Nim : 201904044
Kelas : 4A
Mata Kuliah : Metabolisme Zat Gizi Mikro
BAB I
VITAMIN LARUT LEMAK
Studi Kasus
Seorang anak berusia 12 tahun mengalami defisiensi vitamin A sekunder dimana
terjadi abnormalitas konversi beta – karoten menjadi vitamin A di dalam ususnya.
Tidak terdapat bukti yang dapat menunjukkan bahwa anak tersebut mengalami
hipotiroidism atau gangguan fungsi hati yang merupakan penyebab gangguan
konversi beta – karoten menjadi vitamin A. Defisiensi pada anak ini dapat
diperbaiki dengan pemberian suplemen vitamin A.
Kata kunci :
1. Retinol
2. Rabun senja (night blindness)
3. Beta – karoten
4. Xerophthalmia
5. Retinol activity equivalents (RAE)
6. Retinol binding protein (RBP)
Bahan Diskusi
1. Sebutkan tiga fungsi umum vitamin dan jelaskan !
Jawaban
a. Metabolisme energi
Vitamin adalah nurtrient organik yang mempunyai berbagai fungsi yang
esensial dalam proses metabolisme, dibutuhkan dalam jumlah yang kecil
dan harus disuplai dari makanan. Vitamin yang larut dalam lemak
merupakan zat nonpolar dan molekul hidroofobic. Vitamin yang larut
dalam air merupakan kelompok vitamin B kompleks dan vitamin C yang
berfungsi sebagai kofaktor enzim.
b. Pertumbuhan
Vitamin dapat berfungsi untuk pertumbuhan. Contohnya asam retinoat
turut serta dalam sintesis glikoprotein sehingga dapat dijelaskan bahwa
asam retinoat bekerja dalam menggalakkan pertumbuhan dan differensiasi
jaringan.
c. Pemeliharaan tubuh
Vitamin dapat berfungsi untuk pemeliharaan tubuh misalnya retinoid dan
karotenoid memiliki aktivitas antikanker. Banyak penyakit kanker pada
manusia timbul dalam jaringan epitel yang tergantung pada retinoid untuk
berdifferensiasi seluler yang normal. β-karoten merupakan zat antioksidan
dan mungkin mempunyai peranan dalam menangkap radikal bebas peroksi
didalam jaringan dengan tekanan parsial oksigen yang rendah. Karena ß –
karoten efektif pada konsentrasi oksigen yang rendah, zat provitamin ini
melengkapi sifat-sifat antioksidan yang dimiliki.
8. Jelaskan mengenai toksisitas akut dan kronis yang terjadi akibat konsumsi
vitamin A berlebihan!
Jawaban
Bila kadar vitamin A berlebihan justru akan berdampak negatif antara lain
dapat menghambat pertumbuhan tulang dan meningkatkan resiko patah
tulang (Anonim, 2003). Cacat bawaan berupa pemendekan tulang-tulang
ekstremitas setelah pemberian vitamin A berlebih terjadi pada kehamilan hari
ke 8 maupun ke 11. Hal tersebut sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa
cacat bawaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh hambatan proses
kondrogenesis (Kochhar, 1985 cit . Wahyuni,1991) Mengingat pentingnya
proses pertumbuhan tulang pada anak dan pubertas, kiranya perlu dicari
informasi lebih lanjut untuk mengungkap sejauh mana peranan pemberian
vitamin A dosis berlebihan terhadap proses pertumbuhan tulang. Penelitian
ini bertujuan untuk membuktikan pada hipervitaminosis A dapat
menyebabkan hambatan pertumbuhan tulang femur dan hambatan pada sel
kondrosit pada zona proliferasi dan zona hipertrofi pada epifiseal plate.
Referensi:
Kata kunci.
1. Anemia makrositik
2. Vegan
3. Makanan hewani
4. Vitamin B12
Bahan Diskusi
1. Jelaskan fungsi vitamin B12.
Jawaban
Vitamin B12 berfungsi untuk mengubah folat menjadi bentuk aktif, dan
dalam fungsi normal metabolisme semua sel, terutama sel-sel saluran cerna,
sumsum tulang, dan jaringan saraf. Vitamin B12 merupakan kofaktor dua
jenis enzim pada manusia, yaitu metionin sintetase dan metimalonil-KoA
mutase.
3. Jelaskan hubungan antara defisiensi vitamin B12 dan anemia yang dialami
oleh tuan EH.
