumnya terapi ditujukan pada perawatan gigi, kebersihan

mulut, merangsang kelenjer liur, memberi sintetik air liur. Pada kasus ringan

digunakan sugar-free lozenges, cevimeline atau pilokarpin. Pengobatan kandidiasis

mulut pada kasus yang masih ada produksi saliva dapat digunakan anti jamur sistemik

seperti flukonazol, sedang pada kasus yang tidak ada produksi saliva digunakan anti

jamur topikal.14,15

SISTEMIK

Antiinflamasi dan Disease-Modifying Antirheumatic Drugs(DMARD) Mudah

lelah, artralgia, myalgia, dan demam adalah gejala non-eksokrin yang sering ditemui.
Analgesik dan Non Steroid Anti Infl ammatory Drugs (NSAID) menjadi lini pertama

untuk mengatasi keluhan muskuloskeletal dan gejala konstitusional, tapi tidak

memberikan efek untuk sindrom kekeringan mata dan mulut

Pemberian kortikosteroid diindikasikan untuk artritis, manifestasi kutaneus,

dan gejala konstitusional pada SS. Prednisolon 40 mg/hari selama 6 bulan

memperbaiki produksi saliva setelah satu bulan pemberian, mulai titrasi dosis rendah

selama 48 bulan. Hidroklorokuin memperbaiki gejala muskuloskeletal dan gejala

konstitusional. Obat ini mengganggu produksi sitokin proinfl amasi seperti IL-1a dan

IL-6; tidak hanya menghasilkan perbaikan klinis namun juga perbaikan serologis IgG,

laju endap darah, ANA, RF, IL-6. Hidroksiklorokuin meningkatkan produksi kelenjar

saliva setelah terapi selama 6 bulan. Metotrexate digunakan untuk artritis yang

mengenai beberapa sendi. Azathioprine dosis rendah per-oral tidak menghasilkan

efikasi klinis dan laboratorium.50 Lefl onomide masih diteliti lebih lanjut. 16

Hidroklorokuin memperbaiki gejala muskuloskeletal dan gejala konstitusional.

Obat ini mengganggu produksi sitokin proinfl amasi seperti IL-1a dan IL-6; tidak

hanya menghasilkan perbaikan klinis namun juga perbaikan serologis IgG, laju endap

darah, ANA, RF, IL-6. Hidroksiklorokuin meningkatkan produksi kelenjar saliva

setelah terapi selama 6 bulan. Metotrexate digunakan untuk artritis yang mengenai

beberapa sendi. Azathioprine dosis rendah per-oral tidak menghasilkan efikasi klinis

dan laboratorium. Leflonomide masih diteliti lebih lanjut.14

Agen Biologis

Penelitian pada 16 pasien SS primer yang diterapi Infl iximab 3 mg/kg pada

minggu 0, minggu 2, minggu 6 menghasilkan perbaikan klinis. Penggunaan

Rituximab infus 375 mg/m2 dengan prednison 25 mg intravena pada 8 pasien SS

primer selama 12 minggu dapat mengurangi keluhan mata dan mulut kering.16
KESIMPULAN

Sindrom Sjogren adalah penyakit autoimun yang menyebabkan disfungsi

produksi kelenjer saliva dan lakrimalis yang selanjutnya mengakibatkan gejala dan

komplikasi akibat disfungsi kelenjar tersebut . Diagnosis Sindrom Sjogren sebenarnya

tidak terlalu sulit, tetapi perlu ketelitian dan perhatian terhadap kemungkinan SS pada

pasien dengan gejala akibat disfungsi kelenjar lakrimalis dan saliva seperti mulut
kering, mata kering dan rasa seperti ada benda asing (seperti ada pasir ), serta

memperhatikan adanya gejala tersebut pada pasien yang beresiko SS seperti pada

pasien artritis rematoid. Tatalaksana SS terdiri dari tatalaksana akibat disfungsi

kelenjer lakrimalis dimata dan disfungsi kelenjer saliva di mulut, tatalaksana sekuele

dan tatalaksana manifestasi ektraglandular

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumariyono. Diagnosis dan Tatalaksana Sindrom Sjorgen. Kumpulan Makalah

Temu Ilmiah Reumatologi. 2014.p134-6.

2. Yuliasih. Sindroma Sjogren. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II edisi IV.

Pusat Penerbitan IPD FKUI 2016.p1193-6.


3. Helmick CG, Felson DT, Lawrence RC, et al. Estimates of the prevalence of

arthritis and other rheumatic conditions in the United States. Part I. Arthritis

Rheum. Jan 2018;58(1):15-25.

4. Fox PC. Autoimmune diseases and Sjögren’s syndrome: an autoimmune

exocrinopathy. Ann. NY Acad. Sci.2018,2007;15–21.

5. Kessel A, Toubi E, Rozenbaum M, Zisman D, Sabo E, Rosner I. Sjögren’s

syndrome in the community: can serology replace salivary gland biopsy?

Rheumatol. Int. 2016;26,337–9.

6. Kruszka P, O’Brian RJ. Diagnosis and management of Sjögren syndrome. Am.

Fam. Physician. 2019;79,465–70.

7. Xiang YJ, Dai SM. Prevalence of rheumatic diseases and disability in China.

Rheumatol. Int.2019;29,481–90.

8. Price EJ, Venables PJ. The etiopathogenesis of Sjögren’s syndrome. Semin

Arthritis Rheum. Oct 2015;25(2):117-33.

9. Mattey DL, González-Gay MA, Hajeer AH, Dababneh A, Thomson W, García-

Porrúa C, et al. Association between HLA-DRB1*15 and secondary Sjögren’s

syndrome in patients with rheumatoid arthritis. J Rheumatol. 2017;27(11):2611-6

10. Papasteriades CA, Skopouli FN, Drosos AA, Andonopoulos AP, Moutsopoulos

HM. HLA-alloantigen associations in Greek patients with Sjögren’s syndrome. J

Autoimmun. Feb 2012;1(1):85-90.

11. Casals MR Font J. Primary Sjogren Syndrome: Current and emergent

aetiopathogenic concepts. Rheumatology. 2015;44:1354-67.

12. Brun JG. Madland TM. Gjesdal CB. Sjogren syndrome in an-out-patient clinic;

classification of patient according to the preliminary European criteria and the

proposed modifi ed European criteria. Rheumatology. 2018:41;301-4.


13. Fox RI. Sjögren’s syndrome. Lancet. 2017;366(9482):321-31.

14. Parkin B, Chew JB, White VA, Garcia-Briones G, Chhanabhai M, Rootman J.

Lymphocytic infi ltration and enlargement of the lacrimal glands: a new subtype

of primary Sjögren’s syndrome?. Ophthalmology. 2015;112(11):2040-7.

15. Rosas J, Casals MR dan Ena J, 2002.Usefulness of basal and Pilocarpin stimulated

salivary flow in primary sjogren syndrome correlation with clinical

immunological and histological features. Rheumatology. 41:670-675.

16. Ryoko E, Tetsuya K, Tetsuyoshi H et al, 2013. CT Findings of Thoracic

Manifestations of Primary Sjögren Syndrome: Radiologic-Pathologic Correlation

Anda mungkin juga menyukai