Jawaban
Semakin banyak asupan vitamin B12 seseorang maka semakin tinggi kadar
hemoglobinnya, begitu sebaliknya. Hal ini disebabkan kurangnya dalam
mengkonsumsi makanan sumber vitamin B12 yang baik (hati, daging, udang,
dan kerang) dan makanan yang dikonsumsi memiliki daya absorpsi besi
rendah, sehingga asupan besi dalam tubuh tidak terlalu banyak.
4. Jelaskan mengapa Tuan EH yang tidak mengonsumsi makanan hewani dan
kecenderungannya kekurangan vitamin B12.
Jawaban
Tuan EH tidak mengonsumsi makanan seperti daging dan produk olahan dari
hewan seperti telur, susu dan keju serta menjalani diet vegan karena Ayahnya
Tuan EH meninggal akibat kanker kolon. Jadi Tuan EH selama lebih dari 3
tahun, telah menjalani gaya hidup dengan mengonsumsi protein olahan
kedelai seperti tempe, tahu dan rumput laut. Sumber dari vitamin B 12 alami
diperoleh sebagai hasil sintesis dari bakteri, fungi (jamur) dan ganggang.
Sumber paling utama dari vitamin ini adalah makanan protein hewani yang
diperoleh dari hasil sintesis bakteri yang berada di usus, hati, ginjal dan juga
bisa berupa telur, susu, ikan, keju serta daging. Vitamin B 12 yang terdapat
dalam sayuran akan ada ketika sayuran mengalami pembusukan atau sintesis
bakteri, namun vitamin B 12 yang berasal dari tumbuhan disintesis bakteri
tidak akan diabsorbsi karena proses sintesis berada di kolon atau usus besar.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, konsumsi daging
berhubungan dengan terjadinya kanker kolon. Sehingga diperlukan
pengurangan konsumsi daging merah berupa daging sapi, babi, kambing serta
domba dan olahannya berupa sosis, ham, dan kornet terutama pada olahan
daging yang banyak mengandung bahan tambahan pangan kimia seperti nitrat
dan nitrit yang telah diketahui sebagai salah satu penyebab terjadinya kanker
pada hewan percobaan dan manusia. Hal ini disebabkan karena daging
sebagai sumber asam lemak tidak jenuh dengan rasio asam lemak tidak jenuh
terhadap asam lemak jenuh tinggi berhubungan dengan kadar prostaklandin
yang merupakan salah satu senyawa pemicu inflamasi dan diduga sangat
berhubungan dengan kejadian kanker kolon pada orang yang mengonsumsi
banyak daging merah baik yang diolah atau tidak diolah.
7. Tuan EH sudah menjalani diet vegan sudah cukup lama, kenapa tanda-tana
defisiensi baru terlihat setelah 3 tahun?
Jawaban
Seorang vegetarian mengalami defisiensi vitamin B 12 sangat lambat dan
dalam jangka waktu yang lama atau bertahun-tahun. Tuan EH sudah
menjalani diet selama 3 tahun dan mengonsumsi pangan nabati olahan berupa
tempe yang merupakan sumber vitamin B 12 namun dengan jumlah yang
sedikit. Selama mengonsumsi makanan vegetarian, kandungan sumber
vitamin B 12 hanya diperoleh dari olahan protein nabati dan dalam jumlah
sedikit sehingga setiap harinya kebutuhan vitamin B 12 tidak mampu
terpenuhi dan menunjukkan defisiensi vitamin B 12 setelah bertahun-tahun.
10. Sebutkan faktor-faktor apa saja yang mampu memengaruhi kadar vitamin
B12 seseorang.
Jawaban
Faktor yang mempengaruhi seseorang mengalami kekurangan atau defisiensi
vitamin B12 (kobalamin) yaitu seorang yang menjalani diet vegetarian,
anemia pernisius, atrophic gastritis dan konsumsi alkohol berlebih. Seorang
yang menjalani diet vegetarian memiliki risiko dalam kekurangan vitamin B
12 . Dengan kata lain, kobalamin hanya ada dalam pangan hewani. Hal ini
dapat dilihat pada bayi yang diberi oleh ASI eksklusif oleh ibu yang
menjalani diet vegetarian mengalami gejala defisiensi vitamin B 12 pada
beberapa bulan pertama setelah dilahirkan. Oleh karena itu, vegetarian sangat
dianjurkan untuk mengonsumsi tempe dan pangan yang telah difortifikasi
vitamin B 12 ke dalam menu makanan sehari-hari. Faktor lainnya adalah
anemia pernisius yang merupakan gangguan penyerapan atau malabsorbsi
kobalamin yang terjadi selama proses pencernaan. Kemudian, faktor
selanjutnya yaitu atrophic gastiritis dimana semakin bertambah umur akan
terjadi penurunan kemampuan sel parietal untuk mensekresi asam
hidroklorik. Atrophic gastritis tidak mencegah penyerapan kembali vitamin
yang dikeluarkan empedu, oleh karena itu tidak menyebabkan keseimbangan
negatif sebagaimana terjadi pada penderita anemia pernisius. Namun, bila
terjadi dalam waktu yang lama, jumlah vitamin yang diabsorbsi dari makanan
berkurang akhirnya cadangan vitamin B12 akan habis, selanjutnya dapat
menyebabkan defisiensi vitamin B12. Faktor yang terakhir adalah konsumsi
alkohol berlebih yang dapat menghambat penyerapan kobalamin.
11. Jelaskan bagaimana vitamin B12 dicerna termasuk bagaimana faktor intrisnik
mengatur penyerapan vitamin B12 seseorang.
Jawaban
Dalam lambung kobalamin dibebaskan dari ikatannya dengan protein oleh
cairan lambung dan pepsin, kemudian segera diikat oleh protein – protein
(faktor R/rapid electropboretic mobility) dan lambung. vitamin B12 dilepas
dari faktor R di dalam duodenum yang bersuasana alkali, oleh enzim – enzim
protease pankreas terutama tripsin untuk segera diikat oleh faktor intrinsik
(IF).Kompleks vitamin B12 –IF ini kemudian diikat oleh reseptor khusus
pada membran mikrovili ileum usus halus dan diabsorpsi. Di dalam sel
mukosa usus halus vitamin B12 dilepas dan dipindahkan ke protein lain
(transkobalamin II atau TC – 2) untuk kemudian dibawa ke hati. Proses
absorpsi,dimulai dari konsumsi ke penampilan vitamin B12 dalam vena porta
memakan waktu 8−12 jam. Vitamin B12 yang terikat pada TC −2 kemudian
dibawa ke jaringan – jaringan tubuh oleh reseptor – reseptor khusu. Lebih
95% dari vitamin B12 didalam sel berada dalam keadaan terikat pada enzim
metionin sintetase yang ada dalam sitoplasma sel atau pada enzim
metilmalonil – KoA mutase yang terdapat dalam mitokondria sel. persediaan
vitamin B12 dalam tubuh adalah 2−3 mg dan sebanyak 1,2−1,3µg sehari
diekskresi melalui fases dan urin.Tubuh hemat dalam penggunaan vitamin
B12 .Vitamin B12 yang terdapat di dalam cairan empedu dan sekresi saluran
cerna lain disalurkan kembali melalui sirkulasi entero hepatik. Dengan
demikian, simpanan vitamin B12 dapat bertahan hingga sepuluh
tahun.Kekurangan konsumsi vitamin B12 baru menunjukkan tanda – tanda
setelah sepuluh tahun,asalkan persendian tubuh cukup dan kemampuan
absorpsi tidak terganggu.Bila absorpsi vitmanin B12 dalam saluran cerna
terganggu karena kekurangan faktor intrinsik,akibatnya baru terlihat setelah
empat hingga sepuluh tahun.
Referensi:
1. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;
2004. 215 p.
2. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;
2004. 213-214 p.
3. Saptyasih ARN, Widajanti L, Nugraheni SA. Hubungan asupan zat besi,
asam folat, vitamin B12 dan vitamin C dengan kadar hemoglobin siswa di
SMP Negeri 2 Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 2016 Okt;4(4):521-528
4. Nugroho MR, Sartika RA. Asupan Vitamin B12 Terhadap Anemia
Megaloblastik Pada Vegetarian di Vihara Meitriya Khirti Palembang. J
Keskom. 2018 Agu; 4 (1): 41-45
5. Salsabila DM. Defisiensi Vitamin B12 dan Gangguan Neurologis. J
Medika Hutama. 2020 Okt; 2 (1): 238-249
6. Suryamiharja A. Peranan Vitamin B12 Methylcobalamin Dalam
Neurologi. J Medicinus. 2016 Apr; 29 (1).
7. Sitoayu L. Hubungan Asupan Vitamin (B6, B12, ASAM FOLAT),
Olahraga, Dan Kualitas Tidur Pada Mahasiswa Universitas Esa Unggul.
MGMI. 2019; 11(1): 73-82p
8. Aulawi T. Hubungan Konsumsi Daging merah dan Gaya Hidup Terhadap
Risiko Kanker Kolon. Kutubkhanah. 2013; 16(1): 37-45p
9. Nugroho M. R, Sartika R. A. D. Asupan Vitamin B 12 Terhadap Anemia
Megaloblastik pada Vegetarian di Vihara Meitriya Khirti Palembang.
Jurnal Kesehatan Komunitas. 2018; 4(2): 40-45p
10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019 Tentang Angka Kecukupan
Gizi yang Dianjurkan Untuk Masyarakat Indonesia [Internet]. Jakarta.
2019 [Diakses pada tanggal 25 Juli 2021].
11. Lubis Z. Vitamin B 12 : Metabolisme dan Fungsinya dalam Tubuh
[Internet]. Medan. 2010 [Diakses 22 Juli 2021].
BAB III
MINERAL MAKRO
Studi kasus
Seorang mahasiswa R berusia 19 tahun dibawa ke IGD rumah sakit karena lemas
setelah olahraga lari di siang hari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan mahasiswa
tersebut lemas, bibir kering, kekuatan otot berkurang, mual, dan pisang. Saat
buang air kecil, urin berwarna kuning gelap dan diperoleh hasil tekanan darahnya
rendah (hipotensi). Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar natrium 125
mEq/L, kalium 2,9 mEq/L, dan klorida 103 mEq/K. Dokter mengatakan
mahasiswa R tersebut mengalami dehidrasi dan kekurangan elektrolit.
Kata Kunci:
1. Hipokalemia, hiperkalemia
2. Hiponatremia, hipernatremia
3. Hipotensi
4. Dehidrasi
5. Elektrolit
6. Cairan isotonik
Bahan Diskusi
1. Apakah perbedaan mineral makro dan mikro?
Jawaban
Perbedaan mineral makro dan mineral mikro adalah mineral makro adalah
mineral yang lebih banyak dibutuhkan oleh tubuh atau dibutuhkan tubuh
dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari sedangkan mineral mikro adalah
mineral yang hanya diperlukan tubuh dalam jumlah sedikit atau hanya
sebesar kurang dari 15 mg.
2. Apa yang terjadi pada mahasiswa R pada kasus di atas? Mengapa dapat
terjadi keadaan tersebut?
Jawaban
Penyebab kasus pada mahasiswa R adalah kehilangan cairan yang tidak
diimbangi dengan kehilangan elektrolit dalam jumlah proposional, terutama
natrium dapat mengakibatkan dehidrasi (Triyana, 2012). Dehidrasi diartikan
sebagai kurangnya cairan di dalam tubuh karena jumlah yang keluar lebih
besar dari pada jumlah yang masuk. Jika tubuh kehilangan banyak cairan,
maka tubuh akan mengalami dehidrasi (Rismayanthi, 2012). Bahaya
dehidrasi diantaranya adalah penurunan kemampuan kognitif karena sulit
berkonsentrasi, risiko infeksi saluran kemih dan terbentuknya batu ginjal.
Konsumsi cairan dalam jumlah yang cukup dan tidak menahan air kemih
adalah cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi saluran kemih, serta
menurunnya stamina dan produktivitas kerja melalui gangguan sakit kepala,
lesu, kejang hingga pingsan. Kehilangan cairan lebih dari 15% akan berakibat
fatal (Alim, 2012).
7. Saat ini banyak beredar di pasaran minuman isotonik. Apa tanggapan Anda
mengenai hal tersebut? Perlukah mengonsumsi minuman tersebut?
Jawaban
Menurut saya, minuman isotonik yang beredar dipasaran dapat memberikan
manfaat untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang pada saat
beraktivitas khususnya berolahraga. Namun sebaiknya tidak dikonsumsi
secara berlebihan.
Referensi:
1. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;
2004. 228 p.
2. Sari NA, Nindya TS. Hubungan asupan cairan, status gizi dengan status
hidrasi pada pekerja di bengkel divisi general engineering PT PAL
Indonesia. Media Gizi Indonesia. 2017 Jun;12(1):47–53
3. Maslicha LWS, Anang TW. Hubungan Asupan Kalium dan Natrium
dengan Dehidrasi pada Remaja di SMK Muhammadiyah 04 Boyolali.
PROFESI (Profesional Islam) Media Publikasi Penelitian. 2017;15(1):18-
26
4. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;
2004. 230-233 p.
5. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;
2004. 231-234 p.
6. Habibullah. Pengaruh pemberian minuman isotonik terhadap status hidrasi
cairan tubuh setelah melakukan jogging pada siswa SMA Plus Budi
Utomo Makassar. Program Studi Ilmu Keolahragaan Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Makassar. 2015.
BAB IV
MINERAL MIKRO
Bahan Diskusi
1. Apa permasalahan yang terjadi pada kasus di atas? Apa buktinya?
Jawaban
Berdasarkan permasalahan kasus di atas dengan melihat beberapa literatur
ditemukan beberapa hasil laporan dari dinas kesehatan setempat yaitu
diketahui bahwa prevalensi total goiter rate (TGR), anak sekolah adalah
sebesar 20%, prevalensi anak kretin sebesar 25%, dan median kadar yodium
urin sebesar 45 mcg/L. Ahli gizi tersebut kemudian melakukan pengukuran
kadar yodium dalam garam dan diketahui bahwa rata-rata garam pada daerah
tersebut memiliki kadar yodium 20 ppm. Di karenakan kondisi lingkungan
tempat tinggal masyarakat di daerah pegunungan memiliki beberapa masalah
kesehatan berupa kekurangan yodium yang diakibatkan oleh kandungan
yodium dalam bahan makanan di daerah pantai dan dataran rendah lebih
tinggi jika dibandingkan dengan kandungan yodium dalam bahan makanan di
daerah dataran tinggi. Hal ini bisa langsung dipahami bahwa bahan makanan
di daerah dataran rendah dan pantai yang dekat dengan laut merupakan
sumber yodium.
3. Indikator apa yang paling baik untuk menandakan status yodium dalam
tubuh? Berapa kadar normalnya?
Jawaban
Indikator yang baik digunakan dalam menandakan status yodium dalam tubuh
pada populasi yang dianjurkan oleh WHO adalah Ekskresi Iodium Urine
(EIU). Dalam metode ini merupakan indikator yang paling tepat digunakan
dalam melihat status yodium seseorang karena nilai yang didapatkan akan
merefleksikan asupan yodium seseorang. Hal ini disebabkan karena sebagian
besar yodium yang telah diserap atau diabsorbsi dalam tubuh akan
disekresikan melalui urine. Adapun kadar normal berdasarkan hasil UEI
adalah 100-199 µg/L.
10. Menurut Anda, apa strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan gizi di
daerah tersebut? Dukung dengan literatur atau jurnal terbaru!
Jawaban
Menurut saya Strategi yang tepat dalam mengatasi permasalahan gizi
didaerah tersebut adalah dengan melakukan sosialisai. Kerana sosialisa sangat
penting dalam upaya untuk penanggulangan GAKY yang efektif.
Keberhasilan sosialisasi tergantung pada peran aktif penyuluh (pemerintah,
instansi terkait dan masyarakat) dan respon dari masyarakat itu sendiri
tentang arti penting konsumsi garam beryodium dan dampak yang timbulkan
dari penyakit akibat kekurangan yodium. Tujuan dari sosialisasi adalah
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang garam
beryodium. Penanggulangan GAKY harus dimulai dari dasar (akar masalah)
yaitu kurangnya persediaan dan peredaran garam konsumsi beryodium di
pasar karena kurangnya produksi dan distribusi oleh sentra garam rakyat,
industri kecil menegah maupun industri besar. Oleh karena itu, perlu adanya
peningkatan kualitas dan kuantitas produksi garam rakyat secara nasional
yang merupakan produsen utama garam beryodium. Umumnya sebagian
besar pegaraman di kelola oleh masyarakat disekitar sentra garam dengan
pengetahuan yang rendah dan teknik pegaraman yang sederhana, sehingga
produktivitas lahan, kualitas dan kuantitas garam produksi masih rendah.
Referensi:
1. Yanti N, Prameswari GN. Gambaran perilaku dan persepsi ibu rumah
tangga terhadap konsumsi garam beryodium di wilayah kerja Puskesmas
Toroh 1 Kabupaten Grobogan pada tahun 2014. Unnes Journal of Public
Health. 2015;4(2):100-107
2. Kusumawardani H. D, Musoddaq M. A, Puspitasari C. Kandungan
Iodium dalam Kelompok Bahan Makanan di Daerah Pegunungan dan
Pantai. MGMI. 2017; 8(2): 79-88p
3. Yuniastuti A. Nutrisi Mikromineral dan Kesehatan. Ed.1. Semarang:
Unnes Press, 2014. 65-67p
4. Andayani R. Hubungan antara Kadar Iodium dalam Urin (EIU) dengan
Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar Kelas V di Kecamatan Gunung
Wungkal Kabupaten Pati [Skripsi]. Semarang; Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, 2011.
5. Ningtyias F. W, Asdie A. H, Julia M, Prabandari Y. S. Makanan Mentah,
Goitrogenik dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 2015; 18(1): 105-110p
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019 Tentang Angka Kecukupan
Gizi yang Dianjurkan Untuk Masyarakat Indonesia [Internet]. Jakarta.
2019 [Dikunjungi Pada Tanggal 18 Juli 2021].
7. Wibowo A, Samsudin M. Hubungan Kadar Tiroglobulin, TSH dan fT4
pada Anak Usia Sekolah di Tiga Kabupaten dengan Tingkat Endemisitas
Defisiensi-Iodium Berbeda. Penelitian Gizi dan Makanan. 2013; 36(1):
12-19p
8. Mulyantoro D. K. Perlukah Wanita Hamil Mendapat Suplementasi
Iodium. MGMI. 2017; 8(2): 137-150p
9. Ningtyias F. W, Asdie A. H, Julia M, Prabandari Y. S. Makanan Mentah,
Goitrogenik dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 2015; 18(1): 105-110p
10. Susiana S. L. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Ekskresi Iodium
Urin (EIU) pada Anak Sekolah Dasar di SDN 1 Sumberejo Kecamatan
Randublatung Kabupaten Blora [Skripsi]. Semarang; Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro, 2011.
11. Sudarto. Penanggulangan GAKY Melalui Peningkatan Kualitas Produksi
dan Distribusi Garam Beryodium. 2012 Sep; XIII (2): 30-41.
BAB V
INTERAKSI ZAT GIZI
Studi Kasus
Saat ini Anak M berusia 5 tahun mengalami diare kronis karena infeksi. Selama
masa perawatan, An. M diberikan obat berupa antibiotik dan suplementasi zink
dosis tinggi 20 mg per hari, serta elektrolit. An M secara rutin diperiksa oleh
laboratorium. Berdasarkan hasi lab, An M mengalami anemia yang ditunjukkan
dengan kadar Hemoglobin (Hb) 9 g/dL, MCV 70 fL, MCH 25 pg/dL, MCHC 25
g/dL. Asupan An M kurang, ditunjukkan dari makanan rumah sakit yang selalu
tersisa (tidak dihabiskan), terutama lauk hewani. Setelah didiagnosa An M
mengalami anemia, ia diberikan suplementasi zat besi.
Kata Kunci :
1. Elektrolit
2. MCV
3. MCH
4. MCHC
Bahan Diskusi
1. Apakah jenis anemia yang diderita oleh An M? Jelaskan!
Jawaban :
Jenis anemia yang di derita oleh An M yaitu Anemia defisiensi besi. Anemia
Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam
darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena
terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat
besi dalam darah.
3. Jelaskan kebutuhan normal zink dan zat besi pada anak usia tersebut!
Jawaban :
Normal zink pada anak usia 4-8 tahun membutuhkan sekitar 5 mg per hari
dan normal zat besi pada anak usia 4-6 tahun membutuhkan 10 mg.
Referensi :
1. Masrizal. Anemia Defesiensi Besi. J Kesehatan Masyarakat. 2007 Sep; 2 (1):
140-145.
2. Maharani DG, Candra A. Pengaruh Suplementasi Seng dan Zat Besi
Terhadap Tingkat kecukupan energy Balita Usia 3-5 tahun Di Kota
Semarang. J Of Nutrition College. 2017; 6 (4): 293-300.
3. Syatriani S, Aryani A. Konsumsi Makanan dan Kejadian Anemia Pada Siswi
Salah Satu SMP di Kota Makassar. J Kesehatan Masyarakat Nasional. 2010
Jun; 4 (6).
4. Widhyari SD. Peran dan Dampak Defisiensi Zinc (Zn) Terhadap Sistem
Tanggap Kebal. J Wartazoa. 2012; 22 (3).
5. Ridwan E. Kajian Interaksi Zat Besi dengan Zat Gizi Nikro Lain Dalam
Suplementasi. J Panel Gizi Makan. 2012; 35 (1): 49-54.